You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Menentukan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi, baik pada masing-masing
packing maupun secara keseluruhan, pada berbagai komposisi gas CO2
dalam udara dan laju alir absorban (air).
2. Membandingkan hasil analisa gas CO2 dalam udara yang diukur
berdasarkan Hempl Analisis dengan yang berdasarkan pengukuran laju
alir.
3. Membandingkan jumlah CO2 yang terabsorbsi hasil percobaan dengan
yang diperoleh dari neraca massa.
1.2 Proses Transfer Massa
Transfer massa merupakan migrasi suatu komponen dari campuran yang
terjadi karena adanya perubahan dalam keseimbangan sistemnya yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi. Adanya perbedaan konsentrasi zat kimia
antara bahan dan lingkungan disebut sebagai driving force atau gaya penggerak
dari proses transfer massa. Perpindahan tersebut dapat terjadi dalam satu fase
maupun antara satu fase dengan fase lainnya (Singh and Heldman, 2001).
Proses transfer massa dipengaruhi oleh:
1

Luas permukaan kontak bahan dengan air perendam


Semakin besar luas permukaan kontak bahan dengan air perendam maka
transfer massa yang terjadi semakin banyak.
Kadar air di dalam bahan
Makin tinggi kadar air bahan, maka makin lambat pula kecepatan
difusinya.

Konsentrasi

Semakin besar perbedaan konsentrasi, maka transfer massa semakin cepat.


Jarak dari permukaan ke pusat bahan
Semakin besar jarak dari permukaan ke pusat bahan maka transfer massa
terjadi semakin lama karena untuk mencapai kesetimbangan yang merata
dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapainya.

Waktu

Semakin lama waktu perendaman, laju pergerakan transfer massa semakin


lambat karena perbedaan konsentrasi semakin kecil (hampir mencapai
kesetimbangan).
6

Karakteristik bahan (hubungannya dengan koefisien difusi bahan).


Semakin besar difusivitas maka transfer massa semakin cepat

Suhu
Semakin tinggi suhu maka pori-pori semakin besar karena protein pada
membran rusak (terdenaturasi) dan proses difusivitas semakin cepat.
Tekanan osmosis

Semakin tinggi tekanan osmosis maka transfer massa semakin cepat.


9

Porositas
Semakin besar/semakin banyak pori pada bahan maka semakin cepat
transfer massa (Singh and Heldman, 2001).
Perpindahan massa berlangsung melalui proses difusi, maka proses-proses

pemisahan yang melibatkan proses difusi juga disebut sebagai operasi difusional.
Difusi terjadi apabila fasa-fasa yang ada tidak berada dalam kesetimbangan, dan
akan berakhir saat kesetimbangan sudah tercapai. Hampir semua proses
pemisahan dengan difusi terjadi melalui kesetimbangan antara dua fasa yang tidak
saling

melarutkan

yang

mempunyai

perbedaan

komposisi

pada

saat

kesetimbangan. Difusi adalah perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke


rendah. Ini berarti perpindahan komponen/molekulnya terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi (Singh and Heldman, 2001).
1.3

Absorpsi Gas
Absorpsi gas adalah proses pemisahan gas yang tidak diinginkan dari

campurannya. Proses kontak antara campuran gas dan cairan bertujuan untuk
menghilangkan

salah

satu

komponen

gas

dengan

cara

melarutkannya

menggunakan cairan yang sesuai. Proses absorbsi ini melibatkan difusi partikelpartikel gas ke dalam cairan. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi
absorbsi adalah kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam kesetimbangan,
tekanan operasi, serta temperatur. Pada umumnya, naiknya temperatur
menyebabkan kelarutan gas menurun (Kartohardjono, 2007).

Pada absorpsi gas, uap yang dapat larut diserap dari campuranya dengan
gas tak aktif atau gas lembam (inert gas) dengan bantuan zat cair dimana gas
terlarut (solute gas) dapat larut, banyak atau sedikit. Pada absorpsi gas CO 2
menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi dengan air melalui persamaan sebagai
berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana
konstanta kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H + dan HCO3juga sangat kecil. Karena itu, proses absorbsi CO2 dengan air lebih dinyatakan
sebagai absorbsi fisika, bukan absorbsi kimia (Kartohardjono, 2007).
Jenis-jenis bahan yang sering digunakan sebagai absorban adalah air
(untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan
asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
1.4 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorbsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh absorben adalah sebagai berikut:
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorbsi yang besar,
tujuannya agar gas yang berada dalam campurannya dapat diserap oleh
absorban dengan baik.
2. Memiliki tekanan uap yang rendah, hal ini diperlukan agar absorban yang
digunakan tidak mudah menguap. Jika absorban mudah menguap maka
absorban tersebut akan mudah teruapkan dan ikut bersama campuran gas
yang akan dipisahkan.
3. Tidak korosi, hal ini dimaksudkan agar kolom absorbsi dapat digunakan
dalam jangka panjang.
4. Mempunyai viskositas yang rendah, agar absorban dapat mengalir dan
dapat terkontakan dengancampuran yang akan dipisahkan.
5. Murah dalam pembeliannya agar menghemat biaya dalam operasi absorbsi
gas.

