You are on page 1of 59

GAMBARAN COMPUTED TOMOGRAPHY PERFUSI

PADA STROKE ISKEMIK

Oleh:
Erik Santoso
NIM: 131521130008
Pembimbing:
dr. Farhan Anwary, Sp.Rad(K), MH.Kes
Penyanggah
Penanya Wajib

: Ruth Dian Utari


: Taufik Shidki
Andika Resa

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Anatomi Otak............................................................................................ 3
2.2 Vaskularisasi Otak .................................................................................... 8
2.3 Definisi Stroke Iskemik ............................................................................. 15
2.4 Epidemiologi ............................................................................................. 16
2.5 Patofisiologi ............................................................................................... 18
2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 20
2.7 Gambaran Radiologi Stroke Iskemik ....................................................... 22
2.8 CT Perfusi ................................................................................................. 26
2.8.1 Keuntungan dan Kekurangan CT Perfusi ...................................... 27
2.8.2 Teknik CT Perfusi ........................................................................... 29
2.8.3 Prinsip Dasar CT Perfusi ................................................................ 30
2.9 Gambaran Stroke Iskemik pada CT Perfusi ............................................ 35
2.10 Kesalahan (Pitfall) pada CT Perfusi ....................................................... 42
2.10.1 Fungsi Aliran Keluar Arterial dan Vena ...................................... 42
2.10.2 Pemilihan Potongan ...................................................................... 43
2.10.3 Penyakit Mikrovaskular dan Infark Kecil .................................... 45
2.10.4 Stenosis Vaskuler Arterial............................................................. 47
i

2.10.5 Kejang yang Menyerupai Stroke .................................................. 49


2.11 Tatalaksana ............................................................................................. 50
BAB III RINGKASAN ................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 54

ii

BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga pada negara maju, setelah infark
miokard dan kanker. Stroke juga merupakan salah satu penyebab kecacatan permanen.
Penelitian epidemiologis telah menetapkan beberapa faktor resiko terjadinya stroke
seperti usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat stroke dalam keluarga, stenosis arteri
carotis,

dislipidemia,

penyakit

jantung,

penggunaan

alkohol,

obesitas,

hiperkoagulopati, diet, aktivitas fisik, dan sebagainya.1,2


Penyebab utama dari kerusakan jaringan otak pada pasien stroke adalah
iskemik dan hemoragik atau perdarahan. Pada stroke iskemik terjadi penurunan dari
aliran darah otak sehingga terjadi penurunan aliran oksigen di dalam otak. Stroke
hemoragik yaitu terjadinya perdarahan di dalam intrakranial sehingga menyebabkan
suplai darah yang menurun di jaringan otak ataupun menyebabkan penekanan ke
jaringan otak sekitarnya. 1,3
Modalitas radiologi berperan penting untuk menegakkan diagnosis stroke
secepat mungkin dan pemeriksaan radiologi juga dapat memberikan informasi yang
akurat tentang vaskularisasi intrakranial dan perfusi otak sehingga dapat menjadi
menjadi panduan terapi yang tepat. 3
Evaluasi komprehensif dapat dilakukan dengan Computed Tomography
Scanning (CT scan). CT scan kepala tanpa kontras sudah rutin digunakan untuk

mengindentifikasi tanda-tanda awal stroke infark maupun perdarahan karena


ketersediaannya yang banyak dan pemeriksaannya yang cepat. Multimodalitas
radiologi dapat memberikan informasi yang lebih banyak tentang aliran darah otak,
pusat infark dan dapat menentukan jaringan yang masih dapat disembuhkan. CT
perfusi dapat berguna untuk menentukan jaringan yang dapat disembuhkan yang
ditandai dengan adanya penumbra. 3
Pencitraan perfusi otak memberikan informasi tentang hemodinamik serebral
yang digambarkan dengan beberapa parameter seperti cerebral blood flow (CBF),
cerebral blood volume (CBV), dan mean transit time (MTT). 2
Rekanalisasi arterial dan reperfusi telah menunjukkan kemampuannya untuk
memperbaiki fungsi otak saat dilakukan segera setelah onset terjadinya stroke akut.
Terapi rekanalisasi dapat memprediksi hasil dari stroke dan semakin banyak digunakan
pada pasien stroke akut.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Otak dan batang otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terdapat di dalam
rongga kranium, dibungkus oleh selaput otak atau meninges. Otak terdiri dari otak
besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum), masing-masing mempunyai dua hemisfer,
kanan dan kiri. 5
Otak besar (serebrum) adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua
hemisfer serebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus
callosum. Hemisfer di pisahkan oleh sebuah celah dalam, yaitu fissura longitudinalis
serebri, tempat terdapatnya falx serebri. 6
Lapisan permukaan hemisfer serebri disebut korteks dan disusun oleh
substansia grisea. Korteks serebri berlipat-lupat, disebut girus yang dipisahkan oleh
fisura atau sulci. Dengan cara demikian permukaan korteks bertambah luas. Sejumlah
sulci yang besar membagi permukaan setiap hemisfer dalam lobus-lobus. Lobus lobus
tersebut diberi nama sesuai dengan tulang tengkorang yang ada di atasnya, yaitu lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus occipitalis.

5,6

Gambar 2.1 Serebrum, serebelum, pons, dan medulla oblongata dilihat dari lateral
Dikutip dari: Wibowo 5

Gambar 2.2 Penampang mid-sagital otak dan batang otak


Dikutip dari: Wibowo 5

Di bagian tengah otak, memanjang dari sisi tengah lobus temporalis dapat
ditemukan sebuah sulcus yang panjang, yang seakan-akan membagi serebrum menjadi
bagian depan dan belakang. Sulcus ini dinamakan sulcus centralis. Yang terletak di
puncak kepala. Gyrus yang tepat berada di sebelah anterior sulcus ini dinamakan gyrus
precentralis (motoris) karena korteks disini mengandung sel motoris; dan yang di
posteriornya dinamakan gyrus postcentralis (sensoris). Gyrus motoris merupakan
pusat tertinggi sistem motoris somatis dan gyrus sensoris merupakan pusat tertinggi
sistem sensoris somatis.5
Di lateral juga terlihat lipatan besar menyerupai sulcus yang berhubungan
denan lipatan akibat bentuk dasar cavum cranii. Lipatan ini disebut sulcus lateralis.
Jika lipatan ini dibuka akan terlihat di sebelah dalamnya gyri insulae. 5
Hemisfer serebri kiri dan kanan dipisahkan satu sama lain oleh bagian meninges
yang dinamakan falx serebri; dan dengan serebelum oleh tentorium serebeli.
Pembagian menjadi hemisfer kiri dan kanan tidak mengenai seluruh otak, tetapi
terbatas sampai bagian yang berasal dari telencephalon saja. Kedua hemisfer ini
dihubungkan satu sama lain oleh corpus callosum. Falk serebri berakhir di permukaan
superior corpus callosum dan di tempat itu ia membentuk sinus sagitalis superior.5
Diencephalon hampir seluruhnya tertutup dari perukaan otak. Terdiri atas
thalamus di dorsal dah hipothalamus di ventral. Thalamus adalah massa substansia
grisea besa, yang terletak di kanan dan kiri ventrikel III. Thalamus merupakan stasiun

perantara besar untuk jaras sensoris aferen yang menuju korteks serebri. Hipothalamus
membentuk bagian bawah dinding lateral dan dasar ventrikel III. 6

Gambar 2.3 Potongan aksial parenkim otak.


Dikutip dari: Netter 7

Di bagian dalam serebrum terdapat beberapa rongga, yaitu ventrikel tertius/III


di garis tengah dan ventrikel lateralis di kedua hemisfer kiri dan kanan. Ventrikel
lateralis kiri dan kanan dihubungkan dengan ventrikel III oleh foramen
interventrikulare monroe,

selanjutnya ventrikel III dihubungkan oleh ventrikel

IV/quartus oleh aquaductus cerebri sylvii. Saluran terakhir ini dan ventrikel IV
merupakan bagian dari batang otak. Sistem ventrikel berisi cairan serebrospinal, yang
diproduksi oleh pleksus choroideus pada ventrikel lateral, ventrikel II dan ventrikel 4.
6

Ventrikel lateralis mempunyai bentuk khas, terdiri dari cornu anterior (cornu
frontale), cornu posteiror (cornu occipitale), dan cornu inferior (cornu temporale),
mengisi tulang yang sesuai dengan namanya. 5
Ventrikel III merupakan sebuat celah di antara thalamus kiri dan kanan. Ke arah
caudal, rongga ini meneruskan diri sebagai saluran sempit sepanjang mesencephalon.
Ventrikel IV mempunyai bentuk yang menyerupai tenda dengan dasar pada pons dan
atap yang dibentuk oleh vellum medullare superior dan vellum medullare inferior yang
mempunai puncak pada serebelum. Di sudut kiri dan kanan ventrikel IV mempunyai
lubang enghubung dengan rongga subarachnoid, yaitu apertura lateralis (foramen
Luschka) dan apertura mediana (foramen Magendie) 5

Gambar 2.4 Sistem ventrikel otak.


