You are on page 1of 52
Are™ ool ULAT API (LIMACODIDAE) DAN ULAT KANTUNG (PSYCHIDAE) SERTA MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PTPN VILL, CIMULANG BILLY NATANAIL PERANGIN-ANGIN, PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR: BOGOR 2009 ABSTRAK BILLY NATANAIL PERANGIN-ANGIN. Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Musuh Alami pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PTPN VII, Cimulang. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA. Kelapa sawit sebagai komoditi perkebunan yang berperan dalam pembangunan nasional, juga _mempunyai potensi industri yang beragam. Besamya potensi Kelapa sawit tidck terlepas dari berbagai permasalahan , antara lain dari sisi produktivitas yang rendah akibat serangan hama dan penyakit. Hama penting yang dewasa ini banyak menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah ulat api dan ulat kantung, potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. Tindakan pengendalian yang umum dilakukan adalah penyemprotan dengan menggunakan pestisida yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan baik dari aspek ekonomi dan ekologi. Oleh sebab itu peru diupayakan terus-menerus teknik pengendalian yang lebih ramah lingkungan, selah satunya adalah dengan mengoptimalkan potensi peran musuh alami berupa predator Penelitian ini bertujuan mengamati kelimpahan populasi ulat api dan ulat kantung pada pertanaman kelapa sawit serta musuh alami kedua hama tersebut. Untuk tujuan tersebut diadakan pengambilan contoh tanaman, pengambilan contoh ulat api dan ulat kantung untuk mengetahui tingkat serangan ulat api dan ulat kantung serta keberadaan musuh alami (predator) kedua hama tersebut, Pengematan dilakukan dengan cara pengamatan secara visual (Jangsung). Penarikan contoh dilakukan dengan pembagian biok-blok menjadi tiga bagian, dari setiap blok dipilih 100 tanaman. Tanaman contoh berjarak tiga pohon dalam satu baris tanaman dan tiga pohon dalam jarak antar baris, Ulat api dan ulat kanturg menyerang kelapa sawit pada fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) maupun Tanaman Menghasilkan (TM) dengan populasi yang belum mendekati tingkat kritis atau merugikan. Ratan populasi ulat api yang ditemukan selama 2 bulan pada TBM sebesar 0,183 ekor/pelepah sampai 0,582 ekor/pelepah, sementara untuk ulat kantung sebesar 0,083 ‘ekor/pelepah sampai 0,431 ekor/pelepah. Pada TM ditemukan ulat api dan ulat kantung baik pada pelepah daun muda (pelepah 17) maupun pelepah daun tua (pelepah 25) yang masing-masing besamnya 0,27 ekor/pelepah dan 0,38 cekor/pelepah (bulan ke-1), 0,05 ekor/pelepah dan 0,12 ekor/pelepah (bulan ke-2), 0,12 ekor/pelepah dan 0,12 ekor/pelepah (bulan ke-3) untuk ulat api, dan ulat kantung yang masing-masing besarnya 0,04 ekor/pelepah dan 0,23 ekor/pelepal (bulan ke-1), 0,47 ekor/pelepah dan 0,29 ekor/pelepah (bulan ke-2), 0,34 ekor/pelepah dan 0,25 ekor/pelepah (bulan ke-3). Lahan pada saat TM dan TBM menggambarkan habitat laba-laba yang banyak tetapi memiliki keragamaa yang rendah. Laba-laba yang dominan pada Perkebunan Cimulang adalah labe-laba pembuat jaring dati spesies Tetragnatha pallescens, mendiami seluruh lahan, dengan distribusi sebesar 82% di TM dan 88% di TBM, selama pengamatan tidak ditemukan predator lainnya, ULAT API (LIMACODIDAE) DAN ULAT KANTUNG (PSYCHIDAE) SERTA MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elacis guincensis Jacq.) PTPN VIII, CIMULANG BILLY NATANAIL PERANGIN-ANGIN 444104020 Skripsi ‘Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuban PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR: BOGOR 2009 Judul —_; Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Musuh Alami pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elacis guineensis Jacq.) PTPN VIII, Cimulang. Nama: Billy Natanail Perangin-Angin NIM : 444104020 Disetujui, Pembimbing, Dr. Ir. Dadan Hindayana ‘NIP. 132010247 Diketahui, akultas pertanian Tanggal ulus: 0 9 JAN 2009 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 12 November 1986 sebagai putera pertama dari pasangan Ir. Roberto Perangin-angin dan Mariana br. Ginting. Pada tahun 1992, penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Methodist Binjai hingga selesai pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Methodist Binjai hingga tamat pada tahun 2001, Penulis lalu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Binjai, dan lulus rada talun 2004, Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USM). Selama menjalankan masa studinya, penulis tergabung dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Proteksi Taneman (HIMASITA) sebagai stef Keprofesian. Selain itu, penulis pemah menjadi asisten untuk mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman, penulis juga aktif dalam CPM-Bogor sebagai Mentor Sahabat Kota “Peduli Kasih Untuk Bogor”, dan menjadi staf ahli pertanian di Yayasan Garam dan Terang Indonesia Bogor. karena PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia-Nya, skripsi berjudul “Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Musuh Alami pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) PTPN VII, Cimulang.” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar satjana pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 1 2. 9. lo. ada kesempatan ini penalis menyampaikan terima kasih kepada : Dr. Ir. Dadan Hindayana seleku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, motivasi, dan ketenangan hati. Dr. Ir. Kikin H Mutagien, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi-motivasi kepada penulis. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, Msc selaku dosen penguii tamu yang telah memberikan saran, arahan, motivasi kepada penulis. Papa dan Mama tercinta, juga Abram, Johanes, dan Jeremia, yang telah ‘memberikan dukungan, beik motivasi dan doa, serta kasih sayang dan perhatian yang tak temilai selama penulis menempuh studi di IPB dan menyelesaikan skripsi ini. It. Hendi Kumia sebagai sinder kepala yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan sebelum penulis melakukan penelitian, Bapak Priyono & Dahono SP sebagai sinder afleling yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, dan arahan selama penulis melakukan penelitian di lapang. Seluruh pegawai/ karyawen PTPN VIII, yang telah membantu penulis, dalam memberikan data den informasi yang dibutuhkan oleh penulis. Seluruh Laboran Departemen Proteksi Tanaman. ‘Teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman khususnya angkatan 2004 dan 2005 atas motivasi yang telah diberikan, Seluruh pihak yang belun dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan yang diberikan selama ini. Akthir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis berkarap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca. Bogor, Januari 2009 Billy Natanail Perangin-angin DAFTAR ISI Halaman PRAKATA i DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR .... DAFTAR LAMPIRAN ....... PENDAHULUAN Latar belakang ‘Tujuan penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA . Tanaman kelapa sawit Sejarah kelapa say Botani kelapa sawit “Tipe (varietas) ke'apa sawit Perbanyakan tanaman.. Syarat tumbuh ke apa sawit .. Ulat pemakan daun kelapa sawit .. Ulat api (Limacodidae) Ulat kantung (Psychidae). Musuh alami pemakan daun kelapa sawit Predator . Parasitoid .. Patogen .. BAHAN DAN METODE ... Tempat dan waktu ... Bahan dan alat Metode .... Jenis dan sumber data... Pengambilan contoh tanaman .. : Pengambilan contoh ulat api dan ulat kantung ..... Pengamatan contch ulat api dan ulat kantung Pengamatan predetor..... HASIL DAN PEMBAHASAN .. 20 Keadaan umum lokasi ... Halaman Pembibitan .. Penanaman Pemeliharaan .. Hasil pengamatan hame tanaman kelapa sawit .. Ulat api dan ulat kantung .. Peranan musuh alami .. Keragaman spesies musuh alami Dominasi spesies ... Pembahasan umum ...... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan Saran .. DAFTAR PUSTAKA . LAMPIRAN. DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi kepadatan ulat 19 2. Rataan populasi ulat api dan ulat kantung pada pelepah daun muda TBM... ‘ cers . 