6. Tidak beracun, tidak mudah terbakar, stabil, dan memiliki titik beku yang
rendah (Treybal,1973).
1.5

Alat Alat Absorbsi


Alat absorbsi disebut juga absorber adalah tempat campuran gas dan

absorben yang dikontakkan satu sama lain secara intensif, biasanya dalam arah
berlawanan. Untuk maksud tersebut absorben didistribusikan sebaik mungkin
(permukaan dibuat luas), dengan bantuan perlengkapan yangkhusus misalnya
(penyemprot, bahan pengisi, pelat, benda rotasi). Gas dialirkan melalui tirai cairan
yang terbentuk.
Agar terjadi perpindahan massa dan panas yang baik, umumnya lebih
menguntungkan jika operasi dilakukan dengan cara laju alir cairan dan gas yang
setinggi mungkin. Namun seperti pada kolom rektifikasi, operai harus tetap di
bawah batas peluapan.
Besarnya absorben (juga kuantitas absorben yang diperlukan) tidak
hanya ditentukan oleh jumlah gas yang akan diolah, melainkan juga oleh daya
melarutkan dari absorben dan kecepatan pelarutan.
Absorbsi kimia misalnya sering berlangsung begitu cepatnya sehingga
diperlukan jumlah tahap yang lebih sedikit daripada absorbsi fisik (alat menjadi
lebih kecil). Seperti telah disinggung sebelumnya, pada proses absorbsi sering
diperlukan perlengkapan pendingin. Alat ini dapat dijadikan satu dengan absorber
atau dipasang dalam sistem sirkulasi absorber. Pada operassi kontinyu harus
tersedia dua absorber secara bergantian, alat yang satu digunakan untuk absorbsi
dan alat yang lain untuk regenerasi absorben yang telah terbebani. Kadang-kadang
satu kali absorbsi tidak cukup untuk memisahkan campuran multi komponen.
Dalam hal ini, dua atau lebih absorben harus dipasang secara seri.
Dengan cara tersebut dimungkinkan misalnya untuk membersihkan gas
buang yang berasal dari berbagai reaktor, gas tersebut dapat berupa campuran
yang mengandung gas yang bersifat netral asam dan basa.
Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga absorber yang
dihubungkan secara seri (dengan air, natrium hidroksida dan asam sulfat). Selain
itu absorber seringkali digunakan untuk melakukan presipitasi bahn-bahan padat
(debu) dalam kuantitas kecil yang ikut terbawa dalam campuran gas.
Alat-alat absorbsi yang terpenting adalah alat pencuci seperti contoh
menara:
1)
Menara pencuci dan menara lintang
4

2)
3)
4)
5)
6)
1.6

Pencuci pusaran
Pencuci pancaran
Pencuci rotasi
Pencuci venture
Alat pemisah loncatan tekanan.
Peristiwa Absorbsi
Ada tiga teori dasar yang menjelaskan tentang peristiwa absorbsi, yaitu

antara lain :
1.6.1

Teori Dua Film (Double Film Theory)


Pada berbagai proses pemisahan, materi berdifusi dari satu fase ke fase

lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju
perpindahan massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa
kesetimbangan diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase
gas dan cairan sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase ditambahkan
untuk memperoleh tahanan keseluruhan. Model ini menggambarkan tentang
adanya lapisan difusi. Perpindahan massa yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi
dan jarak perpindahan massa, yaitu ketebalan film tersebut.
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A*pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini tidak
terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya oleh
difusi molekuler.
Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state.
Untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas dan liquid adalah kecil,
maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan yang memperkirakan
laju

transfer

massa

yang

sebanding

dengan

perbedaan

diantara

konsentrasi bulk dan konsentrasi dalam interface gas-liquid.