Dikutip dari: Netter 7

2.2 Vaskularisasi Otak


Otak disuplai oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willlisi.

Arteri carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial prosesus
clinoideus anterior dengan menembus duramater. Kemudian arteri ini membelok ke
belakang menuju sulcus serebri lateralis. Di sini, arteri ini bercabang menjadi a. serebri
anterior dan a. serebri media. 6
Cabang-cabang serebral a. carotis interna adalah a. ophtalmica, a. communicans
posterior, a. choroidea, a. serebri anterior dan a. serebri media. 6

Arteri opthalmica dipercabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus


cavernosus. Pembuluh ini masuk orbit melalui canalis opticus, di bawah dan lateral
terhadap n. opticus
Arteri communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang
untuk bergabung dengan a. serebri posterior. 6
Arteri choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan ke belakang, masuk ke dalam cornu
inferior ventrikel lateralis, dan berakhir di dalam pleksus choroideus.

Gambar 2.5 Diagram pembuluh darah otak yang mengurus otak dan batang otak
Dikutip dari: Wibowo 5

10

Arteri serebri anterior beralan ke depan dan medial, dan masuk ke dalam fissura
longitudinalis serebri. Arteri tersebut bergabung dengan aerteri yang sama dari sisi
yang lain melalui A. communicans anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di
atas corpus callosum, dan cabang-cabang kortikalnya mensuplai permukaan medial
korteks serebri sampai ke sulcus parieto-occipitalis. Pembuluh ini juga menyuplai
sebagian korteks selebar 1 inci (2.5 cm) pada permukaan lateral yang berdekatan.
Dengan demikian, A. serebri anterior menyuplai area tungkai gyrus presentralis.
Sejumlah cabang-cabang sentralis menembus substansi otak dan mensuplai massa
substansia grisea di bagian dalam hemisfer serebri. 6
Arteri serebri media adalah cabang terbesar dari A. carotis interna, berjalan ke
lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang kortikal menyuplai seluruh permukaan
lateral hemisfer, kecuali permukaan inferolateral yang disuplai oleh A serebri posterior.
Dengan demikian, arteri ini mensuplai seluruh area kecuali area tungkai. Cabangcabang sentralis masuk ke substansia perforata anterior dan menyuplai substansia
grisea di bagian dalam hemisfer serebri. 6
Arteri vertebralis, cabang dari bagian pertama A. subclavia, berjalan ke atas
melalui foramen processus transversus vertebra cervical 1-6. Pembuluh ini masuk ke
tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial medulla
oblongata. Pada pinggir bawah pons arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya
membentuk A. basilaris. 6

11

Cabang-cabang kranial dari A. vertebralis adalah Aa. meningae, A. spinalis


anterior dan posterior, A. serebelli posteoinferior dan Aa. Medullares 6
Arteri basilaris yang dibentuk dari gabungan kedua A. vertebralis, berjalan naik
di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua
menjadi A. serebri posterior. Cabang-cabang A. basilaris mensuplai untuk pons,
serebelum, dan telinga dalam. 6
Aretri serebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan
belakang di sekeliling mesensefalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan
inferolateral lobus occipitalis.

Gambar 2.6 Pembuluh darah arteri di permukaan bawah (basis) otak dan batang otak
Dikutip dari: Wibowo 5

12

Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak.


Circulus ini dibentuk dari anastomosis antara kedua A. carotis interna dan kedua A.
vertebralis, A. communicans anterior, A. serebri anterior, A. carotis interna, A.
communicans posterior, A. serebri poserior, dan A. basilaris.

Gambar 2.7 Gambaran Circulus Willisi.


Dikutip dari: Caplan 10

Segmentasi dari vaskularisasi otak akan dijelaskan sebagai berikut di mana A.


karotis komunis akan brecabang menjadi A. karotis interna dan eksterna. A. karotis
interna dari bagian servikal (segmen C1) kemudian akan memasuki bagian petrosus di

13

tulang temporal pada tulang dasar otak sepanjang jalur karotis. Di antara tulang
petrosus, A. karotis berjalan vertikal dan kemudian berbelok horizontal pada ujungnya
dan berjalan ke arah anteromedial membentuk sifon karotis (segmen C2). Pada saat A.
karotis interna lewat di atas foramen laserum (segmen C3) dan di bawah ganglion
gasserian, arteri ini menembus cincin dural lateral dan belok ke medial membentuk
simpul karotis lateral, dan masuk ke sinus kavernosus (segmen C4). Arteri ini
kemudian melanjutkan ke arah superomedial ke arah prosesus klinoid posterior
(segmen C5). Pada level ini arteri tersebut belok ke depan membentuk simpul karotis
medial. Arteri karotis kemudian keluar dari sinus kavernosus dan masuk ke runag
subarakhnoid memasuki segmen oftalmik (C6). Segmen oftalmik (C6) memiliki 2
cabang utama yaitu A. oftalmik dan A. hipofiseal superior. A. oftalmik biasanya
muncul di bawah nervus optikus, sementara A. hipofiseal superior muncul dari
permukaan medial ke ventromedial karotis, di bawah prosesus klinoid anterior 8
Arteri komunikans posterior berasal dari permukaan posteriomedia A. karotis
inerna dan bergabung dengan A. serebri posterior di dalam sisterna interpeduncular.
Arteri karotis interna kemudian bercabang menjadi A. serebri anterior dan medial
(bifurkasio). Antara arteri komunikans posterior sampai bifurkasio dinamakan segmen
koroid (segmen C7). 8
Arteri serebri anterior dapat dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu, segmen
A1 (segmen precommunicating). Distal dari A. komunikans anterior, A. serebri

14

anterior berlanjut sebagai sebagai A. perikalosal, yaitu: segmen infrakalosak (segmen


A2), segmen prekalosal (segmen A3), dan segmen suprakalosal (segmen A4).

Arteri serebri medua dimulai dari bifurkasio A. karotis interna dan berjalan
sepanjang fissura sylvii. Setelah melalui bifurkasio, A serebri media memasuki segmen
sphenoid

(segmen

M1),

segmen

ini

menembus

parenkim

serebri

dan

mempercabangkan beberapa arteri lenticulostriata yang akan memperdarahi daerah


ganglia basalis. Setelah itu A. serebri media akan membasukin daerah fissura sylvii dan
dinamakan segmen sylvii (segmen M2). Pada segmen ini A. serebri media akan
membentuk bifurkasio atau trifurkasio yang akan bercabang menuju korteks serebri
(segmen M3). Setelah memasuki daerah korteks sampai memperdarahi seluruh bagian
perifer korteks dinamakan segmen M4.

Arteri vertebralis memasuki ruang subarakhnoid pada cranio-occipital


junction. Cabang pertama adalah arteri spinalis posterior yang berjalan menurun ke
spinal cord. Arteri vertebralis emudian berjalan ke medial dan superior sekitar medulla.
Cabang yang paling penting adalah A. serebelum posterior inferior yang berjalan ke
arah posterolateral. Arteri basilaris dimulai pada vertebrobasilar junction dan berjalan
ke superior menuju fossa interpeduncularis. 8
Cabang utama dari A basilaris adalah A. serebelum anterior inferior yang
berjalan ke lateral dan posterior untuk memenuhi kebutuhan darah permukaan inferior
dari serebelum. Arteri serebelum superior berasal dari bagian proksimal bifurkasio A.
basilaris dan berjalan ke lateral untuk menyuplai darah daerah serebelum bagian

15

superior. Arteri basilaris berakhir pada fossa interpeduncularis, yang bercabang


menjadi A. serebri posterior. Daerah antara bifurkasio basilaris sampai A. komunikans
posterior dinamakan segmen P1, dan setelah melalui A.komunikans posterior
dinamakan segmen P2 yang memperdarahi daerah sisterna basalis, temporal,
hipokampus, coroidal dan peduncular. Sementara segmen P3 merupakan arteri yang
memperdarahi ke darah sisterna quadrigeminal dan fissura calcarina 8
2.3 Definisi Stroke Iskemik
Kata Stroke mengacu pada kerusakan jaringan otak atau sumsum tulang
belakang yang disebabkan oleh kelainan dari suplai darah. Menurut Lucas et al,
stroke merupakan sindroma yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dari akibat
(a) sumbatan dari pembuluh darah (stroke iskemik, kurang lebih 80% dari kasus yang
ditemui); atau (b) rupturnya pembuluh darah, sehingga menyebabkan keruskan sel
dan menyebabkan hilangnya fungsi focal otak secara tiba-tiba. 10,11
Menurut konsensus American Heart Association/American Stroke Association
(AHA/ASA) tahun 2013, definisi dari stroke iskemik adalah episode dari difungsi
neurologis yang disebabkan oleh infark serebral fokal, sumsum tulang belakang, atau
retinal. Definisi dari infark susunan saraf pusat adalah kematian sel dari otak,
sumsum tulang belakang, atau retina akibat iskemia berdasarkan (1) pemeriksaan
patologis, pencitraan, atau bukti objektif lainnya dari kerusakan iskemik serebral,
sumsum tulang belakang, atau retina berdasarkan distribusi vaskularnya; atau (2)
bukti klinis dari kerusakan iskemik serebral, sumsum tulang belakang, atau retina

16

berdasarkan gejala menetap selama lebih dari 24 jam, dan penyebab lain dapat
disingkirkan. 12

2.4 Epidemiologi
Setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Dari jumlah
tersebut, 5 juta meninggal dan 5 juta lainnya mengalami kecacatan permanen, sehingga
menjadi beban pada komunitas atau keluarga. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan stroke terjadi setiap 5 detik.

