You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada sakus lakrimalis atau saluran air mata ( duktus
lakrimalis). Infeksi ini menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan pada sudut kelopak
mata bawah, serta terjadinya pengeluaran air mata berlebihan (epifora). Penyakit ini sering
ditemukan pada anak-anak atau wanita dewasa diatas 40 tahun, biasanya diawali dari obstruksi
duktus nasolakrimalis, pada anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal,
sedangkan pada dewasa akibat tertekan salurannya.1
Sistem ekskresi lakrimal mudah terinfeksi dan terjadi inflamasi karena berbagai sebab.
lapisan

membran mukoa traktus lakrimal yang berbatasan dengan dua lapisan mukosa

(konjungtiva dan mukosa nasal) dalam keadaan normal terdapat koloni bakteri. Fungsi dari
sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari mata kedalam rongga hidung.
Penyumbatan air mata secara patologis menyebabkan tertutupnya sistem ekskresi lakrimal yang
dapat menyebabkan dakriosistitis. 2
Dakriosistitis disertai dengan pireksia dan eritematosa yang berat di sekitar nasal bawah
sudut mata. Dakriosistitis dapat berkembang menjadi pre-septal selulitis dan abses orbital.
Pembentukan Abses orbital dapat menjadi indikasi utama untuk dilakukan drainase darurat. 2
Dakriosistitis yang didapat dapat terjadi akut maupun kronik.. Dakriosititis akut
menimbulkan gejala nyeri, kemerahan pada area sakus lakrimal. Gejala epifora merupakan ciri
khas adanya inflamasi kronik atau infeksi pada sakus lakrimal. Inflamasi sakus lakrimalis yang
khusus adalah dakriosistitis kongenital, patofisiologinya sangat berhubungan dengan proses
embriogenesis dari sistem ekskretori lakrimal. 3
Dakriosistitis lebih sering terjadi pada sebelah kiri dari pada sebelah kanan. Hal ini
disebabkan sudut duktus nasolakrimal dan fossa lakrimal pada bagian kanan biasanya lebih lebar
dibanding sebelah kiri. 1
Pada tahun 1883, Nieden mencatat insiden dakriosistitis herediter di AS sebanyak 9 %.
Insiden dakriosistitis lebih tinggi terjadi pada orang dengan tipe brachycepahalic dibanding tipe
dolichochephalic atau mesocephalic. Kepala dengan tipe brachychephalic memiliki saluran
nasolakrimal yang sempit dan panjang, dan fossa lacrimal yang sempit. 2

TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan referat ini diperuntukan untuk melengkapi tugas akhir pada bagian ilmu
penyakit mata RS KEPOLISIAN PUSAT R.S SUKANTO. Diharapkan selain untuk melengkapi
tugas akhir juga bias bermanfaat untuk semua dokter muda yang membutuhkan informasi
tentang Dakriosistitis.

BAB II
ISI
DAKRIOSISTITIS
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Biasanya peradangan ini dimulai
oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi ini pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membrane nasolakrimal sedang pada orang dewasa akibat tertekan salurannya,
misalnya akibat adanya polip hidung. 4

sumber : http//www.emedicine.com

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1883, Nieden mencatat insiden dakriosistitis herediter di Amerika Serikat
sebanyak 9 %. Penelitian ini paling tinggi dibanding penelitian lainnya. Insiden dakriosistitis
lebih tinggi terjadi pada orang dengan tipe brachycepahalic ( pendek dan lebar ) dibanding tipe
dolichochephalic atau mesocephalic. Kepala dengan tipe brachychephalic memiliki diameter
saluran nasolakrimal yang sempit dan panjang, dan fossa lacrimal yang sempit. Individu yang
memiliki hidung yang datar dan wajah sempit memiliki resiko lebih besar untuk mengalami
dakriosistitis, asumsinya karena sempitnya lubang saluran osseous nasolakrimalis. 5
Dakriosistitis terdapat tiga bentuk yaitu : akut, kronik dan kongenital. 2

Dakriosititits akut dapat menyebabkan morbiditas yang berat namun jarang menimbulkan
kematian. Tingkat morbiditas tergantung adanya abses sakus lakrimalis dan meluasnya
infeksi. 2

Dakriosistitis kronik tingkat morbiditasnya dipengaruhi adanya penyakit sistemik lain.


Morbiditas utamanya berhubungan dengan keluhan air mata yang berlebihan, sekret
bernanah, dan konjungtivitis. 2

Dakriosistitis kongenital adalah penyakit sangat penting karena tingginya morbiditas dan
mortalitas. Jika tidak di terapi dengan cepat dan tepat, neonatus dapat mengalami selulitis
orbital, abses cerebri, meningitis, sepsis dan kematian. Dakriosistitis kongenital berhubungan
dengan terjadinya amniotokele, pada beberapa kasus yang berat dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi saluran nafas. Dakriosistitis kongenital yang terjadi pada usia yang lebih
dewasa lebih sulit untuk terdiagnosa lebih awal dan menimbulkan keluhan keluarnya air
mata, sekret bernanah, ambliopia dan gangguan perkembangan. 2

Ras kulit hitam jarang mengalami dakriosistitis developmental karena ostium nasolakrimal lebih
lebar. Dan biasanya saluran lakrimal lebih pendek dan lurus pada ras kulit hitam daripada kulit
putih. 2
Pada usia dewasa, wanita lebih sering mengalami dakriosistitis, beberapa penelitian
menunjukkan 70-83% terjadi pada perempuan. Dakriosisititis kongenital tingkat kejadiannya
seimbang antara laki-laki dan perempuan. 2
Infeksi dan peradangan pada sakus lakrimal sering terjadi pada dua kategori usia yaitu
pada bayi dan dewasa lebih dari 40 tahun. Dakriosistitis akut pada bayi jarang terjadi yaitu
kurang dari 1%. Dakriosistitis akuisita adalah penyakit yang sering terjadi pada perempuan usia
lebih dari 40 tahun dan tingkat kejadiannya paling tinggi pada usia 60-70 tahun. 2
TINJAUAN ANATOMI
Sistem ekskresi nasolakrimal mengalirkan air mata dari mata ke kavum nasi. Sistem ini
terdiri dari pungtum lakrimalis, kanalikuli, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. 6

sumber : http//www.emedicine.com

Embriologi 6
Pada usia gestasi 32 hari, tonjolan tulang maksilaris dan frontonasal dibentuk, dan seiring
dengan berkembangnya tulang tersebut terbentuk sebuah celah diantara kedua tulang tersebut .

sumber : http//www.emedicine.com

Lapisan ektoderm yang melapisi saluran tersebut akan terperangkap dan terpisah dari
lapisan ektoderm yang selanjutnya berkembang menjadi lapisan epitelium. Selanjutnya lapisan
epitelium tersebut berkembang kearah atas dan bawah dari garis pelupuk mata, terutama
membentuk kanaliculi. Lapisan epitel tersebut menyatu untuk membentuk sistem nasolakrimalis.

sumber : http//www.emedicine.com

Kanalisasi yang dibentuk oleh lapisan epitel tersebut terjadi secara simultans dengan
bertambahnya panjang saluran tersebut,yang dimulai sejak usia gestasi 4 bulan. Sebuah membran
yang berasal dari sisa epitel kanalikuli membatasi pungtum dari konjungtiva, dan sebuah
membran yang berasal dari lapisan epitel di muara duktus nasolakrimal membatasi muara duktus
nasolakrimalis dengan kavum nasi ( yang disebut membran hasner).

