Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat adalah tempat tinggal atau tempat
untuk berlindung dari lingkungan luar. Pada zaman sekarang, masyarakat akan memilih
area-area atau kawasan tempat tinggal yang memiliki fasilitas-fasilitas yang menunjang
kebutuhan hidup mereka. Kota adalah sebuah kawasan yang luas yang memiliki fasilitasfasilitas penunjang untuk bertempat tinggal.
Kota adalah kawasan pemukiman yang secara fisik didominasi oleh kumpulan
rumah pada tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan
warganya secara mandiri. Menurut Hamid Shirvani (1985), terdapat delapan elemen
perancangan kota antara lain tata guna lahan, bentuk dan massa bangunan, sirkulasi dan
parkir, ruang terbuka, pedestrian, sistem penanda, pendukung kegiatan serta konservasi
dan preservasi.
Fokus pembahasan pada makalah ini adalah konservasi dan preservasi.
Konservasi dan preservasi adalah upaya melestarikan, memelihara atau melindungi
bagian-bagian dari kawasan kota yang memiliki ciri khas dan sejarah. Cakupan dari
konservasi dan preservasi dapat berupa lahan, gedung, lingkungan tempat tinggal, urban
place dan berbagai area yang memiliki ciri khas dan sejarah dari kawasan tersebut.
Yang menjadi kajian mengenai konservasi dan preservasi kawasan perkotaan
adalah Ubud, Gianyar. Ubud merupakan kawasan pariwisata yang diminati pada turis
lokal maupun mancanegara. Yang menjadi daya tarik dari Ubud adalah lingkungannya
dan seni budaya yang terkenal. Seni dan budaya yang tergambar dari bangunan yang ada
menjadi salah satu bagian perkotaan yang harus terus dilestarikan sehingga perlu adanya
konservasi dan preservasi dalam kawasan ini.
Didalam makalah ini akan dijabarkan mengenai apa saja yang menjadi bagian
dari konservasi dan preservasi yang ada di kawasan pariwisata Ubud dan bagaiamana
pengaplikasiannya. Selain itu juga dibahas mengenai potensi dan masalah dari
konservasi dan preservasi di kawasan pariwisata Ubud.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Bagaimana keterkaitan konservasi dan preservasi sebagai salah satu elemen
1.2.2
perancangan kota?
Bagaimana kondisi fisikdan non-fisik kawasan pariwisata Ubud-Gianyar secara
1.2.3
makro?
Bagaimanakah konservasi dan preservasi yang ada di Kawasan Pariwisata Ubud ?
1
1.2.4
Bagaimana potensi dan masalah konservasi dan preservasi yang terjadi di kawasan
pariwisata Ubud?
Gianyar.
LingkupPembahasan Materi
Lingkup pembahasan materi adalah review mengenai konservasi dan preservasi
di kawasan pariwisata Ubud.
1.5 Metode
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang dicari dapat dibedakan berdasarkan :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang dapat dikumpulkan secara langsung di
lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati langsung keadaan dan dilapangan
dan melakukan pencatatan data yang didapat sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya di lapangan.
Interview
Interview atau wawancara adalah metode untuk mendapatkan data dengan
cara melakukan tanya jawab dengan pihak terkait mengenai proses
b. Kausa Komperatif
Metode yang dilakukan dengan cara mencari sebab akibat terhadap
permasalahan, dan membandingkan dengan literatur atau teori sebagai acuan
pembahasan.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang pembuatan makalah, identifikasi masalah yang akan
dibahas, tujuan dan sasaran dari pembuatan makalah, lingkup dan batasan, metode
penulisan serta sistematika penulisan pada makalah ini.
BAB II TINJAUAN TEORI : KONSERVASI DAN PRESERVASI DALAM
PERANCANGAN KOTA
Bab ini bersi mengenai teori dasar dari konservasi dan preservasi sebagai bagian
dari sebuah perancangan kota. Tujuan dari bab ini adalah sebagai pedoman dalam
membahas mengenai konservasi dan presevasi pada kawasan pariwisata Ubud.
BAB III TINJAUAN KAWASAN PARIWISATA UBUD
Bab ini berisi hasil tinjauan ke lapangan mengenai kawasan parisiwata Ubud
secara fisik dan non fisik serta kondisi kawasan akan konservasi dan preservasi yang ada
di kawasan pariwisata Ubud.