Secara umum, proses absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH yang
disertai reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa
5

CO2 melalui lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan
antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari
lapisan gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2 terlarut dengan
gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH (Perry, 1984)
Adapun prinsip dari peristiwa absorbsi mengikuti hukum Henry yaitu
konsentrasi gas terlarut dalam suatu larutan berbanding lurus dengan tekanan
parsial gas yang berada diatas larutan jadi semakin besar konsentrasi gas terlarut
maka semakin besar tekanan

parsial nya dan sebaliknya semakin kecil

konsentrasi maka semakin kecil tekanan parsial dengan persamaan :


PA = H CA..(1.1)
Dengan :
PA = tekanan parsial komponen A pada fasa gas
H = konstanta Henry
CA= konsentrasi komponen pada fasa liquid
1.6.2

Teori Penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie, teori ini menyatakan

mekanisme perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan
fasa liquid. Dalam pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih
lama, Higbie untuk pertama kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas
dalam liquida yang menunjukkan bahwa molekul-molekul yang berdifusi tidak
akan mecapai sisi lapisan tipis yang lain jika waktu kontaknya pendek.

Teori Higbie ini menyebutkan bahwa turbulensi akan menaikkan


difusivitas pusaran, hal ini akan menentukan waktu kontak perpindahan massa
yang terjadi untuk setiap keadaan massa. Difusifitas pusaran ini terjadi dalam
keadaan setimbang antara fase gas dan liquid.
Teori penetrasi juga dikembangkan oleh Danckwerts yang menyatakan
bahwa unsur-unsur fluida pada permukaan secara acak akan diganti oleh fluida
lain yang lebih segar dari aliran tindak. Teori ini digunakan dalam keadaan khusus
di mana dianggap massa difusivitas pusaran berlangsung dalam waktu yang
bervariasi dan dianggap laju perpindahan massa tidak tergantung dari waktu
perpindahan unsur dalam fase cairan tindak pada keadaan stagnan. Sehingga
perpindahan massa yang terjadi di interface merupakan harga dari jumlah zat
yang terabsorpsi. Jadi dianggap bahwa perpindahan unsur secara tindak fase
cairan menuju interface tidak akan mempengaruhi kecepatan perpindahan
massanya.
1.7 Kolom Absorpsi dan Hempl Analysis
Kolom aborbsi merupakan suatu kolom atau tabung tempat terjadinya
proses pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fasa cair dari komponen tersebut.

Gambar 1.2 Kolom Absorbsi Beserta Hempl Analisis


Prinsip Kerja Kolom Absorbsi :
1. Kolom absorbsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fasa
mengalir berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia
ditransfer dari satu fasa cairan ke fasa lainnya, terjadi hampir pada setiap
reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorbsi gas, destilasi, pelarutan
yang terjadi pada semua reaksi kimia.
2. Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan
kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa
yaitu fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional
dalam umpan gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang
diumpankan dari bagian atas menara. Peristiwa absorbsi ini terjadi pada
sebuah kolom yang berisi packing dengan dua tingkat.
Operasi absorbsi gas dalam cairan biasanya dilakukan dalam suatu kolom
silinder berunggun (cylindrical packed column). Unggun yang dimaksud
merupakan sekumpulan benda padat dengan bentuk dan bahan tertentu
(plastik/keramik) yang disusun sedemikian rupa untuk absorpsi, penyerapan
komponen gas oleh cairan melewati packed bed, biasanya arah aliran fluida diatur

sedemikian rupa, dimana cairan mengalir dari atas dan gas mengalir dari bawah
(counter current). Gas dan cairan yang masuk dan keluar dapat dianalisa untuk
mengetahui jumlah gas yang diserap.
Untuk lebih lanjutnya, kolom absorbsi terbagi dalam berbagai jenis, antara
lain:
1.7.1 Spray Tower
Cairan masuk
Gas keluar

gas masuk
Cairan keluar

Gambar 1.3. Spray Tower (Kartohardjono, 2007).


Spray tower terdiri dari ruang terbuka dan luas pada tempat gas mengalir
dan ke dalam ruang tersebut disemprotkan cairan dengan spray nozzles atau alat
yang dapat membuat butir-butir cairan. Cairan yang akan disemprotkan akan jatuh
karena gaya gravitasinya dengan arah aliran cairan dan gas yang berlawanan arah.
Karena cairan dalam bentuk butir-butir (tetes-tetes cairan), maka luas permukaan
bidang kontak antar fasa akan semakin besar. Jika ukuran butir semakin kecil,
maka luas bidang kontaknya akan semakin besar. Tetapi ukuran butir cairan tidak
boleh terlalu kecil karena butir akan terbawa aliran gas keatas (keluar). Spray
tower pada umumnya digunakan untuk proses perpindahan massa gas yang mudah
larut dalam cairan atau perpindahan massanya dikontrol oleh tahanan fasa gasnya.
1.7.2

Menara Gelembung
Cairan masuk

Gas keluar

Cairan keluar

gas masuk

Gambar 1.4. Menara Gelembung (Kartohardjono, 2007).