2B 3. Ratan populasi ulat api dan ulat kantung pada pelepah daun ™. 24 AFTAR GAMBAR Halaman 1, Penyebaran komoditi kelapa sawit.. 3 2. Peta perkebunan kelapa sawit 7 3. Pohon contoh sensus ulat api dan ulat kantung .. 7 4, Susunan pelepah kelapa sawit .... 18 5. Ulat api (Setora nitens) .. 25 6. Pelepah kelapa sawit yang terserang ulat api 26 7. Ulat kantung Metisa plana & Mahasena corbett.. 26 8, Pelepah kelapa sawit yang terserang ulat kantung_..... a 9. Aktivitas hand picking dan peayemprotan, 28 10, Laba-laba pada pertanaman kelapa sawit 29 11. Jenis laba-laba predator 31 12, Perbandingan rata-rata populasi predator tiap blok .. 32 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 39 . 40 1, Data curah hujan 2, Struktur organisasi... PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit Indonesia meagalami kemajuan yang sangat pesat setidaknya dalam 10 tahun terakhir, Indikas: ini dapat dilihat dari peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yang dibuka, baik oleh pelaku lama maupun pelaku baru. Data Departemen Pertanian menyebutkan bahwa pada tahun 1999, luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah 3.172 ribu hektar, tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 5.237 ribu hektar, atau naik sekitar 65% dalam kurun ‘waktu 5 tahun (http://id. wikipedia.org). Dalam sisi perkembangannya, kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 1% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) non-migas, sementara ekspor produk berbasis sawit sekitar USS 4 milyar. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri sawit berjumlah 8,5 juta orang dengan pendapatan rata-rata US$ 1000- US$ 1500 per tahun, Persentase penduduk miskin di sekitar perkebunan sawit kurang dari 6%, jauh lebih rendah dari angka penduduk miskin secara nasional yang berkisar 17% (http://www. visdatin.com). Selain merupakan komoditi perkebunan yang berperan dalam pembangunan nasional, kelapa sawit juga mempunyai potensi industri yang beragam, antara lain: penghasil minyak nabati, bahan pembuat sabun, margarin, bahan industri kosmetik, makanan ternak dan arang. Sebagai tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit mempunyai kedudukan yang lebih penting dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Hal ini disebabkan: 1, Kelapa sawit adalah penghasil minyak tertinggi pada satu-satuan Iuas dan dapat dihasilkan sepanjang tahun, Oleh Karena itu, di pasaran dunia minyak sawit berperanan penting karena dapat menggantikan minyak nabati Jainnya yang selalu mengalami kelangkaan, 2. Kedar kolesterol minyak sawit lebih rendah dari minyak nabati lainnya sehingga minyak sawit baik untuk kesehatan, 3. Biaya produksi relatif rendah (murah), sehingga harga jual dapat ditekan serendah mungkin, Besamya potensi ekonomi dari Kelapa sawit tidak terlepas dari berbagai permasalahan, baik dari sisi produktivitas maupun hal lainnya. Dari sisi produktivitas, perkebunan nasional masih terlinggal dari perkebunan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Thailand. Produktivitas kelapa sawit misalnya di Malaysia rata-rata berkisar antara 18-21 ton Tandan Buah Segar (TBSyha/takun. Sementara produktivitas kelapa sawit di Indonesia baru berkisar 14-16 ton/ha/tahun, Salah satu penyebab rendahnya produktivitas Kelapa sawit adalah serangan hama dan penyakit. Hama penting yang dewasa ini banyak ‘menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah ulat api dan ulat kantung. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh kedua hama tersebut dapat meneapai 35% atau sebesar 5,6 ton per hektarnye, yang secara nominal diperkirakan sebesar Rp 22,59 miliar (http://zakyalhamzah blogspot.com). ‘Tindakan pengendalian yang umum dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pemanfaatan pestisida, Biaya pengendalian ulat api dan ulat kantung dapat meneapai Rp 20,67 juta per hektar. Selain secara ekonomi berbiaya tinggi, pemaniaatan pestisida dapat menurunkan daya saing produk olahan kelapa sawit, Hal ini disebabkan oleh semakin meningketnya kesadaran konsumen akan kesetatan, selain itu dari aspek ekologi, pestisida menimbulken efek samping yang merugikan, antara lain resurgensi, resistensi organise bukan sasaran dan pencemaran terhadap lingkungan. Atas dasar hal tersebut di atas perlu diupayakan terus-menerus teknik pengendalian yang lebih ramah lingkungan dan berkesinambungan. Salah satunya adalah dengan mengoptimelkan potensi peran musuh alami berupa predator. Untuk menunjang keberhasilan pengendalian, diperlukan penggalian informasi mengenai beberapa aspek terkait peran, komposit dan kondisi alamiah dari predator dalam ekosistem kelapa sawit, termasuk di dalamnya penting bioekologi hamanya. Tujuan Penelitian Mengamati Kelimpahan populasi ulat api dan ulat kentung pada pertanaman kelapa sawit di Cimulang serta musuh alami kedua hama tersebut. TINJAUAN PUSTAKA ‘Tanaman Kelapa Sawit Sejarah Kelapa Sawit Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintoh Hindia Belanda pada tahun 1848 sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Mulai tahun 1911, kelapa sawit dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perkebunan di tanah Itam Ulu, Sumatera Utara oleh maskapai Oliepalmen Cultuur dan di Pulau Raja oleh maskapai Huilleries dengan Sumatera RCMA dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919 (Lubis 1992). Pada mulanya hanya ada empat pohon dan keempatnya di tanam di Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1870, Kebun Raya Singapura mengambil benih kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor. Dari Singapura kelapa sawit menyebar ke malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya (http:/id.wikipedia.org). Gambar 1. Penyebaran komoditi kelapa sawit, Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit (Blaeis guineensis Jacq.) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae ordo Palmales, famili Palmaceca, sub famili Palminae, genus Elaeis. Beberapa spesies dalam genus ini antara lain Elaeis guineensis, Elaeis melano cocca, Elaeis oleivera dan Elaeis odora (Barcella odora). Ketiga spesies tersebut dalam istilah internasional merupakan tumbuhan penghasil minyak sawit (Corley dalam Risza 1976) Saat ini kelapa sawit telah berkembang pesat di Asia tenggara khususnya Indonesia dan Malaysia. Penghasi. minyak sawit terbesar di dunia seat ini adalah Malaysia dan diikuti oleh Indonesia (Statistik 1995). Kelapa sawit terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Bagian vegetatif Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Akar kelapa sawit merupakan akar serabut. Akar-aker ini terbagi menjadi akar primer, akar sekunder, akar tertier dan akar kuartier. Akar kelapa sawit dapat berkembang hingga kedalaman + 1 m dengan daerah perakaran terpadat pada kedalaman + 25 om, schingga permukaan air tanah ditemukan pada kedalaman 80-100 cm (Risza 1997). Panjang akar yang tumbuh menyamping dapat mencapai 6m. Penyerapan unsur hara dan ai: dilakukan oleh akar kuartir. Batang Kelapa sawit tidak mempunyai cabang dan tidak mempunyai kambium. Jenis pertumbuhannya adalah jenis pertumbuhan primer dimana titik tumbuh berada pada jung batang dan terus berkembang membentuk daun serta tinggi batang. Batang dapat meneapai diameter 90 cm dengan ketinggian kurang, dati 12 m (untuk tanaman komersial umur 25 tahun). Menurut Hartley (1978) pertumbuhan batang kelapa sawit sebesar 0,3-0,6 my/tahun. Sedangkan Bintoro (1988) menyatakan bahwa batang sawit baru dapat terlihat setelah tanaman berumur 4 tahun. Daun kelapa sawit berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan alat respirasi. Jumlah pelepah potensial dalam tiap pokok berkisar 60 pelepah. Sedangkan untuk tanaman komersial jumlah pelepah dipertahankan sekitar 48-54 pelepah (Syamsulbalr 1996). 