BAB IV TINJAUAN KONSERVASI DAN PRESERVASI KAWASAN PARIWISATA
UBUD
Bab ini berisi penganalisaan hasil dari tinjauan ke lapangan yaitu kawasan
pariwisata Ubud mengenai konservasi dan preservasi yang ada. Termasuk juga
didalamnya membahas mengenai potensi dan masalah-masalah konservasi dan preservasi
yang terjadi di kawasan pariwisata Ubud.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil tinjauan mengenai konservasi dan preservasi di
kawasan pariwisata Ubud. Serta saran guna meningkatan upaya konservasi dan preservasi
bagi kawasan pariwisata Ubud.
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSERVASI DAN PRESERVASI DALAM PERANCANGAN KOTA
definisi tersebut muncul 10 kriteria yang digunakan untuk merumuskan apakah sebenarnya
pengertian dari kota, yaitu
1.
2.
3.
4.
nyata.
5. Tempar masyarakat tinggal dna bekerja
6. Fugnsi perkotaan minimum meliputi sebuah pasar, pusat pemerintaha, pusat militer,
pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama.
7. Heterogenitas dalam masyarakat.
8. Pusat ekonomi perkotaan.
9. Pusat pelayanan bagi daerah pada lingkungan setempat.
10. Pusat penyebaran.
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi,
kebudayaan dan politik. Kesemuanya akan tercermin dalam komponen-komponen yang
membentuk stuktur kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan
perkotaan setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1. Unsur Wisma
Unsur wisma merupakan bagian dari ruang kota yang digunakan untuk berlindung terhadap
alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
2. Unsur Karya
Unsur karya merupakan syarat utama yang akan mempengaruhi perkembangan kota. Unsur
karya merupakan daerah perkantoran. Unsur ini akan memberikan jaminan bagi kehidupan
bermasyarakat karena menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
3. Unsur Marga
Unsur marga merupakan bagian dari perkotaan yang akan menciptakan hubungan antar
tempat dalam kota, antar kota dengan kota lain, maupun daerah lain. Jadi dapat disimpulkan
unsur marga adalah jalan raya.
4. Unsur Suka
Unsur suka atau unsur rekreasi adalah bagian dari ruang perkotaan yang akan memenuhi
kebutuhan masyarakat akan fasilitas hiburan.
5. Unsur Penyempurna
Unsur penyempurna adalah bagian-bagian dari ruang kota yang belum tercakup dari unsurunsur lain namun sangat diperlukan dalam lingkungan perkotaan. Fasilitas tersebut antara
lain fasilitas pendidikan, keagamaan, utilitas perkotaan, perbelanjaan dan lainnya.
2.2 Perancangan Kota
Penyedian ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual merupakan suatu
usaha yang sukses dalam sebuah perancangan kota.
4. Ruang Terbuka
Ruang terbuka dalam suatu kota biasanya meliputi lpangan, jalan, sempadan sungai,
taman dan sebagainya. Ruang terbuka akan selalu berhubungan dengan elemen
landscape.
5. Jalur Pejalan Kaki
Elemen ini berinteraksi dengan elemen-elemen dasar lain dan harus saling berkaitan
serta dapat mengikuti adanya perubahan atau pembangunan fisik kota dimasa yang
akan datang.
6. Pendukung Aktivitas
Pendukung aktivitas adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan yang mendukung
ruang publik suatu kawasan kota. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana
pendukung jalur pejalan kaki tetapi juga pertimbangan guna dan fungsi elemen kota
yang dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman dan lain
sebagainya.
7. Sistem Petanda
Sistem Petanda yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, meda
iklan dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan sistem penanda akan
mempengaruhi visualisasi kota jika tidak ditata dengan baik.
8. Konservasi dan Preservasi
Konservasi dan preservasi adalah pekerjaan merawat dan memperbaiki bangunan
yang dilakukan secara rutin untuk menjaga warisan sejarah dan ciri khas yang ada
pada bangunan yang merupakan salah satu elemen penyusun awal sebuah kota.
