You are on page 1of 18

PEMANFAATAN NEW MEDIA SEBAGAI JALUR DIGITAL DISTRIBUTION

FILM INDEPENDEN
(Studi Kasus terhadap Website Kineria.com sebagai Pelaku Digital Distribution Film
Independen di Indonesia)
Aulia Rizky
125120207111062
Jurusan Ilmu Komunikasi, Peminatan Komunikasi Massa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
Abstract:
Kineria is a pioneer website video-on-demand distribution of independent films in
Indonesia legally and paid as a new media presentation to appreciate online films. This research
discussed how Kineria help filmmaker of independent films to distribute their film using New
Media, what the problems are, how the solution is, and the challenges faced in digital films
distribution. The research was conducted using case study to illustrate and interpret the digital
distribution of independent films made by Kineria. Meanwhile, this research used John W.
Cresswells method to analyze data obtained from observation in the field.
The results of this research showed that Kineria digital distribution has done properly and
according to distribution films in general. But, in real life the application is not effective. Thus,
communication process between Kineria and filmmaker need to improve in order to make
acquisition of films easier, the standardization of films shown to be reorganized in order to
increase audience. Kineria doesnt maximize the marketing communication strategy because it
only relies on publication with online marketing. Some of the features on the website are difficult
to access, profit sharing system is not effective, and films access has not automaticly accessable
after paid becomes problem for Kineria. The lack of brand, market independent film audiences and
audience purchasing power in Indonesia is still weak become the biggest challenge for digital
distribution of independent films. Especially with Youtube and Viddsee as competitors from
Kineria website that offer free screenings, making audience are more selective in choosing what
they want to watch.

Keywords: independent films, website, digital distribution, communication strategy.

Pendahuluan

ilm pertama kali digunakan hanya


sebagai sebuah media proyeksi
gambar bergerak, baru kemudian
sebagai sebuah seni untuk publik

yang awalnya dimulai pada akhir abad 19, dan

produksi film Indonesia umumnya dapat


dikategorikan produksi independen kalau
memakai definisi umum. Maksud istilah
itu di sini: dibuat dan diproduksi secara
gerilya pribadi, karena dananya yang
mepet. Tidak terlalu memperdulikan arus
utama film dan calon penonton karena
lebih
mementingkan
pengucapan
pribadi. Dan film-film itu sulit diterima
oleh jaringan bioskop yang mapan.

memiliki refleksi yang tidak banyak dari 30 tahun


awal perjalanan eksistensinya (Payne, 1996, h.196).
Seni film sama halnya dengan bentuk kesenian
lainnya, memerlukan ruang yang baik untuk diolah,
ditayangkan, dan dijadikan sebagai bagian dari
dinamika kebudayaan secara umum. Sisi komunikasi
keluar ketika film menjadi salah satu bentuk
komunikasi massa yang menurut Bindiar (2011),
sebuah film diproduksi untuk dapat ditonton, terlebih
kepada bentuk apresiasi melalui screening atau lebihlebih dikritisi.

Bahkan, saat ini ruang-ruang menonton di


Indonesia masih terpaku pada bioskop, tetapi layar
bioskop yang belum memenuhi pasar. Bioskop yang
ada di Indonesia dimiliki oleh grup Cinema 21, CGV
Blitz, Cinemaxx, New Star Cineplex, Platinum
Cineplex

serta

beberapa

bioskop

yang

kepemilikannya independen seperti Sarinah Cineplex


Malang, Rajawali Cinema Purwokerto, Golden
Theater Kediri, dan lain sebagainya (Film Indonesia,
n.d.). Lebih jauh dijelaskan pula bahwa komposisi

Berbicara mengenai perfilman Indonesia,

tahun 2013 hanya terdapat 793 studio atau layar dari

industri film di Indonesia selalu berkaitan dengan

185 bioskop, yang artinya satu layar harus melayani

modal besar atau perusahaan yang dibangun untuk

311 ribu orang.

kepentingan bisnis layar lebar, bukan berangkat dari


kepentingan komunitas (Basbeth, 2011). Krishna
(dikutip dari Primananda 2015) menjelaskan jalur

793 Layar

utama ini sangat berkonotasi pada keuntungan dan

Jumlah
Layar

dekat dengan penguasaan atau privatisasi media,


hingga akhirnya muncullah pemberontakan melalui

Jumlah
Penduduk

246.623.000 Orang

film-film independen yang diproduksi di luar jalur


utama yang sudah ada dan memiliki perbedaan
signifikan dengannya, baik teknik, narasi, cerita
ataupun biaya produksi.

Bagan : Perbandingan Jumlah Layar Bioskop dengan


Jumlah Penduduk di Indonesia

Seorang wartawan senior Kompas dan juga


Kritikus Film, Kristanto (dikutip dari Bindiar 2011)

Sumber: http://filmindonesia.or.id, diakses pada 14


September 2015

menjelaskan bahwa,
Pasar yang kecil itu bahkan penuh dengan
Pengertian independen di sini berbeda
dengan pemahaman umum dunia film
terhadap istilah tersebut, karena modus

film-film impor. Sedangkan, menurut data arsip filmfilm yang rilis di bioskop grup Cinema 21 sepanjang

tahun 2014 dan telah diolah ulang oleh peneliti,

independen), festival film independen (apabila ada

terdapat 54,9% film barat dengan jumlah 140 judul

film dalam festival tersebut yang beruntung, maka

film, 42,4% film Indonesia dengan jumlah 108 judul

akan

film, serta 2,7% film independen asal Indonesia

internasional untuk ditayangkan), pemutaran di

dengan jumlah 7 judul film yang ditayangkan. Dalam

acara-acara kampus non komersial, pembuatan VCD

hal ini, film independen yang dimaksud adalah film

yang dijual secara underground, istilah underground

yang diproduksi secara pribadi atau komunitas film

di sini sama halnya yang digunakan para pemusik

dan sebelumnya hanya ditayangkan di beberapa

underground.

diminta

oleh

penyelenggara

event

film

festival film maupun pemutaran alternatif.


Terbatasnya
Tahun 2014

ruang

distribusi

film

independen di Indonesia yang harus berlomba-lomba

100.0%

menembus festival film, pemutaran film alternatif,

80.0%

membuat VCD atau DVD serta alih-alih dapat

54.9%

60.0%

42.4%

ditayangkan di layar bioskop, membuat kanal online

40.0%
20.0%

juga diperlukan untuk menjangkau penonton yang

2.7%

0.0%

Barat

Indo

lebih luas. Penelitian terdahulu yang dijadikan

Indie

landasan
Bagan : Persentase Film-Film Rilis di Grup Cinema
21

untuk

melakukan

penelitian

lanjutan

menyatakan bahwa distribusi secara online sebagai


masa depan distribusi film, akan menjadi ranah atau

Sumber: Arsip film www.21cineplex.com yang diolah


ulang peneliti

Sasono

jalur dalam segala lini di perfilman mainstream


ataupun sidestream (Primananda, 2015).

dari

Dengan kemajuan teknologi infomasi dan

Primananda 2015) menjelaskan bahwa filmmaker

komunikasi lewat adanya New Media yang kemudian

terpaksa menjadi ubercapitalist: harus berjuang

mendasari lahirnya jalur pendistribusian alternatif

sendirian

film

untuk film yakni secara digital. Distribusi digital ini

independen tidak pernah mendapatkan tempat, baik

sedang berkembang diberbagai Negara, salah satunya

dalam regulasi yang dibuat pemerintah maupun

Hollywood.