12

Stroke adalah penyakit ketiga yang menyebabkan kematian dibeberapa negara


berkembang. Setiap tahunnya sekitar 4,5 juta orang meninggal karena stroke. Stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi yang utama di
Indonesia. 14,15,16
Kebanyakan kasus stroke di Amerika Serikat, sekitar 87% merupakan stroke
iskemik. Stroke iskemis kemudian diketegorikan menjadi beberapa subtipe menurut
mekanisme dari kerusakannya. Kategori dari stroke iskemik tersebut antara lain
atherosklerosis pembuluh darah besar, emboli kardiogenik, penyakit oklusif pembuluh
darah kecil, dan penyebab lainnya. Mayoritas dari stroke iskemik, sekitar 60% dari
stroke iskemik yang baru diklasifikasikan menjadi atherosklerotik pembuluh darah
besar, kardioemboli, atau penyakit pembuluh darah kecil. 13
Penelitian epidemiologis telah menetapkan beberapa faktor resiko terjadinya
stroke iskemik. Faktor resiko tersebut ada yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia,

17

ras, jenis kelamin, dan riwayat stroke dalam keluarga. Faktor resiko yang dapat
dimodifikasi antara lain stenosis arteri carotis, dislipidemia, penyakit jantung,
penggunaan alkohol, obesitas, hiperkoagulopati, diet, aktivitas fisik, dan sebagainya.
13

Usia di atas 55 tahun, setiap dekadenya meningkatkan resiko untuk terjadinya


stroke iskemik sebanyak 2 kali lipat. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
lainnya yaitu jenis kelamin dan riwayat stroke dalam keluarga. Secara umum, stroke
lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita, namun insidensi stroke pada usia
muda (usia 35-44 tahun) tertinggi ditemukan pada wanita. Peningkatan ini berkaitan
dengan kehamilan. Riwayat terjadinya stroke pada orang tua, Transient Ischemic
Attack (TIA), atau infark myokardial meningkatkan resiko terjadinya stroke sebanyak
1,4 sampai 3,3 kali lipat. 13
Hipertensi menjadi salah satu faktor resiko terjadinya stroke yang dapat
dimodifikasi. Faktor resiko meningkat karena hipertensi memicu terjadinya
atherosklerosis, yang akhirnya menyebabkan terjadinya stroke atherothrombotik.
Diabetes juga menjadi salah satu faktor resiko terjadinya stroke yang dapat
dimodifikasi. Resiko terjadinya stroke meningkat pada pasien diabetes karena diabetes
mempercepat perkembangan atherosklerosis dan meningkatkan prevalensi faktor
resiko lainnya, seperti obesitas, hiperkolesterolemia, dan hipertensi.

13

18

2.5 Patofisiologi
Otak merupakan organ metabolik yang aktif. Otak menggunakan sekitar
seperempat energi tubuh meskipun ukurannya yang relatif kecil. Sel-sel otak terutama
bergantung pada oksigen dan glukosa untuk bertahan hidup. Tidak seperti organ tubuh
lainnya, otak menggunakan glukosa sebagai satu-satunya sumber untuk metabolisme
energi. Glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Mekanisme
glukosa akan menghasilkan konversi dari adenosine diphosphate (ADP) menjadi
adenosine triphosphate (ATP). Kebutuhan ATP digunakan untuk menjaga integritas
neuronal dan untuk menjaga kation ekstraseluluer utama Ca++ (ion kalsium) dan Na+
(ion natrium) dan kation intraseluler K + (ion kalium/potasium). Pembentukan ATP
akan lebih efisien dengan adanya oksigen. Bila tidak ada oksigen, akan terjadi
glikolisis anaerobik yang akan membentuk ATP dan laktat, menghasilkan energi yang
relatif lebih sedikit dan terjadi penumpukan asam laktat di luar sel. Otak memerlukan
dan menggunakan kurang lebih 500 mL oksigen dan 75 sampai 100 mg glukosa setiap
menit, dengan total sekitar 125 g glukosa setiap harinya.

10

Aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF) normalnya sekitar 50 mL
untuk setiap 100 g jaringan otak per menit, dan konsumsi oksigen otak biasanya diukur
dengan cerebral metabolic rate for oxygen (CMRO2) dengan nilai normal sekitar 3,5
mL/100 g per menit.
Daya tahan jaringan otak saat aliran darah menuju otak berkuran tergantung
dari intensitas dan durasi iskemia, serta adanya pembentukan pembuluh darah kolaeral.

19

Saat aliran darah sekitar 20 mL/100 g per menit, aktivitas elektroensefalografi (EEG)
sudah mulai terpengaruh. CMRO2 juga mulai menurun saat CBG berkurang di bawah
20 mL/100 g per menit. Alirah darah di bawah 10 mL/100 g per menit, membran sel
dan fungsi otak mulai banyak terpengaruh. Sel neuron tidak dapat bertahan hidup bila
aliran darah di bawah 5 mL/100 g per menit.

10

Saat neuron menjadi iskemik, terjadi perubahan secara biokimiawi yang


menyebabkan kematian sel. Ion K+ bergerak menembus membran sel menuju ruang
ekstraseluler, dan Ca++ bergerak masuk ke dalam sel, dan mempengaruhi kemampuan
sel untuk pengaturan ion sehingga menyebabkan kegagalan mitokondrial.
Berkurangnya ketersediaan oksigen menyebabkan terbentuknya radikal bebas-oksigen.
Radikal bebas ini yang menyebabkan disfungsi sel yang parah. Berkurangnya
ketersediaan oksigen juga membuat terjadinya glikolisis anaerob yang menyebabkan
akumulasi asam laktat dan penurunan pH. Keadaan asidosis ini juga mempengaruhi
fungsi metabolik sel. 10
Perubahan metabolik lokal ini menyebabkan meningkatnya kerusakan neuron
dan kematian sel. Proses iskemia ini dapat menjadi ireversibel pada titik tertentu,
meskipun sudah terjadi reperfusi jaringan dengan oksigen yang adekuat dan darah yang
kaya akan glukosa. 10
Derajat iskemia yang disebabkan oleh penyumbatan arteri bervariasi di daerahdaerah yang disuplai oleh arteri tersebut. Pusat dari daerah tersebut, merupakan daerah
yang memiliki aliran darah terendah dan kerusakan iskemik yang paling parauh.

20

Daerah tersebut biasa disebut pusat infark. Pada daerah perifer, aliran darah kolateral
tetap memberikan suplai darah walaupun alirannya lebih rendah dari normal. Daerah
otak yang mengalami disfungsi, namun tidak mati, disebut sebagai daerah penumbra
iskemik. 10
Penumbra

Pusat infark

Gambar 2.8 Gambaran yang menunjukkan pusat infark dan daerah penumbra. Daerah yang lebih gelap
menggambarkan pusat infark. Daerah keabuan yang disekitarnya menggambarkan area
dengan penurunan aliran darah namun masih dapat diperbaiki bila terjadi perbaikan suplai
darah.
Dikutip dari: Caplan 10

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari stroke iskemik bergantung pada daerah pembuluh darah
yang mengalami gangguan. Infark akibat sumbatan cabang arteri serebri media
memberikan gejala klinis seperti hemiplegia kontralateral, hemianestesi dan
homonimus hemianopia. Bila yang terkena hemisfer yang dominan maka akan terjadi
gejala afasia. 17

21

Oklusi dari cabang arteri serebri anterior distal sampai ke arteri komunikans
anterior akan menyebabkan gangguan sensorimotor dari tungkai bawah kontralateral,
dengan gejala ringan pada tungkai atas dan wajah, serta dapat menyebabkan gangguan
tingkah laku. Arteri serebri anterior pada beberapa orang dapat berasal dari cabang
tunggal, bila cabang ini mengalami oklusi akan mengakibatkan paraplegia spastik dan
gangguan tingkah laku, inkontinesia uri, apatis, kelambatan dalam berpikir, kelambatan
dalam pergerakan dan terkadang mutism.

17

Infark pada arteri serebri posterior jarang melibatkan seluruh teritori arterial.
Defisit sensoris primer, gangguan visual dan fungsi tingkah laku tergantung dari
kerusakan pada thalamus, oksipital dan lobus temporal inferomedial. Hemiparesis dan
disfungsi nervus III biasanya tidak ditemukan karena tidak melibatkan pedunkulus
serebri. Infark unilateral dari struktur serebrokortikal pada korteks oksipital
bermanifestasi dengan hemianopia kontralateral. Lesi kortikal yang melibatkan regio
oksipital dan temporal menyebabkan gangguan seperti aleksia, anomia, dan amnesia.
17

Infark pada sistem vertebrobasilar menghasilkan gejala yang bervariasi. Hal ini
disebabkan karena struktur dari batang otak yang memiliki nukleus-nukleus dari saraf.
Gejala klinis yang muncul bervariasi, namun yang paling sering antaralain rasa pusing
kepala yang ringan dan sakit kepala di bagian posterior. Ataksia, parapaersis, diplopia,
dan penurunan kesadaran dapat terjadi.

