You are on page 1of 15

GANGGUAN VESTIBULER PERIFER

Prinsip dasar
Organ vestibular terdiri atas lima organ, yaitu : tiga kanalis semisirkularis (anterior,
posterior dan horizontal) dan dua organ otolith yaitu sakulus serta utrikulus. Kanalis
semisirkularis mendeteksi rotasi kepala anguler, dilain pihak organ otolith mendeteksi dan
menerjemahkan gerakan kepala serta orientasi kepala terhadap gravitasi. Sel rambut pada kiri
dan kanan organ vestibular bergetar sesuai rata-rata gerakan; pada saat kepala menoleh ke arah
kanan, sel rambut pada kanalis horizontalis kanan meningkatan rerata getaran dilain pihak sel
rambut kanalis horizontal kiri menurunkan getaran. Perubahan yang berlawanan arah muncul
saat kepala ditolehkan ke arah kiri, input sensoris pada jaras vestibuler perifer di hantarkan
secara sentral melalui nervus vesibuler; nervus vestibuler superior membawa informasi dari
kanalis semisirkularis horizontal dan superior beserta utrikulus, bersamaan dengan itu nervus
vestibular inferior mentransmisikan input yang didapat dari kanalis semisirkularis posterior dan
sakulus. Otak membandingkan input dari organ vestibular baik kanan dan kiri dalam hal untuk
mendeterminasikan perubahan posisi kepala yang terjadi dan memberikan kompensasi terhadap
gerakan bola mata serta perubahan posisi tubuh. Secara bersamaan organ aparatus vestibular
mengkode informasi tentang posisi kepala dan berkontribusi dalam menjaga pandangan mata dan
stabilitas postural (melalui reflek vestibuloocular (VOR) dan versibulospinal) 1.
Tabel 166.1 Gambaran Dasar dari Disfungsi Vestibular Perifer
Gangguan episodik dari fungsi vestibular unilateral
. Berlangsung menit-jam
- Penyakit Meniere
- Fistula perilimfe
. Berlangsung dalam waktu >24 jam
- Neuritis vestibular
- Labyrinthitis
- IMIED
. Berlangsung dalam periode waktu yang berbeda-beda
- Vertigo migren
Eksitasi episodik dari fungsi vestibular unilateral

- BPPV
- Sindroma SCD
- Fistula perilimfe
Inadekuat fungsi vestibular kronis
- Unilateral
. Hipofungsi vestibular unilateral Yang didahului dengan
Neuritis vestibular, trauma,dll
. Akustik neuroma
- Bilateral
. Keracunan Aminoglikosida
. Kemoterapi
. Familial
Pada bab ini, kami membahas gangguan vestibuler perifer, yang memiliki karakteristik
lokasi patologis pada organ vestibuler perifer. Gejala umum dari disfungsi vestibular perifer
adalah vertigo, yang muncul bila sisi kanan dan kiri nervus vestibular bergetar secara asimetris
saat tidak terdapat gerakan kepala, yang menyebabkan ilusi gerakan. Kami mengkategorikan
gangguan vestibuler perifer berdasarkan manisfestasi klinis dari vertigo (tabel 166.1) vertigo
dapat terjadi secara episodik, hal ini disebabkan oleh penurunan atau peningkatan fungsi
vestibular secara reversibel, dari kedua hal tersebut dapat memproduksi peningkatan rerata
getaran pada sisi kanan dan kiri nervus vestibular. Karakteristik gangguan vestibuler perifer
terdiri atas episode gangguan fungsi vestibular yang termasuk diantaranya adalah penyakit
Menierre. Dimana kehilangan fungsi vestibuler dapat muncul baik dalam hitungan menit hingga
jam, seperti pada vestibular neuritis, labirinitis, dan Immune-mediated inner ear disease
(IMIED), dimana gangguan ini dapat muncul dalam waktu 24 jam. Pada vertigo yang perbindah,
gangguan vestibuler dapat
Muncul dalam beberapa periode waktu, menit ke jam, tetapi dalam hari yang berbeda.
Gangguan vestibuler perifer yang terdiri atas eksitasi intermiten pada fungsi vestibuler ada pada
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Dan sindroma superior canal dehiscence (SCD).
Fistula perilimfe dapat menyebabkan disrupsi atau eksitasi fungsi vestibuler. Kategori ketiga dari
gangguan fungsi vestibuler merupakan hasil dari fungsi vestibuler yang inadekuat secara kronis.