dalam jalur distribusi yang normal (Kurnia, 2006,

pemasukan lebih banyak dari pembelian online,

h.290). Lulu Ratna (dikutip dari Bindiar 2011)

sekitar 70% dari keuntungan, dibandingkan dengan

seorang produser dan penggiat film independen

50% dari pemutaran di bioskop (Voice of America,

menyebutkan bahwa jalur distribusi film pendek di

2015).

demi

&

Imanjaya

filmnya.

secara

(dikutip

formal

Studio-studio

biasanya

mengambil

Indonesia lebih sulit karena belum adanya jalur yang


jelas untuk menyalurkannya selain mengikuti festival

Sebagai contoh Sony Pictures merilis film

film. Lebih jauh, Lulu Ratna menjelaskan bahwa

The Interview secara online melalui Youtube dan

selama ini jalur distribusi film independen yang ada

Google Play milik Google, Xbox Microsoft dan

di Indonesia hanyalah melalui: stasiun TV (yang

website Sony. Sony juga menggandeng Apple dengan

notabene merupakan penyelenggara festival film

penjualan melalui iTunes yang dibandrol dengan


harga 14,99 dolar untuk pembelian dan 5,99 dolar

untuk penyewaan (Heru, 2015). Sedangkan untuk

Kemudahan dalam mengakses film dengan berbagai

saat ini baru tercatat 5 film Indonesia yang dapat

macam media secara streaming melalui website dan

diunduh di iTunes yakni, The Raid, Sang Penari,

aplikasi

Garuda di Dadaku, Garuda di Dadaku 2, dan 5

dimanfaatkan Kineria sebagai salah satu website

cm (Reino, 2013).

layanan hiburan bagi yang ingin menonton sajian

smartphone

inilah

yang

kemudian

bermutu dan menghibur dari film-film Indonesia baik


Selain itu, pembuat film di India juga mulai
mengandalkan platform distribusi digital untuk

film pendek maupun film featured. Layanan hiburan


ini dapat diakses dengan mudah melalui PC, tablet

membuka model bisnis baru yang lebih banyak


menghasilkan

aliran

pendapatan.

Platform

ini

dipercaya dapat mengurangi biaya distribusi dari


sebuah film. for films and internet agreed that
new digital distribution platforms like internet and
DTH contribute only 3-5% of a film's revenue, but
said that this can grow to nearly 10%, if the right
platforms are created (Financial Express, 2012).
Membangun platform distribusi film secara
digital

dengan

dikembangkan

tepat
di

inilah

Indonesia,

yang

sedang

khususnya

untuk

distribusi film independen. Hal ini juga didukung


melalui hasil riset nasional yang dilakukan oleh
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII)

bekerjasama

dengan

PusKaKom

UI

maupun

smartphone

selama

terhubung

ke

internet (Kineria, 2014).


S. Wiyogo (komunikasi personal, 3
Desember
2015)
mengatakan,
kesadaran akan adanya platform
online untuk mendistribusikan film
independen sudah dirasakan oleh
pembuat film di Indonesia. Namun,
bagaimana pembuat platform dapat
melakukan
pendekatan
kepada
filmmaker agar mau memasukan
filmnya menjadi pelajaran terpenting
untuk distribusi film independen saat
ini.

Maka dari itu, penelitian ini akan menyoroti


bagaimana platform online membantu filmmaker
untuk mendistribusikan film independen, alasan
memilih distribusi online yakni Kineria.com, seperti
apa prosesnya, dan bagaimana Kineria.com sebagai

mengenai jumlah pengguna internet di Indonesia,

satu-satunya platform online legal yang bertindak


selama tahun 2014 menunjukkan
pengguna naik menjadi 88,1 juta atau
dengan kata lain penetrasi sebesar
34,9%. Angka pengguna sebesar 88,1
juta tersebut disesuaikan dengan
jumlah penduduk Indonesia sesuai
data Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2014 sebesar 252 juta
penduduk. Dengan demikian, dari sisi
jumlah penduduk, pengguna internet
mengalami pertumbuhan 16,2 juta
pengguna, yaitu dari 71,9 juta
menjadi 88,1 juta pengguna.

Dengan
Indonesia

yang

memungkinkan
membuka

jumlah

pengguna

terus

untuk

ruang apresiasi

Indonesia menjaring filmmaker, membuka ruang


lewat feature-feature yang disampaikan melalui New
Media. Selebihnya, permasalahan-permasalahan yang
timbul selama proses distribusi dapat menjadi
evaluasi dalam memetakan distribusi film secara
online di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

internet

meningkat,

media

sebagai media pendistribusian film secara digital di

di

maka

alternatif

untuk

film secara

online.

adalah Bagaimana distribusi film independen di


Indonesia yang memanfaatkan New Media melalui
website Kineria.com?

membuat segala bentuk informasi yang disampaikan

Fitur-Fitur New Media

kepada pembacanya menjadi terhambat. Maka,

N
Tidak

ew Media didefinisikan sebagai produk


dari komunikasi yang termediasi teknologi

koneksi internet menjadi penting selama berurusan


dengan New Media (Putri, 2014).

yang terdapat bersama dengan komputer

There is a transformation taking


place in the way in which people
interact with film and television.
Those with broadband connections
use the internet more than they watch
television, while young people
familiar with sophisticated mobile
phones are much more receptive to
the possibility of watching television
on the phone in the future (Sparrow,
2007, h.5).

digital (Creeber & Martin 2009, h.2).

hanya

memperkecil

jarak

dalam

mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan


internet juga telah berkembang dan mengeliminasi
penggunaan koneksi kabel, namun tetap dapat
memfasilitasi transmisi informasi yang sangat cepat
ke seluruh dunia (Bagdikian, 2004, h.114).

Seperti yang dijelaskan di atas, tidak dapat


McQuail (2000) mengelompokkan media

dipungkiri

bahwa

kehadiran

internet

sangat

baru menjadi empat kategori. Pertama, media

berpengaruh bahkan mengurangi penonton TV

komunikasi interpersonal yang terdiri dari telepon,

ataupun film. Karena, pengguna internet lebih

handphone, e-mail. Kedua, media bermain interaktif

memilih untuk mengakses TV dan film melalui

seperti komputer, videogame, permainan dalam

gadget yang terhubung dengan internet.

internet. Ketiga, media pencarian informasi yang


berupa portal atau search engine. Keempat, media

Tantangan Proses Komunikasi melalui New Media

partisipasi kolektif seperti penggunaan internet untuk


berbagi

dan

pertukaran

informasi,

pendapat,

pengalaman, dan menjalin melalui komputer dimana


penggunaannya tidak semata-mata untuk alat, namun
juga dapat menimbulkan afeksi dan emosional.
Beberapa kekurangan dari New Media yaitu,
terbukanya informasi menimbulkan kemungkinan
pencurian data pribadi dengan tujuan-tujuan tertentu,
terbukanya arus informasi dan komunikasi juga dapat
membawa virus yang berkedok aplikasi dengan
mudah menyebar dan rasa ketagihan berlebihan,
contohnya pada saat bermain game online atau
jejaring sosial (Setiawan, 2013).
New Media memiliki kecepatan untuk
melakukan sebuah interaksi, lebih efisien, lebih
murah, lebih cepat untuk mendapatkan sebuah
informasi terbaru dan ter-update informasinya.
Namun, kelemahannya pada jaringan koneksi internet

emilik

website,

penonton

akan

filmmaker

dan

berkomunikasi

dengan bantuan komputer dengan


jaringan internet pula atau disebut

Computer-Mediated-Communication (CMC). Fulk &


Collins (dikutip dari Sisca 2015) menjelaskan bahwa
teori

Computer-Mediated-Communication

(CMC)

berbicara mengenai bagaimana dua atau lebih


manusia dapat saling berhubungan atau berinteraksi
dibantu menggunakan alat komputer pada program
aplikasi tertentu yang tersedia. Tentu saja terdapat
tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya. Rice &
Gattiker (dikutip dari Sisca 2015) menjelaskan bahwa
Computer-Mediated-Communication

(CMC)

membatasi tingkat interaksi yang dapat menyebabkan


penurunan aktivitas.