17

22

2.7 Gambaran Radiologis Stroke Iskemik


Pemeriksaan CT scan tanpa kontras harus secepatnya dilakukan setelah muncul
tanda-tanda klinis stroke. Pemeriksaan CT scan berperan untuk menggambarkan
adanya tanda-tanda iskemik, selain itu CT scan juga sensitif untuk mendeteksi adanya
lesi perdarahan, atau penyebab lainnya yang dapat menyebabkan defisit neurologis.

18

Penelitian dari Lev et al menunjukkan bahwa CT kepala tanpa kontras dengan


menggunakan pengaturan window standar memiliki sensitifitas dan spesifisitas
sebanyak 57% dan 100% (width 80 HU; center 20 HU). Sensitifitas dapat meningkat
sampai 71% dengan perubahan window menjadi width 8 HU dan center 32 HU, tanpa
penurunan spesifisitas. Oleh karena itu deteksi awal dari stroke iskemik aku dapat lebih
baik pada gambaran CT kepala tanpa kontras dengan pengaturan window untuk
meningkatkan kontras antara jaringan yang normal dan jaringan yang mengalami
edema. 3

Gambar 2.9 Potongan aksial CT kepala tanpa kontras pada laki-laki 45 tahun 2 jam setelah kejadian
hemiparesis kiri, menunjukkan pengaburan dari nukleus lentiformis kiri (tanda panah

23

pada gambar B). gambaran ini lebih sulit untuk dilihat pada pemeriksaan CT scan kepala
rutin (window width 80 HU; center 35 HU) dibandingkan dengan window yang lebih
sempit pada gambar b (window width 10 HU; center 28 HU)
Dikutip dari: Srinivasan 3

Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras tersedia secara luas dan dapat
dilakukan dengan cepat selain memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi. Pada
kasus stroke iskemik, CT kepala tanpa kontras dapat memberikan gambaran lesi
hipodens atau terkadang dapat tidak terlihat pada beberapa jam setelah kejadian.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi akut iskemia stadium awal yang memberikan
gambaran seperti hyperdense MCA sign, insular ribbon sign, dan pengaburan dari
nukleus lentiformis. 3

Gambar 2.10 CT scan kepala tanpa kontras menunjukkan infark luas (tanda panah putih) pada korteks
serebri dan substansia alba yang melibatkan daerah arteri serebri media
Dikutip dari: Caplan 10

Pengaburan dari nukleus lentiformis memberikan gambaran hipoatenuasi


akibat adanya edema sitotoksik dan dapat dilihat dalam waktu 2 jam setelah onset.

24

Nukleus lentiformis rentan terhadap kerusakan ireveresibel awal setelah oklusi dari
proksimal arteri serebri media karena cabang-cabang letikulostriata dari arteri serebri
media merupakan cabang akhir pembuluh darah. 19

Gambar 2.11 Potongan aksial CT kepala tanpa kontras dari pasien laki-laki 53 tahun menunjukkan
gambaran hipoatenuasi dan pengaburan dari nukleus letiformis kiri (tanda panah) akibat
iskemik akut.
Dikutip dari: Srinivasan 3

Tanda insular ribbon sign memberikan gambaran hipoatenuasi dari korteks


insular pada oklusi stadium awal dari arteri serebri media. Gambaran ini dapat terjadi
karena posisinya yang jauh dari suplai kolateral dari arteri serebri anterior dan
posterior, sehingga mudah terjadi kerusakan ireversibel.

19

25

Gambar 2.12 CT kepala tanpa kontras pada pasien wanita 73 tahun yang dilakukan 2,5 jam setelah
onset hemiparesis, menunjukkan gambaran hipoatenuasi dan pengaburan bagian
posterior dari nukleus lentiformis kanan (tanda panah putih) dan kaburnya batas antara
substansia alba dan substansia grisea di batas lateral insula kanan (tanda panah hitam).
Gambaran yang kedua dikenal sebagai insular ribbon sign
Dikutip dari : srinivasan 3

Tanda hiperdense MCA sign terjadi karena adanya oklusi dari arteri serebri
media oleh trombus. Gambaran pada CT non kontras adalah hiperatenuasi dari arteri
serebri media dibandingkan dengan arteri serebri media kontralateral yang normal.
Tidak seperti tanda-tanda lainnya, tanda hiperdens MCA sign mengindikasikan oklusi
dari arteri serebri media, bukan menandakan infark dari daerah arteri serebri media.
Tanda ini dapat terlihat dalam waktu 90 menit dari serangan akut. Menurut Leys et al,
spesifisitas tanda ini hampir 100%, namun sensitifitasnya hanya 30%. Trombosis dari
cabang-cabang perifer arteri serebri media juga perlu dicurigai yang memberikan
gambaran titik-titik hiperdens. Gambaran hiperdense MCA sign hanya terlihat pada

26

30% kasus, dan dapat menjadi salah interpretasi pada pasien dengan peningkatan
hematokrit, kalsifikasi dinding pembuluh darah, polisitemia, arau arerial dolikoektasia.
18, 19

Gambar 2.13 Potongan aksial CT kepala tanpa kontras setinggi segmen proksimal dari arteri serebri
media kiri pada laki-kali 53 tahun yang dilakukan 2 jam setelah kejadian hemiparesis
kanan dan afasia, menunjukkan area hiperatenuasi (tanda panah) sugestif suatu trombus
intravaskular.
Dikutip dari: Srinivisan 3

2.8 CT Perfusi
Pemeriksaan lanjutan dari pasien dengan stroke iskemik yaitu untuk
menentukan perbedaan antara jaringan otak yang mengalami kerusakan reversibel dan
ireversibel, yang penting untuk menentukan terapi yang tepat. CT perfusi dapat

27

memberikan informasi mengenai perfusi jaringan otak, sehingga dapat membedakan


jaringan otak yang masih reversibel dan ireversibel. 19
CT perfusi merupakan teknik yang mudah diakses dan cepat yang dapat
membantu mendeteksi stroke iskemik akut. Terlebih lagi, CT perfusi dapat membantu
mengidentifikasi pasien yang mungkin mendapatkan manfaat dari reperfusi awal. CT
perfusi walaupun bermanfaat, interpretasi dari CT perfusi cukup rumit dan memiliki
kekurangan. 10

2.8.1 Keuntungan dan kekurangan dari CT perfusi


Keuntungan CT perfusi meliputi ketersediaannya yang luas, pengolahan
gambar yang cepat, biaya yang relatif lebih murah dbandingkan MRI, dan kemudahan
dalam memonitor pasien. CT scan tanpa kontras tetap merupakan andalan untuk
mengevaluasi pencitraan pasien stroke akut. CT scan tanpa kontras mengidentifikasi
area jaringan yang mengalami infark dan perdarahan, dan terkadang dapat
mengungkapkan trombus pembuluh darah proksimal. Pada kebanyakan rumah sakit
sekarang ini, CT scan tanpa kontras merupakan tes diagnostik utama yang digunakan
pada pasien triage dan mengidentifikasi pasien yang dapat menerima terapi trombolisis.
CT angiografi (CTA) dan CT perfusi dapat dilakukan setelah dilakukan CT tanpa
kontras. CTA dan CT perfusi dapat memberikan gambaran yang lebih baik pada infark,
trombus pembuluh darah, dan stenosis pembuluh darah. CTA dapat menunjukkan
anatomi vaskuler, dan CT perfusi dapat menunjukkan proses fisiologis termasuk
volume darah otak (cerebral blood volume) dan aloran darah otak (cerebral blood

28

flow); informasi yang didapatkan dari CT perfusi dapat memanjangkan waktu


reperfusi. 20
CT perfusi membuktikan dapat meningkatkan kepastian diagnostik untuk
menentukan stroke oleh pembaca yang sudah ahli maupun yang belum ahli. Dari para
pembaca yang belum ahli, CT perfusi dapat meningkatkan diagnosis stroke yang tepat
empat kali lipat dibandingkan dengan pembacaan CT non kontras saja. CT perfusi juga
dapat membantu untuk mengindentifikasi stroke aku yang terlalu besar terutama,
pada kasus dimana pemberian terapi trombolitik terlalu beresiko untuk konversi
menjadi perdarahan. 20
CT perfusi memiliki beberapa efek samping penting dibandingkan dengan CT
non kontras konvensional yang perlu diperhatikan seperti: penambahan dosis radiasi;
pemberian kontras intravena; penambahan biaya; dan waktu yang lebih lama untuk
pengambilan gambar, pemrosesan gambar, dan interpretasi. Walaupun CTA dan CT
perfusi memiliki dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan dengan CT non kontras,
dengan menggunakan CT scan tebaru yang memiliki protokol yang optimal dapat
memberikan gambaran seluruh kranium tanpa perlu penambahan dosis radiasi. Namun,
protokol suboptimal dapat menghasilkan eksposure radiasi yang lebih tinggi sekitar
delapan kali di atas dosis yang diharapkan. Beberapa contoh dari paparan radiasi yang
berlebihan akibat CT perfusi baru ditemukan akhir-akhir ini, sehingga mendorong
penyelidikan oleh Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (U.S. Food
and Drug Administration) 20