Gangguan unilateral dari fungsi vestibular yang terjadi secara kronis dapat timbul akibat proses
penyembuhan yang tidak lengkap pada vestibular neuritis atau labirinitis, serangan jangka
panjang penyakit meniere, kerusakan akibat kolesteatoma pada otitis media kronis dll. Beberapa
penyebab lain didiskusikan pada bab yang berbeda, termasuk trauma tulang temporal (bab150)
atau neuroma akustik (159). Gangguan bilateral dari fungsi vestibuler yang terjadi secara kronis,
dapat muncul terutama akibat penggunaan obat sistemik, seperit aminoglikosida, antibiotik,
kemoterapi, atau secara genetik.
PEMBAHASAN Gangguan episodik pada fungsi vestibular
Meniere's Disease
Sindroma meniere merupakan gangguan telinga dalam yang memiliki ciri khas serangan
vertigo spontan, gangguan pendengaran sensori neural pada frekuensi rendah secara fluktuatif,
rasa penuh pada telinga disertai tinnitus. Ketika gejala muncul secara idiopatik dan tidak dapat
diasosiasikan dengan penyebab lain (contoh sifilis, IMIED, tauma pasca bedah) maka dapt
asumsikan sebagai penyakit meniere(2). Sindroma neiere muncul dengan pola serangan
berulang, dengan episode serangan berakhir pada periode restitusi yang ditandai dengan
normalnya fungsi auditori dan vestibular. Sebagai tambahan fungsi auditoris dan vestibular dapat
menurun beberapa kali. (3)
Gejala klinis pada prevalensi penyakit meniere telah dilaporkan sebanyak 34.5 per
100.000 orang di jepang (4), 157 per 100.000 orang di inggris (5), 190 per 100.000 di USA (6)
hingga 513 per 100.000 di finlandia (7). Onset dari penyakit secara tipikal muncul pada dekade
ke empat hingga enam, dengan perbandingan 1.3-1.9:1 predominan wanita (4,^). Kemunculan
penyakit meniere secara bilateral hingga saat ini masih dianggap sebagai kontoversi. House et al
(8) menemukan bahwa 24 % dari keseluruhan prevalensi pada penyakit meniere bilateral.
Dengan 11 % mengalami gejala bilateral pada serangan pertama dan rata-rata 14 % mengalami
progresifitas dari unilateral menjadi bilateral. Diagnosa dari penyakit meniere masih ditegakkan
secara klini hingga saat ini, tidak ada tes secara patognomik yang dapat mengkonfirmasi
diagnosis. Guideline yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosa penyakit meniaere
adalah yang dikeluarkan oleh American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
(AAO-HNS). Dimana mendefiniskian penyakit meniere dengan dua atau lebih episode serangan
vertigo, minimal 20 menit atau lebih; penurunan pendengaran yang didokumentasikan dengan
audiogram pada suatu waktu; tinnitus atau rasa penuh di telinga; dan penyebab lain dapat

disingkirkan ( secara tipikal dengan Gadolinium-enhanced magnetic resonance imaging (MRI)


pada dasar cranium (9). Sistem staging yang dikeluarkan oleh AAO-HNS berdasarkan kriteria
audiometri, dengan 4 frekuensi nada murni pada 0.5, 1, 2, 3 khs dan kurang dari 25, 26-40,41-70
dan lebih dari 70 masing-masing sesuai derjat 1, 2, 3 dan 4 . presentasi dari penyakit meniere
secara tipikal termasuk serangan vertigo (96,2%), dengan disertai tinnitus (91,1%) dan
pgangguan pendengaran ipsilateral (87,7%) (10). Perjalanan penyakit meniere bervariasi
tergantung pada pasien, dimulai dari periode remisi yang panjang diselingi oleh interval episode
serangan yang tidak berhenti. Studi longitudinal menyatakan bahwa vertigo berhenti secara
spontan pada 57% kasus pada 2 tahun dan 71% setelah 8,3 tahun (11). Pasien secara klasik
mengalami gangguan pendengaran tipe sensorineural yang fluktuatif dan bersifat progressif.
Dengan adanya penyakit yang lam (lebih dari 10 tahun), pola audiometri akan menjadi datar dan
penurunan pendengaran secara tipikal menjadi lebih stabil pada nada murni dengan rata-rata 50
db dan speech discrimination 50% (12). Penurunanan pendengaran sangat berat tiipe
sensorineural muncul dalam 1% hingga 2 % pasien (13); bila kejadian nya adalah bilateral,
pasien disarankan untuk menggunakan implantasi koklea (14).
HIDROPS ENDOLIMFATIK
Hidrops endolimfatik sejak lama sudah menjadi dasar patologis dari penyakit menieres
(15-17). Endolimf merupakan cairan tinggi potasium yang ada pada telinga dalam, yang
disintesis secara eksesif atau secara inadekuat di resorbsi. Sehingga menyebabkan pelebaran
ruang endolimfatik (17,18). Hidrops endolimfatik secara tipikal ada dalam pars inferior labirin
(komposisi dari sakula dan koklea) (16,19). Pars superior (utrikulus dan kanalis semisirkularis)
juga terlibat dalam hidrops endolimfatik, meskipun perubahan kurang dramatis dan kurang
sering terjadi. Beberapa mekanisme diduga dapat menjelaskan bagaimana hidrops endolomfatik
dapat menyebabkan serangan spontan vertigo yang menjadi karakteristik penyakit menierre.
Teori yang paling prominen menyatakan bahwa distensi hidrofik pada duktus endolimfatik
menyebabkan ruptur pada membransekitar, hal ini merupakan fenomena yang telah diamati
melalui labirin (20). Ruptur nya membran menyebabkan cairan endolimfatik yang kaya akan
potassium masuk kedalam ruang perilimfatik dan mengadakan kntak dengan permukaan basa
pada sel-sel rambut sehingga merangsang nervus kranialis ke 8. Eksitasi awal yang dilanjutkan
dengan inhibisi pada sel rambut menyebabkan perubahan arah nistagmus dan dapat menjadi
dasar terjadinya vertigo. Penurunan jangaka panjang pada fungsi auditori dan vestibular dapat