Menara gelembung pada prinsipnya berlawanan dengan spray dryer. Gas
didispersikan kedalam cairan. Gelembung gas cukup kecil sehingga kontak antara
fasanya menjadi besar. Menara gelembung digunakan

dalam sistem dengan

tahanan pada fasa cairan yang mengontrol kecepatan perpindahan massa secara
keseluruhan. Kondisi ini terjadi untuk gas-gas yang tidak mudah larut.
1.7.3

Menara dengan Bahan Isian (Packed Tower)


Cairan masuk

Gas keluar

gas masuk

Cairan keluar

Gambar 1.5. Packed Tower (Kartohardjono, 2007).


Menara bahan isian adalah menara tegak yang diisi dengan bahan isian
(packing). Bahan isian dapat terbuat dari keramik juga dari batu-batuan. Cairan
didistribusikan ke kolom bahan isian dan mengalir kebawah pada permukaan
bahan isian dalam bentuk lapisan tipis. Gas umumnya mengalir ke atas
berlawanan arah dengan aliran cairan, sehingga luas kontak antar fasa menjadi
cukup besar. Menara ini digunakan untuk sistem gas-cairan dimana salah satunya
atau keduanya tahanan mengontrol.
Kebanyakan isian menara terbuat dari bahan-bahan yang murah, tidak
bereaksi dan ringan, seperti lempung porselen, dan berbagai jenis plastik. Kadangkadang cincin-cincin logam berdinding tipis yang terbuat dari baja atau
aluminium. Ruang-ruang kosong dan laluan-laluan yang cukup besar untuk
lewatnya fluida dibuat dengan membuat isian itu berbentuk tak beraturan atau
bolong, sehingga mereka tersusun dalam suatu struktur terbuka dengan porositas
60 sampai 95 persen.

10

Gambar 1.6 Jenis-Jenis Isian (a) Raschig rings (b) Pall rings (c) Berl saddle
ceramic(d) Intalox saddle ceramic (e) Metal Hypac ( f ) Ceramic
(Geankoplis, 1993)
Dalam menara yang berisi isian tertentu dan dialiri dengan aliran fluida
tertentu, terdapat suatu limit atas bagi aliran gas. Kecepatan gas yang sehubungan
dengan limit ini disebut kecepatan pembanjir (flooding velocity). Besarnya dapat
ditentukan dengan memeriksa hubungan penurunan tekanan melalui hamparan
isian, dengan laju aliran gas, atau dengan mengamati holdup zat cair, dan dari
penampilan visual isian tersebut.
Karakteristik fisik berbagai isian itu didaftarkan pada Tabel 2.1 (Mc Cabe et
al, 1984).
Tabel 1.1 Sifat-sifat menara isian

Jenis

Bahan

Pelana
berl

Keramik

Pelana
intalok

Keramik

Cincin
raschin
g

keramik

Ukur
an
Kecil
, in.

1
1

1
1
2
3

1
1
2

Densita
s
Bulk,
*lb/ft3
54
45
40
46
42
39
38
36
55
42
43
41

Luas
Total,
lb/ft3

Rembesa
n

142
76
46
190
78
59
36
28
112
58
37
28

0,62
0,68
0,71
0,71
0,73
0,76
0,76
0,79
0,64
0,74
0,73
0,74

Faktor isian **
Fp

fp

240
110
65
200
92
52
40
22
580
155
95
65

1,58
1,36
1,07
2,27
1,54
1,18
1,0
0,64
1,52
1,36
1
0,92
11

Baja

1
30
63
0,94
48
1,54
1
24
39
0,95
28
1,36
Cincin
2
22
31
0,96
20
1,09
pall
Polipro1
5,5
63
0,90
52
1,36
1
4,8
39
0,91
40
1,18
pilen
* Densitas bulk dan luas total memberikan volume per satuan kolom.
** Faktor Fp adalan faktor penurunan tekanan dan fp adalah koefisien
perpindahan massa relatif
Berdasarkan data NH3-H2O; faktor lain berdasarkan data CO2-HaOH
Sumber: Mc Cabe, 1984.
1.7.4

Menara dengan Plate-Plate


Cairan masuk

Gas keluar

gas masuk

Cairan keluar

Gambar 1.7. Menara dengan Plate (Kartohardjono, 2007).