29

Resiko dari pemberian kontras iodinisasi sudah diketahui, dan secara


keseluruhan berada dalam tingkatan resiko yang masih dapat diterima dalam
pemeriksaan pada pasien stroke akut, sehubungan dengan resiko, keuntungan, dan
alternatifnya. Penambahan waktu untuk melakukan CTA dan CT perfusi hanya
beberapa menit, dimana masih dapat diterima dalam waktu penatalaksanaan pasien
stroke akut. Waktu setelah pemrosesan dan waktu interpretasi lebih bervariasi, mirip
dengan MRI. Sesuai pengalaman penulis, waktu setelah pemrosesan dan interpretasi
dapat dilakukan dalam waktu beberapa menit dimana, waktu tersebut dapat
digunakan untuk memindahkan pasien dari mesin CT scan ke unit perawatan klinis
yang tepat. Rasio harga-keuntungan dari CT perfusi masih perlu dipelajari dari sudut
pandang institusi medis dan dari sudut pandang kesehatan publik. 20

2.8.2 Teknik CT Perfusi


CT perfusi dilakukan dengan pemantauan saat kontras teriodinasi melalui
sirkulasi serebral. Hal ini dilakukan dengan pencitraan cine secara terus-menerus
selama 45 detik pada potongan jaringan yang sama pada saat penyuntikan kontras
media (50 mL dengan injection rate 4-5 mL/detik). Pemeriksaan fungsi ginjal harus
dilakukan sebelum penyuntikan kontras.

18

CT perfusi yang dilakukan dengan CT scan single-section hanya dapat


menghasilkan ketebalan 1 cm. Ketebalan 2-3 cm dapat dilakukan apabila menggunakan
CT scan multisection. Tergantung dari pengaturan detektornya, dapat dipilih
ketebalannya antara 5,6,7,8,10, atau 12 mm. Resolusi spasial yang lebih baik dapat

30

dilakukan dengan empat potongan dengan ketebalan 5 mm, namun radiasi yang
diterima meningkat menjadi dua kali lipat.

19

Saat kontras media melalui jaringan otak, terjadi hiperatenuasi pada pambuluh
darah di daerah yang dilaluinya. Prinsip ini yang digunakan untuk membentuk kurva
waktu-atenuasi pada Region of Interest (ROI) arterial dan ROI vena. Walaupun sudah
ada perangkat lunak untuk mengatur pemetaan tersebut secara otomatis, akan tetap
lebih baik apabila digunakan dengan cara semi-otomatis di mana sebelumnya
dilakukan penentuan ROI di sekitar pembuluh darah lalu kemudian perangkat lunak
akan membentu untuk menentukan ROI yang paling akurat.

19

CT perfusi untuk seluruh kepala masih belum banyak dilakukan, sehingga


pemeriksaan harus difokuskan pada daerah anatomis yang terindikasi mengalami
iskemik. Apabila dicurigai terjadi oklusi pada cabang arteri serebri media, dilakukan
potongan setinggi ganglia basalis. 18
Tantangan utama dari CT perfusi yaitu terbatasnya jangkauan (2-4 cm setiap
scan), namun dengan CT scan terbaru dengan 256 slice dapat mencakup seluruh otak,
dan pada beberapa tahun ke depan cakupan ini dapat dipenuhi.

18

2.8.3 Prinsip Dasar CT Perfusi


Ada beberapa parameter CT perfusi yang biasa didiskusikan yaitu Cerebral
Blood Volume (CBV), Cerebral Blood Flow (CBF), mean transit time (MTT), dan
time to peak enhancement (TTP). CBV merupakan ukuran dari volume total darah
dalam voxel imaging, termasuk darah dalam jaringan dan dalam pembuluh darah. CBV

31

diukur dalam satuan unit milimeter darah per 100 gram dari otak. CBF merupakan total
volume darah yang bergerak melalui suatu voxel dalam satuan unit waktu, dan biasanya
diukur dalam satuan unit milimeter darah per 100 gram dari jaringan otak per menit.
Setelah pemasukan materi kontras, dibutuhkan waktu untuk setiap molekul dari
material kontras untuk tersirkulasi. MTT merupakan waktu transit rata-rata dari semua
molekul media kontras dalam bolus melalui volume otak tertentu, yang diukur dalam
detik. MTT dapat dihitung berdasarkan prinsip volume sentral: MTT = CBV / CBF.
TTP didefinisikan sebagai waktu dari awal penyuntikan kontras sampai penyangatan
mksimal, dan diukur dalam detik. Parameter-parameter ini didapatkan dari sumber data
CT perfusi yang menggunakan analisis dekonvolusi. 20

Gambar 2.14 Ilustrasi grafik dari kurva waktu-atenuasi yang didapatkan dari data CT perfusi pada
jaringan otak normal. Dari kurva ini, variabel hemodinaik per-voxel yang dikalkulasikan
adalah TTP, CBF, dan CBV. TTP adalah waktu dari saat mulainya injeksi sampai
penyangatan maksimum dicapai. Namun ada beberapa sumber yang mengatakan untuk
menghitung TTP dimulai dari awal penyangatan dengan mengurangi time to start (
waktu antara dimulainya injeksi dan waktu dimulainya penyangatan). CBF dapat
diperkirakan dari puncak maksimal kurva. CBV dapat dikalkulasikan dari area di bawah
kurva normal
Dikutip dari : Tomandl 19

32

Regions of interest (ROIs) dari arterial dan vena serta nilai-nilai titik potong
dari pre- dan post penyangatan didapatkan dari sumber gambar CT perfusi untuk
menghasilkan kurva atenuasi-waktu input arterial dan outflow vena yang representatif.
Kurva atenuasi-waktu kemudian digunakan untuk mengkalkulasi parameter-parameter
CT perfusi. 20
ROI arterial paling baik ditempatkan pada pembuluh darah yang tidak
mengalami kelainan, yang sejajar dengan potongannya, contohnya salah satu cabang
arteri serebri anterior (ACA) atau arteri serebri media (MCA) kontralateral. Pada
kasus-kasus emergensi, lebih baik dipilih ACA sebagai ROI.

18

Segmen A2 dari arteri cerebri anterior merupakan daerah yang biasa digunakan
untuk mendapatkan ROI fungsi input arterial (AIF) karena arteri tersebut berjalan tegak
lurus dengan potongan aksial. Segmen ini dapat terlihat pada beberapa potongan aksial
dan cukup mudah untuk ditemukan oleh teknologis atau radiolog.

20

ROI vena ditempatkan pada sinus sagitalis superior (window width yang
adekuiat diperlukan agar ROI vena tidak mengenai struktur tulang). ROI vena
diperlukan untuk melengkapi data yang tersedia agar tercapai parameter perfusi yang
akurat. Grafik yang terbentuk dari data tersebut harus dipelajari untuk mendeteksi
adanya waktu yang tidak baik pada saat pemasukan media kontras (kurva yang
terbentuk harus termasuk daerah datar sebelum terjadi peningkatan dan penurunan di
akhir pemeriksaan) dan untuk membedakan fungsi input arterial dan fungsi output vena
yang baik (kurva vena harus lebih tinggi dan terdapat 1-2 detik keterlambatan dari
kurva arterial). 18

33

Gambar 2.15 Perangkat lunak CT perfusi. (a) CT scan yang disertai label yang mengilustrasikan
pemilihan semiotomatis dari arteri (ACA atau MCA kontralateral) dan ROI vena. (b)
ilustrasi grafik kurva waktu-atenuasi untuk ROI arteri (merah) dan vena (biru)
Dikutip dari: Lucas 18

Interpretasi dari pemetaan CT perfusi biasa dilakukan dengan inspeksi visual,


metode yang efektif untuk mengidentifikasi area dari pusat infark dan penumbra.
Metode ini memiliki kelebihan dalam kecepatan dan lebih sederhana; namun secara
kualitatif sangat bergantung pada kemampuan interpretasi dari pembacanya. Beberapa
pusat menyarankan untuk menghitung parameter-parameter perfusi secara kuantitatif.
Parameter-parameter ini cukup efektif untuk menunjukkan pusat infark dan
penumbranya dan memprediksi hasil terapi; namun, protokol dan pedoman untuk
ambang batas kuantitatif sangat bervariasi dan ambang batas yang jelas untuk
bimbingan terapi belum ada standar bakunya.