sebagai hasil dari paparan berulang sel rambut vestibular oleh cairan perilimfe yang kaya akan
potassium dan bersifat toksik (21). Studi terkini mengemukakan tentang hidrops endolimfatik
terhadap patofisiologi ternjadinya penyakit menierre dan memberikan gambaran bahwa hidrop
endolimfatik dapat menjadi pertanda terjadinya gangguan homostasis di koklear tetapi tidak
secar langsung berhunbungan dengan simtom dari penyakit meniere (22).
TES FISIOLOGIS PADA PENYAKIT MENIERE
Penggunaan elektrokokleografi berdasarkan hidrops endolimfatik yang diasumsikan
secara patologis berkorelasi dengan penyakit meniere. Potensial aksi yang dikeluarkan oleh
koklea sebagai respon simulasi suara dengan clicks atau tonebursts. Respon potensial aksi koklea
terdiri

atas

koklear

miofonik

potensial

dan

summating

potensial

(sp),

keduanya

merepresentasikan fungsi hair sel dan komposisi potensial aksi (AP) yang merupakan refleks
aktifitas nervus auditori dan sesuai dengan gelombang I pada refleks auditois batang otak. SP
telah diteliti mengalami peningkatan saat diberikan respon klik dan lebih negatif saat diberikan
respon toneburst pada pasien dengan penyakit meniere. Contoh dalam penggunaan clicks. Rasio
Batas atas normal secara tipikal pada SP/AP adalah 0,4 (23). Perubahan SP pada penyakit
meniere dianggap merefleksikan distensi hidrofik pada membrana basilaris terhadap skala
timpani yang menyebabkan peningkatan secara normal vibrasi yang bersifat asimetris.
Sensitifitas terhadap rasio SP?AP telah dilaporkan mencapai 50%-70% (24), dan upaya dalam
meningkatkan sensitivitas telah dilakukan dengan cara mengkombinasi rasio SP/AP dengan
Amplitudo SP, latensi AP, dan parameter lain audiometris (25). Penelitian lain menemukan
bahwa temuan elektrokokleografi dengan dasar audiometri dapat memilah kasus penyakit menier
dengan normal, kemampuan elektrokokleografi untuk membedakan kasus antara kemungkinan
dan mungkin pasti penyakit meniere kurang jelas (25). Pada kasus yang sangat tidak jelas
informasi tambahan sangat membantu. Tes kalori dan impuls kepala adalah tes yang ditujukan
kepada fungsi kanalis semisirkularis. Pada tes kalori, iriasi bithermal di aplokasikan melalui
kanal telinga luar yang secara tidak langsung akan akan menyebabkan pergerakan endolimf
hingga mencapai kanalis semisirkularis horizontal ipsilateral (26). Pergerakan cairan di dalam
kanal horizontal menghasikan eksitasi atau inhibisi defleksi kupula (tergantung arah aliran
endolomfatik). Pergerakan kupula kemudian mempengaruhi eksitasi dan inhibisi sel rambut
yang berhubungan dengan perubahan tingkat debit dari nervus vestibular aferen. Gerakan bola
mata terkompensasi yang ditimbulkan (berhubungan dengan nistagmus lambat), diikuti oleh

gerak cepat bola mata (berhubungan dengan fase cepat nistagmus). Velositas maksimum pada
nistagmus fase lambat akan dibandingkan secara bilateral dan digunakan untuk menghitung
kelemahan unilateral atau asimetristas kalori. Tergantung dari data normatif yang dikembangkan
dari tiap laboratorium vestibular individu, asimetrisitas kalori lebih dari 20% pada umumnya
diasumsikan sebagai hipofungsi vestibuler unilateral perifer. Tes Impuls kepala (head thrust)
menunjukkan integritas dari reflek angularvestibulockoklear (AVOR). Gerakan kepala dan bola
mata direkam selama velositas tertinggi, aselerasi tinggi putaran impuls kepala pada arah eksitasi
bagi tiap 6 kanalis semisirkularis. Pada subyek normal akan mampu mempertahankan fiksasi
visual terhadap target selama pergerakan kepala cepat dan hal tersebut memiliki nilai (terhitung
sebagai rasio gerakan mata terhadap gerakan kepala) mendekati 1,0(27)
Penurunan secara signifikan pada respon kalori melalui telinga dilaporkan sebanyak 42
%-79% penderita dengan penyakit meniere unilateral (28-34). Dilain pihak, abnormalitas yang
didapat dari AVOR pada penyakit meniere didapatkan lebih rendah, meskipun nampaknya
terdapt korelasi antara tes impuls kepala yang menghasilkan asimetrisitas dan presentase
kelemahan unilateral kalori.(29). Meskipun tes kalori dan impuls kepala mengukur fungsi dari
kanalis semisirkularis, keduanya mungkin menangkap fenomena yang berbeda. Irigasi kaloris
menyebabkan pergerakan lambat dari endolimf dan menghasilkan frekuensi rendah untuk
menstimulasi sistem vestibuler. Di lain pihak, pergerakan kepala dengan velositas tinggi
menyebabkan aliran endolimfatik cepat dan menghasilkan input dengan frekuensi tinggi melalui
vestibular aferen. Sangat dimungkinkan bahwa penyakit meniere