Menara dengan plate-plate dapat berupa bubble cap atau sieve tray. Pada
tiap-tiap plate, gelembung gas yang terbentuk didasar cairan dengan cara
memaksa gas melewati lubang-lubang yang kecil. Perpindahan massa antar fasa
terjadi saat pembentukan gelembung dan saat gelembung gas melewati cairan.
Analisa Hempl :
Dalam skala laboratorium, peralatan kolom absorbsi gas biasanya sudah
dilengkapi dengan peralatan analisa sampel gas (hempl Analysis) mapun analisa
cairan (titrasi). Perangkat peralatan analisa gas Hempl berisi larutan NaOH yang
reaksinya dengan CO2

CO 2 2 NaOH Na 2 CO 3 H 2 O

dimana jumlah CO2 yang diserap sebanding dengan pertambahan volume


larutan dalam peralatan analisa tersebut.

12

Gambar 1.8 Alat Hempl Analysis


1.8 Perhitungan Dasar Neraca Massa
Ditinjau suatu operasi transfer massa dalam keadaan tetap secara arus
berlawanan, dimana fase-fase yang berkonyak dan saling tidak dapat larut adalah
fase Gas(G) dan Liquid(L) seperti terlihat pada Gambar 2.9 berikut. Di dalam
diagram tersebut Ls dan Gs adalah arus I dan G dengan dasar bebas solute,
sehingga Ls dan Gs adalah arus-arus dari komponen yang tidak berdifusi dalam
arus L dan G sedangkan x dan y masing-masing adalah fraksi mol A di dalam fase
L dan G. Apabila dibuat neraca bahan komponen A disekitar alat transfer massa,
maka diperoleh :
G1y1 + L2x2 = G2y2 + L1x1..(1.2)
atau
G1y1 G2y2= L1x1 L2x2...(1.3)
Hubungan yang lebih sederhana akan diperoleh, apabila tidak digunakan
konsentrasi fraksi mol, tetapi digunakan konsentrasi dengan dasar babas solute.
Hubungan antara konsentrasi dengan dasar bebas solute dan fraksi mol adalah
sabagai berikut :

13

X=

x
1 x

...

(1.4)
Y=

y
1 y

...

(1.5)
Dengan konsentrasi dasar bebas solute, maka kecepatan aliran yang
digunakan sekarang adalah kecepatan aliran dengan babas solute yaitu Ls dan Gs,
sehingga persamaan (2) menjadi :
Gs ( Y1-Y2 ) = Ls ( X1-X2 )(1.6)

Gambar 1.9 Transfer Massa Dalam Keadaan Tetap Arus Berlawanan (Mc Cabe,
1984)

BAB II
14

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1
1.
2.
3.
4.

Bahan yang digunakan

2.2

larutan NaOH
Air
Gas CO2
Udara

1.

Alat- alat yang digunakan


Tabung gas CO2 yang dilengkapi pengatur tekanan, yang dihubungkan
dengan pengatur R pada saluran gas masuk.
Skema peralatan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Skema peralatan Absorpsi Gas


2. Corong
3. Labu Takar
4. Labu semprot
5. Gelas Kimia
2.3 Variabel Percobaan
1. F2
= Laju alir udara ( 20 l/menit)
2. F3
= Laju alir CO2 ( 3, 4, 5 dan 6 l/menit)
3. F1
= Laju alir air (3, 4, dan 5 l/menit)

15

4. V1

= 20 ml

2.4

Prosedur Percobaan

2.4.1

Persiapan alat
Isi tabung bola dengan larutan
NaOH 1 M hingga skala 0
Persiapan alat
Isi tangki penyimpanan
cairan sampai bagian
dengan air bersih

2.4.2 Pengambilan sampel gas


Atur aliran air pada F1
dengan mengendalikan
C1

Atur aliran udara pada F2


dengan mengendalikan
C2

Atur aliran CO2 pada F3


dengan mengendalikan
C3

2.4.3 Analisa Gas sampel

Bersihkan sisa gas pada


piston (Lakukan 3 kali)

Hubungkan
tabung
Buka
S1/S2/S3
untuk
penghisap
dengan
Tarik
piston hingga
terisi
pengambilan
sampel
tabung
bola
fluida 20 ml

16

Catat level cairan yang


Dorong
piston
dan CO
tarik2
merupakan
jumlah
kembaliterabsorpsi
pada posisi semula