2. Bagian generatif. Bunga merupakan bagian utama organ generatif. Bunga ini kemudian akan berkembang menjadi buah dan dapat dipakai untuk perbanyakan tanaman, Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan, Pembungaan termasuk monoctous artinya bunga jantan dan betina terdapat pada satu pokok, namun tidak pada tandan yang sama, Dalam beberapa kasus, bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tandan yang disebut bunga banci (hermaprodit). Bunga jantan dan betina terdapat pada ketiak pelepah daun. Satu tandan bunga jantan terdiri dari + 200 spiklet di mana dalam 1 spiklet terdapat 700-1000 bunga jantan (Risza 1997). Sedangkan dalam | tandan bunga betina terditi dari + 200 spikelet dimana terdapat + 30 bunga betina dalam tiap spikelet. Bentuk bunga betina seperti bunga cengkeh. Penyerbukan pada kelapa sawit dapat dilakukan oleh angin, serangga dan bantuan manusia (Risza 1997). Angin memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri maupun silang. Serangga penyerbuk yang berperan dalam penyerbukan kelapa sawit di Asia adalah Thrips Hawaiensis (Hartley 1978). Penyerbukan oleh manusia disebut asisted polination lebih efektif hasilnya namun memakan biaya yang lebih mahal. Hasil penyerbucan kemudian akan menjadi buah yang nantinya Gipanen untuk diolah atau sebagai bahan perbanyakan tanaman. Proses pembentukan buah sejak saat penyerbukan hingga buah matang memakan waktu sekitar 6 bulan, Bush kelapa sawit muda berwama hitam, kemudian setelah berumur = 5 bulan warna berangsur-angsur menjadi merah kekuning-kuningan (Risza 1997). Pada saat perubahan warna tersebut terjadi proses pembentukan minyak pada mesocarp (daging buah). Perubahan wama tersebut disebabkan adanya zat warna caroten pada butir/berondolan buah (Risza 1997). Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 3-4 minggu hingga sampai_ masak morfologis. Pada keadaan itu bua’ telah matang dan mengandung minyak secara optimal. Satu bulan masak morfologis buah akan menjadi masak fisiologis di ‘mana buah sudah ranum dan siap untuk tambuh, Menurut Risza (1997), bush kelapa sawit terdici dari 3 bagian, yakni lapisan Iuar (epicarpium) yang disebut kulit luar; lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah dan mengandung minysk sawit; lapisan dalam (endocarpium) yang disebut inti (Herne!) dan mengandung minyak inti. Di antara inti dan daging buah terdapat cangkang (tempurung) yang keras. Biji kelapa sawit terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit biji atau cangkang (spermodermis), tali pusat (fuuniculus) dan inti biji (nucleus seminis). Di dalam inti terdapat lembaga atau embrio yang merupakan calon tanaman baru, Tipe (Varietas) Kelapa Sawit Varietas kelapa sawit saat ini dibagi menurut kriteria warna dan tebalnya cangkang berdasarkan warnanya varietas kelapa sawit terdiri dari 3 varietas, yaitu Nigrescen, Virescen dan Albascen (Syamsulbahri 1996). Varietes yang dipakai untuk tanaman komersial adalah Nigrescen dan yang lainnya dipakai untuk program pemuliaan, Berdasarkan tebalnya cangkang kelapa sawit terbagi 3 tipe, yaitu tipe Dura yang mempunyai cangkang tebal dan kandungan minyak yang rendah; tipe Pisifera yang mempunyai cangkarg yang sangat tipis dan mempunyai kandungan minyak yang tinggi; serta tipe Tenera yang merupakan hasil persilangan antara Dura (induk betina) dan Pisifera (induk jantan).. Untuk tanaman komersial umumnya dipakai tipe tanaman hasil persilangen antara Dura dan Pisifera. Dura dipilih karena mempunyai komposisi dan berat tandan yang baik, sedanzkan pisifera dipilih karena mempunyai jumlah tandan yang banyak. Selain itu persilangan antara Dura dan Pisifera mempunyai keuntungan seperti: produksi minyak dan inti per hektar tinggi; cepat berkembang; daya tahan tethadap penyakit; lebar tajuk dan populasi per ha optimal; serta komposisi minyak dan kandungan asam lemak tidak jenuh (Gaskon dan Wuidart dalam Risza 1975). Perbanyakan Tanaman Perkembangbiakan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan cara generatif diperoleh melalui peristiwa perkawinan dan menghasilkan biji. Sedangkan perbanyakan cara vegetatif diperoleh melalui kultur jaringan. Pada perkembangbiakan cara generatif, pembuahan terjadi setelah proses penyerbukan, Bakal buah tumbut: menjadi buah dan bakal biji tumbuh menjadi biji. Biji sawit kemudian merupakan alat perkembangbiakan karena mengandung Jembaga (embrio), Biji yang dihasilkan untuk tanaman komersil umumnya merupakan persilangan antara pohon induk Dura dan pohon jantan Pisifera. Perbanyakan cara vegetalif diperoleh dengan memakai teknik kultur jaringan (tisue culture) yang disebut planilet, Ada 4 cara dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan, yaitu: © Kultur embrio, dimana organ yang digunakan adalah embrio dengan tujuan mematahkan dormensi biji dan menghilangkan pengatuh inhibitor sehingga embrio dapat tumbuh dengan baik © Kultur organ, di mana o-gan yang dipakai adalah aker, batang, daun, tangkai, tandan, bunga, dsb dengan maksud memperbanyak tanaman dalam klon, © Kultur tangkai kepala sari (pollen), bertujuan untuk memperoleh tanaman homozygote dengan menggunakan organ tangkai kepala sari (anther’. © Kultur protoplast, yakni proses peleburan 2 macam protoplasma yang berasal dari sel induk yang berlainan. Gabungan protoplasma tersebut akan membentuk dinding sel baru atau kalus tanaman allogami. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah disekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut, Jumiah curah hujan yang baik adalah 2 000- 2 500 mm/tahun, lama 5-7 jam per hari, suhu udara 22°-32° C (Tuner & Gillbanks 1974), tidak memiiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun (Hartley 1967). Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanh seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, organosol dan alluvial. Sifat fisik yang baik untuk kelapa sawit adalah: * Solum tehal 80 em Soh yang tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. © Tekstur ringan, dikehendaki memiliki pasir 20-60%, debu 10-40%. Liat 20-50%. « Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang, © pH tanah sangat terkait pada ketersediaan hara yang dapa diserap oleh akar, Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0 namun yang terbaik adalah 5,0-5,5. Tanah yang mempunyai pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran namun membutuhkan biaya yang tinggi. © Kandungan unsur hara tinggi. C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1 %. Daya tukar Mg = 0,4-1,0 me/100 g. Daya tukar K = 0,15-0,20 me/100 & Perbandingan daya tukar Mg dan K berada pada batas normal (Hartley 1967) ‘Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Ulat Api (Limacodidae) Ulat api pada umumnya memakan daun-daun tua tanaman kelapa sawit. Ulat ini jarang ditemukan pada daun yang masih muda, Bila stadia ulat masih muda, ulat hanya memakan jaringan permukaan ates daun, Keadaan seperti ini tidak berlangsung lama karena sejelan dengan perkembangan ulat itu sendiri maka ulat instar terakhir dapat memakan seluruh jaringan daun (Wood 1968). Biasanya memakan helaian daun dimulai dari tepi bagian ujung daun kemudian bergerak mundur ke pangkal daun, Apabila populasi ulat sangat tinggi maka helaian daun dapat habis sehingga yang tinggal hanyalah lidinya saja, bahkan ulat dapat memakan epidermis pelepah daun, Beberapa jenis ulat api yang umum diketahui diantaranya Setora nitens Walker, Darna trima Moore, Ploneta diducta Snellen, Theseo asigna dan Thoseo bisura Moore. Setora nitens Walker Imago S. nifens berwama coklat dan terdapat garis yang berwama gelap pada sayap depan, Ngengat aktif pada malam hari, Rentang sayap 30-38 mm. Imago betina meletakkan telur di permukaan bawah daun, umumnya di dekat ujung daun dalam bentuk kelompok yang saling menindih (Anonim 1966). Menurut Wood (1968), telur & Nifens berwarna kuning, semi transparan, berbentuk bulat pipih dan akan menetas dalam waktu 4-7 hati setelah diletalekan. Ulat yang baru menetas mempunyai warna yang sama yaitu jingga dan setelah berumur dua atau tiga hari akan terlihat warna-ware lain, Ulat instar terakhir berwarna kehijauan dan akan berubah menjadi merah batu bata apabila akan membentuk pupa, Di bagian tengah tubuhnya sebelah atas terdapat bentuk pita berwarna ungu yang memanang dari kepala ke abdomen. Mesa larva pada tanaman kelapa sawit kira-Kira 50 hari, sedangkan pada tanaman kelapa