secara istimewa

mempengaruhi aparatus vestibuler untuk memproses signal dengan frekuensi rendah. Harus
menjadi perhatian bahwa stimulus kalori berfrekuensi rendah adalah input nonfisiologis,
sebagaimana gerakan kepala berfrekuensi tinggi secara umum timbul frekuensi stimulus terhadap
aparatus vestibular ketika berjalan dan lari. Oleh karena itu mekanisme adaptasi pusat hanya
dapat dibentuk oleh rangsangan fisiologis (menyebabkan respon normal terhadap hasil tes impuls
kepala) tetapi tidak untuk input diluar batasan normal (stimulus kaloris).
Vestibular-evoked myogenic potentials (VEMPs) merupakan gambaran dari fungsi
otolith. Cervical VEMP (cVEMP) dalam merespon konduksi udara cliks maupun tonebursts akan
muncul yang dihasilkan oleh reflek sakulookuli. Pada jalur aferen dari refleks ini, sel
akustikalsesnsitiv yang ada di dalamsakulus merespond terhadap stimulus monoaural yang
singkat dan keras dan mentransmisikan sinyal elektrik melalui nervus vestibular inferior. Refleks

jalur

eferen

mengiriman

impuls

inhibitor

melalui

serat

ipsilateral

muskulus

sternocleidomastoideus; elektromiografi merekam respon otot tersebut melalui input suara yang
menggambarkan fungsi reflek sakular (35,36). cVEMP merespon terhadap stimulus click yang
diamati berupa hambatan ataupun absenya reflek pada 51%-54% pasien dengfan penyakit
meniere (37-38) dibandingkan dengan rspon clik normal sebanyak 98%. Pada individu normal
menunjukan sensitivitas yang tinggi pada reflek sakulookuli lebih dari frekuensi 200 hingga
1.000 Hz (39,40); pasien dengan penyakit meniere tercatat menujukkan adanya perubahan
frekuensi, seperti yang nampak pada sensitivitas terbesar dari refleks sakulookuli : nampak pada
frekuensi yang lebih tinggi dengan rentang yang leboh luas dibanding subyek normal (41).
Penyesuaian frekuensi dapat meurpakan fungsi resoansi dari sakulus (pada bagian ini
direfleksikasn sebagai besarnya sakulus). Bahkan individu dengan disfungsi sakular berat yang
mengalami serangan tiba tiba yang disebut otolith crises of tumarkion (42,43) memiliki
gambaran kurva cVEMP yang tumpul (44). Sebagai tambahan 27 % individual dengan penyakit
meniere unilateral ditemukan memiliki respon cVEMP yang abnormal pada telinga lainya; kurva
cVEMP pada telinga dengan asimtomatis ini tercatat sebagai fenotip intermediet antara telinga
normal dan telinga yang bermasalah (45). Tes cVEMP menunjukan hasil yang menjajikan dalam
mengukur penyakit meniere, tingkat keparahan, dan kemampuan dalam menilai prognosis pada
penyakit yang bersifat bilateral.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

diberikan

berdasarkan

dasar

patologis

penyakit

meniere,

penatalaksanaan secara kuratif akan lebih dijelaskan. Terapi saat ini adalah dengan mengurangi
gejala, terutama vertigo. Lini pertama adalah pembatasan penggunaan garam dan diuretik, yang
di tengarai mampu mempengaruhi hidrops endolimfatik. Betahistine yang merupakan antagonis
H1 histamin reseptor yang menngkatkan aliran darah, telah menunjukan penurunan terjadinya
episode vertigo. Betahistine umum digunakan di eropa dalam penatalaksanaan penyakit meniere
meskipun penggunaanya terbatas di USA dikarenakan bukti yang rendah terhadap efikasinya
(46). Peningkatan bukti dalam penggunaan kortikosteroid yang diberikan secara intratympani
dalam penatalaksaan penyakit meniere. Salah satu penelitian retrospektif menemukan bahwa
kontrol vertigo tercapai pada 91% pasien dengan openggunaan deksamethasone intratimpani,
sehingga memungkinkan untuk menunda dilakukan terapi abaltif (47).