Berdasarkan pengamatan peneliti melalui


wawancara

dengan

independen

produksi film Indonesia surut, justru ada beberapa

masalah atau tantangan berkomunikasi melalui New

film yang dikategorikan sidestream atau film-film

Media ialah adanya feedback yang tertunda dalam

seni banyak berbicara di forum internasional. Oleh

proses

semua

karena itu, sudah selayaknya semangat Sinema

pengguna aktif terhubung dengan internet dan

Gerilya harus dimunculkan (Prakosa, dikutip dari

mengakses website tersebut. Selain itu adanya

Bindiar 2011).

komunikasi.

penggiat

film

film nasional. Seno melihat secara ekstrem bahwa

Dikarenakan

tidak

misunderstanding, seringkali terjadi dalam proses

Istilah film independen memang baru diakui

komunikasi melalui New Media karena interaksi

secara formal pertama kali di Indonesia pada tahun

dilakukan hanya melalui teks, sehingga intonasi dan

1999, diusung oleh Yayasan Komunitas Film

pemaknaan menjadi beragam atau berbeda-beda dari

Independen (KONFIDEN). Istilah ini pertama kali

setiap orang.

muncul di acara diskusi tentang film independen di


Indonesia yang diadakan di Jakarta. Seperti di catat

Eksistensi Film Independen di Indonesia dan di


Dunia

oleh Van Heeren (2002), pada 1999, KONFIDEN


mulai mengadakan serangkaian pemutaran film dan

rakosa (dikutip dari Bindiar 2011)

diskusi-diskusi di kota-kota seluruh Jawa. Sasaran

menjelaskan bahwa perkembangan

mereka adalah untuk mengenalkan konsep film

film independen telah terjadi dari

independen

tahun 70an yang memunculkan

Komunitas film di Indonesia sejak akhir 1990-an

gerakan Sinema Delapan, yaitu gerakan yang

menjadi tempat-tempat alternatif bagi produksi film

membuat film dengan menggunakan media 8 mm

dan pengembangan wacana film (Rahman, dikutip

untuk menantang tata cara pembuatan film di industri

dari Bindiar 2011).

kepada

publik

yang

lebih

luas.

film Indonesia yang saat itu mengalami booming

Pada tahun 1999 dan 2000, KONFIDEN

yang luar biasa (satu tahun rata-rata berjumlah 125

pernah mengadakan Festival Film dan Video

judul). Walaupun pada akhirnya gerakan ini hanya

Independen (FFVI) sebelum akhirnya berganti nama

dapat bertahan selama 1 tahun.

menjadi Festival Film Pendek KONFIDEN (FFPK).


Festival ini telah menjadi wadah bagi para pembuat

Selanjutnya pada tahun 80an muncullah

film independen dan pemula, euforia gerakan film

Forum Film Pendek (FFP). Forum ini cukup dapat

independen pada masa itu sejalan dengan kondisi

menciptakan isu nasional dan banyak melakukan

masyarakat yang baru saja mencicipi kebebasan era

pemutaran dan apresiasi film hingga ke Medan, Bali

reformasi. Festival ini pun secara tidak langsung

dan Lombok. Pada saat itulah dimulainya film-film

telah merangsang para pembuat film independen

pendek di Indonesia mengikuti berbagai festival di

yang mulai bermunculan di daerah-daerah. Namun,

luar negeri.

pada akhir 2010 festival itu harus terhenti, secara

Pada pertengahan 90an, muncullah gerakan

resmi penyelenggara menyatakan bahwa untuk tahun

Sinema Gerilya, sebuah istilah yang dilontarkan

itu tidak ada penyelenggaraan FFPK hingga dengan

oleh Seno Gumira Ajidarma, seorang sastrawan dan

batas waktu yang tidak ditentukan. Alasan dari

pemerhati film yang bereaksi atas surutnya produksi

penyelenggara adalah sulitnya untuk mengelola

beberapa pembuat film muda di luar negeri

festival film yang mandiri dan berkesinambungan

menggantungkan

dari tahun ke tahun.

festival-festival film di Negara mereka.

film

independennya

kepada

Kemunculan film Kuldesak (1998) dianggap


sebagai tonggak kemunculan film independen di
Indonesia. Film ini muncul atas kegelisahan para
sineas muda yang melihat produksi film yang terus
merosot

dari

tahun

1994,

serta

akses

untuk

memproduksi film betul-betul terkonsentrasi di


tangan para penguasa Negara, dan lembaga sensor
sedang di puncak kuasanya pula. Para produser film,
distributor, pengimpor film, juga pemilik bioskop
dikelompokkan ke dalam organisasi atau konsorsium
yang direstui pemerintah.
Jika di Indonesia, film independen bergerak
secara mandiri dengan dana yang seadanya sesuai
dengan kreativitas filmmaker dalam mencari funding,
kru yang belum tentu dibayar, lalu mendistribusikan
film secara door-to-door agar mendapatkan penonton
alih-alih mendapatkan pemasukan untuk produksi
selanjutnya. Berbeda halnya dengan film independen

Masuknya film independen sejajar dengan


film yang diproduksi oleh studio besar di luar negeri
semakin menambah sengitnya kompetisi untuk
mendapatkan layar film, maka dari itu menjadi tugas
besar bagi distributor untuk mendistribusikan filmnya
dengan baik (Francis & Kedric, 1997). Setidaknya
film-film independen tersebut telah memenangkan
penghargaan di festival film seperti Cannes dan
Sundance agar dapat menambah daya tarik penonton.
Contohnya film The Brothers McMullen dan
Welcome to the Dollhouse yang memenangkan
Sundance Grand Jury Prize pada tahun 1995 dan
1996 lalu masing-masing diberikan waktu untuk
mengembangkan penontonnya. Dalam hal ini mereka
dapat menentukan masa depan film dengan box office
dari pertama East Coast (salah satu program
pemutaran film di festival film Sundance) dibuka.

di kancah Internasional, seperti yang dijelaskan

Maka, patut digaris bawahi untuk di tengah

Francis & Kedric (1997) bahwa Technically, an

persaingan antara film independen dengan film

independent film is one developed and financed with

nasional di Indonesia maupun film independen

no involvement from the major studios, such as

dengan film garapan studio besar di dunia juga masih

Paramount, Disney, Universal or Warner Bros. But

bergantung pada festival film, tetapi keduanya

the fact is, many independent companies have

berjalan dengan tujuan serta porsinya masing-masing.

production, finance and distribution agreements with

In the world, theres something like 6.000 films

studios in place before filming ever begins.