Konservasi dan preservasi sangat dibutuhkan karena kota-kota di dunia telah banyak
mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat, dalam perubahan tersebut,
bangunan, kawasan maupun objek budaya yang perlu dilestarikan menjadi rawan untuk
hilang dan hancur, dan dengan sendirinya akan digantikan dengan bangunan, kawasan
ataupun objek lainnya yang lebih bersifat ekonomis-komersial. Untuk itu, konservasi dan
preservasi bertujuan pada mempertahankan kebudayaan yang terdapat pada kota sehingga
sejarah dari kota tersebut tidak hilang oleh perkembangan jaman.
Pada dasarnya kegiatan konservasi dan preservasi terhadap suatu bangunan bersejarah
dalam lingkungan perkotaan sudah diatur oleh Badan Warisan Dunia dibawah UNESCO.
Prinsip-prinsip kegiatan konservasi dan preservasi menurut Piagam Burra (2003) antara lain:
1. Tujuan akhir dari konservasi dan preservasi adalah mempertahankan nilai estetika,
sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial sebuah tempat dan mencakup faktor
pengamanan, pemeliharaan akan bangunan dimasa yang akan datang.
2. Konservasi dan preservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi
awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin.
Dibutuhkan penelusuran lebih lanjut mengenai perbaikan dan perlakuan yang
telah ada sehingga tetap mempertahankan sejarah.
3. Diperlukan disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan
pelestariannya.
4. Harus mempertimbangkan seluruh aspek tanpa mengutamakan salah satunya.
5. Konservasi dan preservasi harus dilakukan melalui penyelidikan lanjut yang akan
menjadi prasyarat penting untuk menetapkan kebijakan selanjutnya.
6. Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat.
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap tampak fisik dari
bangunan. Pemeliharaan yang boleh dilakukan adalah yang tidak merusak atau
mengurangi bagian dari bangunan tersebut. Penyisipan dan penambahan
diperbolehkan namun sesuai dengan ketentuan yang telah ada.
8. Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya tetap ada pada lokasi
bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian tidak dapat dilakukan
kecuali hal tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk tetap melestarikan
bangunan atau karya tersebut.
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari signifikasi cultural dari sebuah
tempat pada dasarkan tidak dapat diterima.
Manfaat dari konsevasi dan preservasi bagi kawasan atau kota tersebut dan
masyarakat adalah
8
lingkungan/kawasan lama.
Ditengah perubahan dan pertumbuhan yang pesat sekarang ini, lingkungan/kawasan lama
berawal dari konsep preservasi yang bersifat statis, kemudian dari konsep yang statis tersebut
berkembang menjadi konsep konservasi yang bersifat dinamis dengan cakupan yang lebih
luas lagi. Sasarannya tidak terbatas pada objek arkeologis saja, melainkan meliputi juga karya
arsitektur lingkungan dan kawasan, dan bahkan kota bersejarah dan pada akhirnya,
konservasi menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian lingkungan binaan yang
mencakup preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi. Tujuan
dari itu semua adalah untuk memelihara bangunan atau lingkungan sedemikian rupa,
sehingga makna kulturalnya yang berupa: nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial
untuk generasi lampau, masa kini dan masa datang akan dapa terpelihara.
Konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan,
gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya. Disamping itu, tempat yang
dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial,
ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik. Dalam perencanaan suatu lingkungan kota, unit
dari konservasi dapat berupa sub bagian wilayah kota bahkan keseluruhan kota sebagai
sistem kehidupan yang memang memiliki ciri atau nilai khas. Dengan demikian, peranan
konservasi bagi
suatu
kota bukan
semata
bersifat fisik,
namun
mencakup
upaya
Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam proses penentuan konservasi dan
preservasi antara lain :
a. Kriteria Arsitektural, suatu kota atau kawasan yang akan dipreservasikan atau
dikonservasikan memiliki kriteria kualitas arsitektur yang tinggi, di samping memiliki
proses pembentukan waktu yang lama atau keteraturan dankeanggunan (elegance).
b. Kriteria
Historis, kawasan
yang
akan
dikonservasikan
memiliki nilai
historis dan kelangkaan yang memberikan inspirasi dan referensi bagi kehadiran
bangunan baru, meningkatkan vitalitas bahkan menghidupkan kembali keberadaannya
yang memudar.
c. Kriteria Simbolis, kawasan yang memiliki makna simbolis paling efektif bagi
pembentukan citra suatu kota.