Terapi secara medis kurang efisien untuk mengontrol vertigo pada 10% kasus (48). Opsi
pada pasien dengan penyakit menier refraktoris yaitu terapi bedah dengan dekompresi pada
sistem endolimfatik dan bedah atau ablasi kimia pada fungsi vestibular. Pada bedah sacus
endolimfatik pendekatan transmastoid digunakan untuk mendokmpresi saculus dengan atau
tanpa pemasanngan shunt untuk mendrainase endolimf. Studi menunjukan terdapat hasil yang
positif pasca pemasangan shunt dengan terselamatkanya fungsi pendengaran dan kontrol pada
vertigo (49). Meskipun hasil metaanalisis terbaru menunjukan adanya insufisiensi bukti dalam
efikasi prosedur ini dibandingkan dengan placebo (50). Vestibular neurektomi selektif melalui
pendekatan fossa media atau posterior telah terbukti dalam mengurangi simptom vertigo pada
lebih dari 90% kasus, meskipun komplikasi potensial dari prosedur ini seperti hilangnya fungsi
pendengaran, kelemahan nervuis fascialis, bocornya cairan serebrospinal (CSF leak), defisiensi
fungsi bicara dan bahasa (retraksi lobus frontalis pada pendenkatan fosa media), nyeri kepala
(pendekatan melalui fosa posteriro) harus dipertimbangkan. Bedah labirinektomi menghasilkan
rerata kontrol vertigo yang sangat memuaskan, meskipu pendengaran pada teleninga yang
dioperasi tidak dihiraukan. Prosedur bedah dilakukan dengan ablasi kimia pada aparatus
vestibuler perifer menggunakan gentamisin intratimpani. Gentamisin secara relatif merupakan
selektif vestibulotoksik golongan aminoglikosida antibiotik yang diserap oleh sel rambut tipe I
pada neuroepihtel vestibuler (51). Penggunaan dosis rendah gentamisin intratimpani menunjukan
kesuksesan dalam mengkontrol vertigo sebanyak 70%-90% (52.) dan penurunan pendengaran
sebanyak 17% dari seluruh kasus (53). Kami telah mndemonstrasikan bahwa peningkatan AVOR
pada penyakit meniere adalah notmal sebelum pemberian gentamisin intratimpani, lalu
mengalami penurunan secara isgnifikan, tetapi tidak sebanyak dibanding bedah labirinektomi
(54). Penelitian di cinchilia menyarankan bahwa lesi yang disebabkan gentamisin intratimpani
secara primer memberikan efek pada sel rambut vestibular tipe 1 dan merusak stereosilia sel
rambut tipe II; bagaimanapun juga nervus vestibular aferen tetap mengalami getaran secara
spontan setelah terapi dengan gentamisin (51,55). Temuan ini menyatakan tentang keuntungan
pengobatan menggunakan gentamisin itratimpani dibandingan bedah ablasi, dimana lesi akibat
gentamisin bersifat parsial dan tidak menyebabkan gangguan keseimbangan statis pada getaran
nervus vestibulae dibandingkan bedah ablasi. Untuk itu adaptasi terhadap lesi gentamisin
intratimpani lebih mudah dibandingkan dengan bedah ablasi.

Migrainous Vertigo
Gejala klinis vertigo secara umum berupa migrain, yang terjadi pada 25% pasien (56).
Vertigo dapat muncul disertai aura, yang merupakan gejala focal neurologis yang muncul disertai
dengan nyeri kepala yang sering. Serangan vertigo terjadi secara independe dan hanya muncul
pada heherapa kasus nyeri kepala (57).pada kenyataanya migrain secara tipikal terjadi pada
sekitar separuh kasus (58,59). Pasien sering melaporkan tentang riwayat migrain yang sering
dapat disembuhkan. Nyeri kepala ringan dan rasa tertekan pada leher sering menngantikan
keluhan nyeri kepala seperti dipukul dan menyertai gejala pusing, dizzines atau pusing dapat
dideskripsikan sebagai vertigo (rasa berputar, bergoyang, guncangan) atau secarq sederhana
berupa gangguan keseimbangan. Gejala pada umumnya memiliki durasi yang bervariasi, mulai
dari menit hingga episode yang berlangsung dalam harian, atau muncul gangguan keseimbangan
secara konstan dalam hitungan bulan secara penuh. Sekitar setengah dari kasus episodik vertigo
atau ketidakseimbangan berlangsung lebih dari satu hari (60), hal ini yang membedakan vertigo
pada migrain dari penyakit meniere. Fotofobia, rasa seperti menstruasi dan hidung buntu akan
meningkat saat serangan dan menunjukkan asal terjadinya migrain, terutama bila tidak terdapat
riwayat fluktuasi pendengaran atau gangguan keseimbangan (61). Riwayat keluarga dalam
terjadinya migrain dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, seperti riwayat terjatuh tanpa
penyebab yang jelas dan sensitifas gerak seperti pada anak(62). Yang menarik bahawa angka
prevalensi migrain pada pasien dengan penyakit Meniere secara signifikan meningkat dibanding
populasi secara keseluruhan (63,64), dan mungkin terjadi adanya hubungan patofisiologi antara
dua gangguan. Hal ini yang terkadang membuat sukar untuk menetapkan dua pasien dengan
keluhan serupa, dan keduanya membutuhkan perawatan untuk mengontrol gangguan vertigo
secara individual.
Patofisiologi
Dua mekanisme patofisiologi penyebab migrain telah di hipotesiskan dan diasosiasikan
dengan vertigo : gangguan elektrik sentral dan disfungsi pada jaras trigeminovascular perifer.
Studi MRI fungsional menunjukkan bahwa gambaran visual adanya penyebaran sentrifugal dari
aktivitas metabolik yang terdepresi yang berasal dari korteks oksipital.
Gambaran penyebaran penekanan pada kotrteks menunjukkan bahwa adanya gangguan
dari homeostasis ion membran yang terganggu, studi menunjukkan adanya hubungan salah satu