hanya 18- 32 hari (Wood 1968). Ulat yang baru keluar dari telur berukuran kira-kira 2 mm dan ulat instar terakhir dapat berukuran sampai 35 mm, Pada tubuhnya terdapat delapan tonjolan berduri yang teracun, Apabila duri tersebut mengenai kulit manusia akan terasa pedih dan panas. Oleh karena itu, ulat ini disebut juga ulat api. Tungkai ulat ini tidak berkembang sempurna seperti lainnya, tetapi ulat ini dapat berjalan dengan bagian bawah tubuhnya yang lekat. Ulat instar terakhir akan derubah warna menjadi kecoklatan atau merah batu bata (Anonim 1966). Kerudian ulat bergerak ke pangkal daun, terus turun ke bawah dan berkepompong dalam tanah di sekitar pohon kelapa sawit atau di sela~ sela pangkal daun yang masih melekat di batang. Kepompong terletak dalam kokon yang berwarna coklat tua dan berbentuk bulat (Wood 1968). Masa kepompong berlangsung selama 17-27 hari. Imago yang baru keluar dari kepompong, segera akan ter>ang mencari pasangan untuk kopulasi, siklus hidup serangga ini adalah 41-70 hari (Anonim 1966). Darna trima Moore Imago berwama coklat wa dan aktif malam hari. Pada sayap dengan terdapat bintik bewarna kuning dan empat buah garis berwarna hitam. Sayap belakang berwama abu-abu gelap (Wood 1968). Rentang sayap imago jantan kira- kira 20 mm, sedangkan rentang sayap imago betina kira-kira 23 mm dan telur biasanya diletakkan oleh imago betina di permukean bawah daun dan akan menetas dalam waktu 5-7 hati etelah diletakkan (Anonim 1966). 10 Pada bagian dorsal ulat berwama coklat, sedangkan bagian lateralnya terutama di dekat bagian ventral berwama hijau kekuningan. Di tububnya terdapat empat baris tonjolan yang berduri dan beracun. Ulat yang telah memasuki instar terakhir berukuran kira-kira 15 mm panjang dan 6 mm lebar (Anonim 1966). Masa larva hanya berlangsung selama 17-30 hari. Setelah itu ulat akan menjadi kepompong. Kepompong serangga ini juga terletak dalam kokon. Kokon biasanya melekat di permukaan bawah daun atau tangkai daun (Anonim 1966), Panjang pupa kire-kire 8 mm dan lebarnya 6 mm. Pupa berwarna coklat dan masa pupa berlangsung selama 12 hari (Anonim 1966). Ploneta diducta Snellen Imago betina berwarna coklat, rentang sayapnya kira-kira 24-30 mm dan mempunyai antena berbentuk benang. Imago jantan juga berwara coklat tetapi rentang sayapnya hanya kira-kira 22-24 mm, sedangkan antena tergolong ke dalam bentuk *bipectinate” (Anonim 1966). Telur diletakkan oleh imago betina di permukaan bawah daun (Anonim 1966 dan Wood 1968). Seckor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak kira-kira 225 butir (Kalshoven 1950; Anonim 1966). Masa telur hanya empat hati (Anonim 1966; Wood 1968). Ulet yang baru keluar dari telur berwarna coklat kekuningan dan ulat instar terakhir berwara hijau, Pada tuouhnya terdapat duri-duri yang beracun, Ulat instar terakhir berukuran 18 mm (Anonim 1966). Masa larva kira-kira 30-37 hari (Anonim 1966; Wood 1968). Pupa serangga ini terletak di dalam kokon yang melekat pada tulang daun. Bila populasi hama tinggi, maka dari satu pelepah daun bisa ditemukan lebih dari 250 kokon, Kokon berwama putih kuning dan masa pupa adalah 11-14 hari, Siklus hidup serangga ini berkisar antara 45-55 hari (Anonim 1966). i Theseo Asigna dan Thoseo Bisura Moore ‘Menurut Kalshoven (1981), di daerah Sumatra Utara ulat ini hidup pada tanaman kelapa sawit. Ulat berwema hijau dengan corak yang khas pada bagian dorsal (Wood 1968; Kalshoven 1950) dan berukuran Kira-kira 3,5 em. Kokon berbentuk bulat dan berukuran 18,5 * 14 mm, berwama coklat dan biasanya terdapat dalam tanah di sekitar pohon kelapa sawit atau di bawah tumpukan daun kelapa sawit di atas tanh. Imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 350-400 butir (Kalshoven 1950). Siklus hidupnya pada tananan kelapa sawit belum diketahui dan menurut Wood (1968), kemungkinan siklus hidupnya hampir sama dengan S. Nitens. Demikian juga halnya deagan biologi 7h. dissura belum diketahui dan mungkin sama dengan biologi S. Nitens. Ulat Kantung (Psychidae) Sama halnya dengan ulat api, maka ulat kantung juga menyenangi daun- daun yang telah tua. Ulat pada stedia muda akan memakan epidermis permukaan tas daun dan menimbulkan gejale gerigitan berbentuk bulat, Pada mulanya bekas gerigitan ulat tersebut berwarmna hijau, tetapi lama kelamaan ekan mengering dan berwama merah kecoklatan. Oleh karena itu, apabila populasi ulat tinggi, daun- daun akan terlihat mengering (Wood 1968). Ulat instar terakhir dapat memakan seluruh jaringan daun sehingga daun terlihet berlobang-lobang. Jenis ulat kantung yang sudah diketahui adalah Metisa plana Walker dan Mahasena corbetti Tams. Metisa plana Walker Imago betina dan imago jantan mempunyai morfologi yang berbeda. Imago jantan mempunyai sayap, sedangkan imago betina tidak mempunyai sayap sehingga imago betina tetap tinggal dalam kantungnya (Anonim 1966), Rentang, sayap imago jantan adalah 15 mm (Wood 1968). Kopulasi terjadi dalam kantung imago betina, Dalam beberapa waktu kemudian imago betina akan bertelur. Telur diletakkan di dalam kantung induknya. Jumlah telur yang dapet dihasilkan olch seekor imago betina berkisar 100-300 butir (Wood 1968), 12 Lima belas hari setelah telur diletakkan, maka telur akan menetas. Ulat yang baru tersebut akan keluar dari kantung induknya dan segera membuat kantung sendiri dari potongan-potongan jatingan permukean daun. Pembuatan kantung akan sclesai dalam waktu 1-2 jam (Anonim 1966). Masa larva serangga jantan adalah 70-104 hari, sedangkan masa larva serangga betina adalah 76-93 hati. Pembentukan pupa terjadi di dalam kantung. Masa pupa berlangsung selama 10-15 hari (Wood 1968). Siklus hidup serangga jantan dan betina masing- ‘masing 70-104 hari dan 101-123 hari (Anonim 1966). Mahasena corbetti Tams Seekor imago betina dapat bertelur lebih dari 3000 butir (Kalshoven 1950). Telur-telur tersebut akan menetas dalam waktu yang bersamaan. Ulat yang baru akan Keluer dari kantung induknya dan akan membuat kantungnya sendiri dari potongan helaian anak daun kelapa sawit. Ulat instar pertama memakan epidermis daun, sedangkan pada instar berikutnya ulat dapat memakan scluruh jaringan daun sehingga pada daun skan terbentuk lobang-lobang. Ulat instar terakhir berukuran kira-kira 35 mm. Siklus hidup serangga ini kira-kira 3,5-4 bulan. Sama halnya dengen ulat M. Plana, ulat ini juga membentuk pupa dalam kantung. Kokon atau kantung biasanya tergantung pada daun atau tulang daun Imago betina serangga ini juga tidak mempunyai sayap, schingga imago betina tetap tinggal dalam kantungnya (Anonim 1966). Musuh Alami Pemakan Daun Kelapa Sawit Dalam suatu proses produksi perkebunan, seringkali mendapat tantangan yang harus dihadapi, yaitu gangguan hama dan penyakit. Gangguan tersebut jika tidak dilaksanakan pengendalian akan menimbulkan kerugian, Pengendalian hama dan penyakit yang tidak bijaksena, dapat menimbulkan berbagai masalah, agar tethindar dari masalah tersebut, maka pengendalian hama dan penyakit mengacu ke prinsip atau sistem —pengendalian hama —terpadu— (PHT) (http://zakyalhamzah, blogspot.com). 13 Sesuai dengan kebijakan perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit, salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan pengendalian hama penyakit adalah penggunaan agens hayati dan pestisida nabati. Potensi agens hayati akhirakhir ini sudah banyak dikembangkan, artinya pengendalian hama penyakit sudah banyak memanfuatkan peran musuh alami, seperti predator, parasitoid, patogen serangga. Predator Predator menangkap dan memakan serangga hama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hidupnya satu ekor pemangsa dapat memakan banyak ‘mangsanya, Predator yang menjadi musuh alami pada pertanaman kelapa sawit adalah: Cosmolestes picticeps Stal, Isyndus heros Fabricus dan Sycanus macracanthus Stal termasuk pemangsa dari famili Reduviidae (Tiong 1979), banyak famili ini berukuran besar, dengan panjang 2 cm atau lebih, tetapi ada juga yang lebih kecil, bila menemusan mangsa, serangga ini membuka mulutnya seperti pembuluh yang tajam, dan menusukkannya kedalam serangga yang ditangkap untuk dihisap cairan dalamnya, sebagian jenis kepik ini aktif pada siang hari dan sebagian malam hati. Laba-laba seperti Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha pallescens adalah arthropoda pemangsa yang berbeda dengan serangga pemangsa Jainnya. Perbedaanya terdapat pada jumlah segmen di kepala dan toraks (Kalshoven 1981). Ada jenis laba-laba pembuat jaring. Laba-laba tersebut menunggu di jaringnya sampai serangga yang terbang atau jatuh terperangkap. Laba-laba mendekati serangga itu dengan cepat, menggigit dan langsung memakannya. Kadang-kadang menyimpannya untuk dimakan kemudian. Beberapa jenis laba-laba lainnya tidak membuat jaring, tetapi berpinda2-pindah dalam kebun untuk memburu mangsa. Contohnya adalah laba-laba lompat. Jenis- s serangga yang dimangsa adalah dari Ordo Diptera, Collembola, Coleoptera, Orthoptera, Lepidoptera, Hemiptera, Thysanoptera, Hymenoptera, kelompok laba-laba sendiri, dan artropoda lainnya (Foelix 1982). 