Kategori yang menjadi pertimbangan untuk dilakukannya konservasi dan preservasi
adalah
1. Nilai (value) dari objek, mencakup nilai estetik yang didasarkan pada kualitas bentuk
maupun detailnya. Suatu objek yang unik dan karya yang mewakili gaya zaman
tertentu, dapat digunakan sebagai contoh, suatu objek konservasi;
2. Fungsi objek dalam lingkungan kota, berkaitan dengan kualitas lingkungan secara
menyeluruh. Objek merupakan bagian dari kawasan bersejarah dan sangat berharga
bagi kota. Objek juga merupakan landmark yang memperkuat karakter kota yang
memiliki keterkaitan emosional dengan warga setempat; dan
3. Fungsi lingkungan dan budaya, penetapan kriteria konservasi tidak terlepas dari
keunikan pola hidup suatu lingkungan sosial tertentu yang memiliki tradisi kuat,
karena suatu objek akan berkaitan erat dengan fase perkembangan wujud budaya
tersebut.
BAB III
10
dalam
kehidupan
sosial
budaya
masyarakat
yang
terkenal
dengan
keramahtamahannya. Panorama alam pedesaan seperti tebing, jurang dan sungai dengan
air jernih, persawahan bertingkat, semak belukar, dan suasana permukiman merupakan
panorama khas Ubud dapat memberikan ketenangan dan inspirasi bagi wisatawan. Ubud
memiliki banyak objek yang menarik bagi wisatawan. Beberapa diantara objek tersebut
adalah Puri Saren, yang terletak di Puri Ubud, pasar seni tradisional, Monkey Forest
(Wenara Wana) dan museum-museum.
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa Ubud memiliki pesona alam, seni
dan budaya yang sangat melimpah sehingga potensi tersebut menjadi sesuatu yang dicari
oleh wisatawan asing maupun lokal untuk dijadikan sarana rekreasi maupun sarana
edukasi. Dengan melimpahnya potensi-potensi yang dimiliki Ubud tersebut, maka perlu
diadakan pelestarian (konservasi) maupun kegiatan yang terencana (preservasi) supaya
potensi-potensi yang dijelaskan diatas tersebut bisa terus dipertahankan keberadaanya
selama mungkin, sehingga Ubud tetap memiliki daya tarik yang cukup tinggi
bagi
1. Data Ubud
rakyat lainnya.
Kawasan peruntukan pariwisata
12
Peruntukan pariwisata Ubud seluas kurang lebuh 7.712 Hektar yang tediri
dari Ubud, Kedewatan, Peliatan, Mas, Petulu, Lodtunduh, Sayan, Singakerta
di Kecamatan Ubud.
Ubud terdiri atas 13 banjar dengan luas 732 hektare dan berpenduduk sekitar
sebelas ribu jiwa. Kelurahan Ubud sampai saat ini secara Administrasi/Kedinasan terbagi
ke dalam 13 (tiga belas) lingkungan sebagai berikut :
1. Lingkungan Ubud Kelod
2. Lingkungan Ubud Tengah
3. Lingkungan Ubud Kaja
4. Lingkungan Sambahan
5. Lingkungan Bentuyung
6. Lingkungan Junjungan
7. Lingkungan Tengallantang
8. Lingkungan Taman Kaja
9. Lingkungan Taman Kelod
10. Lingkungan Padang Tegal Kaja
11. Lingkungan Padang Tegal Tengah
12. Lingkungan Padang Tegal Kelod
13. Lingkungan Padang Tegal Merta Sari
Jika ditinjau dari aspek keagamaan dan adat di Kelurahan Ubud terdiri dari 6
(enam) Desa Pakraman yang meliputi :