dari bentuk migrain (familial hemiplegic migraine) terhadap beberapa kemungkinan terjadinya
mutasi, sebagia contoh gen pada kanal ion kalsium pada kromosom 19(66). Baloh (67) telah
menunjukkan beberapa gejala yang sering muncul pada sindrom migrain yang diwariskan dan
banyak diantaranya disertai dengan kerusakan kanal ion (ion channelopathies). Hal ini dapat
diperhitungkan sebagai efikasi dari keberadaan agent yang menyebabkan penyumbatan kanal
ion. Seperti pada penggunaan calcium channel blocker atau beta blocker, dalam penggunaannya
sebagai pencegahan terjadinya migraine. Penyebaran proses depresi dipicu oleh adanya
gangguan kanal ion yang muncul dan mempengaruhi tidak hanya pada struktural korteks
melainkan lebih ke regio caudal dari otak(68), struktur yang bervariasi kemungkinan dipengaruhi
oleh aktifitas elektrik yang ada dalam batang otak. Keterlibatan leminskus medial, dimana signal
dan serat propiroseptis menuju thalamus, berkontribusi terhadap rasa nyeri dan allodynia
(hipersensitifitas terhadap sentuhan) yang dirasakan oleh para penderita migrain. Keterlibatan
dari serat ascendens dari reticular activating system yang meregulasi sistem kewaspadaan,
berhubungan dengan rasa lelah yang cenderung muncul baik pada saat maupun setelah episode
serangan migrain. Penyebaran depresi metabolik ke serat descenden batang otak bertanggung
jawab dalam fungsi intergrator umum dari vestibular dan sistem okulomotor yang dapat
menyebabkan gangguan pada VOR, gangguan electisitas juga berpengaruh pada kompleks
nukleus cochlear dan vestibular, hingga memproduksi gejala gangguan pendegaran dan vertigo.
Gangguan pendengaran sensorineural yang bersifat sementara (transient sensorineural hearing
loss) serta penurunan respon vestibular telah dapatkan pada pasien dengan gejala migrain
(57,69,70)
Mekanisme lain yang berpotensi untuk menjelaskan disfungsi labirin adalah aktivitas dari
sistem eferen jaras trigeminovascular, disfungsi dari nukleus trigeminal pada batang otak
(memungkinkan penyebaran depresi) menyebabkan sinyal eferen menyimpang di nervus
trigeminal. Nervus trigeminal melewati secara kepala dan leher, dengan serabut efferen yang
juga masuk telinga bagian dalam (71). Pelepasan componen vasoaktif seperti kalsitonin peptidagen dan substansi P pada nervus trigeminal dapat menyebabkan ekstravasasi plasma
menyebabkan inflamasi lokal aseptik (72). Ekstravasasi dari arteri modiolar spiral telah di
tunjukan pasca stimulasi dari ganglion nervus trigeminus, sehingga memungkingkan mekanisme
terjadinya migrain secara langsung dapat mempengaruhi koklea dan fungsi vestibular
perifer(73). Hal ini menjelaskan kesulitan dalam memisahkan beberapa kasus migren vertigo dari

penyakit Menier, sebagai efek perifer gangguan trigeminovaskular tersebut mungkin menyerupai
apa yang sekarang kita anggap sebagai penyakit Meniere.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan vertigo disertai migrain akan sukses bila pendekatan melalui cara yang
benar, dimulai dari pola makan dan modifikasi gaya hidup, dan proses pemahaman untuk
mengetahui agen profilaksis migrain. Perubahan gaya hidup dilakukan termasuk istirahat yang
cukup dan berolahraga, dan mengetahui pemicu serta pencegahan terjadinya migraine. Stress,
perubahan hormon, cuaca , dan tekanan udara yang berubah dapat memicu terjadinya migraine.
Makanan umum yang dapat memicu adalah produk dengan hasil fermentasi seperti anggur
merah, keju, roti berragi, yoghurt, yang dimana mengandung tyramine dalam konsentrasi tinggi.
Makanan yang mengandung macam-macam amino yang mirip dengan neurotransmitter pada
tubuh, seperti caffeine, nitrat dan perasa lain, cokelat, serta berbagai macam variasi glutamat,
termasuk MSG, adanya bukti dalam memicu terjadinya migraine, harus dihindari. Pada gejala
yang menetap dengan faktor pemicu yang tidak dapat diidentifikasi serta dieliminasi, disarankan
mengunakan terapi obat obatan yang meningkatkan ambang batas terjadinya migrain. Seperti
penggunaan profilaksis termasuk kalsium chanel blocker, beta blocker, anti depressant seperti
seperti nortryptiline, atau venlafaxine, dan antikonvulsi termasuk sodium valproate, gabapentin,
dan topiramate. Pengobatan profilaksis harus melalui selesi sesuai batas toleransi dari efek
samping, umumnya akan nampak setelah 6-8 minggu terapi, dan hasil secara nyata untuk
mengurangi frekuensi timbulnya gejala dan keparahan, mencapai 50% hingga 70%. Untuk
serangan migrain yang menetap meski sudah melaksanakan perubahan gaya hidup, modifikasi
diet, serta penggunaan obat profilaksis. Penggunaan migraine abortive medication seperti
Triptans dapat dipertimbangkan. Pengobatan secara abortive sebaiknya tidak digunakan lebih
dari 6-8 kali per bulan, dan hanya akan menimbulkan rebound efek. Terapi rehabilitasi vestibular
juga telah menunjukann hasil yang signifikan atas peningkatan status fungsional pasien dengan
keluhan migraine yang diasosiasikan dengan vertigo (74,75)
FISTULA PERILIMFE
Adanya fraktur pada tulang dari kapsula labirin yang memisahkan telinga dalam dari
telinga tengah dan mastoid atau gangguan tulang atau membran di area tingkap oval atau tingkap