Membran pungtum

membuka pada saat bayi lahir. Tetapi membran hasner sering imperforate pada 70% bayi.
5

Biasanya akan membuka pada bulan pertama tapi terkadang lebih lama, dan menyebabkan
epipora dan sekret mukopurulent.
Pertumbuhan yang cepat dari tulang maxillaries dibanding dengan

tulang frontal

menyebabkan tertariknya kanalikuli inferior yang selanjutnya posisi pungtum inferior lebih
lateral dibanding pungtum superior. Awalnya lapisan epitel dibagian area sakus lakrimal
menebal, dan kanalisasi di area ini lebih lebar.
Pungtum lakrimal 6
Diameter pungtum 0,3 mm, lokasinya terletak di medial sudut mata atas dan bawah.
Masing-masing pungtum memiliki ujung yang menonjol yang disebut papilla lakrimalis. Papilla
tersebut

mengandung pembuluh darah yang sedikit, dapat terlihat disekelilingnya terdapat

jaringan yang memberi gambaran pucat, terutama jika menarik kelopak kearah lateral. Hal ini
dapat membantu menentukan lokasi stenosis pungtum.
Pungtum langsung membelakangi bola mata, oleh karena itu, pungtum tidak selalu
terlihat kecuali kelopak mata di balik. Pungtum yang ektropion mungkin menimbulkan gangguan
drainase air mata dan selanjutnya menimbulkan epipora . pungtum inferior kira-kira terletak 0.5
mm sebelah lateral dari pungtum superior, dan jarak masing masing ke kantus medial kira-kira
6.5 mm dan 6.0 mm. cairan air mata dari area kantus medial masuk ke pungtum yang
selanjutnya masuk ke kanalikuli lakrimal.
Kanalikuli lakrimalis 6
Kanalikuli memiliki 2 segmen, yaitu segmen vertical dengan panjang 2 mm dan segmen
horizontal yang berukuran panjang 8 mm. sudut antara segmen vertical dan horizontal kira-kira
90 derajat, dan kanalikuli yang berbatasan berdilatasi membentuk ampulla. Pada kebanyakan
orang, bagian horizontal kanalikuli berubah menjadi bentuk

kanalikuli utama. Kanalikuli

menembus fasia lakrimalis sebelum memasuki sakus lakrimalis. Pada pintu masuk ke sakus
lakrimal ini kanalikuli utama dapat melebar membentuk sinus maier.

sumber : http//www.emedicine.com

Kanalikuli dilapisi oleh epitel squamosa bertingkat non-keratin dan dibungkus oleh
jaringan elastis, yang memungkinkan berdilatasi 2 sampai 3 kali normal diameter. Pintu masuk
kanalikuli utama ke sakus lakrimal dari obliq membentuk katup rosenmuller, yang berfungsi
mencegah reflux retrograde cairan dari sakus lakrimal ke kanalikuli. Walaupun begitu, sudut
posterior dari atas dan bawah kanalikuli dan juga sudut anterior kanalikuli utama juga dapat
mencegah reflux pada canaliculi-sac junction. Pada keadaan katup rossenmuller yang tidak
kompeten menunjukan gejala klinis keluarnya udara dari pungtum lakrimal saat menutup sambil
meniupkan udara pada hidung.
Sakus lakrimalis 6
Sakus lakrimal terdapat pada fossa lakrimal, yang bagian anterior dibatasi oleh prosesus
os frontalis dan os maxillaries ( puncak lakrimal anterior) dan bagian posterior oleh os lakrimalis
(posterior puncak lakrimal). Perbedaan bentuk dan ukuran os lakrimalis dan os maxillaries
membentuk fossa lakrimalis. Perbedaan arah sutura antara keduanya berbeda. Ketebalan os
lakrimalis bervariasi, walaupun sebuah study menunjukan rata-rata ketebalannya 0.1 mm. os
lakrimalis secara umum lebih tipis daripada os maxillaries.
Kantung lakrimal dilapisi oleh dua lapisan epitel (epitel columnar di superfisial dan epitel
gepeng dibawahnya). Sakus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian yaitu fundus di superior dan
korpus di inferior. Fundus terletak kira-kira 3-5 mm diatas bagian superior dari tendon kantus
medius, dan korpus terletak kira-kira 10 mm dibawah fundus menuju osseus membuka kanal
nasolakrimal.
Pada puncak posterior os lakrimalis, periosteum orbital membelah untuk membungkus
sakus lakrimalis membentuk sarung yang disebut fasia lakrimalis. Periosteum tersebut berlanjut
kearah inferior iuntuk membungkus duktus nasolakrimalis. Fascia lakrimalis dikelilingi oleh

serat dari muskulus orbikularis oculi, bagian superficial dari muskulus melintang di bagian depan
dari sakus lakrimalis untuk melekat ke puncak os lakrimalis anterior. Antara fascia lakrimalis dan
sakus lakrimalis terdapat flexus venous. Septum orbital melekat ke medial dinding medial orbita
di posterior puncak os lakrimalis, jadi sakus lakrimalis adalah struktur preseptal.

Duktus Nasolakrimalis 6
Duktus nasolakrimal terdiri dari 12 mm bagian superior intraosseous dan 5 mm inferior
bagian membranous. Tulang kanal nasolakrimal kira-kira berdiameter 1 mm, bagian intraosseous
berjalan di posterolateral dari saluran nasolakrimal di dalam os maksilaris, sementara bagian
membranous terdapat di bagian dalam mukosa nasal, akhirnya bermuara ke meatus inferior.
Dua lapis epitel yang sama dengan lapisan epitel sakus lakrimalis melapisi duktus
nasolakrimal. Plexus venous yang mengelilingi sakus lakrimal berlanjut hingga ke inferior untuk
membungkus duktus nasolakrimal, dan akhirnya menyambung ke jaringan vaskuler di konka
inferior.
Meskipun sejumlah katup telah dinamai sepanjang duktus nasolakrimal, banyak yang
secara anatomi sulit diidentifikasi. Katup hasner yang terletak di lubang duktus nasolakrimal di
cavum nasi ditemukan telah imperforata pada 70 % neonates. Secara spontan membuka biasanya
setelah 6-12 bulan.
FISIOLOGI SISTEM LAKRIMALIS
Setiap berkedip palpebra menutup miring dengan seperti ristleting mulai di lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam system
ekskresi pada aspek medial palpera. Dalam keadaan normal air mata dihasilkan dengan
kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki puncta
sebagian karena sedotan kapiler. 1
Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula
mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu, palpeba ditarik kearah Krista
lakrimalis posterior, dan traksi facia mengelilingi sacus lakrimalis berakibat memendeknya
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negative dari sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik

airmata kedalam sakus yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh
gaya berat dan elastisitas jarigan, ke dalam meatus inferior hidung. 1
Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik
air mata dan udara. Yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah katup hasner di ujung
distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi
penyebab obstruksi congenital dan dakriosistitis menahun. 1