produced per year. Part of the role of film festivals is

Dari penjelasan di atas, terlihat jelas apabila

to cull through many of these films and provide films

film independen di kancah Internasional diproduksi

the audience wouldnt typically get to see (Francis

oleh sebuah perusahaan independen yang sebelum

& Kedric, 1997).

melakukan produksi film mereka telah melakukan


perjanjian keuangan dan distribusi dengan studio.
Salah satu contoh perusahaan yang mendistribusikan
film-film independen yang dimiliki oleh studio besar
ialah Miramax dan New Line Cinema. Selain itu juga,

Strategi Komunikasi Pemasaran dalam

filmmaker film independen di Indonesia. Hal

Penyebaran Film Independen

ini dianggap lebih menguntungkan karena


dapat

omunikasi

pemasaran

(marketing

berusaha

penontonnya

secara

langsung. Networking dalam proses word of

communication) adalah sarana perusahaan


untuk

menjangkau

mouth (WOM) menjadi point penting, relasi

menginformasikan,

yang

membujuk, dan mengingatkan konsumen

kuat

sangat

membantu

dalam

penyebaran film independen.

secara langsung maupun tidak langsung tentang


produk

dan

merek

Komunikasi

Pada dasarnya berbagai strategi komunikasi

pemasaran mempresentasikan suara perusahaan

pemasaran digunakan secara mandiri oleh filmmaker

dan

independen

mereknya

yang

serta

dijual.

merupakan

sarana

untuk

di

Indonesia

untuk

mendapatkan

perusahaan dapat membuat dialog dan membangun

penonton bagi film mereka serta mendapatkan

hubungan

pengakuan atas film independen yang telah dibuat.

dengan

konsumen

(Shimp,

2003).

Berdasarkan riset yang dilakukan langsung oleh


peneliti selama berkegiatan di film independen
selama tahun 2013 hingga 2015, beberapa strategi
komunikasi

pemasaran

yang

digunakan

dalam

pemasaran film independen ialah sebagai berikut.


a.

Pemasaran Langsung biasanya dilakukan


produser

independen

atau

yang

filmmaker
berkumpul

film
saat

dilaksanakan festival atau mengikuti forum


komunitas film. Produser selaku distributor
film

langsung

menemui

komunitas-

komunitas yang fokus terhadap apresiasi

memasarkan

independen,

beberapa

sebuah

film

produser

juga

memilih untuk melakukan point of sale and


merchandising.

Produser

biasanya

bekerjasama dengan festival film, membuka


booth dan melakukan display product.
c.

because it has social consequence dan

harus

sampai

kepada

audiensnya,

di

sinilah

pentingnya distribusi film. Distribusi memastikan


mekanisme pasar berjalan, karena hanya lewat peran
distribusilah terjadi arus barang dan jasa, dengan
asumsi distribusi terjadi di sebuah pasar terbuka
(Sasono & Imanjaya, dikutip dari Primananda, 2015).
Pada

tatanan

perfilman

yang

ideal,

jumlah kopi, pangsa pasar, lokasi penayangan, waktu

Point of Sale and Merchandising


Dalam

pentingnya distribusi film, cinema matters

distributor memiliki kewenangan untuk menentukan

film dengan menawarkan filmnya.


b.

obato (2009, h.3) menjelaskan bahwa

untuk mencapai konsekuensi sosial tersebut, film

Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

oleh

Pengelolaan dan Distribusi Film

Word of Mouth (WOM)


Strategi komunikasi pemasaran yang satu ini
acap kali dilakukan oleh produser atau

rilis, hingga analisa kekuatan produk/filmnya. Pihak


distributor mengadakan kesepakatan lagi dengan
berbagai pihak di sisi hulu dan hilirnya untuk
menentukan mekanisme eksploitasi karya film,
sehingga hasilnya dapat menguntungkan semua
pihak. Distributor memiliki hak untuk mengelola
eksploitasi film dengan metode yang disepakati
(Primananda, 2015).
Distribusi

masih

menjadi

salah

satu

persoalan pelik pada perfilman Indonesia (Kurnia et

al, 2004, h.87). Lebih jauh dijelaskan bahwa

pertumbuhan pasar DVD mengalami penurunan yang

permasalahan

perfilman

tajam dan ditandai dengan konsumen kehilangan

Indonesia antara lain pemerintah yang kurang sadar

minat dalam mengumpulkan DVD. Oleh karena itu,

pentingnya

jalur

peluang bagi industri film dan televisi untuk

eksibitor/bioskop, hadirnya pembajakan VCD/DVD

menawarkan konten kepada internet dan pengguna

secara massal, pengaturan distribusi yang tidak

telepon genggam menjadi besar. Lebih jauh, ia juga

transparan, dan bioskop yang lebih banyak memutar

menjelaskan banyak hal ancaman utama terhadap

film impor.

pembuat film di dunia online bukanlah pembajakan,

di

bidang

bioskop,

distribusi

adanya

monopoli

melainkan
Begitu

pula

dengan

distribusi

film

independen yang menggunakan jalur distribusi secara

Kebanyakan

dari

ditayangkan

melalui

film

independen

bioskop,

film

tidaklah
mereka

ditayangkan di kelompok-kelompok film, pada


pertemuan serikat perdagangan, kepada partai-partai
politik dan pada sekolah (Pearson, 2001, h.331). Oleh
karena itu, peran produser dalam film independen
sangatlah kompleks karena tidak hanya memimpin
jalannya

produksi,

tetapi

juga

sudah

harus

mempertimbangkan masalah distribusi untuk filmfilm mereka.


Di

Tantangan

yang

sebenarnya adalah bagaimana mendapatkan konten


tersebut di pasarnya.

mandiri oleh pembuat film dan biasanya jauh dari


bantuan pihak investor/distributor (Bindiar, 2011).

ketidakjelasan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka


distribusi secara online sangat berpeluang untuk
menembus pasar film baik secara nasional ataupun
independen,

karena

terjadi

penurunan

minat

penggunaan DVD. Sedangkan, apabila kebanyak


orang berpendapat bahwa piracy atau pembajakan
menjadi penghalang utama pemasaran digital. Maka,
perlu diberikan pemahaman kembali bahwa sudah
banyak cara yang dapat dilakukan agar film tersebut
tetap aman dari ancaman piracy. The internet extends
the range of what we think of as filmmaking
(Sparrow, 2007, h.1). Peran seperti itulah yang

sinilah

peran

distributor

sangat

dibutuhkan bagi perfilman di Indonesia baik untuk


film nasional maupun film independen. Pihak yang
kemudian menanggung semua biaya penggandaan

sedang

dibangun

oleh

Kineria.com

untuk

memfasilitasi filmmaker independen di Indonesia


untuk menjangkaunya lewat distribusi film melalui
platform online.

kopi film, biaya promosi dan juga mengatur jadwal


rilis film serta mengambil resiko yang porsinya

Spasialisasi

cukup besar atas segala eksploitasi ini kerapkali


dilakukan perusahaan besar dan mapan seperti Indie
Story Incorporation di Korea Selatan. Lembaga yang
berdiri sejak 1998 melakukan distribusi secara
nirlaba untuk film independen terutama film pendek,
animasi pendek, dan film dokumenter baik skala
domestik maupun internasional (Indie Story, 2014).
Sparrow (2007, h.4) menjelaskan bahwa
terdapat hasil analisis bahwa pada tahun 2005

pasialisasi merupakan komponen kedua


dalam melihat praktik ekonomi politik
media menurut Vincent Mosco.