bulat, dapat menyebabkan fistula perilimfe dengan konsekuensi gangguan pendengaran tipe
sensorineural, dan episodic vertigo (76,77). Diagnosa ini dapat terlihat pada kasus stapedektomi
dimana prosthesis yang terlepas dan perilimfe menjadi bocor melalui fenestra yang terbuka
menuju telinga bagian tengah, dan dengan terjadinya trauma fraktur tulang temporalis
menyebabkan bocornya perilimfe, dalam kasus ini penutupan fenestra pada area yang mengalami
fraktur dapat menghasilkan perbaikan pendengaran, dan mengeradiksi terjadinya vertigo. Dilain
pihak fistula labirin dengan atau tanpa kebocoran perilmfe, dapat terjadi dalam kondisi otitis
media yang disertai cholesteatoma (78). Kasus yang tidak jelas bila fistula perilimfe dengan
kecurigaan tidak disertai dengan kedua gejala patologis tersebut. Hubungan anatomis antara
telinga bagian tengan dan dalam dapat munucul pada saat perkembangan fistula perilimfe secara
spontan(79), meskipun mikrofisura tulang temporal pada umumnya berkembang dan tidak
sepenuhnya bersifat patologis (80).
Goodhill (81) mengemukakakn bahwa tekanan impulsif atau ekspulsif dapat
menyebabkan pecahnya membran dan pembentukan fistula perilimfe. Hubungan yang jelas
ditunjukan deformitas Mondini (cochlea yang terbentuk sebagian , kurang dari normal pada 21
jam pembentukan) dan fistula prilimfe (82). Kriteria untuk menentukan kapan dilakukan
eksplorasi fistula perilimfe mungkin diindikasikan dengan sulit untuk dilaksanakan karena tidak
adanya kesepakatan terhadap uji diagnostik yang sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi
fistula perilimfe, studi yang menggunakan alat electrocochleography. Telah mengindikasikan
adanya abnormal rasio dari SP ke AP yang nampak pada banyak pasien yang mengalami
kebocoaran akut dari perilimfe (83). Tes fistula dapat menghasilkan tekanan positif dan negatif
pada kanal auditorius externa, dan inspeksi terhadap gerakan mata yang muncul (hennebert sign)
atau gejala-gejala yang juga telah digunakan. Metode uji ini telah dikombinasikan dengan dasar
Posturography

untuk melihat adanya peningkatan pergerakan yang berhubungan dangan

stimulus tekanan (84,85)


Temuan pada saat eksplorasi telinga tengah pasien dengan kondisi tuli mendadak, gejala
vestibular, dan atau dengan gejala auditori, kemungkinan terkait dengan fistula perilimfe dan
telah dibedakan diantara studi-studi yang kurang jelas (86-88). Bebrapa pasien dengan eksplorasi
negatif telah dilaporkan mengalami perbaikan setelah operasi, ketidakadaan pcairan perilimfe
yang bocor saat operasi menghasilkan intepretasi yang berbeda yaitu : bahwa fistula tidak ada,
Fistula bersifat intermittent dan tidak muncul saat eksplorasi pembedahan, atau fistula tidak

dapat di deteksi dengan operasi yang menggunakan mikroskop konvensional. Rekomendasi