1. Desa Pakraman Ubud.
2. Desa Pakraman Bentuyung.
3. Desa Pakraman Junjungan
4. Desa Pakraman Tegallantang
5. Desa Pakraman Taman Kaja
6. Desa Pakraman Padangtegal
Kelurahan Ubud merupakan satu satunya kelurahan yang ada di antara 8
(delapan) Desa / kelurahan di Kecamatan Ubud, dengan batas batas wilayah sebagai
berikut :
Disebelah Utara
: Kecamatan Tegalalang
Disebelah Timur
: Desa Peliatan
Disebelah Selatan
: Desa Mas
Disebelah Barat
: Desa Sayan
13
Bentuk permukaan tanah (bentang lahan) diwilyah Kelurahan Ubud adalah datar,
dengan luas wilayah 779,92 Ha atau 7,8 Km2. Dari luas wilayah tersebut dan ditunjang
kondisi tofografi seperti di atas. Pemanfaatan lahan di wilayah Kelurahan Ubud telah
mengalami
perkembangan
seiring
berkembangnya
kepariwisataan
Ubud
yang
memerlukan fasilitas pariwisata seperti hotel, restoran, tempat hiburan serta daya tarik
dan tempat aktivitas pariwisata yang dibutuhkan oleh wisatawan yang mengunjungi
Kelurahan Ubud. Adapaun peruntukan lahan di Kelurahan Ubud adalah sebagai berikut:
Areal Persawahan : 360 Ha
Areal Pekaranagan : 213,27 Ha
Tanah Tegalan
: 140,34 Ha
: 66,31 Ha
: 779,92 Ha
Secara geografis Kelurahan Ubud terletak pada 8o 2519 S dan 115o 1442E,
dan berada pada ketinggian 325 m dari permukaan laut. Adapun curah hujan rata rata
per tahun di Keluraha Ubud, berdasarkan data tahun 2008 yang diperoleh dari Balai
Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Bali, adalah sebesar 2.379
mm , dengan keadaan suhu rata rata antara 24,1oC 25,7oC.
Selanjutnya, Kelurahan Ubud juga memiliki daerah kawasan hutan, yang
demikian terkenal ke manca Negara, yaitu
sebagaidaerah konservasi terhadap flora dan fauna yang ada di dalamnya terutama kera.
Di samping itu wilayah Kelurahan Ubud juga terdiri dari daerah persawahan yang masih
asli, yang merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan yang datang berkunjung ke
Ubud.
Sumber daya manusia atau warga masyarakat Ubud merupakan salah satu
sumber daya atau modal untuk menggerakan pembangunan di Kelurahan Ubud. Namun
jika kuantitas dan kualitas sumber daya manusia ini tidak di kelola dan diarahkan dengan
baik akan menjadi beban sekaligus penghambat pembangunan. Pengendalian kuantitas
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di kelurahan ubud telah dilaksanakan
secara mandiri maupun melalui pembinaan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang
mandiri dan sejahtera.
Kebanyakan masyarakat Ubud berprofesi sebagai seniman, seperti seniman
patung, seniman tari, seniman lukisan dan seniman kerajinan tangan. Sehingga banyak
ditemui retail atau toko-toko yang menawarkan kerajinan tersebut.
14
masa lampau.Walaupun dikenal sebagai pasar seni, namun sejatinya pasar Ubud
merupakan pasar tradisional biasa yang menjual barang dan kebutuhan masyarakat
setempat.
2.
3.
4.
5.
6.
Subak Angkeran
Subak Bungkulan
Subak Juwuk Manis
Subak Muwa
Subak Padang Tegal
Sektor lain yang menjadi pilihan hidup yang digeluti oleh masyarakat
Kelurahan Ubud adalah sektor perdagangan. Sektor ini didukung oleh karakteristik
Kelurahan Ubud sebagai sebuah daerah tujuan pariwisata yang diunggulkan di
Kabupaten Gianyar. Sebagai Kelurahan yang berada dijantung ibukota Kecamatan
Ubud, keberadaan Pasar sebagai media pertemuan penjual dengan pembeli juga
memberikan andil dari berkembangnya sektor Perdagangan di Kelurahan Ubud.
Meskipun keberadaan Pasar di Ubud, tidak otomats didominasi oleh masyarakat Ubud,
akan tetapi tetap saja keberadaanya memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi
pertumbhan perekonomian masyarakat setempat. Pengelolaan Pasar Ubud itu sendiri
berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Gianyar melalui Dinas
Pendapatan dan bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Ginyar. Meskipun
demikian dalam setiap upaya penataan maupun penertiban yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, selalu melibatkan unsur Pemerinah dan LPM Kelurahan Ubud.