The
political
economy
of
communication
has
specifically
addressed spatialization chiefly in
terms of the institutional extension of
corporate
power
in
the
communication industry. This is
manifested in the sheer growth in the
size of media firms, measured by

assets, revenues, profit, employees,


and share value. Political economy
has specifially examined groth by
taking up different forms of corporate
concentration. (Mosco, 2009, h.175).

Tradisi Sosiokultural
endekatan

sosiokultural

terhadap

teori

spasialiasasi diperkenalkan oleh Hendri Lefebre

dengan arti proses mengelola (deadling with) jarak

dalam komunikasi (Littlejohn & Foss, 2009, h.65).

dan waktu dalam kehidupan sosial. Konsep ini

Lebih jauh dijelaskan bahwa tradisi ini memfokuskan

merujuk pada pertumbuhan ekspansi kapital yang

diri pada bentuk-bentuk interaksi antarmanusia

bertujuan untuk memaksimalkan fungsi transportasi

daripada karakteristik individu atau model mental.

dan komunikasi, mengurangi sebanyak mungkin

Interaksi merupakan proses dan tempat makna, peran,

waktu untuk memindahkan barang, orang, dan pesan

peraturan, serta nilai budaya yang dijalankan.

Berdasarkan pemaparan di atas, istilah

komunikasi menunjukkan cara pemahaman


kita terhadap makna, norma, peran dan
peraturan yang dijalankan secara interaktif

melintasi jarak seberapapun, sehingga membuat jarak


Para

tersebut tidak berarti.

peneliti

sosiokultural

cenderung

menganut ide bahwa realitas dibentuk oleh bahasa,


bahwa

sehingga apa pun yang ditemukan harus benar-

spasialisasi pada intinya merupakan usaha industri

benar dipengaruhi oleh bentuk-bentuk interaksi

dalam melakukan ekspansi pasar dan ekspansi profit.

prosedur penelitian (Littlejohn & Foss, 2009, h.66).

Lebih jauh dijelaskan sebuah perusahaan (konteks

Littlejohn & Foss (2009) menjelaskan bahwa tradisi

komunikasi misalnya media) tidak lagi mempunyai

sosiokultural memiliki beragam sudut pandang yang

tujuan dalam orientasi perluasan kepentingan publik.

berpengaruh, yaitu:

Rukmana

(2015)

menjelaskan

Namun, lebih kepada perluasan kepentingan pasar


atau profit. Perluasan yang dimungkinkan dilakukan

a.

Interaksi Simbolis (Symbolic Interactionism)


Paham interaksi simbolis berasal dari kajian

oleh sebuah industri tidak hanya berada dalam

sosiologi melalui penelitian Herbert Blumer

batasan yang harfiah, tetapi melakukan usahausaha

dan George Herbert Mead yang menekankan

baru dalam mendukung perluasan produk intinya,

pentingnya obersevasi partisipan dalam

misalnya pembuatan merchandise dari film tertentu

kajian komunikasi sebagai cara dalam

(Yuwono, 2009).

mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial.


Mosco (2009) menyebutkan bahwa terdapat

b.

Konstruktivisme

Sosial

(Social

dua macam integrasi yang dapat dilakukan oleh

Constructionism)

korporasi yaitu, integrasi vertikal dan integrasi

Paham konstruktivisme sosial biasa dikenal

horizontal.

ketika

dengan istilah the social construction of

penggabungan tersebut ditujukan pada sektor kerja

reality, sudut pandang ini telah melakukan

lain dalam satu rangkaian produksi komoditi. Seperti

penyelidikan

penyediaan tenaga kerja atau bahan-bahan mentah.

pengetahuan

Sedangkan

ketika

interaksi sosial. Identitas benda dihasilkan

penggabungan itu ditujukan pada korporasi yang lain

dari bagaimana kita berbicara tentang objek,

dengan level yang sama.

bahasa yang digunakan untuk menangkap

Disebut

integrasi

integrasi

horizontal

vertikal

adalah

tentang
manusia

bagaimana

dibentuk

melalui

konsep,

c.

d.

dan

cara-cara

kelompok

filmnya

dan

mengapa

(why)

filmmaker

mau

menyesuaikan diri pada pengalaman umum

berpindah ke jalur distribusi digital. Peneliti hanya

mereka.

memiliki

Sosiolinguistik

fenomena yang akan diteliti, karena fenomena ini

Hal terpenting dalam tradisi ini adalah

tergolong baru dan belum ada yang meneliti,

bahwa manusia menggunakan bahasa secara

sehingga

berbeda

independen di Indonesia yang melakukan distribusi

dalam

kelompok

budaya

dan

sedikit

belum

peluang

banyak

terlebih

dalam

pula

Kineria.com

mengontrol

filmmaker

juga

film

kelompok sosial yang berbeda.

digital,

merupakan

Etnografi

platform online yang baru dan masih melakukan

Etnografi melihat bentuk-bentuk komunikasi

penyesuaian.

yang diguakan dalam kelompok sosial


Penelitian ini menyelidiki fenomena yang

tertentu, kata-kata yang mereka gunakan,


dan

apa

maknanya

bagi

mereka,

sebagaimana makna-makna bagi keragaman

dari

independen

Etnometodologi
Etnometodologi erat hubungannya dengan
ahli sosiologi Harold Garfinkel, pendekatan
ini melihat bagaimana kita mengelola atau
menghubungkan perilaku dalam interaksi

filmmaker

sebagai

client

dari

Kineria.com guna memberikan evaluasi kepada


Kineria.com

perilaku, visual, dan respon suara.


e.

berasal

dalam
secara

memetakan
digital

di

distribusi

film

Indonesia.

Dari

pemaparan di atas, pendekatan yang dirasa paling


efektif untuk digunakan adalah studi kasus. Peneliti
menggunakan studi kasus dari Gerring karena kasus
dalam penelitian ini masih berlanjut atau belum
selesai, sehingga selama isu suatu kasus masih

sosial pada waktu tertentu.

berkembang, teori belum dapat digunakan dalam


studi kasus (Kusmarni, 2012).

Metode Penelitian

P
penelitian

enelitian
paradigma

ini

menggunakan
dengan

Digital Film Independen, (2) Kendala dan Solusi

jenis penelitian kualitatif. Moleong

serta Tantangan dalam Proses Distribusi Digital, dan

(2005, h.6) menjelaskan bahwa

(3)

kualitatif

konstruktivis

Fokus penelitian ini yaitu (1) Distribusi

adalah

penelitian

Motivasi

Filmmaker

Memasukkan

Film.

yang

Informan dalam penelitian dipilih dengan teknik

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

purposive sampling dengan kriteria yang telah

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

ditentukan

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

sumber data primer yang dikumpulkan melalui

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

analisis data yang digunakan adalah tahapan-tahapan

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

menurut Creswell (2013, h.247) yaitu (1) Mengatur

ilmiah. Pada penelitian ini jika ditinjau lebih lanjut

dan menyiapkan data untuk analisis, (2) Membaca

terdapat ciri utama yaitu, bagaimana (how) upaya

atau melihat semua data, (3) Mulai coding semua

Kineria untuk membantu filmmaker mendistribusikan

data,

(4)

sebelumnya.