tentang bagaimana untuk melanjutkan kasus di mana fistula tidak diidentifikasi (baik dengan
tambalan tingkap oval, dan bundar dengan menggunakan fascia) telah bervariasi. Hasil dari
reportase secara eksplorasi endoskopik pada telinga bagian tengah ketika munculnya gejala dapat
dimungkinkan sebagai fistula perilimfe spontan, Poe and Bottrill (89) tidak menemukan bukti di
kasus manapun.
Dilema yang mengelilingi diagnosa dan penatalaksanaan terhadap fistula perilimfe
spontan cenderung menetap hingga uji diagnosa dengan sensitifitas tinggi dan sepecifisitas
dikembangkan lebih lanjut, dan hingga verivikasi dari fistula perilimfe dapat secara definitif
ditetapkan pada saat operasi. Pengujian beta 2 transferin dan beta trace protein (protein khas
untuk cairan perilimfe, dan cairan serebrospinal) dalam aspirasi rongga timpani telah diteliti
meskipun sensitivitas analisis ini rendah (90,91). Sehingga pertanyaan yang diajukan secara
komprehensif terhadap review fistula perilymph muncul: "Bisakah fistula perilimfe terjadi
'spontan'? Apa gejala khusus terkait dengan fistula seperti itu? Apa jenis tes yang dapat
mendiagnosis fistula? Apa yang dimaksud dengan golden standar untuk mengkonfirmasikan
adanya fistula? Bagaimana seharusnya tata laksana fistula (77).
NEURITIS VESTIBULAR
Neuritis vestibular merupakan syndrome yang muncul secara mendadak adanya vertigo
yang berlangsung selama berhari-hari, tanpa terkait gangguan pendengaran atau penrurunan
neurologis (92). Jika didapatkan gangguan pendengaran, hal ini disebut dengan labirintis.
Neuritis vestibular dianggap hasil dari reaktivasi dari virus herpes simpleks laten tipe 1 yang
menginfeksi pada ganglia vestibular. Penelitian secara histopatologis telah menunjukkan
degenerasi di ganglion scarpa dan saraf vestibular setelah mengalami serangan neuritis
vestibular(93,94). Pada umumnya divisi superior pada nervus vestibularis yang dipengaruhi, hal
ini dimungkinkan karena terdapat perbedaan anatomi kanal tulang antara divisi superior dan
inferior(95,96). Penurunan atau hilangnya respon kalori adalah temuan laboratorium yang paling
konsisten (97). Studi gerakan mata tiga dimensi (Three dimensional eye movement studie)
melibatkan hanya kanal horisontal dan unggul dalam menghasilkan nystagmus spontan secara
akut. Sedangkan pada kanal posterior masih berfungsi secara fungsional dalam banyak kasus
(98,99). Sacculus tetap berfungsi dalam waktu sekitar dua per tiga pasien yang diukur dengan

menggunakan cVEMP. Sekitar sepertiga dari orang-orang bisa pergi untuk mengembangkan
BPPV kanal posterior, hal ini mungkin disebabkan oleh karena pelepasan debris otolit yang
diakibatkan oleh kerusakan utrikulus (100).
Sebuah studi percobaan prospektif, acak, double-blind dari 141 subyek dengan neuritis
vestibular akut dengan tujuan mengevaluasi efektifitas relatif dari Methylprednisolone,
Valacyclovir, dan methyprednisolone beserta valaclovir dibandingkan dengan plasebo, dalam
pengobatan neuritis vestibular yang diukur dengan menggunakan respon kalori dalam waktu 3
hari dari onset gejala dan 12 bulan sesudahnya (101).
Penelitian menemukan pengaruh yang signifikan dari metilprednisolone tetapi tidak dari
valacyclovir terhadap respon kalori. Kombinasi metilprednisolone dan valacyclovir tidak
seunggul monotherapy kortikosteroid, sehingga steroid menjadi andalan dalam pengobatan,
penekanan supresan dapat meredakan gejala serangan akut, namun penggunaan jangka panjang
dapat mengganggukompensasi dan penggunaan harus diminamilisrkan. Terapi fisikal vestibular
harus dinisiasi sesegera mungkin untuk mempromosikan kompensasi central terhadap gangguan
fungsi perifer.
Immune mediated inner ear disease
IMIED merupakan sindroma peradangan telinga bagian dalam yang dihasilkan dari
mekanisme autoimun. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa telinga bagian dalam yang
mampu merespon imun baik secara humoral dan secara seluler (102 -106). Kantung
endolymphatic tampaknya memainkan peran penting dalam kekebalan telinga bagian dalam;
respon imun terhadap antigen yang distimulasi di koklea ditemukan secara signifikan kurang
mencukupi pada hewan yang telah mengalami penghapusan kantung (107). Studi pada tulang
temporal telah menunjukkan empat pola histopatologi yang terkait dengan IMIED: (a)
endolymphatic hidrops (atau distensi cairan dari scala media yang disebut juga sebagai penyakit
Meniere); (b) labyrinthitis akut mengakibatkan atrofi sel-sel rambut dan struktur pendukungnya;
(c) proliferasi jaringan fibrosa atau tulang (neo-osteogenesis) dan (d) atrofi saraf.
IMIED kemungkinan merupakan proses utama telinga tanpa bukti penyakit terhadap
kekebalan penyakit imun sistemik. Pada 15% hingga 30% dari kasus, IMIED dikaitkan dengan
kondisi autoimun sistemik (108). Ini adalah gejala umum dari Sindrom Cogan, poliartritis nodosa
dan polychondritis kambuhan, serta kelainan yang lebih jarang terjadi antara lain Wegener

granulomatosis, sistemik lupus eritematosus, sarcoidosis, penyakit Bahcet dan sindrom Sjogren
(109). Mengingat hubungannya dengan berbagai vaskulitid, diduga mekanisme patofisiologis
untuk IMIED adalah perubahan vaskuler arteri labirin yang memasok untuk telinga bagian
dalam.

You might also like