14 Parasitoid Parasitoid adalah serangea yang memarasit atau hidup dan berkembang dengan menumpang pada scrangga lain (disebut inang). Sefora nitens mempunyai parasit yang tergolong ke dalam famili Ichneumonidae yaitu Spinaria spinator dan Spstropus roepkei de Mefj. Kedua musuh alami tersebut menyerang pada stadium pupa (Wood 1968). Selain kedua parasit tersebut di atas, ditemmukan juga parasit yang menyerang stadium ulat, Parasit tersebut adalah Chaetoxorista Jjavana B. et. B. Berdasarkan hasil penelitian Tiong (1979) serangga yang menjadi parsitoid Theseo Asigna adalaa Chloroeryptus sp. nr. Coeruleus Cameron (Ichneumonidae), Musuh alami (parasit) MM plana tergolong ke dalam beberapa famili seperti Brachymeria sp.( Chalcididae), Pediobius tomentosus (Eulophidae), Fislistina sp. (Ichneumonidae) dan Goryphus inferus (Wood 1968). Pada tahun 1969 parasit Apanteles metesae nixon telah digunakan untuk mengendalikan ulat Mictisa plana, Parasit ini dapat menekan populasi ulat sebesar 71% (Sankaran 1970). Menurut Tiong (1979), di Malaysia terdapat beberapa parasit Mahasena corbetti yaitu Brachymeria Iugubris (Chalcididae), B. ghani, Echtromorpha agrestoria (Ichneumonidae), Hozenillia sp. (Tachinidae), Myrmarachne sp. (Galticidae) dan Crematogaster sp. Banyak jenis famili ini memasukkan telumya ke dalam tubuh ulat atau serangga lain. Telur itu menetas dalam ulat, dan larva yang sangat keeil memakan tubuh ulat (inang) dari dalam, sehingga ulat mati. Ini yang disebut endoparasitoid. Ada juga parasitoid yang meletackan telurnya di permukaan inangnya, kemudian menetas dan larvanya memakan dengan cara menghisap cairan tubuh dari Ivar sampai inangnya mati, dan inilaa yang disebut ektoparasitoid (Kasumbogo ef al 2002). Biasanya ukuran tubuh parasitoid lebih kecil dari tubuh inangnya. Larva keluar dari bangkai ulat untuk membuat kepompong. Ada pula jenis yang membuat kepompongnya di dalam mayat ulat inangnya. Setelah keluar dari kepompong, serangga dewasa dasat terbang dan kawin, Kemudian betina mencari ulat lain untuk meletakkan telumya. Satu ekor parasitoid biasanya hanya dapat memakan/memparasit satu ekor inang, 15 Patogen Patogen merupakan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan ‘menimbulkan penyakit pada hama dan penyakit tanaman. Benyak jenis patogen menyerang serangga dan penyakit tanaman, Ada patogen tertentu yang bersifat spesifik, berarti patogen ita menyerang hanya satu jenis inang. Ada juga patogen yang umum, yang dapat menyerang banyak jenis inang. Ada banyak jenis patogen, di antaranya jamur (fungi), virus, bakteri, protozoa dan nematoda. Virus yang menyerang Theseo Asigna. Gejala ulat yang terserang virus ialah ulat tidak mau makan dan terjadi perubahan warna. Warna bagian dorsal dan Jateral menjadi kuning. Ulat yang mati terserang virus menjadi berwama coklat, tubuhnya lembek dan berbau busuk. Virus yang menyerang ulat ini adalah virus yang mengandung RNA. Virion mengandung 10,2 persen RNA dengan berat ‘molekul setiap sub-unit protein adalah 60.800 (Tiong 1979). Pada serangga ini ditemukan juga parasit cendawan ait Paccilomyses _fumosoroseus (Moniliaceae). Mahasena corbetti dapat juga terserang oleh sejenis virus. Ulat yang terserang akan berubah wara dari coklat muda menjadi merah muda terang. Ulat yang mati karena serangan virus akan berubah warna menjadi coklat, Berdasarkan hasil identifikasi, virus yang tidak mengandung RNA. Virus berdiameter 27 nm (Yusra 1980). Serangga predator dan parasit banyak dijumpai pada tanaman pengganggu (gulma) dan tanaman penutup tanah, Menurut Tiong (1979), tanaman pengganggu tersebut adalah Ageratum conyzoides, Eupatorium odoratum, Buphoribia heterophyla, Ipomoea crassicauiis, Jussiaca linifolia, Boreria spp. dan beberapa jenis lainnya, Predator dan parasit selalu ditemukan juga pada tanaman penutup tanah seperti Centocema pubescens dan Poeraria javanica. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit, PTPN Vill, dengan mengambil lokasi di dua afdeling pada biok ke-1 sampai blok ke-38. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, dimulai April 2008 dan berakhir pada Juni 2008. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghitung tangan (hand counter), GPS Magelan tipe 315, peta perkebunan, teropong merek Tasco (20x50; 140m/1000m), buku identifikasi Jabalaba yang telah dikembangkan oleh Barrion (Barrion & Litsinger 1995), dan untuk predator Jain (serangga) menggunakan buku identifikesi Borror (Borror et. al 1992). Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Untuk keperluan data primer diperlukan pengamatan Jangsung. Pengamatan dilakukan stratifikasi menurut kelompok umur tanaman yaitu: 1. Tanaman Menghasilkan (TM) dengan uur satu tahun (pada blok 7, 9, 13, 14, 15, 17, , 19, 20, 21, 27, 28, 29, 30), umur dua tahun (pada blok 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 18, 33, 34, 35, 36, 38) dan umur tiga tahun (pada blok 1, 2) (Gambar 2). 2. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dengan umur tiga tahun. Pada blok 3, 16, 22, 23, 24, 25, 26, 31, 32, 37 (Gambar 2). Untuk melengkapi data sekunder dilakukan juga wawancara dengan pihak- pihak yang mengelola perkebunan seperti Dinas Hama dan Penyakit PTPN VIIL, Kepala Tanaman dan Asisten Kebun, Wawancara meliputi keadaan umum kebun Cimulang, budidaya kelapa sawit, keberadaan hama dan penyalit di lapangan dan bagaimana pengelolaan hama dan penyakit yang dilakukan, 2) rwansemagro ne I wats pieereres [cmos TS) rommmaoes penton Gambar 2. Peta perkebunan kelapa sawit. Pengambilan Contoh Tanaman Penentuan tanaman contch berasal dari 38 blok di 2 afdling yang terdapat pada Perkebunan Cimulang. Di setiap blok diambil 3 tempat yang berbeda kemudian dari setiap tempat diambil 100 tanaman. Tantaman contoh berjarak tiga pohon dalam satu baris tanaman dan tiga pohon dalam jarak antar baris (Gambar 3). Gambar 3. Pohon contoh sensus ulat api dan ulat kantung. 18 Pengambilan Contoh Ulat Api dan Ulat Kantung Pengambilan contoh dalam penelitian ini meliputi dua stratifikasi umur tanamen, yaitu pengambilan ulat api dan ulat kantung pada tanaman menghasilkan di pelepah daun muda (No.17) dan pelepah daun tua (No.25), pada tanaman belum menghasilkan, pengambilan ulat api dan ulat kantung hanya pelepah daun muda (No.9) (Gambar 4), Kemudian dihitung jumish hama yang ditemukan pada setiap pelepah daun kelapa sawit yang diamati secara manual dengan menggunakan hand counter Gambar 4, Susunan pelepah kelapa sawit. Pengamatan Contoh Ulat Api dan Ulat Kantung Pengamatan kepadatan ulat api dan ulat kantung pada tanaman menghasilkan dilakukan dengan menggunakan teropong. Penggunaan teropong dikarenakan kondisi morfologi tanaman yang tinggi. Namun demikian, saat ini cara inilah yang paling mungkin dilakukan, Sedangken pada tanaman belum menghasilkan dilakukan dengan mengamati secara kasat mata. Tingkat kepadatan dinyetakan dengan jumlah ulat yang ditemukan per daun,dan tingkat kepadatan ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu ringan, sedang dan erat. Kelas kepadatan ulat api dan ulat kantung pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. 