Menggunakan

Peneliti

proses

menggunakan

coding

untuk

menghasilkan deskripsi pengaturan atau orang serta

sesama member, pertukaran pendapat untuk film

kategori atau tema untuk analisis, (5) Membantu

yang ditayangkan dan semuanya dilakukan melalui

bagaimana deskripsi dan tema akan terwakili dalam

fitur komentar yang tersedia.

narasi kualitatif, dan (6) Membuat interpretasi dalam

Sebagai sebuah karya yang disebarkan

penelitian kualitatif berdasarkan temuan atau hasil.

secara luas melalui platform online, maka diperlukan

Selain itu, penelitian ini menggunakan triangulasi

perlakuan

sumber dan triangulasi teori untuk menentukan

disalahgunakan. Misalnya, pemberian copyright atau

keabsahan data.

watermark sesuai aturan yang berlaku. Namun,

Hasil dan Pembahasan

Kineria tidak memberikan watermark pada film yang

khusus

agar

penyebarannya

tidak

ditayangkan, tidak juga mengunggah film dengan

S
sarana

atau

ebagai bagian dari kajian ilmu


komunikasi, penelitian ini ingin
melihat bagaimana New Media
memiliki peran penting sebagai

jalur

baru

yang

memfasilitasi

pendistribusian film khususnya film independen


melalui fitur-fiturnya agar film-film tersebut sampai
kepada penotonnya
terbatasnya

masing-masing. Selain itu,

referensi

mengenai

distribusi

penelitian ini berfokus untuk menjabarkan proses


distribusi digital secara deskriptif berdasarkan hasil
yang didapatkan di lapangan.

berperan sebagai channel dalam unsur komuniksi


menjadi fokus utama dalam distribusi digital.
McQuail (2000) mengelompokkan New Media ke
dalam empat kategori yaitu media komunikasi
bermain

interaktif,

media

pencarian informasi dan media partisipasi kolektif.


Dalam hal ini, website Kineria menempati tiga dari
empat kategori yang ada. Sebagai media komunikasi
interpersonal antara filmmaker dan operator yang
menamakan diri sebagai Customer Support Kineria,
media

pencarian

informasi

film yang tersedia. Namun, banyaknya ancaman


utama terhadap pembuat film di dunia online
bukanlah pembajakan,

untuk

film-film

independen yang berdurasi panjang atau pendek


dengan berbagai genre dan media partisipasi kolektif
yang ditandai dengan pertukaran informasi antar

melainkan ketidakjelasan

(Sparrow, 2007, h. 31). Oleh karena itu, Kineria pun


menjelaskan mengenai cara pengamanan film di
website mereka.
Melalui fitur live chat, setiap member dan
Kineria dapat menayakan apa saja yang ingin
ditanyakan terkait prosedur

menonton

ataupun

kesulitan-kesulitan yang terjadi saat mengakses


website

Website bagian dari New Media yang

media

menyediakan fitur unggah atau simpan untuk film-

film

terutama secara digital atau online menjadikan

interpersonal,

resolusi yang rendah melainkan dengan tidak

kepada

operator

Kineria.

Selain

itu,

filmmaker juga dapat merespon komentar yang


diberikan penonton untuk filmnya melalui kolom
komentar. Namun, respon tidak dapat diterima saat
itu juga karena filmmaker tidak setiap saat mengakses
website Kineria dan ada pula beberapa yang cukup
membaca saja komentar yang masuk tanpa ingin
memberikan feedback, sehingga menjadi hal yang
wajar jika komentar baik itu respon dari filmmaker
jarang ditemui.

Penonton
film online

Bagan : Alur Distribusi Digital Film Independen di Kineria


Sumber: Data Diolah Peneliti

Sistem

komunikasi

pemasaran

yang

Standar pemilihan film dalam proses kurasi

dilakukan Kineria yaitu melalui buzzer menggunakan

inilah yang belum mencerminkan inginnya Kineria

media sosial twitter yang aktivitasnya cukup aktif,

seperti apa, terlihat dari film-film yang tersedia di

Instagram yang aktivitasnya masih minim dan

website. Terlebih dengan penghargaan film yang

bekerjasama dengan media online sebagai partner

didapat melalui festival film juga belum menjadi

publikasi serta Kineria juga mengirimkan email

standar baku dari Kineria. Film-film yang ada cukup

kepada member-nya mengenai film-film terbaru.

beragam genre-nya, tetapi prestasi film tidak menjadi

Kineria mengakuisisi film dengan menjaring


filmmaker secara langsung maupun tidak langsung
misalnya melalui email agar memasukkan filmnya ke

kriteria khusus, sehingga memberikan kesan tidak


beraturan atau belum terlihat contextual reading
dalam memilih film sebagai konten website.
Selain itu, peneliti menemukan beberapa

Kineria. Setelah itu, film yang didapat dilakukan


kurasi film sesuai dengan standar kriteria yang telah
ditetapkan. Apabila film tersebut telah memenuhi
standar, maka dinyatakan layak untuk ditayangkan di
website. Namun, filmmaker juga dapat mendaftarkan
secara mandiri filmnya ke website Kineria dengan
cara

mengirimkan

film

dan

mengisi

legal

administration yang tersedia. Kemudian, dilakukan


kurasi film terlebih dahulu dan dinyatakan dapat
tayang di website apabila telah memenuhi standar
dari Kineria. Selanjutnya, barulah film akan sampai
ke penonton film online apabila telah dilakukan
pembelian terhadap film tersebut.

keluhan dari filmmaker terhadap Kineria diantaranya


mengenai laporan film yang dikirimkan melalui
email

tidak

beraturan,

sehingga

menyulitkan

filmmaker untuk melihat data penjualan film.


Adapula, filmmaker yang filmnya telah ditayangkan
selama kurang lebih 2 tahun dan beberapa kali
filmnya sempat menjadi trending topic, tetapi belum
mendapat kiriman uang yang telah dijanjikan sesuai
dengan

kesepakatan

sebelumnya.

Kemudian,

beberapa fitur di website Kineria sulit diakses seperti


informasi film terbaru yang link-nya disebarkan di
twitter ketika dikunjungi tidak dapat ditemukan
informasinya, melainkan ditampilkan informasi yang
lain. Desain website yang menurut filmmaker kurang

menarik juga mengurangi intensitas filmmaker dalam

belum mencapai angka 50 penonton. Adapula film

mengakses, walaupun hanya sekedar untuk melihat

Untold karya Ayu D. A yang tayang di Kineria

laporan penjualan film.

sekaligus juga dipublikasikan di Youtube pada tahun

Sparrow (2007, h.4) menjelaskan bahwa


terdapat hasil analisis bahwa pada tahun 2005

2013 dan saat ini telah mendapatkan lebih dari


57.000 penonton.

pertumbuhan pasar DVD mengalami penurunan yang

Tantangan terbesar dari distribusi digital

tajam dan ditandai dengan konsumen kehilangan

terutama di Indonesia ialah kembali pada pasar yang

minat dalam mengumpulkan DVD, sehingga peluang

belum tersedia. Bahkan, sistem sharing profit yang

bagi industri film dan televisi untuk menawarkan

telah diterapkan oleh Kineria pun menunjukkan hasil

konten kepada internet dan pengguna telepon

yang kurang efektif karena pendapatan berupa uang

genggam menjadi besar. Berdasarkan pemaparan

belum sebanding dengan biaya produksi film.

tersebut, maka distribusi secara online sangat

Namun, secara umum apa yang telah dilakukan

berpeluang untuk menembus pasar film baik secara

Kineria sedikit demi sedikit akan membangun pasar

nasional ataupun independen. Namun, permasalahan

penonton film independen, menjadi wadah yang

yang jelas dihadapi Kineria adalah tidak ada brand

memanfaatkan New Media untuk menampung karya-

untuk film pendek di masyarakat yang menjadikan

karya filmmaker, tentunya film berkualitas, tetapi

pasar bagi film independen masih belum tersedia.