20

Pada kasus perfusi normal, semua parameter CT perfusi memberikan gambaran


yang simetris bilateral. CBF dan CBV lebih tinggi pada substansia grisea dibandingkan

34

dengan substansia alba, sehingga dapat dilihat perbedaan fisiologis antara jaringanjaringan tersebut. 20

Gambar 2.16 Pria sehat berusia 53 tahun. A-D, CT scan non kontras (A) dan pemetaan CT perfusi
menunjukkan cerebral blood flow (B), cerebral blood volume (C), dan mean transit time
(D) yang memberikan gambaran perfusi normal otak yang simetris. Semua warna
pemetaan diberi kode merah untuk nilai yang lebih tinggi dan biru untuk nilai yang lebih
rendah .
Dikutip dari: Allmendinger 20

35

2.9 Gambaran Stroke Iskemik pada CT perfusi


CT perfusi dapat membantu membedakan antara daerah penumbra dengan
jaringan yang mengalami infark pada pasien stroke iskemik akut. Diagnosis dari stroke
iskemik akut dapat ditegakkan pada CT perfusi dengan mengidektifikasi dari area
penurunan CBF dan CBV, dan peningkatan MTT dan TTP. Kecocokan pada pemetaan
perfusi CBV dan MTT yang abormal menunjukkan area jaringan otak yang tidak dapat
diselamatkan dan kematian neuron, yang dikenal sebagai pusat infark

19

Gambar 2.17 Wanita 88 tahun dengan kelemahan wajah sebelah kanan dan afasia. A, CT scan non
kontras tidak menunjukkan adanya area abnormal dari perfusi yang menggambarkan

36

infark akut. B-D, peta CT perfusi menunjukkan CBF (B), cerebral blood volume (CBV)
(C), dan mean transit time (MTT) (D) menggambarkan area kecocokan yang besar dari
defisit CBV dan MTT(tanda panah) mengindikasikan sebagai pusat infark di daerah
arteri cerebri media kiri. Semua wana peta dikodekan dengan warna merah untuk nilai
yang lebih tinggi dan warna biru untuk nilai yang lebih rendah
Dikutip dari: Almandinger 20

Gambar 2.18 Laki-laki usia 51 tahun dengan gejala klinis kelemahan wajah sebelah kanan dan afasia
akut
A. CT scan non kontras tidak menunjukkan adanya gambaran infark akut
B. Peta CT perfusi yang menggambarkan CBF menunjukkan regio penurunan perfusi
pada daerah arteri cerebri media (MCA) (tanda panah). Semua peta warna dikodekan
dengan merah untuk nilai yang lebih tinggi dan biru untuk nilai yang lebih rendah
C, Peta CT perfusi yang menggambarkan CBV menunjukkan volume darah otak yang
masih terjaga secara simetris. Seluruh daerah arteri cerebri media kiri disini
merepresentasikan area penumbra dari iskemik
D, Peta CT perfusi yang menggambarkan MTT menunjukkan pemanjangan waktu pada
daerah yang sama (tanda panah) yang cocok dengan daerah pada gambar B
Dikutip dari: Almandinger 20

37

Ketidakcocokan dari area perfusi abnormal yaitu area yang mengalami


pemajangan MTT dan pengurangan CBF, dimana CBV masih relatif sama
menunjukkan area jaringan yang masih dapat diselamatkan. Pada area yang juga
dikenal sebagai penumbra iskemik, penurunan pada CBV hanya terjadi secara ringan.
Karena adanya mekanisme kompensasi serebrovaskuler, banyak pasien masih dapat
mempertahankan CBV di dalam area yang beresiko untuk iskemik segera setelah awal
kejadian. Pasien dengan area ketidakcocokan CBV-MTT yang besar atau yang meliputi
area yang masih baik merupakan kandidat yang baik untuk terapi reperfusi. CBF juga
dapat berkurang ke derajat yang lebih rendah pada penumbra iskemik.

18

CT perfusi dapat mengevaluasi secara kualitatif dan kuantitatif dari CBV, CBF,
dan MTT. Aplikasi klinis dari pencitraan CT perfusi pada stroke iskemik akut
didasarkan pada hipotesis dari penumbra yang menunjukkan antara (a) peningkatan
MTT disertai penurunan CBF (> 60%) dan peningkatan sekunder CBV atau normal
CBV (80-100% atau lebih tinggi) akibat mekanisme autoregulasi, atau (b) peningkatan
MTT dengan penurunan hebat CBF (> 30%) dan penurunan sedang CBV (> 60%),
dimana jaringan yang mengalami infark menunjukkan penurunan CBV yang berat (>

38

30%)

dan

CBV

(>40%)

dengan

peningkatan

MTT. 3

Gambar 2.19 Peta warna CT perfusi dari CBV (a) dan CBF (b) menunjukkan penurunan volume darah
pada hemisfer kiri (lingkaran putih) yang menunjukkan pusat iskemik dan regio yang
penurunan aliran darah otak (lingkaran hitam pada gambar b) yang meliputi pusat
iskemik dan daerah sekitarnya yang masih dapat disembuhkan. Daerah di antara
lingkaran hitam dan lingkaran putih dinamakan daerah penumbra.
Dikutip dari : Srinivasan 3

Daerah yang mengalami kelainan pada CT perfusi dari stroke iskemik


menunjukkan perubahan pada nilai MTT, diikuti oleh CBF dan CBV. Peta MTT
merupakan indikator yang paling sensitif pada stroke, sedangkan peta CBF dan CBV
lebih spesifik untuk membedakan iskemia dari infark.

3,18

Wintermark et al melaporkan bahwa untuk membedakan daerah penumbra dari


jaringan infark pada pasien stroke yaitu dengan menggambarkan daerah iskemik
(daerah infark dengan daerah penumbra) sebagai daerah yang mengalami penurunan
CBF lebih dari 34% dibandingkan dengan daerah normal pada otak. Diambil batasan

39

CBV dengan nilai 2,5 mL/100 g dari daerah iskemik, di mana daerah penumbra
dikatakan memiliki nilai yang lebih tinggi dari angka tersebut, dan sebaliknya daerah
infark memiliki nilai yang lebih rendah.
Beberapa

sumber

mengatakan

bahwa

jaringan

iskemik

(penumbra)

menunjukkan peningkatan MTT disertai penurunan CBF dan gambaran normal atau
sedikit peningkatan CBV (mekanisme sekunder dari autoregulasi pada fase awal
iskemia), sedangkan jaringan infark menunjukkan penurunan drastis dari CBF dan
peningkatan CBV disetai penurunan drastis CBV. Maka dari itu, jaringan yang dapat
diperbaiki ekuivalen dengan CBF-CBV. Dilaporkan bahwa batasan untuk pusat infark
yaitu apabila CBV kurang dari 2 L/menit dan jaringan iskemik saat MTT lebih dari
145%. 18
Parameter
Daerah

MTT

CBF

CBV

CT tanpa
kontras

Penumbra

Meningkat

Menurun

Normal atau

Normal atau

sedikit

pembengkakan

meningkat

otak

Sangat

Sangat

Hipoatenuasi

menurun

menurun (<2

(>145%)

Pusat Infark

Meningkat

mL/ 100 g)
Tabel 2.1 Analisis CT perfusi untuk stroke iskemk hiperakut
Dikutip dari: Lucas 18

40

Gambar 2.20 Ilustrasi gambar patofisiologi dari stroke akut: pusat infark yang ireversibel berhubungan
dengan penurunan CBV yang dikelilingi oleh regio perifer yang iskemik namun masih
dapat disembuhkan (penumbra) dengan penurunan CBF, peningkatan MTT dan normal
CBV
Dikutip dari: Lucas 18

Warna-warna yang ditampilkan untuk parameter-parameter ini dapat


digunakan untuk membendingkan kedua hemisfer otak, sehingga dapat dilakukan
penilaian secara cepat daerah-daerah yang mengalami infark dengan sensitifitas di atas
90%. Warna-warna ini tidak dapat digunakan untuk menilai jumlah CBF dan CBV. 19
TTP dan MTP merupakan indikator yang sangat sensitif untuk gangguan
hemodinamik dan sebaiknya dievaluasi pada awal analisis data CT perfusi. CBF dan
CBV membantu untuk memprediksi hasil dari sebuah lesi iskemik. Penurunan CBF
dengan CBV normal atau meningkat mengindikasikan bahwa autoregulasi dari daerah
yang mengalami iskemik masih berfungsi dan jaringan tersebut masih dapat
direvitalisasi atau bahkan dapat hidup tanpa reperfusi. Saat CBF dan CBV mengalami
penurunan, perlu dipertimbangkan adanya kerusakan jaringan. Saat kedua parameter

41

tersebut menurun secara drastis atau tidak dapat dinilai lagi, maka telah terjadi
kerusakan yang ireversibel. 19
Temuan CT Perfusi
Kondisi Patologis

TTP

CBF

CBV

Normal

Normal

Normal

Normal

Stenosis arteri atau oklusi

Memanjang

Normal

Normal

Memanjang

Sedikit menurun

Normal atau

(>60%)

sedikit

dengan kompensasi yang


baik
Jaringan oligemia yang
irevesibel

menurun
(>80%)
Jaringan beresiko

Jaringan ireversibel

Memanjang

Menurun

Menurun

(>30%)

(>60%)

Sangat

Sangat menurun

Sangat

memanjang

(<30%)

menurun
(<40%)

Tabel 2.2. Algoritma untuk interpretasi cepat CT perfusi pada stroke akut.
Dikutip dari: Tomand 19

42

2.10 Kesalahan (Pitfall) pada CT Perfusi


2.10.1 Fungsi aliran keluar arterial dan vena
Kemampuan untuk memperoleh fungsi aliran masuk arterial (Arterial Input
Function/AIF) dan fungsi aliran keluar vena (Venous Outflow Function/VOF) yang
tepat merupakan hal yang penting untung mendapatkan peta perfusi yang valid. Nilai
titik potong ROI arteri dan vena dan sebelum dan sesudah penyangatan dipilih dari
sumber gambar CT perfusi untuk menghasilkan kurva waktu-atenuasi AIF dan VOF
yang representatif. Kurva waktu-atenuasi ini yang kemudian digunakan untuk
menghitung parameter-parameter CT perfusi. Semen A2 dari arteri cerebri anterior
biasanya digunakan untuk mendapatkan ROI dari AIF karena segemen tersebut
berjalan tegak lurus terhadap potongan aksial dan mudah untuk ditemukan pada
beberapa potongan. Begitu juga dengan sinus sagitalis suprior yang biasanya
digunakan untuk mendapatkan ROI VOF.