PATOFISIOLOGI
Celah naso-optik adalah cikal bakal dari system lacrimal. Lapisan ectoderm di bagian ini
tebal dan melekat pada lapisan mesenchym antara lateral nasal dan procesus maxillaries. Pita
ectoderm selanjutnya membentuk kanal yang membuka ke konjungtiva fornix terlebih dahulu
dan selanjutnya bermuara ke vestibulum nasal. Sering kali muara tersebut belum terbentuk
sempurna saat lahir. Kanalisasi dari system lacrimal dimulai dibagian superior terlebih dahulu
dan secara segmental, hanya setelah penyatuan terakhir yang membentuk lumen selanjutnya.
Kanalikuli, yang terbentuk seperti kantung dari pita solid lapisan ektodermal terlebih dahulu lalu
membentuk kanalisasi, kanalisasi ini terlebih dahulu kebagian verrtikal dari duktus nasolacrimal.
Terdapat Beberapa variasi dari anatomi system lacrimal, normalnya, cairan air mata mengalir ke
system lacrimal melalui 2 puncta, satu di atas lipatan sudut mata dan satu lagi dibawah lipatan
sudut mata. Umumnya, punctum bawah terletak di bawah temporal punctum atas. 3
saluran dari punctum ke sakus lacrimalis disebut canaliculi. Kanalikuli ini memiliki
segment vertical yang pendek, kira-kira 2 mm panjangnya, dan segment horizontal yang lebih
panjang, kira-kira 10-12 mm panjangnya. Suatu ampula menghubungkan segment vertical dan
horizontal. Pada 90 % penderita segment horizontal menyatu membentuk kanalikulus utama.
Kanaliculus ini melebar, membentuk sinus of maier di lateral sakus lakrimal. 5
Lipatan mukosa yang disebut katup rossenmuller membatasi sakus lakrimal dan
canalikuli. Sakus lakrimal terdapat di fossa tulang lacrimal yang berasal dari tulang lacrimal dan
maksilla. Lebar sakus lakriamal kurang lebih 6-7 mm dan panjangnya 12-15 mm. pada mukosa
sakus lakrimal terdapat lapisan epitel kolumnar semu yang berisi limfoid dan jaringan elastic

yang berbatasan dengan lapisan jaringan lain. Sakus lakrimal normalnya irregular dan mendatar
dengan lumen yang kolaps. 5
Sakus lakrimalis di bungkus di bagian luar oleh fascia lakrimalis dari periorbita. Fascia
ini membelah untuk membungkus sakus lakrimalis diantara perlekatan fascia lakrimalis ke
anterior dan posterior puncak os lakrimalis. Mukosa sakus lakrimalis hanya melekat secara
longgar dengan fascia lakrimalis. Walaupun begitu, bagian posterior dari sakus terletak didalam
pretarsal dan preseptal muskulus orbikularis. Di bagian anterior, tendon cantus medius
melindungi lebih dari 2/3 dari sakus lakrimalis. 5
Duktus nasolakrimal memiliki panjang kira-kira 18 mm dan diameternya 4.5-5 , Terdapat
banyak katup di dalam duktus nasolakrimalis, menunjukan analogi dari segmental kanalisasi
pada pita ektodermal yang membentuk duktus nasolakrimal.

Katup-katup yang menonjol

diantaranya katup taillefer, katup Krause, dan katup hasner ( semuanya terdapat di ujung duktus
yang berhubungan dengan mukosa nasal). Seperti sakus lakrimal, duktus nasolakrimal di lapisi
oleh epitel kolumnar semu. 5
Os lakrimal, maksila, dan ethmoid membentuk kanal nasolakrimal. Duktus ini sebagian
besar terbentuk dari maksila anterior, lateral, dan posterior. Os lakrimal dibentuk dari medial
dinding superior, dan konkha inferior dari os ethmoidal membentuk dinding medial dari kanal
inferior. Mukosa duktus nasolakrimal ini melapisi hingga 5-8 mm dari anterior dari inferior
ujung konka. Os lakrimal dan prosesus os maksila membentuk fosa lakrimal. Anaterior dan
posterior puncak lakrimal masing-masing membentuk batas anterior dan posterior fossa lakrimal.
Ukuran Fosa lakrimal panjangnya 4-8 mm, tinggi 15 mm, dan lebar 2 mm.

ruang sinus

ethmiodalis memisahkan antara fossa lakrimalis dan cavum nasal pada 40-60% pasien.,
walaupun terdapat variasi dalam jumlah dan lokasi dari ruang tersebut. Fossa lakrimalis terletak
setinggi ujung anterior konka medialis. 5
GEJALA KLINIS 2
Manifestasi klinis dakriosistitis akut adalah nyeri, eritema, dan edema dari sakus lakrimal.
o Teraba benjolan lunak di area kantus medius tapi dapat meluas hingga ke hidung, gigi,
dan wajah
o Pemeriksaan thermografi menunjukkan adanya reaksi hemiparsial yang intensif pada
pasien dengan dakriosistitis akut. terutama bila terdapat sekret purulen pada pungtum.