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

17

3.1

Menentukan Jumlah Gas CO2 yang Terabsorbsi pada Masing-Masing


Packing
Pada percobaan ini udara dialirkan dengan menghidupkan kompresor,

kemudian cairan penyerap (air) dialirkan melalui pompa ke bagian atas menara,
gas CO2 dialirkan setelah pembersihan dilakukan dan laju alir dari tiap fluida di
tentukan. Gas CO2 dan udara dialirkan melalui bagian bawah menara. Di dalam
menara terjadi transfer massa antar kedua fasa, yaitu fasa gas dan fasa cair.
Setelah terjadi transfer massa didalam menara, jumlah gas yang terabsorbsi
dihitung dengan menggunakan alat hempl analyzer.
Dalam menganalisa jumlah gas CO 2 dalam udara, pengambilan sampel
dilakukan pada bagian bawah (S3), tengah (S2) dan atas (S1) menara. Fraksi gas
CO2 di udara dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Fraksi CO2 pada Masing-masing Bagian Kolom
laju alir
air (F1)

laju alir
udara (F2)

Laju alir
CO2 (F3)

L/menit

L/menit

L/menit

20

Perhitungan Yi
V2/V1

0.05

0.07

0.075

0.085

0.05

0.065

0.1

0.12

0.04

0.08

0.1

0.12

S1
F3/(F2+F3)
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3

V2/V1
0.07
0.08
0.12
0.125
0.14
0.09
0.125
0.155
0.075
0.12
0.145
0.15

S2
F3/(F2+F3)
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692

V2/V1
0.09
0.12
0.155
0.165
0.165
0.115
0.19
0.205
0.165
0.19
0.2
0.225

S3
F3/(F2+F3)
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231

18

Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka didapat kurva perbandingan nilai
fraksi CO2 dari laju laju alir dan fraksi CO 2 dari analisa hempl pada valve S3, S2
dan S1
0.24
0.22
0.2
0.18
V2/V1

laju alir air(F1) = 3


l/men

0.16

laju alir air (F1) = 4


l/men

0.14
0.12

laju alir air (F1) = 5


l/men

0.1
0.08
0.11

0.16

0.21

F3/(F2+F3)

Gambar 3.1 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S3

0.17
0.15
0.13

laju alir air (F1) = 3


l/men

V2/V1 0.11
0.09

laju alir air (F1) = 4


l/men

0.07

laju alir air (F1) = 5


l/men

0.05
0.1

0.15

0.2

0.25

F3/(F2+F3)

Gambar 3.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S2

19

0.12
0.1
0.08

laju alir air (F1) = 3


l/men

V2/V1 0.06
0.04

laju alir air (F1) = 4


l/men

0.02

laju alir air (F1) = 5


l/men

0
0.1

0.15

0.2

0.25

F3/(F2+F3)

Gambar 3.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S1
Dari gambar 3.1, 3.2 dan 3.2 dapat dilihat fraksi gas CO2 pada masingmasing bagian kolom dengan berbagai variasi laju alir udara (F2) dan laju alir gas
CO2 (F3). Perhitungan fraksi gas CO2 diudara menggunakan hempl analyzer dan
metoda laju alir, dimana berdasarkan teori nilai keduanya haruslah sama.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, fraksi gas CO2 diudara yang didapat dari
hempl analyzer dan metoda laju alir menunjukkan angka perbedaan yang relatif
kecil. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaiaan diantara kedua metode yang
digunakan.
Secara keseluruhan terlihat bahwa fraksi gas CO2 pada bagian bawah kolom
(S3) adalah yang terbesar jika dibandingkan pada bagian tengah kolom (S 2)
ataupun pada bagian atas kolom (S1). Hal ini disebabkan bagian bawah kolom
adalah sumber masuknya gas CO2 dan udara, jadi dapat dikatakan belum
terjadinya proses perpindahan massa gas CO2 ke absorben (air). Dengan demikian
dapat dijelakan gas CO2 yang terabsorbsi tertinggi adalah pada kolom S1.
3.2 Perbandingan Hasil Analisa Gas CO2 dalam Udara yang Di Ukur
Berdasarkan Hempl Analyzer dan Pengukuran Laju Alir
Jumlah gas CO2 yang berada pada udara berdasarkan hasil pengukuran
analisis hempl dengan pengukuran laju alir memiliki perbedaan yang relatif kecil