2. Sejarah Singkat Ubud
Dalam perjalanan sejarah Guru Suci Mpu Markandya dari Gunung Raung
Jawa ke Bali, dalam proses penyebaran Agama Hindu beliau tiba disebuah lereng atau
bukit kecil yang memanjang kearah utara dan selatan. Bukit ini diapit oleh dua buah
sungai yang berliku yang mirip seperti dua ekor naga. Sungai yang berada disebalah
barat bernama Sungai Wos Barat, sedangkan yang berada disebelah timur Sungai Wos
Timur. Mpu markendya mendirikan sebuah permukiman yang disebut Sarwa Ada
yang terletak disekitar desa Taro.
Kedua sungai Wos barat dan Wos Timur bertemu menjadi satu disebuah lokasi
yang disebut dengan campuhan. Di Campuhan inilah Mpu Markendya mengadakan
tempat pertapaan dan beliau mulai merambas hutan untuk membuat pemukiman dan
membagikan tanah pertanian bagi pengikutnya. Dengan demikian sempurnalah Yoga
Sang Resi, dengan ditandai dengan mulainya kehidupan masyarakat di Desa ini dengan
dianugrahinya tanah untuk pertanian sebagai sumber kehidupan.
Sebutan Wos untuk kedua sungai yang telah bercampur dan melekat menjadi
nama desa/pemukiman pada jaman itu. Sedangkan nama sungai ini sesuai dengan
17
maknanya. Sesuai dengan isi lontar Markandya Purana,Wos ngaran Usadi, Usad
ngaran Usada, dan Usada ngaran Ubad. Dari kata ubad ini ditranskripsikan menjadi
UBUD.
Selain tersebut di atas, Kelurahan Ubud juga memiliki sejarah kepemimpnan
Kepala Desa. Keperbekelan Desa di Ubud dimulai tahun 1922 yang dipimpin oleh
seorang perbekel pada waktu itu bernama Pan Grya. Wilayah Ubud waktu itu meliputi
Sambahan, Junjungan, Bentuyung, Ubud, Kutuh, dan Nagi. Pan Grya kemudin
digantikan oleh A.A Gde Kerempeng yang menambah lagi wilayahnya ke Taman Kaja,
Padangtegal dan Tegallantang.
Sejak tanggal 31 Desember 1980 Keperbekelan Ubud berubah status menjadi
Kelurahan, dan perbekelnya Tjokorda Gde Rai Darmawan diangkat menjadi Kepala
Kelurahan Ubud.(lahirnya Kelurahan Ubud tanggal 1 Januari tahun 1981).
Sejak jaman perang kemerdekaan putra-putri Ubud telah banyak yang ikut
memberi andil demi kemajuan Bangsa dan Negara, seperti I wayan Suweta, Nyoman
Sunia, Ida Tjokorda Putra Sudarsana, Nombrong dan Made Kajeng. Demikian juga di
jaman pembangunan ini salah seorang putra Ubud, yaitu: DR. Ir. Tjokorda Raka
Sukawati juga telah memberikan andil yng sangat berharga bagi kemajuan bangsa dan
Negara kita, khususnya alam bidang pembangunan fisik, berupa penciptaan sebuah
teknik pembangunan yang dinamakan Sosrobahu dalam pembuatan jalan layang di
Jakarta. Selanjutnya Ubud terus berkembang mengikuti perkembangan Pariwisata yang
semakin hari semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan Domestik
maupun wisatawan Mancanegara termasuk seniman-seniman lukis Asing berdatangan
ke Kelurahan Ubud bahkan ada yang menetap di sana.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Literatur :
18
Zahnd, Markus. 2006. Seri Strategi Arsitektur 2 : Perancangan Kota secara Terpadu.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Burra Charter. 2003. Pedoman dan Prinsip-Prinsip Preservasi dan Konservasi Bangunan
dan Lingkungan Bersejarah Burra Charter, World Harritage Council UNESCO.
Paris.
Cohen, Nahoum. 2001. Urban Planning Conservation and Preservation. USA : The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Sumber Internet :
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6577/A55.pdf?sequence=1
(Diakses pada tanggal 10 April 2014; 00.12 WITA)
19