19 Tabel 1. Klasifikasi kepadatan ulat pada pelepah daun kelapa sawit. TBM ™ Je R s B | R s B Ulat api: © Setora nitens <3 | 34 ] 25 | <7] 79 | 210 © Setothosea asigna | <3 | 34 | 25 | <7 | 7.9 | zlo © Thosea bisura 35 | | o | 0 low! o | 0 low) ot 0 4 2 losses oo }otofo [2] o sos | o fos 5 2 [oss [033] 0 | 9 |o1e| o | 0 | 0 [ossjoss|“o | 0 6 27 [oss] 2 |i [1a] 0 | 0 | 0 | 05 [0.16 | 033 | 033 | 016 7 i ofolfoelfofofo | oy] o fois} o3s {0 [033 8 2 as [is fore! o | o | 0 | 0 | 05 fotwloiw|o | 0 3 1 acct it fo} o [o | 0 [oislosl! oo foto 10 2 133[2 [0 fo fo fo fo} 0 fo fowl o | 0 1 2 |ois|os|o | o | o | o | o los{ 1 [oss] 0 [0 2 2 oo [0 fieslo | 0 | 0 [033] 05 [1.16 [0 [70 13 1 0 [033-0 [0 | 1 [oss] 0 [ois fois! o [0 | 0 4 1 ofofo}o oo | o fos fois! o [0 [0 15 1 [oss [06 [0 | 0 | 0 |oie|o33 oa; o | 0 [| o | 0 17 T o foss[o [0 [1 Jose] 0 fois} ss3[ 35 {0 [0 18, 2 os os fo | 9 | o | o [oss}os | o |033 {733} 0 19 I ooo fo fos yes | o 1 0 [oss [os3 {0 | 0 20, i oo [oe [9 [ols[ 0 [0 | 0 [ois fois | 0 | 083 21 1 ofolfolfotTololo}totrotototyo 27 L ofofolo|ofos|o}o;olofo}o 28 i oto foysfo;o}o}|o),o}o|o {oe 29. i ofotols|o;o;o;o};o;o)]o] 0 30 1 ofofo| ) jowlos|o|o}|o);ol]o os 33 2 o16{ o [| o | > | o fost o oo [oo Jo | 033 34 2 033 [083 [033{ 9 [ois] oie} 0 [ois [033] 0 [083 | 133 35 2 05 [016] 0 [9 [033 [016] 016 | oi6| 0 | oT 0 [0 36 2 of oo} }o fo} o /owloss| 0] 0 | 0 38 2 o;olfof )}|ofotolo flo} o {isos Rataan [0.27 | 0.38 [ 0.05 | 0.12 | 0.12 [0.12 [0.04 | 0.23 | 0.47 | 0.29 | 0.34 | 0.25 25 Rataan populasi ulat api lebih tinggi pada pelepah daun tua yaitu 0,38 ekor/pelepah (bulan ke-1), 0,12 ekor/pelepah (bulan ke-2), 0,12 ekor/pelepah (bulan ke-3). Menurut Wakil Kerala Tanaman kebun Cimulang, populasi ulat api dipengaruhi oleh curah hujan yang rendah, dengan rata-rata 278 mm per tahun (Lampiran 1), dan ulat api lebih menyenangi pelepah tua, dikarenakan ulat api membutuhkan naungan dari pelepah muda agar tidak terkena sinar matahari, sedangkan dari biologi perkembangan ulat api, imago selalu meletakkan telur pada pelepah tua yang dekat dengan permukean tanah sehingga mempermudah ulat untuk membentuk pupa (http:/lid wikipedia.org). Populasi ulat kantung lebih tinggi pada pelepah daun muda yaitu 0,47 ekor/petepah (bulan ke-2) dan 0,34 ekor/pelepah (bulan ke-1). Hal ini disebabkan jaringan daun pada pelepah daun muda lebih lunak daripada jaringan daun pada pelepah daun tua, dan ulat lebih menyukai jaringan daun yang lebih lunak, sedangkan di bulan pertama populasi ulat kantung rendah pada pelepah muda, hal ini dikarenakan pada bulan tersebut dilakukan kegiatan penyemprotan oleh pihak perkebunan. Gambar 5. Ulat api (Sefora nitens). Hasil pengamatan di lapang, Kerusakan akibat serangan ulat api dapat dilihat dari bekas serangan pada daun, Ulat api hidup berkelompok pada permukean bawah daun. Larvanya menimbulkan kerusakan karena memakan daun, larva stadia awal menyebabkan lubang-lubang kecil yang tidak tembus, dibawah permukean anak-anak daun. Larva instar terakhir memakan daun di kedua tepi daun kadang-kadang tinggal daun tua saja. Serangan berat 26 menyebabkan pohon-pohon kelapa sawit gundul kecuali beberapa daun yang paling muda (Tjoa 1953). Gambar 6. Pelepah kelapa sawit yang terserang ulat api. Ulat api pada umumnya memakan daun-daun tua tanaman kelapa sawit. ‘Ulat ini jarang ditemukan pada daun yang masih muda (Elvinardewi 1981). Bila stadia ulat mesih muda, ulat henya memakan jaringan permukaan atas daun, Biasanya memakan helaian daun dimulai dari tepi bagian ujung daun kemudian bergerak mundur ke pangkal deun, Apabila populasi ulat sangat tinggi maka helaian daun dapat habis sehingga tinggal lidinya saja, bahkan ulat dapat memakan epidermis pelepah daun. Kehilangan daun dapat menyebabkan penurunan potensi produksi sempai 70% di tahun pertama pasca panen, tergantung pada tingkat defolias: dan strata tajuk yang terserang (Sipayung & Sudharto 1990). Gambar 7. Ulat kantung M. plana & M. corbetti, 27 Menurut Ahmad (1976), kerusakan akibat serangan ulat kantung dapat dilihat dari larva pada stadia muda akan memakan epidermis permukaan dan menimbulkan gejala gerigitan berbentuk bercak bulat. Pada mulanya bekas gerigitan larva tersebut berwamna hijau, tetapi lama kelamaan akan mengering dan berwama merah kecoklatan, Larva instar terakhir dapat memakan seluruh jaringan daun sehingga terlihat berlubang-lubang. Adanya lubang-lubang pada daun yang baru. membuka menunjukkan tanda bahaya akan meledak populasi hama. Kerusakan berat menyebabkan daun mati dan melidi (Ahmad 1976). Pada populasi tinggi daun-daun akan ‘erlihat mengering, dalam populasi tinggi dapat ‘menurunkan hasil 40% (Yusra 1980). Gambar 8. Pelepah kelapa sawit yang terserang ulat kantung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan populasi ulat api dan ulat Kantung lebih tinggi pada TM dibandingkan TBM, Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: penyemprotan insektisida, adanya kegiatan pengutipan (“hand picking”) ulat pada TBM. Pengutipan ulat merupakan pengendalian dini yang dilakukan pada TBM. TM merupakan tanaman produksi (menghasilkan), memiliki perawakan tanaman yang tinggi schingga perawatan secara intensif jarang dilakukan. Pengutipan ulat maupun hama lain yang ditempatkan di lapangan dilakukan setiap hari oleh 2 orang/6 ha/hari, dengan dibayar Rp 1.000,-/ulat. Hama-hama yang ditemukan langsung dibawa hidup- hidup atau dimatikan dengan cara memasukkan hama tersebut ke dalam kaleng yang berisi minyak solar. 28 @ Gambar 9. (a). Aktivitas hand picking sekaligus perawatan tanaman, (b). Aktivitas penyemprotan. Peranan Musuh Alami Musuh alami merupakan agens pengendali hayati. Keberadaanya dapat menjaga suatu keseimbangan ekosistem dalam mengendalikan populasi hama, hanya saja populasi musuh alami yang rendah dapat mengakibatkan tingginya populasi hama yang berakibat pada tingginya Iuas dan intensitas serangan hama tersebut. Tinggi rendahnya populasi musuh alami sangat tergantung pada pengelolaan terhadap lahan tersebut, semakin tinggi aplikasi pestisida maka semakin rendah populasi musuh alami di lapang. Sebab saat dilakukan aplikasi pestisida di lapang, bukan hanya hama yang mati tetapi musuh alami pun ikut terbasmi, Keragaman Spesies Musuh Alami Pada pengamatan pertaraman kelapa sawit terhadap musuh alami, keragaman arthropoda paling banyak ditemukan terutama dari golongan Arahnida (laba-laba) (Gambar 10), Spesies yang ditemukan dari lahan TM dan TBM adalah Pardosa pseudoanmulata (Araneae: Lycosidae), yang dikenal dengan nama Laba- laba serigala yang terscbar sebesar 2% pada dua afdeling, Te¢ragnatha pallescens dikenal dengan nama laba-laba pembuat jaring (Araneae: Araneidae) sebesar 88% pada TBM dan 82% pada TM, Plexippus paykuli dikenal dengan nama laba- laba lompat (Araneae: Salticidae) sebesar 4% pada TBM dan 8% pada TM, dan 29 Oxyopus javanus dikenal laba-laba bermata tajam (Araneae: Oxyopidac) sebesar 6% pada TBM dan 8% pada TM. Laba-laba tidak ditemukan disekitar koloni ulat api dan ulat kantung, tetapi ditemukan disekitar tanaman berbunga atau gulma, mudwiba snag row | | a sa tabadoba | i Bxabotabs ~~ ‘es Gambar 10. Laba-laba yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit. Laba-laba Serigala (Araneae: Lycosidae) Laba-laba serigala umumnya aktif pada malam hari. Laba-laba serigala bermata tajam, matanya 8, tetapi eda dua lebih besar. Laba-laba ini tidak membuat jaring, tapi berburu mangsa, sehingga disebut laba-laba pemburu, Mangsanya dikejar, setelah menangkap mangsa, laba-laba menyuntikkan racun yang dapat melumpuhkan korban, kemudian mengisap cairan, Laba-laba serigala berjalan di atas tanah mencari serangga, mereka juga berburu mangsa di cabang dan dedaunan pohon kelapa sawit. Laba-laba ini antara lain makan kepik, termasuk nimfa Dasynus dan Diconocoris, serta ngengat dan ulat. Laba-laba jantan menggoyangkan alat mulutnya yaitu pedipalp (yang seperti kaki) untuk merayu betina. Setelah perkawinan, laba-laba betina menenun sarung telur yang dilekatkan di bagian belakang tubuhnya. Kantong ini dibawa ke mana-mana, juga saat berburu. Anak laba-laba yang menetas naik ke