10

o Pada kasus yang jarang terjadi terdapat rupture sakus dan fistula ke kulit; fistula ini
biasanya menutup beberapa hari setelah dilakukan drainase.
o Injeksi konjungtiva dan selulitis preseptal sering terjadi pada konjungtivitis dengan
dakriosistitis akut
o Selalu terdapat epipora, dan terlihat cukup banyak di inferior medial canthus medius.
o Beberapa pasien mengalami demam, malaise, dan peningkatan jumlah leukosit.
o Terdapat beberapa komplikasi yang berat dari dakriosistitis akut, seperti meluasnya
peradangan dan abses ke bola mata dan terjadinya selulitis orbital. Jika ini terjadi dapat
menimbulkan kebutaan, thrombosis sinus kavernosus, dan kematian.
Lakrimasi
Sering keluarnya air mata biasanya menggambarkan dakriosistitis kronik dan ini
berhubungan dengan terjadinya obstruksi saluran pembuangan air mata, debris, dan sel epitel
dari permukaan mata. 7
Sekret mata
Hal ini disebabkan oleh gangguan pada saluran pembuangan selaput air mata dengan
kumpulan debris dan sel epithelial yang dilepaskan dari permukaan mata.
Biasa berhubungkan dengan conjunctivitis. Hal ini dihubungkan dengan debris yang toxic pada
permukaan mata atau karena exotoxin yang produksi oleh organisme staphylococcal, yang secara
normal terdapat pada permukaan luar mata dan tidak dibersihkan oleh air mata yang keluar
normal. 7
selulitis
Sellulitis terlihat menonjol pada dacryiostitis akut akibat cepatnya pertumbuhan bakteri
dengan ruftur dinding sakus lacrimal ke jaringan lunak sekitarnya. 7
Sellulitis orbital
Jarang terjadi, akan tetapi serius, merupakan komplikasi pada dacryostitis. Hal itu
terutama dihubungkan dengan dacryostitis akut dan dacryostitis akut kongenital. Biasanya,
sellulitis orbital menunjukan gejala sebagai radang orbita yang terasa nyeri dengan gangguan

11

gerakan bola mata, reflex pupil tidak normal, dan penurunan visus. Edema Periorbital dan
eritema yang massif bukanlah hal yang luar biasa. 7

Penurunan visus
Sebuah

keluhan umum yang telah diamati, hal itu terutama terjadinya peningkatan

selaput air mata pada permukaan mata. Selaput air mata yang meningkat ini secara tidak normal
membiaskan cahaya dan menyebabkan terjadinya fluktuasi penurunan visus. 7
Periorbital edema
Periorbital edema diakibatkan adanya proses peradangan yang berhubungkan dengan
menumpuknya debris toxic pada permukaan mata dan exotoxin yang dikeluarkan oleh organisme
staphylococcal yang hidup di permukaan mata. Edema periorbital terutama timbul pada pagi
hari dan mereda pada sore hari oleh sebab kontraksi berulang kali otot orbicularis menekan
jaringan edema pada jaringan-jaringan lunak sekitar mata. 7
Pemeriksaan fisik 2
o Demam, merupakan akibat dari bakteri fulminant atau infeksi jamur dalam sakus
lacrimal, yang menyebar ke jaringan sekitar. Biasanya hal ini menyebabkan timbulnya
sinusitis.
o Leukositosis, biasanya timbul pada dacryostitis akut.
o Cellulites disekitar sakus lacrimal, sering terjadi pada dacryostitis akut dan dapat
menyebar untuk hingga ke orbita dan menyebabkan selulitis orbital .

12

sumber : http//www.emedicine.com

o Penurunan visus, paling sering disebabkan oleh selaput air mata yang tidak normal
dengan pembiasan cahaya yang tidak normal. Hal itu juga dapat disebabkan
ketidakteraturan permukaan kornea akibat dari radang permukaan kronik.
o Perubahan refleks pupil, hanya terlihat pada beberapa kasus dacryostittis yang berat
dengan orbital cellulites. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraorbital dan necrosis
pada serat pupillomotor pada orbital.
o Diplopia, juga jarang dan terlihat pada pasien dengan gejala selulitis orbital akibat dari
dacryostitis akut. Pasien-pasien ini mempunyai peradangan orbital yang melibatkan otototot extraocular, yang menyebabkan disfungsi otot-otot tersebut dan menimbulkan
diplopia.
o Menyempitnya lapang pandang perifer, jarang terjadi dan disebabkan oleh selulitis orbital
sekunder dari akut dakriosistitis. Hal ini menyebabkan terjadi optic neuropati dengan
hilangnya pandangan periper. Terkadang keadaan ini tak terlihat dan dapat diketahui jika
dilakukan tes perimetri.
o Konjungtivitis, sering terjadi akibat dakriosistitis baik akut maupun kronik. Hal ini terjadi
terutama akibat pengendapan dari debris yang beracun pada permukaan mata, termasuk
eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri staphylococcus, yang secara normal mendiami
permukaaan mata.
o Canthus medius biasanya bengkak, tegang dan kenyal baik pada akut maupun kronik
dakriosistitis, akibat distensi dari sakus lakrimal dan akibat infeksi pada sakus lakrimal.
Jarang pseudo tumor atau pseudokista menyebabkan ccantus medius bengkak.
o Keluar air mata, sering terjadi akibat sumbatan pada system pembuangan air mata, tetapi
juga dapat dicetuskan oleh konjungtivitis. Jarang pasien dengan akut atau kronik
dakriosistitis tidak mengeluh keluar air mata tapi memilki keluhan lain yang menunjukan
adanya infeksi sakus lakrimal, seperti mata kemerahan, celulitis, nyeri, bengkak, dan
bernanah.
ETIOLOGI
Pada dakriosistitis congenital, kanalisasi yang tidak sempurna duktus nasolakrimal
(khususnya pada katup hasner ) sangat penting pada patogenesisnya. Walaupun begitu, insidensi

13

dakriosititis congenital lebih rendah dibanding insidensi incomplete kanalisasi, artinya terdapat
factor lain yang mempengaruhi patogenesis dakriosistitis. Infeksi neonatal adalah salah satu
factor penting untuk terjadinya congenital dakriosistitis. 3
Baik bakteri aerob maupun anaerob telah dikultur dari pasien anak-anak maupun dewasa
yang mengalami dakriosistitis. Kebanyakan mikroorganisme yang diisolasi dari sakus lakrimal
pada anak-anak yang mengalami dakriosititis adalah Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, beta-hemolytic streptococci, and pneumococci. 8
Perlu dipertimbangkan adanya abnormalitas struktur wajah bagian tengah. Obstruksi
duktus nasolakrimalis akibat sempitnya meatus inferior ditemukan pada beberapa neonatus. 3
Etiologi dakriosistitis termasuk penyakit nasal, dan ectrodactyly-ectodermal dysplasia-clefting
(EEC) syndrom, seperti yang disebutkan dalam table berikut ini. 2
Table 1. penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan dakriosistitis. 2

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

EEC syndrome
o Osteoporosis
o Lupus
o Scleroma
o Plasmoma
o Leukemic infiltration
o Trauma - Naso-orbital fractures, LeFort II
fractures
o Postinflammatory stenosis of nasolacrimal
duct
o Graft-versus-host disease
o Iatrogenic - Caldwell-Luc operation,
Lautenschlager-Halle ozena operation,
radical maxillectomy, ethmoidectomy,
Sturmann-Canfield operation, postpunctal
occlusion
o Lacrimal sac tumor - Lymphoma,
fibroepithelioma, transitional cell carcinoma,
lymphoblastoma, neurilemoma, angiosarcoma,
hemangiopericytoma, pseudotumor,
melanoma, metastatic carcinomas, benign
polyps
o Lacrimal sac cyst
o Postirradiation fibrosis
o Wegener granulomatosis
o Facial skeletal anomalies
o Dacryolithiasis
o Cilia impaction in lacrimal sac
o Impacted punctal plugs - Recent studies have
documented an increased risk of canaliculitis
and dacryocystitis associated with