20

Masalah teknis dapat terjadi apabila terjadi stenosis dan oklusi intrakranial dan
ekstrakranial yang menyebabkan penurunan aliran darah intrakranial. Penurunan aliran
darah dapat mempengaruhi kalkulasi akurat dari peta CT perfusi. Penempatan ROI
yang tidak tepat juga dapat mempengaruhi penilaian visual dan kuantitatif dari CT
perfusi. Sebagai contoh, penempatan yang tidak baik dari ROI AIF atau ROI VOF
dapat mengakibatkan gambaran dari hipoperfusi global. 20

43

Gambar 2.21 Pasien laki-laki 68 tahun dengan kelemahan anggota gerak atas.
A. Peta volume darah otak (CBV) menunjukkan gambaran yang menyerupai gambaran
hipoperfusi global akibat penempatan ROI dari daerah vena yang tidak tepat.
B. Contoh penempatan ROI dari AIF dan VOF yang tepat pada Arteri serebri anterior
dan sinus sagitalis superior
C. peta CBV yang normal, sesuai dengan gambar B.
Dikutip dari: Almandinger 20

2.10.2 Pemilihan Potongan


Iskemik otak yang memiliki gejala paling banyak melibatkan daerah arteri
serebri media; oleh karena itu, banyak gambaran CT perfusi yang dipilih setinggi level
ganglia basalis. Hasilnya bayak daerah otak termasuk fosa posterior dan batang otak
yang tidak termasuk dalam gambarannya. Begitu pula dengan infark yang terjadi pada
hemisfer otak superior. 20
Perolehan riwayat klinis yang akurat sangat penting untung membantu protokol
pemilihan gambar dan potongan. Akhir-akhir ini, imaging seluruh otak dengan
menggunakan mesin MDCT scan 256 dapat membantu mengatasi kesalahan ini tanpa
peningkatan dosis radiasi. 20

44

45

Gambar 2.22 Laki-laki 65 tahun dengan kelemahan anggota gerak kanan dan afasia
A. CT kepala non kontras tidak menunjukkan adanya stroke akut
B-D. CT perfusi menunjukkan adanya gambaran perfusi normal yang simetris pada peta
CBF (B), CBV(C), dan MTT (D). Semua peta warna dikodekan dengan merah untuk
nilai yang lebih tinggi dan biru untuk nilai yang lebih rendah
E. Gambar Diffusion-weighted image (DWI) 12 jam setelah gambar A-D menunjukkan
infark pada periventrikuler yang tidka ditemukan pada CT perfusi.
Dikutip dari: Almandinger 20

2.10.3 Penyakit Mikrovaskular dan Infark Kecil


Perubahan pada substansia alba biasanya ditemukan pada CT scan pasien yang
lanjut usia dengan penyakit oklusif serebrovaskuler. Perubahan ini diperkirakan
berkainan dengan iskemia mikorvaskuler dan dapat dibedakan dengan infark akut
karena tidak meliputi substansia grisea atau tidak mengikuti daerah-daerah vaskuler.
Penurunan CBF pada parenkim yang terkena kelainan di substansia alba dapat
ditunjukkan dengan berbagai modalitas seperti PET, MRI, dan CT perfusi. CT non
kontras harus diperhatikan dengan seksama karena kelainan kronis pada substansia
alba dapat disalahartikan dengan infark akut apabila sudah parah dan asimetris.

20

46

Gambar 2.23 Laki-laki 83 tahun dengan perubahan status mental.


A. CT scan tanpa kontras menunjukkan perubahan iskemik mikrovaskuler periatrial kiri
(tanda panah)
B-D. Perubahan iskemik mikrovaskuler periartrial kiri pada gambar A memberikan
gambaran perfusi abnormal (tanda panah, B dan C) pada peta CBF (B) dan CBV (C), dan
untuk lebih lanjut pada MTT (D). pasien ini juga memiliki stenosis arteri carotis interna
kanan yang membuat pemanjangan dari MTT. Seluruh peta warna ini dikodekan dengan
merah untuk nilai yang lebih tinggi dan biru untuk nilai yang lebih rendah.
Dikutip dari: Almandinger 20

Infark-infark kecil juga merupakan sumber kesalahan pada interpretasi CT


perfusi. Infark kecil yang terjadi pada substansia grisea bagian dalam dan substansia
alba bagian sentral dapat tidak menimbulkan gejala, yang berakhir dengan defisit

47

neurologis. Keterbatasan dari CT perfusi yaitu resoluusi yang relatif rendah pada CT
perfusi sehingga infark yang kecil dapat terlewatkan.

20

Gambar 2.25 Wanita 58 tahun dengan kelemahan pada sisi kiri


A. CT scan tanpa kontras menunjukkan gambaran normal.
B-D. Peta perfusi menunjukkan perubahan minimal, penurunan asimetris CBF (B) dan
CBV (C) dan pemanjangan dari MTT (D) pada kapsula interna kanan cornu posterior.
Temuan ini tidak teridentifikasi. Semua peta warna dikodekan dengan merah untuk nilai
yang lebih tinggi dan biru untuk nilai yang lebih rendah
E. Diffusion-weighted image (DWI) yang diperoleh pada hari yang sama dengan gambar
A-D menunjukkan adanya infark akut kecil pada kapsula interna kornu posterior
Dikutip dari: Almandinger 20

2.10.4 Stenosis Vaskuler Arterial


Stenosis dari carotis ekstrakranial, stenosis dari carotis intrakranial, atau
stenosis dari arteri serebri proksimal dapat menyebabkan hipoperfusi dari hemisfer
serebri yang diperdarahi oleh arteri-arteri tersebut. Oleh karena itu, asimetri dari perfusi
yang ditemukan pada peta CT perfusi sulit dibedakan dari iskemik akut. Temuan CT

48

perfusi yang paling konsisten dan paling dapat direproduksi pada stenosis carotis
ekstrakranial adalah pemanjangan MTT. Daerah poststenosis juga menyebabkan
daerah penumbra iskemik dinilai berlebihan pada iskemik akut. Peta CBF dan CBV
menunjukkan perubahan bervariasi. Kesalahan ini menekankan pentingnya untuk
dilakukan CTA untuk mengevaluasi vaskuler yang mengalami stenosis.

20

Gambar 2.26 Laki-laki 83 tahun dengan perubahan status mental.


A. penurunan CBF pada daerah arteri serebri media dan arteri serebri anterior (tanda
panah). Seluruh peta warna dikodekan dengan merah untuk nilai yang lebih tinggi dan
biru untuk nilai yang lebih rendah.
B. CBV menunjukkan gambaran yang relatif normal
C. MTT memanjang pada daerah arteri serebri media kanan dan arteri serebri anterior
kanan (tanda panah)
D. CT angiogram menunjukkan stenosis berat arteri karotis interna kanan (tanda panah)
Dikutip dari: Almandinger 20

49

2.10.5 Kejang yang menyerupai stroke


Dalam keadaan kejang, CT perfusi dapat menunjukkan hipoperfusi di daerah
iktal yang memberikan gambaran iskemia di hemisfer kontralateralnya. Secara klinis,
temuan ini dapat membuat dilema dalam menegakkan diagnosis karena paralisis postiktal dan status epileptikus dapat menyerupai gambaran stroke. Kejang juga dapat
memberikan gambaran awal dari stroke akut , yang menyulitkan interpretasi CT
perfusi. Walaupun CT perfusi belum dipelajari secara detail untuk menilai kejang,
adanya kejang perlu dipertimbangkan.