punggung induknya yang jumlahnya sampai 100 ekor dengan tetap dibawa di punggungnya. Proses penycbaran anak laba-laba sebagai berikut: Pada waktu anak laba-laba cukup besar, secara bersamaan mereka turun dari induk, mengangkat bagian belakang badannya, menenun sutera, dan kemudian terbawa angin ke tempat lain. 30 Laba-laba Pembuat Jaring (Araneae: Araneidae) Banyak jenis laba-laba membuat jaring. Mata dan kaki laba-laba ini lemah, tidak mampu menangkap mangsa tanpa bantuan jaringnya. Lab-laba jaring bulat ini menunggu dengan sabar. Ada yang tinggal di tengah jaring, ada juga yang bersembunyi di daun terlipat. Laba-laba lari kemangsanya hanya bila ada getaran serangga yang terperangkap. Dia terus menggigit dan melumpuhkannya. Kadang- kadang langsung mengisap cairan, atau membungkus korban dengan sutera untuk dimakan kemudian waktu, Ada jenis besar yang membuat jaring cukup untuk ‘menangkap burung kecil dan lebarnya dapat lebih dari 10 m, Ada juga yang kecil dengan jaring selebar setengah meter. Ada jenis yang menggunakan jaring yang sama selama beberapa minggu, menunggu di tengah-tengah jaringnya sepanjang hari, Jenis lain membuat jaring baru setiap malam. Pagi-pagi ia memakan jaring, kemudian bersembunyi sepanjang hari. Jantan sering lebih kecil dari betina, dan bentuknya berbeda. Beberapa jantan menunggu di sudut jaring, mendekati betina dengan hati-hati agar tidak dimakan. Setelah kawin, betina membuat sarung berisi ratusan telur. Betina mati sebelum anaknya Iahir. Anak-anak menenun payung sutera dan dibawa angin ke tempat baru. Laba-laba Lompat (Araneae: Salticidae) Laba-laba lompat aktif sepanjang hari, Laba-laba ini dapat menerkam mangsanya dengan cepat, bahkan dapa menangkap lalat yang terbang cepat. Kaki depannya kuat dan panjang. Laba-laba ini tidak membuat jaring, tetapi meronda di tanaman mencari mangsa. Labadaba lompat bermata delapan. Dua mata besar menghadap kedepan, tetapi mata lainnya kecil. Laba-laba lompat bergerak cepat. Tasering melompat jauh, dan mengeluarkan benang sarang supaya tidak jatuh ketanah. Laba-laba dapat menangkap mangsayang lebih besar darinya, seperti ngengat. Laba-laba jantan menggoyangkan kaki depan untuk menarik betina. Setelah kawin, betina membuat kantung dari sutera dan meletakkan telur di dalamnya. Betina menjaga kantung itu sampai anak laba-laba keluar dan dapat pergi sendiri. Laba-laba tidak mengalami metamorfosa (tidak ada laba-laba yang bermetamorfosa). Laba-laba lompat merupakan pemangsa penting bagi kepik dan 31 hama lain, Laba-laba menusukkan racun yang melumpuhkan mangsa, kemudian mengisap cairannya. Laba-laba Bermata Tajam (Araneae: Oxyopidac) Laba-laba ini tergolong laba-laba pemburu, Aktif sepanjang hari. Tidak ‘membuat sarang, tapi menerkam mangsanya. Kadang-kadang menunggu mangsa fewat, baru diterkamnya, atau Derpatroli di tanaman-tanaman untuk mencari mangsa. Labe-laba ini bermata enam, terletak pada segienam di atas kepala. Dua menatap ke depan, dua ke samping, dan dua ke atas. Kakinya berduri panjang, Sutera digunakan untuk menenun tali pengaman, schingga bila jatuh dari daun, tali itu menghindarinya jatuh sampai ke tanah. Laba-laba betina menjaga sarung telumya setelah kawin. Tapi umurnya pendek, Karena mati sebelum telumya menetas. Setelah menetas, anak laba-laba harus dapat berburu sendiri, tanpa bantuan induk betina. Laba-labs ini dapat menangkap mangsa yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri, Bahkan dapat menangkap ngengat, ulat dan kepik seperti Dasynus atau Diconocoris dan memegangnya sambil menghisap cairannya. Laba-laba ini adalah pemburu yang sangat efektif. © @ Gambar 11. Jenis laba-laba predator: (a). Laba-laba lompat; (b). Laba-laba jaring; (c). Laba-laba bermata tajam; (d) Laba-laba serigala. 32 Dominasi Spesies Famili laba-laba yang ditemukan dengan pengamatan langsung di lapang, dapat dikelompokkan kedalam dua guild yaitu, pertama, laba-laba pemburu dari famili Oxyopidae, Salticidae, Lycosidae Kedua, laba-laba jaring dari famili ‘Araneidae, Sementara Barrion & Litsinger (1995) mengelompokkan dalam tiga guild yaitu laba-laba pemburu, laba-laba pembuat jaring bulat dan laba-laba kerdil pembuat jaring. Kelompok laba-laba jaring mendominasi komunitas laba-laba di ekosistem dua stratifikasi umur tanaman TM dan TBM, setelah itu diikuti laba- laba lompat, laba-laba bermata talam, dan laba-laba serigala (Gambar 12). Hal ini dikarenakan biologi Iaba-laba jaring yang dapat menghasilkan generasi yang lebih banyak, dan anak laba-laba dapat menenun payung sutera dan dibawa angin ke tempat baru. Pengaruh jarak tanam yang baik juga dapat mempengaruhi banyaknya populasi laba-laba jaring antaranya: tidak terhambatnya pencahayaan sinar matahari, sehingga kondisi lahan tidak terlalu lembab dan mendukung pertumbuhan tanaman penutup tanah yang menjadi tempat perlindungan bagi laba-laba dari predator yang lebih besar, seperti: laba-laba yang ukurannya lebih besar dan burung. 150 ratesatapepulth Lape tbe ‘peng bemmotatalam fa Gambar 12, Perbandingan rata-rata populasi predator tiap blok. 33 Pada gambar 12 terlihat perbedaan rata-rata persebaran populasi laba-laba yang dibandingkan antera tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan, Rata-rata populasi laba-laba yang aktif di tanaman menghasilkan lebih tinggi dibandingkan di tanaman belum menghasilkan, faktor yang membedakan nilai rata-rata persebaran laba-laba yang aktif di tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan adalah cara pengelolaan, seperti penggunaan pestisida yang selektif dan pengoptimalan peran musuh alami, salah satu caranya adalah memelihara vegetasi di pertanaman kelapa sawit schingga dapat menjadi habitat bagi musuh alami terutama laba-laba. Jumlah musuh alami di kebun dapat meningkat dengan menyediakan tempat teduh dan tempat berlindung dari angin kuat atau hyjan deras. Tempat berlindung membantu musuh alami dengan menyediakan mangsa atau inang alternatif. Menurat Odum (1971) bahwa vegetasi yang kompleks dan lebih beranckaragam di suatu habitat cenderung memiliki populasi musuh alami terutama laba-laba yang tinggi. PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan hesil pengamatan ini, maka hal-hal yang dapat dilakukan berkaitan dengan penerapan sistem PHT dalam pengendalian organisme penganggu tanaman kelapa sawit, yaitu memperpendek waktu untuk sistem monitoring hama dan penyakit, dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan dengan tujuan meminimalkan biaya yang digunakan. Pemakaian pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit harus lebih selektif, seperti contoh pengendalian hama ulat api dan ulat kantung yang menyerang daun, dapat menggurakan insektisida dan penggunaan agens hayati, penggunaan insektisida antara lain: Dursban 20 EC, Sevin 85 BS pada kosentrasi 0,2-0,3%, karena penggunaan yang berlebihan dapat mempengaruhi keberadaan ‘musuh alami di Jahan perkeburan, menganggu fisiologi tanaman, juga dapat meracuni tenaga kerja, sedangkan penggunaan agens hayati dapat menggunakan Syeanus sp. dati famili Reduviidae, Metode pengendalian lain, dapat mengoptimalkan musuh alami yang terdapat di lahan perkebunan dengan cara menjaga keseimbangan dan_merrelihara ek fem, atau mengembangkan musuh 34 alami yang belum ada di lapang seperti pelepasan burung hantu untuk ‘mengendalikan hama tikus. Sistem PHT dapat diterapkan dalam pengendalian penyakit seperti: 1, Penyakit Busuk Pangkal Batang, disebabkan jamur Ganoderma applanatum yang sering menyerang tanaman kelapa sawit, dapat dikendalikan dan divegah antara lain: membongkar tanaman yang terserang dan selanjutnya dibakar dan melakukan pembumbunan taraman. 2. Penyakit Akar (Blast disease) dengan gejala serangan: tanaman tumbuh abnormal dan lemah, daun tanaman dapat berubah menjadi wana kuning yang disebabkan jamur Rhizoctonia lanellifera dan Phythium sp., dapat dikendalikan dengan melakukan kegiatan persemaian dengan baik, mengatur pengairan agar tidak terjadi kekeringan di pertanaman. 