20

(dapat dilihat pada Tabel 3.1). Tetap terdapat perbedaan nilai. Perbedaan nilai
tersebut terjadi karena tekanan yang diberikan pada saat mendorong dan menarik
piston tidaklah sama. Selain itu adanya gelembung udara pada pipa saluran NaOH
juga mengakibatkan sulitnya pembacaan skala V2 secara akurat sebagai volume
gas CO2 dalam udara.
3.3 Perbandingan Jumlah CO2 yang Terabsorbsi pada Percobaan dengan
Neraca Massa
Percobaan dilakukan dengan variasi laju alir air (F1) 3 L/menit, 4 L/menit
5 L/menit serta variasi laju alir CO2 (F3) 3 L/menit, 4 L/menit, 5 L/menit, 6
L/menit dengan laju alir udara (F2) tetap yatitu 20 L/menit. Sampel diambil pada
bagian bawah, tengah dan atas menara dengan menggunakan piston yang telah
dibersihkan.
Perhitungan gas CO2 yang terabsorbsi dengan neraca massa sebagai berikut:
(CO2)input (CO2)output

= (CO2)absorbed

(F2 + F3)Y1 (F2 + F3 Fa2-3)(Y0 2)

= Fa2 3

(F2 + F3)Y1 (F2 + F3)(Y0 2)

= (Fa2 3) (Fa2 3)(Y0 2)

(F2 + F3)Y1 [(F2 + F3)(Y0 2)]

= Fa2 3 (1 Y0 2)

Fa2 3

( F 2 + F3 ) Y 1 [ ( F 2 + F3 ) Y 02 ]
1Y 02
(Y 1Y 02)
Fa1 3 1Y 02 ( F 2+ F 3 )

Dimana : Fa2-3 = jumlah CO2 terabsorbsi pada bagian tengah kolom (S1)
Y0-2 = fraksi volume CO2 pada tengah kolom (S1)
Yi

= fraksi volume CO2 pada pangkal kolom (S3)

F2 = laju alir udara (L/menit)


F3 = laju alir CO2 (L/menit)

21

Dengan rumus Fa1-3 =

YiY 0 2
1Y 02

x [F2 + F3], dapat dihitung jumlah CO2 yang

terabsorbsi pada S1.

3.4 Pengaruh Tinggi Kolom Terhadap Absorbsi Gas CO2


Tabel 3.2 Hasil Percobaan pada Bagian Tengah Menara (valve 2) atau
S2
laju
alir air
F1

laju
alir
udara
F2

laju alir
CO2 F3

l/meni
t

l/menit

l/menit

20

V1
(ml)

Perhitungan Yi
V2 (ml)

1.4

1.6

2.4

2.5

2.8

20

1.8

2.5

3.1

1.5

2.4

2.9

0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1
0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1
0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1

Fa2-3

0.07
0.08
0.12
0.125
0.14
0.09
0.125
0.155
0.075
0.12
0.145
0.15

23

0.09

0.4946237

24
25

0.12
0.155

1.0434783
0.9943182

26

0.165

1.1885714

23

0.165

0.6686047

24
25

0.115
0.19

0.6593407
1.8571429

26

0.205

1.5384615

23

0.165

2.2378378

24
25

0.19
0.2

1.9090909
1.6081871

26

0.225

2.2941176

Tabel 3.3 Hasil Percobaan pada Bagian Atas Menara (valve 1) atau
laju alir
air F1
l/menit

laju alir
udara
F2
l/menit

laju alir
CO2
F3
l/menit

Yi

Y0-2 =
(V2/V1)0-2

F3/(F2+F3)

F2+F
3

absorbsi
CO2

S1

Perhitungan Yi
V1
(ml)

V2
(ml)
F3/(F2+F3)

Y01=(V2/V1)01

F2+F3

Yi

Fa1-3

22

20

3
4
5
6
3
4
5
6
3
4
5
6

20

1
1.4
1.5
1.7
1
1.3
2
2.4
0.8
1.6
2
2.4

0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231

0.05
0.07
0.075
0.085
0.05
0.065
0.1
0.12
0.04
0.08
0.1
0.12

23
24
25
26
23
24
25
26
23
24
25
26

0.09
0.12
0.155
0.165
0.165
0.115
0.19
0.205
0.165
0.19
0.2
0.225

0.968421053
1.290322581
2.162162162
2.273224044
2.784210526
1.28342246
2.5
2.511363636
2.994791667
2.869565217
2.777777778
3.102272727

2.5
2

laju absorbsi

1.5

laju alir CO2 = 3


l/menit

laju alir CO2 = 4


l/menit
laju alir CO2 = 5
l/menit

0.5
0
0

laju alir CO2 = 6


l/menit
50

100

150

Tinggi kolom (cm)