Nasal disease
Sinusitis (maxillary, ethmoidal)
Hypertrophic rhinitis
Vasomotor rhinitis
Syphilitic rhinitis
Rhinitis ozaenosa
Adenoids
Eczema of nares
Purulent rhinitis
Nasal trauma
Ethmoidal tumor
Nasal tumor
Atrophic rhinitis sicca
Rhinitis fibrinosa
Enlarged inferior turbinate
Foreign body in the nose
Septal deviation
Frontal sinus neoplasm
Nasal mucosal infection
Diphtheria
Measles
Scarlatina
Nasal septal abscess
Ethmoidal mucocele
Rhinolithiasis
Bacterial - Tuberculosis, syphilis, trachoma,
Staphylococcus epidermidis (most common),
Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Pneumococcus,
Propionibacterium acnes, Mycobacterium

14

o
o

intracanalicular punctal plugs.1

fortuitum
Viral - Infectious mononucleosis
Fungal - Candida albicans, Aspergillus niger

Pada dakriosistitis akuisita, juga sering didapati adanya obstruksi system nasolakrimal
bagian bawah. Sebab terdapat hubungan yang erat antara duktus nasolakrimal dengan hidung,
dan sinus paranasal, struktur tersebut sering berhubungan sebagai factor etiologi dalam
patogenesis dakriosistitis. 9
Sumber peradangan system lakrimal dari okuli lebih jarang dibandingkan dari nasal.
Sekresi berlebihan dan menumpuknya air mata di sakus lakrimal, yang terjadi akibat salah
koreksi pada astigmatisme dan hipermetropia, dapat mencetuskan terjadinya dakriosistitis. 10
Kebanyakan kasus dakriosistitis pada usia dewasa disebabkan oleh stenosis duktus lakrimalis
dengan penyumbatan aliran air mata dan kemudian terjadi infeksi. Pada kebanyakan sample,
pemeriksaan bakteriologi pada dakriosistitis menggambarkan flora normal konjungtiva. 10
o

Bakteri aerob yang biasanya didapati pada dakriosisititis dewasa adalah S epidermidis,
S aureus, and Streptococcus, Pseudomonas, and Pneumococcus species. S epidermidis
biasanya juga disertai S aureus.8

Bakteri annaerob yang biasanya didapati pada dakriosistitis dewasa adalah


Peptostreptococcus, Propionibacterium, Prevotella, and Fusobacterium species. 8

Bakteri gram negative ditemukan sering pada pasien dengan pus yang massif. Biasanya
bakteri gram negative yang ditemukan adalah E.coli. 8

Beberapa penelitian juga sering ditemukan pneumococcus pada dakriosistitis. 8

Walaupun jarang, jamur juga dapat menginfeksi sakus lakrimalis ( terutama jika
ditemukan dakrolit ). 8

Bentuk dakrolith ditemukan pada 14-16 pasien dakrisistitis. Pasien dengan riwayat
dakriosistitis akut memiliki insidensi yang lebih tinggi terbentuknya dakrolit dibanding kronik
dakriosistitis. Bila terdapat tumor pada saskus lakrimal, kebanyakan berasal dari sel epitel
( karsinoma, papiloma). Umumnya keganasan non epithelial adalah lymphoma. Tumor epithelial
cenderung lebih banyak pada pria daripada wanita, dan tumor non epithelial cenderung lebih
banayak pada wanita dari pada pria. 9

15

Pemeriksaan laboratorium
Umumnya dakriosistitis didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Analisa Laboratorium
penunjang seperti hitung jenis darah untuk menilai derajat leukositosis; dan walaupun jarang tapi
dapat menolong dalam memastikan leukeumia sebagai penyebab infeksi sakus lakrimal. Kultur
darah dan kultur apusan mata, hidung, dan secret sakus lakrimal dapat menentukan terapi
antibiotic yang tepat. 2
Test antineutrophil cystoplamic antibody dapat bermanfaat pada kasus granulomatosis
wagener yang menyebabkan dakriosistitis dan obstruksi diktus nasolakrimal. Test Antinuclear
antibody (ANA) bermanfaat pada kasus yang sangat jarang dakriosistitis akibat lupus yang
berkaitan dengan system drainage lakrimalis yang mengakibatkan obstruksi dan infeksi. 2

Pemeriksaan penunjang

Foto Rontgen dapat menunjukan adanya anomaly tulang pada bagian wajah atau adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan lakrimal. Terkadang penyebab posttraumatik dan
lesi massa dapat ditemukan dengan foto rontgen pada kasus dakriosistitis. 11

Echography jarang digunakan. Pada beberapa kasus, dapat menunjukan perluasan dan
pembesaran sakus lakrimal. Terkadang benda asing atau massa dapat terlihat pada
echography. 11

CT scan digunakan pada pasien yang dicurigai memiliki keganasan atau massa pada
kasus dakriosistitis. Juga pada pasien dakriosistitis posttraumatic. 11

MRI

dapat menolong dalam membedakan lesi kistik dan masa padat. MRI dapat

bermanfaat dalam mengidenifikasi pasien dengan divertikel sakus lakrimal, yang dapat
menyebabkan dakriosistitis rekuren tanpa epiphora dan kegagalan koreksi bedah. 11

Dakryocystographi ( DCG ) dan dacryoscintigraphy digunakan sebagai dasar diagnostic


tambahan pada kasus yang dicurigai adanya abnormalitas anatomi pada system diuktus
nasolakrinmalis. Gabungan DCG dengan CT scan juga sangat sensitive dalam menilai
struktur anatomi sakus lakrimalis dan jaringan sekitarnya. 11

16

Tes shrimer
o Untuk memastikan bahwa epiporanya bukan disebabkan hipersekresi atau
abnormalitas fungsi atau posisi pelupuk mata.
o Jumlah sekresi air mata dapat diukur dengan tes schrimer ini. 11

Tes fluoresensi : Merupakan tes subjektif untuk menilai kecepatan hilangnya zat
fluoresensi yang diteteskan ke mata. Dengan menggunakan stlit lamp di nilai lamanya zat
fluoresensi menghilang. Tes ini digunakan pada anak-anak. 11

Tes Jones I dye, untuk menilai adanya gangguan fungsi dan kelainan anatomi dari
system nasolakrimal
o

Hasil positif menggambarkan tidak ada hambatan anatomi dan fungsi aliran
airmata.

Hasil negatif menggambarkan adanya gangguan pada system drainase lakrimal


( baik gangguan fungsi atau kelainan anatomi ). 11

Tes jones II dye untuk menentukan ada atau tidaknya obstruksi system ekskresi nasolakrimal
o

Hasil positif ( cairan berwarna keluar dari hidung ) berarti anatomi system yang
baik

Bila tes jones I negative dan tes jones II positif berarti terdapat obstruksi parsial
dari system nasolakrimal atau tes Jones I false-negative.