20

Gambar 2.27 Laki-laki 55 tahun dengan perubahan status mental akut, kaku wajah sebelah kanan, dan
kelemahan ekstremitas atas kanan. Gejala ini disertai kejang tonik-klonik. CT kepala
tanpa kontras tidak menunjukkan kelainan
A. DWI menunjukkan gambaran normal
B. Peta CBV menunjukkan hipoperfusi pada hemisfer kiri yang menyerupai pusat infark.
EEG dan PET kemudian menunjukkan adanya fokus kejang pada hemisfer kanan, yang
menyokong bahwa adanya hipoperfusi ini akibat post-iktal, bukan karena hipoperfusi
akibat infark hemisfer kiri. Kondisi pasien ini kemudian membaik, dan gejala-gejalanya
berkurang.
Dikutip dari: Almandinger 20

50

2.11 Tatalaksana
Iskemia

merupakan

suplai darah

yang inadekuat

ke

dalam

otak.

Memaksimalisasi aliran darah menuju daerah iskemik sangatlah penting. Berbagai


strategi medis dan bedah tersedia untuk memperbaiki sirkulasi menuju daerah distal
iskemik distal dari lesi yang mengalami oklusi. 10
CBF meningkat dengan ikut menigkatnya tekanan darah. Pada saat periode akut
dari stroke iskemik akut, tidak disarankan untuk menurunkan tekanan sistemik,
terkecuali tekanan darahnya sangant tinggi (di atas 200/120 mmHg). Volume darah
juga berpengaruh terhadp tekanan darah dan aliran darah. Beberapa pasien tidak dapat
menerima makanan dengan normal dapat menyebabkan dehidrasi dan akan terjadi
hemokonsentrasi, sehingga perlu diberikan cairan melalui intravena maupun melalui
selang nasogastrik. Curah jantung (Cardiac output) juga dapat dijaga dengan cara
medikamentosa seperti obat digitalis dan vasodilator.

10

Rekanalisasi arterial dan reperfusi telah menunjukkan kemampuannya untuk


memperbaiki fungsi otak saat dilakukan segera setelah onset terjadinya stroke akut.
Namun, rekanalisasi arterial tidak selalu menuju ke reperfusi jaringan otak. Terapi
rekanalisasi dapat memprediksi hasil dari stroke dan semakin banyak digunakan pada
pasien stroke akut. 4

51

Terapi reperfusi untuk daerah iskemik memiliki beberapa acara, seperti terapi
trombolitik, angioplasti, stenting, pengambilan clot secara mekanik, vasodilator, dan
operasi bypass pada arteri yang mengalami obstruksi.

10

Trombolitik intravena dengan tissue plasminogen activator (tPA, alteplase)


merupakan terapi standar pada stroke iskemik akut dalam praktek klinis yang terbaru.
Organisasi European Medicines Agency (EMEA) dan US Food and Drug
Administration (FDA) telah menetapkan penggunaan tPA dengan dosis 0,9 mg/kg IV
dengan waktu terbaik untuk melakukan terapi reperfusi menjadi 4,5 jam setelah muncul
gejala. Di atas 4,5 jam dari awal mula terjadinya stroke, tidak ditemukan keuntungan
terapetik yang didapatkan. 1,2
Trombektomi mekanikal merupakan salah satu pilihan terapi reperfusi dan
biasa digabungkan dengan obat-obatan fibrinolitik

untuk pasien dengan stroke

iskemik akut. Rekanalisasi didapatkan dengan cara kombinasi antara fragmentasi


trombus, pengambilan trombus, dan pemasukan obat fibrinolitik.

Akhir-akhir ini angioplasti dengan tambahan pengembangan stent bisa


digunakan untuk mengembalikan aliran antegrade dengan atau tanpada fibrinolisis atau
ekstraksi bekuan darah. Penelitian Stent-Assisted Recanalization in Acute Ischemic
Stroke (SARIS) menyarankan bahwa penempatan stent dari pembuluh darah yang
dicurigai tersumbat secara teknis berperan untuk memperbaiki aliran darah. 2

BAB III
RINGKASAN

Stroke adalah penyakit ketiga yang menyebabkan kematian dibeberapa negara


berkembang. Evaluasi komprehensif dapat dilakukan dengan computed tomography
scan (CT scan). CT kepala tanpa kontras dapat dilakukan dengan cepat, dana dapat
mengindentifikasi tanda-tanda awal stroke, dan dapat menyingkirkan perdarahan.1,2
Pemeriksaan lanjutan dari pasien dengan stroke iskemik yaitu untuk
menentukan perbedaan antara jaringan otak yang mengalami kerusakan reversibel dan
ireversibel, yang penting untuk menentukan terapi yang tepat. CT perfusi dapat
memberikan informasi mengenai perfusi jaringan otak, sehingga dapat membedakan
jaringan otak yang masih reversibel dan ireversibel.19
Ada beberapa parameter CT perfusi yang biasa didiskusikan yaitu Cerebral
Blood Volume (CBV), Cerebral Blood Flow (CBF), mean transit time (MTT), dan
time to peak enhancement (TTP). 18,19,20
Beberapa

sumber

mengatakan

bahwa

jaringan

iskemik (penumbra)

menunjukkan peningkatan MTT disertai penurunan CBF dan gambaran normal atau
sedikit peningkatan CBV (mekanisme sekunder dari autoregulasi pada fase awal
iskemia), sedangkan jaringan infark menunjukkan penurunan drastis dari CBF dan
peningkatan CBV disetai penurunan drastis CBV. Maka dari itu, jaringan yang dapat
diperbaiki ekuivalen dengan CBF-CBV. Dilaporkan bahwa batasan untuk pusat infark

52

53

yaitu apabila CBV kurang dari 2 L/menit dan jaringan iskemik saat MTT lebih dari
145%. 18
Terapi reperfusi untuk daerah iskemik memiliki beberapa acara, seperti terapi
trombolitik, angioplasti, stenting, pengambilan clot secara mekanik, vasodilator, dan
operasi bypass pada arteri yang mengalami obstruksi.

10

Trombolitik intravena dengan tissue plasminogen activator (tPA, alteplase)


merupakan terapi standar pada stroke iskemik akut dalam praktek klinis yang terbaru.
Organisasi European Medicines Agency (EMEA) dan US Food and Drug
Administration (FDA) telah menetapkan penggunaan tPA dengan dosis 0,9 mg/kg IV
dengan waktu terbaik untuk melakukan terapi reperfusi menjadi 4,5 jam setelah muncul
gejala. Di atas 4,5 jam dari awal mula terjadinya stroke, tidak ditemukan keuntungan
terapetik yang didapatkan. 1,2

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorado L, Millan M, Davalos A. Reperfusion Therapies for Acute Ischemic
Stroke: An Update. Current Cardiology Reviews. 2014;10:327-335
2. Jauch E.C et al. Guidelines for the Early Management of Patients With Acute
Ischemic Stroke A Guideline for Healthcare Professionals From the American
Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44:870-947
3. Srinivasan, A., Goyal, M., Azri F.A., Lum, C. State of the Art Imaging of
Acute Stroke. RadioGraphics. 2006; 26:S75S95
4. Molina C.A. Reperfusion Therapies for Acute Ischemic Stroke: Current
Pharmacological and Mechanical Approaches. Stroke. 2011;42[suppl 1]:S16S19
5. Wibowo D.S, Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Graha Ilmu Publishing.
2009;25:487-493
6. Snell S, Richard. Clinical Anatomy for Medical Students. Edisi ke-6. Alih
bahasa Dharma A. Jakarta. EGC. 2006;11:684-872
7. Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Sixth Edition. Saunders. 2014.
8. Moore K.L, Agur A.M.R. Anatomi Klinik. Edisi pertama. Alih bahasa:
Laksman H, dr, Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2002:22-24
9. Bradac G.B. Cerebral Angiography: Normal Vascular and Vascular
Patology. Italy.Springer. 2011;4:47-56

54

55

10. Caplan L.R. Caplans Stroke: A Clinical Approach. Fourth Edition.


Philladelpia. Saunders Elsevier. 2009;2:22-63
11. Lucas, E.M, et al. CT Protocol for Acute Stroke: Tips and Tricks for General
Radiologists. RadioGraphics.2008; 28:16731687
12. Saco R.L, et al. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century A
Statement for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44:2064-2089
13. Grysiewicz R.A, Thomas K., Pandey D.K. Epidemiology of Ischemic and
Hemorrhagic Stroke: Incidence, Prevalence, Mortality, and Risk Factors.
Neurol Clin 26 (2008) 871895
14. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20
15. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf
dalam Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293
16. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic
stroke. BMJ 2000; 320: 692-6
17. Stone W.M. Ischemic Stroke Syndrome: Classification, Pathophysiology, and
Clinical Features. Medicine and Health.1998. 81(6):197-2013
18. Lucas, E.M, et al. CT Protocol for Acute Stroke: Tips and Tricks for General
Radiologists. RadioGraphics 2008; 28:16731687
19. Tomandl, B.F., et al. Comprehensive Imaging of Ischemic Stroke with
Multisection CT. RadioGraphics 2003; 23:565592

56

20. Allmendinger, A.M, Tang, E.r, Lui, Y.W, Spektor, V. Imaging of Stroke: Part
1, Perfusion CTOverview of Imaging Technique, Interpretation Pearls, and
Common Pitfalls. AJR 2012; 198:5262

You might also like