Gambar 3.4 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 3 L/menit

23

3
2.5

laju absorbsi

laju alir CO2 = 3


l/menit

1.5

laju alir CO2 = 4


l/menit

laju alir CO2 = 5


l/menit

0.5

laju alir CO2 = 6


l/menit

0
0

50

100

150

Tinggi kolom (cm)

Gambar 3.5 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 4 L/menit
3.5
3
2.5
2

laju alir CO2 = 3


l/menit

laju absorbsi 1.5

laju alir CO2 = 4


l/menit

laju alir CO2 = 5


l/menit

0.5

laju alir CO2 = 6


l/menit

0
0

50

100

150

tinggi kolom (cm)

Gambar 3.5 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 5 L/menit
Gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 diatas merupakan hubungan antara tinggi
kolom dengan jumlah CO2 yang terabsorbsi dengan menggunakan air sebagai
absorben dengan laju alir CO2 sebesar 3, 4 ,5 dan 6 L/menit, serta laju alir udara
20 L/menit.

24

Tabel 3.4 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada laju alir air 3,4 dan 5 l/menit
Laju alir air 3
L/menit
S3
S2
S1

0 cm
70,25
cm
140,5
cm

Laju alir air 4 L/menit


0 cm
S3
S2
S1

70,25
cm
140,5
cm

Laju alir air 5 L/menit


0 cm
S3
S2
S1

70,25
cm
140,5
cm

3 L/menit
CO2
0
0,494623
656
0,968421
053
0
0,668604
651
2,784210
526
0
2,237837
838
2,994791
667

Laju Absorbsi gas CO2


4L/menit
5 L/menit
CO2
CO2
0
1,043478
1,290323
0

0
0,994318
18
2,162162
16

6 L/menit
CO2
0
1,188571
2,273224

0,659341

0
1,857142
86

1,538462

1,283422

2,5

2,511364

0
1,909091
2,869565

0
1,608187
13
2,777777
78

0
2,294118
3,102273

Untuk hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian


Kolom pada Laju Alir Air 4 L/menit, diperoleh jumlah gas CO 2 yang terabsopsi
tertinggi yaitu pada laju absorbsi gas CO 2 3 l/menit sebesar 2,784210526. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan semakin tinggi ketinggian menara atau
kolom maka semakin banyak jumlah CO2 yang terabsorbsi. Kolom absorbsi yang
tinggi mengakibatkan kontak antara gas CO2 dan air menjadi semakin lama,
sehingga jumlah gas CO2 yang terabsorbsi menjadi semakin banyak. Laju alir CO2
dan laju alir air mempengaruhi jumlah CO2 yang terabsorbsi, dimana semakin
besar laju alir air dan semakin rendah laju alir CO2 maka semakin besar jumlah
CO2 yang terabsorbsi.
Sedangkan hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan
Ketinggian Kolom pada Laju Alir Air 3 L/menit, diperoleh jumlah gas CO2 yang
terabsopsi tertinggi yaitu pada laju absorbsi gas CO2 6 l/menit sebesar 2,273224.
Dan untuk hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian

25

Kolom pada Laju Alir Air 5 L/menit, diperoleh jumlah gas CO 2 yang terabsopsi
tertinggi yaitu pada laju absorbsi gas CO2 6 l/menit sebesar 3,102273.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.

4.1 Kesimpulan
Untuk kolom S1 dengan laju alir air 3 L/min, laju alir udara 20 L/min dan
laju alir CO2 3,4,5 dan 6 L/min, diperoleh CO2 yang terabsorbsi berturut-

2.

turut sebanyak 0,9684; 1,29 ; 2,1621 dan 2,2733.


Untuk kolom S1, CO2 terabsorbsi paling banyak yaitu 3,1022 pada laju alir
air 5 L/min, laju alir udara 20 L/min dan laju alir CO2 6 L/min. Untuk
kolom S2, CO2 terabsorbsi paling banyak yaitu 2,237 pada laju alir air 5

3.

L/min, laju alir udara 20 L/min dan laju alir CO2 3 L/min
Semakin besar laju alir air dan semakin rendah laju alir CO2 maka semakin

4.

banyak gas CO2 yang terabsorbsi.


Semakin tinggi kolom maka semakin besar gas CO2 yang terabsorbsi.

26

4.1

Saran
1. Teliti dalam melihat kenaikan V2 pada NaOH sehingga mendapatkan data
yang akurat
2. Sebaiknya dalam setiap run di lakukan pergantian larutan NaOH untuk
mencegah terbentuknya garam Natrium Karbonat

27

You might also like