Tes jones II negatif

menggambarkan hambatan fungsi system nasolakrimal.

Kelemahan dari pelpebra posterior atau parese dari system kanalikuli


o

Bila cairan tidak dapat diirigasi dengan tes jones II berarti obstruksi komplet dari
nasolakrimal. 11

Endoskopi dapat digunakan untuk mengetahui etiologi dari dakriosistitis, tumor, papiloma,
hipertrofi konka inferior, dan penyempitan meatus inferior juga dapat menyebabkan
dakriosistitis. 11

Pemeriksaan histopatologi
Perubahan Patologi pada sistem ekskresi lakrimal dapat berhubungan dengan etiologi dari
penyakitnya.

17

factor pathogenesis seperti obstruksi distal dari system ekskresi lakrimal menimbulkan
hambatan aliran air mata dan terjadi infeksi. Biasanya perubahan patologis pada system
lakrimalis akibat proses inflamasi. Inflamasi kronik dan fibrosis dari sakus lakrimal dapat
terjadi dalam berbagai tingkat.

Fokal ulserasi dan kehilangan sel goblet

Fokal abses dan pembentukan granuloma pada sakus lakrimalis

Perubahan patologis dari duktus nasolakrimal dan mukosa nasal yang berlanjut hingga
sakus lakrimal

Inflamasi kronik dan fibrosis menyebabkan perubahan histologi di mukosa nasal dan
duktus nasolakrimal. 2

DIAGNOSA BANDING 2

Actinomycosis
Alacrima
Basal Cell Carcinoma, Eyelid
Blepharitis, Adult
Cellulitis, Orbital
Cellulitis, Preseptal
Chalazion
Conjunctivitis, Bacterial
Conjunctivitis, Neonatal
Episcleritis
Glaucoma, Primary Congenital
Headache, Children
Laceration, Canalicular
Melanoma, Conjunctival
Nasolacrimal Duct, Congenital Anomalies
Nasolacrimal Duct, Obstruction
Optic Neuropathy, Compressive
Red Eye Evaluation
Sarcoidosis
Squamous Cell Carcinoma, Eyelid

PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa 2
Pengobatan dari dakriosistitis tergantung dari manifestasi klinik dari penyakit.

18

Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital harus dirawat inap dan diberikan terapi
antibiotic intravena.
o

Harus didapatkan gambaran neuroimaging yang tepat, bedah explorasi dan drainase
harus dilakukan untuk mengeluarkan pus/nanah.

Antibiotic IV secara empiris untuk bakteri staphylococcus resisten penisilin ( nafcilin


atau cloxacilin) harus diberikan sesegera mungkin.

Kultur darah dan kultur secret lakrimal harus dilakukan untuk memberikan terapi
antibiotic yang tepat.

Kompres hangat dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit.

Impending perforasi harus di terapi dengan melakukan insisi pada kulit diatasnya.

Infeksi purulent pada sakus lakrimal dan kulit diatasnya diterapi dengan cara yang sama.
tidak perlu Rawap inap kecuali kondisi pasien cukup berat.
o

Berikan antibiotic oral yang tepat.

Kultur cairan lakrimal harus dilakukan. Jika terdapat mucocele sakus lakrimal pada
pasien dewasa perlu di obati meskipun asimptomatik.

Pilihan terapinya adalah dacryocystorhinostomy baik pada pasien simptomatik atau


asimptomatik. Probing tidak boleh dilakukan sebab mucocele sering tidak steril dan
probing dapat menimbulkan selulitis.

pasien dengan dakriosititis kronik yang disebabkan obstruksi duktus nasolakrimal partial
atau intermittent dapat diberikan obat tetes steroid topical.

dakriosistitis congenital kronik dapat diterapi dengan pemijatan sakus lakrimal, kompres
hangat dan antibiotic topical atau oral.

Tabel 2. Obat-obatan yang sering diberikan untuk mengobati dakriosistitis. 8


Nama obat
Amoxicillin dan clavulanate (Augmentin)
Keterangan

Berguna untuk mengatasi berbagai macam bakteri yang menyebabkan


dakriosistitis

Dosis dewasa

500 mg PO selama 7-10 hari

Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi

40 mg/kg/hari PO dalam dosis terpisah.


Riwayat hypersensitivity
Meningkatkan efek warfarin atau heparin, meningkatkan resiko
perdarahan.

19

Kehamilan

pencegahan

B-resiko fatal tidak ditegaskan dalam penelitian pada manusia, tapi telah di
perlihatkan dalam beberapa penelitian pada hewan.
Berikan minimal 10 hari untuk membersihkan oragnisme dan menccegah
gejala sisa ( endocarditis, demam rematik). Setelah terapi lakukan kultur
untuk memastikan keberhasilan terapi.

Nama obat

Ampicillin and sulbactam (Unasyn)

Keterangan

Berguna untuk mengatasi berbagai macam bakteri yang menyebabkan


dakriosistitis

Dosis dewasa

1.5 g IV bolus; berikan secara lambat dalam 10-15 menit; dosis dikurangi
pada gangguan fungsi ginjal.

Dosis anak

3 bulan-12 tahun: 100-200 mg ampicillin/kg/hari (150-300 mg Unasyn) IV


diberikan dalam 6 jam.
>12 tahun: dosis dewasa; tidak boleh lebih dari 4 g/hari sulbactam atau 8
g/hari ampicillin

Kontraindikasi

Riwayat hypersensitivity

Interaksi

Probenecid dan disulfiram meningkatkan efek ampicillin; allopurinol


menurunkan efek ampicillin

Kehamilan

B-resiko fatal tidak ditegaskan dalam penelitian pada manusia, tapi telah di
perlihatkan dalam beberapa penelitian pada hewan.

Pencegahan

sesuaikan dosis pada gangguan fungsi ginjal, awasi timbulnya gejala-gejala


hipersensitifitas.

Nama obat

Levofloxacin (Levaquin)

Deskripsi

Berguna untuk mengatasi berbagai macam bakteri yang menyebabkan


dakriosistitis

Dosis dewasa
Dosis anak
Kontraindikasi

500 mg IV/ hari , berikan dengan infuse lambat dalam 1 jam.


<18 years: tidak disarankan
>18 years: dosis dewasa
Riwayat hypersensitivity

Interaksi

Antasid, zat besi, dan kalsium bisa menurunkan kadar obat didarah,
berikan antasid berkisar 2-4h sebelum atau sesudah pemberian
fluoroquinolones,
cimetidine
dapat
mengganggu
metabolisme
fluoroquinolones; mennurunkan efek
penitoin, probenecid dapat
meningkatkan kadar obat dalam serum; dapat meningkatkan toxisitas
theophylline, cafein, cyclosporine, dan digoxin, dapat meningkatkan efek
anticoagulant .

