You are on page 1of 6

Keluarga yang Sedang Mengasuh anak

Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan, biasanay orang tua
tergetar hatinya dengan kelahiran anak pertama mereka, tapi agak takut juga. Keuatiran
terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut
mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir
ketika seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggal di rumah sakit
untuk beberap waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran
mengasyikkan yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya
sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orang tua baru. Kurangnya bantuan dari
keluarga dan teman-teman, nasehat yang menimbulkan konflik dari keluarga, teman-
teman dan para professional perawatan kesehatan yang bersifat membantu. Dan sering
terbangun tengah malam oleh bayi, yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih
secara psikologis dan fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah
tangga dan barangkali juga bekerja. Selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu
menderita sakit atau mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau section
Caesar.

Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap


anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam
kelompok ikatan-ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga
berubah. Setiap anggota keluarga memangku peran yang baru dan memulai hubungan
baru. Selai seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek-
nenek pun lahir. Istri sekarang harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup
dan juga sebagai ayah begitupun sebaliknya. Dan dalam keluarga yang memiliki anak
sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti bagi saudaranya sama
seperti pada pasangan saat menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk menyesuaikan
diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama dengan
suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa seorang nyonya yang ia cintai dan ia
terima sama derajatnya (Williams dan Leanman, 1973). Ini merupakan saat
perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.

Oleh sebab itu, meskipun keududukan sebagai orang tua menggambarkan tujuan yang
teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai
sebuah perubahan hidup yang sangat sulit. Penyeusaian diri terahadap perkawinan
biasanya tidak sesulit penyesuaian menjadi orang tua. Meskipun bagi kebanyakan orang
tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan. Kedatangan bayi memerlukan
perubahan peran yang mendadak. Dua factor penting yang menambah kesukaran dalam
menerima peran orang tua adalah bahwa kebanyakan orang tua sekarang tidak disiapkan
untuk menjadi orang tua dan banyak sekali mitos berbahaya dan tidak realistis yang
meromantiskan pengasuhan anak di dalam masyarakat (Fulcomer, 1997). Menjadi orang
tua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam
trnasisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan hubungan orang tua dan bayi
secara merugikan.

Perubahan-perubahan social yang dramatis dalam masyarakat juga memiliki pengaruh


yang kuat pada orang tua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah dan
memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan, penggunaan alat
kontrasepsi dan aborsi menjadi lazim. Dan semakin meningkatnya biaya perawatan dan
memiliki anak meningkatkan factor-faktor yang menyulitkan tahap awal siklus kehidupan
pengasuhan anak (Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983)

 Masa Transisi Menjadi Orang Tua


kelahiran anak pertama merupakan pengalam keluarga yang sangat penting dan sering
merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsistens pada
penelitian keluarga selam tahap siklus kehidupan keluarga ini (clark, 1966;hobbs dan
Cole, 1976;LeMaster, 1957).

Untuk mengetahui bagaiman anak yang baru lahir mempengaruhi keluarga, LeMaster
(1957), dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak
pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas menengah di kota (berusia 25
hingga 35 tahun) dan memperkirakan sejauh mana mereka dalam keadaan krisis.
Menemukan bahawa 17 persen pasangan tidak mengalami masalah atau hanya masalah-
masalah sedang, tetapi sisanya mengalami masalah berat atau luar biasa. Masalah-
masalah yang paling lazim dilaporkan adalah:

1. Suami merasa diabaikan (ini paling sering di sebutkan oleh suami)


2. Terdapat peningkatan perselisihan dan argument antara suami dan istri
3. Interupsi menjadi awal yang kontinu ("begitu lelah sepanjang waktu", merupakan
komentar yang khas)
4. Kehidupan seksual dan social terganggu dan menurun.

Akan tetapi, studi-studi belakangan ini (hobbs dan cole, 1976), tidak menemukan
pasangan yang melaporkan krisis keluarga. Sebanyak yang di laporkan oleh LeMaster.
Studi-studi tentang keluarga dalam krisis menyatakan bahwa keluarga-keluarga
mempunyai pikiran yang salah dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran
anak pertam dan kepuasan perkawinan menurun secara tajam dengan kelahiran seorang
anak pertama (Miller dan Sollie, 1980).

Clark (1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga. Setelah kelahiran bayi baru
mengatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menjadi orang tua dan kebutuhan yang
penting setelah pelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan
di klinik.

Sebuah studi penting lain menyangkut transisi pasangan menjadi orang tua dilakukan
oleh La Rossa dan La Rossa (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses
transisis seperti yang dijelaskan baik model konflik, di mana terbatasnya waktu luang,
legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah persalinan menyebabkan konflik antara
kedua orang tua.

Miller dan Myers-Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap orang
tua, meringkas stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi dalam
penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya kebebasan pribadi
karean tanggung jawab mengasuh anak. Selain itu, diidentifikasi juga kurangnya waktu
dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih baik banyak tekanan perkawinan
dilaporkan pada pasangan yan gsulit memiliki anak atau pasangan yang memiliki anak
dengan masalah kesehatan atau cacat.

 Tugas-tugas perkembangan keluarga.


Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas perkembangan yang
penting. Suami, isteri dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru, sementara unit
keluarga ini memperluas fungsi dan tanggung jawab. Ini meliputi penggabungan tugas
perkembangan yang terus-menerus dari setiap anggota keluarga dan keluarga secara
keseluruhan (Duvall, 1977).