3. Penyakit Busuk Kering Pangkal Batang (Dry basal rot) dengan gejala serangan: tandan buah membusuk dan pelepati daun bagian bawah patah, yang disebabkan jamur Ceratocytis paradosa, dapat dikendalikan dengan membongkar tanaman yang terserang hebat dan selanjutnya dibaker. 4, Penyakit Garis Kuning (Patch yellow) yang. disebabkan jamur Fusarium oxysporum, dapat dikendalikan dengan melakukan inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda, Hal ini bertujuan agar serangan penyakit di persemaian dan pada tanaman muda dapat berkurang. 5. Penyakit Antraknosa (Anthracnose) dengan gejala serangan: terdapat bercak-bereak cokelat tua di ujung dan tepi daun, bercak-bercak dikelilingi wama kuning, bercak ini merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang, Penyebab oleh Melanconium sp. Glomerella cingulata, dan Bowryodiplodia palmarum, Pengendalian dan pencegahan dapat melakukan pengaturan jarak tanam, penyiraman secara teratur dan pemupukan berimbang, tanah yang menggumpal di akar harus disertakan pada waktu pemindahan bibit dari persemaian ke pem KESIMPULAN DAN SARAN, Kesimpulan Hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit di Kebun Cimulang adalah ulat api (Sefora nitens), ulat kantung (Mahasena corbetti & Metisa plana). Hama ulat api dan ulat kantung dapat menyerang tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM). Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 bulan, ratean populasi ulat api dan ulat kantung belum melewati tingkat kritis akan tetapi bisa menimbulkan kerusakan, antara Iain helaian daun habis sehingga tinggal lidi atau daun berlubang-lubang, Pada pengamatan pertanaman kelapa sawit terhadap musuh alami, keragaman arthropoda paling banyak ditemukan terutama dari golongan Arachnida (laba-laba). Laba-laba yang dominan pada Perkebunan Cimulang adalah laba-laba pembuat jaring dari spesies Tetragnatha pallescens, mendiami seluruh lahan, dengan distribusi sebesar 82% di TM dan 88% di TBM, kemudian, diikuti laba-laba lompat, laba-laba bermata tajam, dan laba-laba serigala. Laba- Jaba yang ditemukan memiliki potensi antara lain makan kepik, ngengat dan ulat. Saran Diperlukannya penelitian lanjutan terhadap laba-laba predator yang ditemukan, terutama biologi dan ekologi masing-masing laba-laba, Dan untuk mengetahui keragaman dan dominasi spesies laba-laba di daerah produksi kelapa sawit maka harus dilakukan penel:tian yang sama di tempat yang berbeda. Penelitian ini juga sebagai rekomendasi kepada para staff dan karyawan PTPN VIII untuk menggunakar sistem PHT dalam pengendalian organisme penganggu tanaman kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA ‘Ahmad, M. D. 1976. Beberapa hana kelapa sawit. (Masalah Khusus). IPB, Bogor. 42p. [Anonim]. 1966. The Oil Palm in Malaysia, Ministy of Agriculture and Co- operation, Kuala Lumpur. 255 p. , 2007. hitp:/fid. wikipedia srg/wiki/Kelapa_sawit [23 Februari 2008]. ind.htm, [23 Februari 2008]. .. 2007. http://www.visdatin.com/him/sawit 2008. http://zakyalhamzah.blogspot.com/archive htm! (23 Februari 2008). Bintoro. M. H. 1988. Pedoman budlidaya tanaman kelapa sawit. Jurusan Budi Daya Pertanian, Faperta-IPB. Bogor. 120 hal. Borror, D, J., Triplehom, C. A, Johnson, N. F. 1992. Pengenalan pelajaran serangga. Edisi keenam. Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press. Corley, R. H.V. 1976. Oil palm research the genus Elaeis elsevier. Dalam Risza, ed. Kelapa sawit. Kanisius. Jakarta. Hal 40. Ditjenbun. 1992. Budidaya kelapa sawit. Petunjuk Teknis. Diektorat Jendral Perkebunan, Jakarta. Elvinardewi, E. 1981. Biologi dan pengendalian hama ulat api (Selora nitens Walk.) pada pertanaman kelapa. Sumatera Utera. (Laporan Praktek Lapang). IPB, Bogor. Foelix, R. F. 1982. Biology of spider. Harvard University Press. Gaskon, J.P. dan W. Wuidatt. 1975. Ameliration de la production et de laqualite a Elacis Guineensis Oleaginneux. Dalam Risza, ed. Kelapa Sawit. Ka Jakarta. Hal 45, Hartley, C.W. 8. 1978. The oil palm (Blaeis guineensis Jacq.). 3" edition. Longman Scientific and Technical. New York. 740 pages. Hartley, C. W. S. 1967. The oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Longman Group Limited. London, Hal 704. 37 Kalshoven, L. G. E, 1981. The pests of crops in Indonesia, Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van de Culturagenuassen in Indon Lubis, A. U. 1992. Kelapa sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, P. Siantar. Sumatera Utara. Manuwoto, 8. 2000. Pengelolaan Agribisnis Dalam Kaitannya Dengan Penggunaan Metil Bromida Menghadapi Liberalisasi Perdagangan dan Isyu Lingkungan. Disampaikan pada: Workshop Teknologi Alternatif Metil Bromida. Bogor, 25-27 April 2000. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta-IPB, Badan Urusan Logistik (Bulog) dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Co. Philadelphia. Hal 574, Pane, Yusra. 1980, Serangan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psychidae) serta Pengendaliannya di Kebun Tinjowan If PTP VI (Persero), Sumatera Utara, (Laporan Praktek Lapang). IPB, Bogor. 57p. isza, 8.1997. Kelapa sawit. Kanisius. Jakarta. 186 hal. Sankaran, T. 1970, ‘The oil palm bagworm of sabah and the possibolities of their biological control. PANS 1€(1) :43-55. Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gadjah ‘Mada University Press. Sipayung, A. Dan P. S. Sudharto. 1990, Pengelolaan hama terpadu pada perkebunan Kelapa sawit. Prosiding pertemuan Teknis Kelapa Sawit, Pekan Baru, 19-21 Februari. Hal 139-148. Statistik. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia 1995-1997. Direktorat Jendral Perkebunan, Jakarta, Hal 6. Suwandi & B. L. Tobing. 1982. Pedoman pengambilan contoh daun tanaman kelapa sawit, Pedoman Teknis No. 30/PT/PPM/1982. Marihat, P. Siantar. Indonesia, 8p. Syamsulbahri, 1996. Bercocok tanam tanaman perkebunan tahunan. Fakultas Pertanian Unibraw. Gajah Mada University Press. 318 hal. Viong, R. H. C. 1979. Some predators and parasites of Mahasena Corbetti (Tams) and Thosea asigma (Moore) in Sarawak. The Planter 55 (639) : 278-289. 38 ‘Tjoa, T. M. 1953, Membramtas hama-hama kelapa dan kopra. Noordhoff-Kolff. Jakarta, Hal 125-129. Unterstenhofer, G. 1963. The basic principles of crop protection field trials. Pflanzenschuts-Nachrichten "Bayer". Hal 83. Untung, K. ef, al. 2002, Musuh clami, hama dan penyakit tanaman lada, Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Wood, B. J. 1968. Pests of oil palms in Malaysia and their control. Incorporated Society of Planters, Kuala Lampur. Hal 204. LAMPIRAN of “OUT = WAL -uefny pep = HH : ueBuera}oy lt Sle tre SSCSCESCSSCRCSCSC‘ECSCCS~C‘ddeC~CiS~C«E~SCT=COSECSESCsSPECOCCSCPSE | CVLVOVV eT 7 eT ECI GR6T OTT COLE OPE SOV'E GSI gcse OPI psWe GSI soO'Y ASI oeTy esl seI'y stl ever ce) HVIWOL sp he OS LL LTE. HT HHCL:CwBZCOZ SOW OT TL «SS Shh kt vot: | Masa sic tl Sf «8 6L Ohh OST OLTCTL:CME:CT: CLE, Los oc 16h of are tt | HAWAAON el ol Ul § Of 9 Be Ipc pl 60Z Ol oe wil 9 Is oc 99 @| wasOLN0 9 o£ SOO NE soc 6 tel She ses st eet ob gee Of | UaaIWaLaas oz Lol EL OLE HECSTOLCsTkC ot ote «ct | Snasnov se 9 6 Lot 3 ou 1 ue el got 8 ust 6 tH 6 OST OM mar vor Ist 6 «8 | OOML:SsCOTSCSTLC Ode OBSL OBL GOT GBS WHE INar oe. Srl 9 66z LS BOE «GHZ TLC CLLCBT:CT_CSE: ST 889 IZ SOE GUE Ta us Ok_=SsCOHE:CL:=C(i«COT:SC“i«‘i :C(i‘C ETS OCO:SCSHYCCKCLHTCST. OW OH1Oth COLT: BOE ZLSSHOCICthC S| Ta oor = 1ZSCSHL:SSCO:Ss(CiéOT:SC(iCiK SSCdE:C#OMT:SCEC‘:CSE:COST:CTNE: COS LOE FLCHET STG GO| LVI sue SCE:CUHL:SC*CSTE:S*CsT:CsL6E_OMT:SCMOE:COT_S CGH): He}: «STE o8looke sz | PaVOUaga rel lSweE:CiGSSCSHS:SCESCEI:CSL:CiCdTCGL:C LOL GZS} OL:SREY «GL 09 Iz see |v WA HH OWA HH OWA HH OWA HH OWN HH OWA HH WA HH WA HH WA HH WW HH WA HH NVIng 8007 L007 9007 soot F007 2007 z007 T00z 0007 666 8661 9007 Fedmws gg6T UNYE) LEP Hefny Yeand MEG { WeAdMIE] oF amenseaupy uemedrey, vumup) suny nme amyensMUpy sopuE ‘UBEBIEDUDS esta) ejedoy ya Tesagl JOpULByA, sensrartupy INL pus sqmjey, rapuls uemesreyy ueMekey ere sopury, wenreypouag fascead eso FOPUIWA sesog 10pueyy Buypuuny yepue,) Supopyy pus SuyppFy EpUIS Buy[MUND TILA Nad Hawes ede, meungaysed “eaSunseID Suef eyedoy ropuig epedoy roping agenspupy stuKBto anpMg z Mesure]

You might also like