Kehamilan

C- resiko yang berkaitan dengan kehamilan telah dinyatakan dalam

20

penelitian pada hewan, akan tetapi tidak di kembangkan atau tidak di


pelajari pada manusia; boleh digunakan apabila manfaatnya lebih banyak
dari pada resiko buruknya bagi janin.
Precautions
Pencagahan

Turunkan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Nama obat

Trimethoprim sulfat dan polymyxim B sulfat (Polytrim)

Deskripsi
Dosis dewasa
Dosis anak
Kontraidikasi
Interaksi

Untuk infeksi ocular, meliputi kornea atau konjunktiva, yang diakibatkan


mikroorganisme yang sensitiv terhadap antibiotik ini. Terdapat dalam
bentuk tetes dan salep.
1 ggt pada kelopak mata atas.
Seperti dosis dewasa
Riwayat hypersensitivity
Tidak ada laporan

Kehamilan

B-resiko fatal tidak ditegaskan dalam penelitian pada manusia, tapi telah di
perlihatkan dalam beberapa penelitian pada hewan.

Tindakan
pencegahan

Jangan digunakan pada infeksi ocular bagian dalam atau hal-hal seperti itu
yang dapat menyebabkan sistemik; penggunaan dalam jangka panjang atau
terapi berulang kali dapat mengakibatkan pertumbuhan jamur dan bakteri
yang resisten..

Nama obat

Gentamicin (Genoptic, Ocumycin)

Keterangan

Antibiotik aminoglycosid digunakan untuk bakteri gram negative

Dosis dewasa

1 ggt pada kelopak mata atas

Dosis anak
Kontraindikasi

Seperti dewasa
riwayat hypersensitif, infeksi mycobacterial, disebabkan oleh virus, dan
infeksi jamur pada mata;

Interactions

Tidak ada laporan

Kehamilan

Resiko fatal C yang ditampakkan dalam penelitian pada hewan, akan


tetapi tidak di kembangkan/dibuktikan pada manusia; boleh digunakan
apabila manfaatnya lebih banyak dari pada resiko jeleknya bagi janin.

Tindakan
pencegahan

Jangan menggunakan untuk mengobati infeksi ocular yang bisa menjadi


sistemik; perpanjangan atau pengulangan terapi antibiotic bisa
menghasilkan/mengakibatkan bakteri atau pertumbuhan jamur terlalu cepat

21

pada organisme yang resisten dan memungkinkan untuk menimbulkan


infeksi sekunder.

Nama obat

Tobramycin (AKTob, Tobrex)

Keterangan

Pencampuran dengan sintesis protein bakteri mengikat ribosom unit 30S


dan 50S satuan, yang mengakibatkan selaput sel bakteri rusak.

Dosis dewasa

1 gtt pada kelopak atas

Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi

Seperti dewasa
riwayat hypersensitif, infeksi mycobacterial, disebabkan oleh virus, dan
infeksi jamur pada mata;.
Penurunan efek ketika digunakan secara bersamaan dengan gentacimin.

Kehamilan

Resiko fatal - C yang ditampakkan dalam penelitian pada hewan, tetapi


tidak dibuktikan atau dipelajari pada manusia; boleh digunakan apabila
manfaatnya lebih banyak dari pada resiko jeleknya bagi janin.

Tindakan
pencegahan

Jangan menggunakan untuk mengobati infeksi ocular yang bisa menjadi


sistemik; perpanjangan atau pengulangan terapi antibiotic bisa
menghasilkan/mengakibatkan bakteri atau pertumbuhan jamur terlalu cepat
pada organisme yang resisten.

Obat-obatan

Tobramycin and dexamethasone (TobraDex)

Keterangan

Pencampuran dengan sintesis protein bakteri mengikat ribosom unit 30S


dan 50S satuan, yang mengakibatkan selaput sel bakteri rusak..
Dexamethasone mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit
polymorphonuclear dan menurunkan permeabilitas kapiler.

Dosis anak

1 gtt pada kelopak atas

Dosis anak

Seperti dewasa

Kontraindikasi

Riwayat hypersensitive, infeksi bakteri aktif , infeksi virus dan atau infeki
jamur.

Interaksi

tidak ada laporan

kehamilan

B-resiko fatal tidak ditegaskan dalam penelitian pada manusia, tapi telah di
perlihatkan dalam beberapa penelitian pada hewan.

Tindakan
pencegahan

Harus dipastikan tidak ada infeksi jamur; di duga infeksi jamur


menyebabkan ulkus kornea setelah diberikan terapi kortikosteroid. atau
selama penggunaa; pemakaian jangka panjang meningkatkan resiko pada

22

infeksi sekunder, katarak, dan peningkatan tekanan intraocular.

Terapi bedah9

Dakriosititis kronis hampir selalu memerlukan pembedahan untuk mengatasi keluhankeluhan yang timbul.
o

Jika disebabkan rhinitis alergika atau radang mukosa ringan pada mukosa duktus
nasolakrimal, dakriosititis kronik dapat diberikan tetes steroid topical.

Terkadang, pemotongan tulang konka inferior, reseksi submukosa konka, dan/atau


probing duktus nasolakrimal dapat berhasil mengatasi dakriosititis.

Secara umum, dakriosititis adalah penyakit bedah. Tingkat kesuksesan terapi bedah pada
dakriosititis mencapai 95 %.

Pada Kasus akut, terapi bedah sebaiknya dilakukan setelah infeksinya di atasi dengan
terapi antibiotic yang adekuat.
o

Pada dakriosistitis akut, external dakrycystorhinostomy lebih baik dilakukan


setelah beberapa hari dimulai terapi antibiotic.

Terkadang, dakriorhinostomi harus dilakukan selama pase akut infeksi untuk


memfasilitasi pembersihan infeksi.

Beberapa ahli bedah melakukan tekhnik endonasal dalam bedah dakriorhinostomi dengan
atau tanpa laser. Terutama pada pasien dengan kronik dakriosistitis. Baru baru ini
dakriorhinostomi telah sukses dilakukan melalui pendekatan transcanalicular dengan
menggunakan CO2 atau KTP laser.

Ballon dacryopalsty mulai popular beberapa tahun terakhir ini. Tekhnik ini nampaknya
kurang baik hasilnya dalam jangka panjang dibanding tekhnik sebelumnya. Tekhnik ini
dilakukan pada kasus stenosis fokal atau oklusi duktus nasolakrimal dan kontraindikasi

23

pada dakriosistisis akut, dakriocistilitiasis dan obstruksi posttraumatic duktus


nasolakrimalis.

Penderita sebaiknya di rawat inap jika :

Penderita Harus mendapat terapi antibiotic intravena

Penderita dengan selulitis orbital.