mungkin belum mendapatkan banyak penonton

Ditambah lagi dengan daya beli penonton

karena terkendala ruang menonton. The internet

film independen di Indonesia pun masih lemah.

extends the range of what we think of as filmmaking

Maka, wajar saja apabila keuntungan yang didapat

(Sparrow, 2007, h.1).

oleh filmmaker belum mencapai angka yang lebih

Pada aspek spasialisasi, Kineria adalah

dari cukup. Selain itu, adanya website kompetitor dari

media yang menjadi kepanjangan PT. Asia Quattro

Kineria yaitu Viddsee yang menayangkan film-film

Net

pendek

telekomunikasi,

Asia

secara

gratis,

tidak

menutup

yang

berfokus
tentunya

sebagai
lebih

perusahaan
leluasa

untuk

kemungkinan akan membuat penonton memilih

mengelola website dalam strategi meluaskan bisnis

menonton melalui Viddsee untuk film yang sama-

telekomunikasi. Dengan melihat potensi film-film di

sama ditayangkan oleh kedua website, tetapi yang

Indonesia yang kekurangan media penayangan

satu gratis sedangkan yang satunya lagi berbayar

khususnya film independen yang lebih banyak hanya

seperti film Fitri (2014) karya Sidi Saleh.

dapat diakses melalui festival film, maka PT. Asia

Hal tersebut dibuktikan pula dengan temuan

Quattro Net mendirikan Kineria sebagai ruang

peneliti bahwa terdapat film yang ditayangkan di

distribusi dan eksibisi. Giddens (dikutip dari Mosco

Kineria, tetapi juga masih ditayangkan di Youtube.

2009) melihat perubahan karakteristik jarak dan

Seperti film Shelter karya Ismail Basbeth yang

waktu seiring dengan berkembangnya ekspansi

dipublikasikan pada tahun 2013 di Youtube dan

kapital dari sumber daya yang solid menjadi sumber

ditayangkan di website Kineria pada tahun yang sama

daya yang elastis.

dan mendapatkan viewers Youtube kurang lebih 3000

Dalam hal ini, Kineria mempersingkat jarak

penonton, sedangkan jumlah penotonnya di Kineria

dan waktu yang harus dikeluarkan orang-orang untuk

mengakses
memanfaatkan

film

independen

New

Media

dengan
sebagai

cara
media

film independen yang kurang populer ditengah


masyarakat.

Oleh

karena

itu,

filmmaker

film

penayangan, sehingga film independen dapat diakses

independen mencoba menyesuaikan diri berdasarkan

dengan mudah menggunakan gadget yang terhubung

pengalaman distribusi yang pernah mereka lewati

dengan

(2015)

yaitu dengan memasukkan film mereka melalui

intinya

berbagai jalur yang ada untuk mempertemukan film

jaringan

menjelaskan

bahwa

internet.

Rukmana

spasialisasi

pada

merupakan usaha industri dalam melakukan ekspansi

kepada penontonnya masing-masing.

pasar dan ekspansi profit. Ekspansi pasar ditandai

Kesimpulan

dengan konsumen PT. Asia Quattro Net yang tidak

hanya perusahaan provider melainkan juga penonton


film online yang jumlahnya meningkat setiap
tahunnya, sedangakan ekspansi profit didapat dari

ersoalan mengenai distribusi film,


khususnya
Indonesia

film

independen

dimanfaatkan

di

Kineria

untuk membuka jalur alternatif baru

sistem sharing profit yang ditetapkan oleh Kineria

pendistribusian film dengan memanfaatkan New

dan sistem sewa untuk film-film yang dibeli.

Media. Sejak Desember 2013, Kineria hadir sebagai

Proses distribusi yang melibatkan interaksi

pionir video-on-demand secara legal dan berbayar

antara filmmaker dengan penyedia jasa distribusi

dengan

dapat ditinjau dari sudut pandang konstruktivisme

mengapresiasi film independen dari berbagai genre.

sosial dalam tradisi sosiokultural. Littlejohn & Foss

Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada

(2009) menjelaskan bahwa paham konstruktivisme

rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah

sosial

ditentukan sebelumnya,

telah

melakukan

penyelidikan

tentang

bagaimana pengetahuan manusia dibentuk melalui


interaksi sosial. Berdasarkan penjelasan tersebut,

menawarkan

media

penayangan

yang

maka peneliti menarik

kesimpulan sebagai berikut.


a.

Distribusi digital yang dilakukan Kineria

filmmaker sebagai pembuat konten mendapatkan

yaitu mengakuisisi film dengan menjaring

pengetahuan mengenai distribusi digital melalui

filmmaker secara langsung maupun tidak

interaksi yang dilakukan secara langsung maupun

langsung

tidak langsung oleh Kineria.

memasukkan

seperti

melalui

filmnya

email

ke

untuk

Kineria

dan

Kemudian identitas filmmaker dibentuk

melakukan kurasi film terlebih dahulu

melalui kebiasaan penggiat film pendek untuk tidak

sebelum ditayangkan di website. Apabila

langsung memberikan karya mereka baik untuk

film

keperluan distribusi, sebelum mereka memiliki

dinyatakan

kedekatan terlebih dahulu.

mental

Namun, filmmaker juga dapat mendaftarkan

penonton film di Indonesia yang gratisan juga

secara mandiri filmnya ke website Kineria,

merupakan budaya yang dihasilkan sebagai realitas

tetapi

sosial. Apabila film nasional yang tayang di bioskop

Selanjutnya, barulah film akan sampai ke

saja belum dapat survive untuk mendapatkan

penonton film online apabila telah dilakukan

penontonnya hingga menghasilkan keuntungan untuk

pembelian terhadap film tersebut..

Selain itu,

mengembalikan biaya produksi, bagaimana dengan

telah

tetap

memenuhi
layak

standar,

untuk

melalui

maka

ditayangkan.

proses

kurasi.

b.

Adanya feedback yang tertunda menjadi

a.

salah satu kendala berkomunikasi melalui

distribusi digital satu-satunya yang berbasis

New Media yang dialami antara Customer

di Indonesia

Support (CS) Kineria dengan filmmaker,

pemahaman

Customer Support (CS) Kineria dengan

bentuk

member,

distribusi digital, apa saja kelebihan dan

dan

filmmaker

dengan

penontonnya. Standar pemilihan film dalam


proses kurasi masih belum menggambarkan

perlu
kepada

edukasi

untuk

memberikan

filmmaker

mengenai

sebagai

bagaimana

kelemahannya.
b.

Kineria perlu menata kembali film-film

secara contextual reading seperti apa pola

yang telah didapatkan dengan memperketat

pemilihan film di Kineria. Kendala yang

proses kurasi, menjadikan penghargaan film

dialami filmmaker kepada Kineria antara

sebagai pertimbangan dari standar pemilihan

lain yaitu, laporan film yang dikirimkan

film, dan melihat bagaimana kekaryaan

melalui email tidak beraturan, profit berupa

filmmaker melalui track record-nya sebagai

uang

bentuk pertanggungjawaban karyanya.

yang

belum

dikirimkan

kepada

filmmaker dan beberapa fitur di website

c.

Kineria yang bertindak sebagai pelaku

c.