Kelahiran seoarang anak membuat perubahan-perubahan yang radikal, dlaam oarganisasi


keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami isitri harus dibedakan untuk memenuhi tuntutan-
tuntutan baru perawatan dan pengasuhan. Sementara pemenuhan tanggung jawab ini
bervariasi menurut posisi social budaya suami istri, sebuah pola yang umumnya adalah
orang tua agar menerima peran-peran tradisional atau pembagian tanggung jawab (La
Rossa dan La Rossa, 1981).

Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali dalam
tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan dengan menjadi kakek-nenek
dan hubungan antara orang tua dan kakek-nenek. (Bradt, 1988).

Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja degan keluarga yang
mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai peran orang tua bagaimana kedua orang
tua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya dan bagaimana respon bayi bersebut.
Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974), Rubbin (1967) dan yang lainnya menguji
dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal setelah melahirkan, hubungan positif
antara orang tua-anak pada hubungan hubungan orang tua anak di masa mendatang.
Sikap orang tua tentag mereka sendiri sebagai orang tua, sikap mereka terhadap bayi
mereka, karakteristik komunikasi orang tua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah
bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggung jawab orang tua yang baru
biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu dari pada ayah. Anak merupakan realita pada
calon ibu dari pada ayah. Yang biasanay mulai merasa seperti ayah saat kelahiran, tapi
kadang-kadang jauh lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah sering kalitetap netral
pada awalnya sementara wanita secar cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga
yang baru.

Kebiasaan di mana kebanyakan ayah secara tradisional tidak dapat diikutsertakan dalam
proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran yang
penting dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan yang lebih besardalam perawatan
bayi di kalangan kelas menengah (Hanson dan Bozzett,1985)
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orang tua merka dalam
berespons terhadap tuntutan-tuntuan yang berubah tersu menerus dan tugas-tugas
perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh keluarga secara keseluruhan dan
mereka sendiri. Menurut Friedman (1957), orang tua melewati lima tahap perkembangan
meliputi fase kehidupan keluarga, pertama, selama masa bayi, orang tua mempelajari arti
dari isyarat-isyarat yang diekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan keperluan-
keperluannya. Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orang tua akan mengalami tahap
yang sama ini. Sehingga mereka menyesuaikan dengan setiap siayarat-isyarat unik bayi.

Tahap kedua dari perkembangan orang tua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan
dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain, khusunya orang tuan
yang baru memiliki anak pertama membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orang tua
harus memahami tugas-tugas yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan
keselaman, keternatasan dan latihan buang air (toilet treining). Mereka perlu mamahami
konsep kesiapan perkembangan, konsep tentang "saat yang tepat untuk mengajar
mereka". Pada saat yang sama orang tua juga perlu bimbingan dalam memenuhi tugas
yang harus mereka kuasai selama tahap ini.

Pada pola komuniksi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya anak, dimana
pasangan perubahan satu sama lain baik suami-istri maupun sebagai orang tua. Pola
trasnsaksi ssuami istri telah berubah secara drastic. Feldman (1961) mengamati bahwa
orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit dan kualitas interaksi perkawinan
yang menurun. Beberapa orang tua merasa kewalahan dengan bertambahnya tanggung
jawab, khusunya mereka yang suami atau istri sama-sama bekerja secara penuh.

Pembentukan kembali pola-pola komnikasi yang memuaskan termasuk masalah dan


perasan pribadi, perkawinan dan orang tua adalah sangat penting. Pasangan harus terus
memenuhi kebutuahan-kebutuhan psikologis maupun seksual dan juga berbagi dan
berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggung jawab sebagai orang tua.

Hubungan seksual suami istri umunya menurun selama kehamilan dan selama 6 minggu
massa post partum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari paktor-paktor seperti ibu tenggelam dalam peran barunya, keletihan,
perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia tersingkir
oleh bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membuka tiga serangkai. Orang
tua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikai dari bayinya.
Misalnya, tangisan bayi harus dibedakan dalam ekspresi keridak nyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit atau letih, dan bayi mulai memberikan respor terhadap
rangkulan, timangan dan berbicara, yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orang
tua.

Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan seteelah


postpartum 6 minggu. Orang tua kemudian harus didorong secara terbuka untuk
mendiskusikan jarak lahir dan perencanaan. Mengingat meningkatnya tuntutan kekuarga
dan pribadi yang dibawakan oleh bayi, orang tua harus menyadari bahwa kehamilan
dalam jarak rapat dan sering dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara, bayi dan
unik keluarga.

Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan
dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mendukung dan membantu orang tua
baru ini, ketegangan bias muncul. Misalnya kakek-nenek dapat memberikan pertolongan
yang besar bagi orang tua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan
nilai-nilai dan harapan-harapn yang ada antara genarasi tersebut.

Meskipun pentingnya memiliki jaringan social tau system pendukung social untuk
mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda
perlu mengetahui bahwa kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus
menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri kepada
sumber-sumber dan kekuatan mereka sendiri (Duvall,1977).

Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral
keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan
kekuatan dan tenaga "bagi" bayi dan satu sama lainnya. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-
tekanan yang bertentangan. Seperti antara royalitas ibu terhadap bayi dan terhadap suami,
merupakan persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi
sumber sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan ini.

 Masalah-masalah Kesehatan
Masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat pada
keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga
berencana, interkasi keluarga, dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya
hidup)

Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah
inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang
bekerja. Hubungan anak-orang tua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk
penyalahgunaan dan kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang
tua

You might also like