Penderita anak-anak dengan selullitis periorbital atau selulitis orbital

Jika harus mendapat Terapi definitive bedah, biasanya dakriosistorhinostomi.

Kebanyakan penderita yang mendapat terapi bedah cukup dirawat jalan.

Pasien lebih baik dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut penyakit sistemik, seperti wegener
granulomatosis, sarkoidosis, leukemia, limfoma, dan melanoma.

PENCEGAHAN 2

Menjaga kebersihan kelopak mata, kompres hangat dan membersihkannya dapat


mencegah terjadinya dakriosistitis.

Menjaga kebersihan hidung dengan larutan garam dapat mencegah obstruksi duktus
lakrimal distal

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling ditakutkan dari dakriosistitis adalah selulitis orbital yang dapat
menyebabkan kebutaan. 2

Infeksi sistemik (sepsis ) adalah keadaan serius yang harus segera mendapat terapi yang
tepat dan adekuat karena dapat menyebabkan kematian. 2

Ketika dilakukan Dakriosistohinostomi harus dilakukan dengan prosedur yang efektif dan
sangat aman, karena prosedur bedah ini dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang
berat. 2

Perdarahan adalah komplikasi Dakriosistohinostomi yang dapat terjadi yaitu sekitar 3%.9

Infeksi juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Biasanya pasien dengan diabetes
dan pada anak-anak yang dilakukan dakriosistohinostomi, satelah operasi diberikan
antibiotic oral. Pada Beberapa operasi sering disemprotkan antibiotic cair ynag
dimasukkan kedalam hidung setelah operasi. Beberapa hal seperti abses bekas jahitan

24

dapat diatasi dengan menginsisi bekas jahitan, kompres hangat dan oral atau topical
antibiotik. 9

Kebocoran Cairan cerebrospinal (CSF) adalah komplikasi dakriosistohinostomi yang


paling berat. Karena garis lapisan kribrosa berada diatas dari medial kathal tendon, air
mata di garis tulang menyebabkan kebocoran CSF selama dilakukan osteotomi. Variasi
anatomi mempengaruhi terjadinya komplikasi. Berdasarkan observasi kebocoran CSF
saat dakriosistohinostomi terjadi pada pasien kista arakhnoid dari fossa cranial anterior ke
vestibulum nasal sampai dibawah permukaan kulit. 9

Kegagalan pada dakriosistohinostomi terjadi karena osteotomi yang tidak adekuat atau
fibrosa tertutup saat pembedahan ostium. Banyak kasus yang dapat diatasi dengan dilatasi
ostium yang mengakibatkan pelebaran membrane bowman. Balon dakrisistoplasti juga
dapat efektif pada pasien yang gagal dilakukan dakriosistohinostomi. 9

PROGNOSIS
Dakriosistitis dapat sembuh dengan baik jika diterapi dengan tepat dan cepat, terkecuali
jika telah timbul komplikasi seperti selulitis orbital dan sepsis, serta adanya pengaruh dari
penyakit sistemik yang mungkin diderita pasien, dakriosistitis dapat menyebabkan kebutaan
bahkan kematian. 2
Keberhasilan dari dakriosistohinostomi adalah sekitar 95%. Dakriosistohinostomi
intranasal kemungkinan keberhasilannya rendah, karena tidak dapat membentuk ostium yang
lebih besar. Penggunaan laser dalam dakriosistohinostomi dapat mengurangi angka kematian;
terkadang, keberhasilannya dapat mencapai 80-85%. 9
Balon dakrioplasti juga dapat digunakan sebagai prosedur pada beberapa pasien yag tidak
dapat dilakukan dakriosistohinostomi. balon dakrioplasti sering dignakan pada pasien stenosis
fokal parsial. 9

25

BAB III
KESIMPULAN

Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Biasanya peradangan ini dimulai


oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. dakriosistitis lebih tinggi terjadi pada orang
dengan tipe brachycepahalic ( pendek dan lebar ) dibanding tipe dolichochephalic atau
mesocephalic. Kepala dengan tipe brachychephalic memiliki diameter saluran nasolakrimal yang
sempit dan panjang, dan fossa lacrimal yang sempit.
Dakriosistitis terdapat tiga bentuk yaitu : akut, kronik dan congenital. Manifestasi klinis
dakriosistitis akut adalah nyeri, eritema, dan edema dari sakus lakrimal. Pada keadaan menahun
tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, lakrimasi, dan secret bernanah. Kuman yang
merupakan penyebab adalah stafilokok, pneumokok, dan streptokok, neiseria catarhalis, dan
pseudomonas.
Pengobatan dakriosistitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus lakrimalis
sehingga bersih dari nanah. Kemudian diberikan antibiotik sistemik dan topikal. Bila sakus tetap
meradang dan telah ada obstruksi saluran maka dilakukan dakriositorhinostomi. Penyulit
dakriosistitis dapat berbentuk rupture dinding sakus uyang menyebabkan fistula
lakrimalis, abses kelopak mata, ulkus dan selulitis orbita.

26

sakus

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan Daniel. Oftalmology umum edisi 14. widya medika. Jakarta 2000; 81-99.
2. Gilliland

G.

Dacryocystitis.

e-Medicine.

February

22,

2005.

diunduh

dari

http://www.emedicine.com.. pada tanggal 28 Agustus 2008.


3. Campolattaro, Lueder, Tychsen L. Spectrum of pediatric dacryocystitis: medical and
surgical management. J Pediatric Ophthalmology. 1997;34:143-53.
4. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi ketiga. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta 2005;105-106.
5. Bashir M. Nasolacrimal duct: congenital abnormalities. e-Medicine. June 10, 2005.
diunduh dari: http://www.emedicine.com. pada tanggal 28 Agustus 2008.
6. Parwar Bobbie. Nasolacrimal System Anatomy e-Medicine. March 5, 2008. diunduh dari
http://www.emedicine.com. pada tanggal 28 Agustus 2008.
7. OToole Louise. Diagnosing sight and life-threatening eye disease: The tears and
lacrimal gland, 2007. diunduh dari http//.www.otcet.co.uk. Pada tanggal 28 Agustus 2008
8. Brook I, Frazier EH. Aerobic and anaerobic microbiology of dacryocystitis. Am J
Ophthalmology 1998; 125:552-4.
9. Fernandes Valentine. Dacryocystorhinostomy. e-Medicine. March 20, 2005. diunduh dari
http://www.emedicine.com. pada tanggal 28 Agustus 2008
10. 10 Hill MC graw. Lange medical book; General opthalmologhy. Edisi 17. medical
publishing division. 2008; 90-92

27

11. Janssen AG, Mansour K, Bos JJ, Castelijns JA. Nasolacrimal duct obstruction:
assessment dakriocystitis. Am J Neuroradiology. 2001; 22:845-50

28

You might also like