Manajemen

dalam pengelolaan

Kineria

yang sulit diakses. Tantangan yang dihadapi

perlu kembali diperhatikan.

Kineria dalam distribusi digital adalah tidak

Sedangkan bagi para peneliti lain dapat

adanya brand untuk film pendek yang

meneruskan penelitian ini dengan mengkaji distribusi

menjadikan pasar bagi film independen

digital film independen dari sisi ekonomi politik

belum tersedia, ditambah lagi dengan daya

media, khususnya pada bagian komodifikasi dan

beli penonton film independen di Indonesia

strukturasi sehingga harapannya akan ditemukan pola

pun masih lemah. Ditambah dengan adanya

pemetaan distribusi digital yang ideal yang dapat

website

digunakan untuk film independen ataupun film

kompetitor

dari

Kineria

yaitu

Viddsee dan Youtube.

nasional.

Distribusi film yang sedang dijalankan oleh

Daftar Pustaka

Kineria

sedikit

membangun

demi

pasar

sedikit

akan

Buku:

penonton

film

Bagdikian, B. (2004). The New Media Monopoly.


Boston: Beacon Press.

independen serta membantu menyelesaikan


permasalahan distribusi film independen
yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu,
dukungan dari filmmaker ataupun komunitas
film untuk menghasilkan lebih banyak lagi
karya yang berkualitas sangatlah diperlukan.
Peneliti juga memberikan saran yang ditujukan
kepada Kineria sebagai objek dari penelitian ini
yaitu:

Creeber, G & Martin, R. (2009). Digital Cultures


Understanding New Media. England:
McGraw Hill.
Creswell, J. W. (2013). Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. London. Sage
Publication.
Gerring, J. (2007). Case Study Research Principles
And Practices. United States of America:
Cambridge University Press.

Krishna, S. (1994). Indonesian Cinema: Framing The


New Order. London: Zed Books.

Situation And Conditions Trade Journals.


(97-38234), 48.

Littlejohn, S. W & Foss, K. A. (2009). Teori


Komunikasi
(theories
of
human
communication) (9th ed.). Jakarta: Salemba
Humanika.

Kurnia, N. (2006). Lambannya Pertumbuhan Industri


Perfilman. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik ISSN 1410-4946. 9 (3) 291.

Lobato, R. (2009). Subcinema: Mapping Informal


Film Distribution, PhD Diss. Melbourne:
University of Melbourne.
McQuail, D. (2000). McQuails Communication
Theory (4th Edition). London: Sage
Publications.
Moleong, J. L. (2005). Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mosco, V. (2009). The Political Economy of
Communication (Second Edition). London:
Sage Publication.

Kurnia, N., Irawanto, B., Rahayu. (2004). Menguak


Peta
Perfilman
Indonesia.
Jakarta:
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI,
Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM
dan Fakultas Film dan Televisi Institut
Kesenian Jakarta.
Kusmarni, Y. (2012). Studi Kasus (John W.
Creswell). Jurnal Edu UGM Press. Diakses
dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PE
ND._SEJARAH/196601131990012YANI_KUSMARNI/Laporan_Studi_Kasus.
pdf.

Payne, M. (1996). A Dictionary Cultural and


Critical Theory. UK: Blackwell Publisher.

Setiawan, R. (2013). Kekuatan New Media dalam


Membentuk Budaya Populer di Indonesia.
eJournal Ilmu Komunikasi. 1 (2), 355.

Pearson, R. E. (2001). Critical Dictionary of Film


and Television Theory. London: Routledge.

Skripsi & Tesis:

Sasono, E. & Imanjaya. (2011). Menjegal Perfilman


Indonesia, Pemetaan Ekonomi Politik
Industri Film Indonesia. Jakarta: Rumah
Film Indonesia dan Yayasan TIFA.
Shimp, T. A. (2003). Periklanan Promosi & Aspek
Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu
Jilid I (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.
Sparrow, A. (2007). Film and Television Distribution
and the Internet: A Legal Guide for the
Media Industry. England: Gower Publishing
Lmt.
Jurnal:
Basbeth, I. (2011). Kiprah Fourcolours Films dalam
Gerakan Film Independen di Yogyakarta.
Jurnal Komunikator. 3 (2), 192.
Financial Express, (2012, Maret 15). Indian Film
Makers Bank On Digital Distribution To
Generate Revenue. New Delhi: Athena
Information Solutions Pvt. Ltd. Diakses dari
http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.i
d/docview/927971661?accountid=13771
Francis & Kedric. (1997). Independent Films.
Business
And
EconomicsEconomic

Bindiar, S. A. (2011). Distribusi Film Independent


Melalui Jalur Distribusi Mainstream.
(Skripsi, Universitas Padjajaran).
Primananda, E. P. (2015). Distribusi Film
Independen Di Yogyakarta. (Skripsi,
Universitas Gadjah Mada). Diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?m
od=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail
&act=view&typ=html&buku_id=82097&ob
yek_id=4.
Putri, F. A. (2014) Opini Siswa Terhadap Tindakan
Cyberbully Di Media Sosial. (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara).
Rukmana, N. N. (2015). Ekonomi Politik Media
Cetak Di Kalimantan Selatan (Studi Kasus
Strukturasi dan Spasialisasi Dalam Surat
Kabar Harian Banjarmasin Post dan
Kalimantan Post). (Tesis, Universitas
Gadjah
Mada).
Diakses
dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?m
od=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail
&act=view&typ=html&buku_id=89174&ob
yek_id=4.
Yuwono, A, I. (2009). Eksistensi Bioskop Lokal di
Indonesia (Studi Kasus Tentang Eksistensi

Bioskop Lokal NV.PERFEBI di Yogyakarta


dan Wonosobo Dalam Perspektif Ekonomi
Politik Komunikasi). (Tesis, Universitas
Gadjah
Mada).
Diakses
dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?m
od=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail
&act=view&typ=html&buku_id=44527&ob
yek_id=4.
Web:
Heru. (2015). Film The Interview Dipasarkan Apple
Di Itunes. Diakses pada 6 Agustus 2015,
dari http://caraka-online.com/?p=5640.
Indie Story. (2014). Diakses pada 2 Januari 2014, dari
http://indiestory.com/English/html/indie_Ba
ckground.
Reino, S. (2013). Film-Film Indonesia Kini Bisa
Diunduh di iTunes. Diakses pada 6 Agustus
2015,
dari
http://www.muvila.com/film/artikel/filmfilm-indonesia-kini-bisa-diunduh-di-itunes131021q-page2.html.
Sisca, A. (2015). Dampak Sosial Media Dalam Teori
Computer
Mediated
Communication.
Diakses pada 7 Oktober 2015, dari
http://komunikasi.us/index.php/course/2735dampak-sosial-media-dalam-teori-computermediated-communication.
Taurisia, M. (2013). Box Office Vs Festival. Diakses
pada
17
Mei
2014,
dari
http://filmindonesia.or.id/article/box-officevs-film-festival#.VcRbwJ5Vikp.
Voice of America. (2015) Diakses pada 6 Agustus
2015,
dari
http://www.voaindonesia.com/content/holly
wood-jajaki-distribusi-digital-setelahsuksesnya-the-interview/2579165.html.
http://asiaquatro.net
www.filmindonesia.or.id
www.kineria.com
www.slideshare.net/internetsehat/profil-penggunainternet-indonesia-2014-riset-oleh-apjii-danpuskakom-ui diakses tanggal 14 Juli 2015.

You might also like