You are on page 1of 1

SHALAWAT MALAM KUDUS

SHALAWAT MALAM KUDUS Dikirim oleh nop pada 05-May-2005


16 yang membaca PusDig ini.
Kita teruskan: panggilan kesucian. Apa itu suci? Tentu Kitab Katholik memiliki wacana tentang
kesucian, dan Paus Johannes Paulus II tidak akan lari dari wacana itu meskipun berhak
memberikan makna spesifik dan tafsiriyah. Saya seorang Muslim, dan wacana saya tentu dari
Islam.
Saya menduga sama dengan di dalam pemahaman Katholik, kesucian tak bisa dibatasi
oleh pemaknaan parsial. Ia global, mungkin komprehensif, karena esensial. Anda bisa
menemukan makna kesucian pada Hindu, Budha, Kristen dan Islam mungkin sebagaimana
menemukan rasa manis pada gethuk, yangko, wingko atau jajan-jajan lain. Makanan-makanan
itu tidak sama, tetapi toh bisa menemukan kerjasama kulturalnya melalui rasa manis yang
sama-sama mereka miliki.
Sapaan Budaya Antar Agama
Di dalam Islampun tidak hanya satu idiom yang mengindikasikan makna kesucian.
Mungkin karena ia ini, maka ia indikatif pada sangat banyak gejala. Kalau seorang Muslim
mengucapkan Subhanallah, ia sedang menyadari kekotoran dirinya di hadapan kesucian Allah.
Salah satu asma Allah bernama Al-Quddus, di-Indonesia-kan menjadi kudus.
Teman-teman Nasrani memiliki lagu Malam Kudus, yang KiaiKanjeng sering menyapa Ummat
Nasrani dengan meminjam notasi lagu ini meskipun diisi dengan syair shalawat. Di Inggris,
Skotlandia, Jerman, Italia, juga Australia justru jenis sapaan Malam Kudus ini yang paling
digemari oleh Ummat Nasrani di sana. Behitu juga KiaiKanjeng mengaransir sangat banyak
musik yang mengambil ilham dari seni etnik berbagai suku bangsa atau bangsa. Dari Dayak
sampai Cina. Di Mesir KiaiKanjeng bekerjasama dengan grup pengiring Ummi Kultsum Yasser
Muawwad, di Skotlandia bekerja sama dengan Big Pipe.
Notasi lagu dan segala macam perangkat musik adalah alat budaya. Orang dari agama berbeda
bisa mempertukarkan lagu, sebagaimana Kiai dan Pastur bisa mempertukarkan knalpot mobil,
handphone atau baju. Hal ini akan saya jelaskan melalui suatu tulisan khusus.
Suci adalah Syarat Utama Kepemimpinan
Di dalam struktur (khusus) 14 asma Allah (Surat Al-Hasyr, Quran), disebut tiga syarat
kualitas bagi setiap orang yang akan menjadi pemimpin. Dan begitu ia menjadi pemimpin, hal
pertama yang harus ia jalankan dan buktikan kepada khalayak yang dipimpinnya adalah
kekudusan, kesucian, yang dilambangkan oleh nama Tuhan Al-Quddus.
Kualitas Quddus disebut sesudah Malik, diikuti oleh kualitas-kualitas lain: Salam,
Mumin dan Muhaimin. Kalau empat kualitas itu dijalankan, maka si pemimpin akan
Aziz, Jabbar dan Mutakabbir. Pemimpin itu akan sangat kuat gagah perkasa namun
direlakan oleh rakyatnya, karena mrantasi masalah-masalah dan tak bisa dijatuhkan.
Secara singkat syarat ketika seseorang menjadi pemimpin (Malik) harus hanya
melakukan sesuatu yang suci, menciptakan keselamatan bagi semua yang berhak selamat,
memberi rasa aman, serta memelihara situasi yang kondusif untuk kerjasama universal.
Suci itu bahasa rohani. Kudus itu bahasa hati. Bahasa moralnya: jujur. Bahasa
hukumnya: adil. Bahasa budayanya: jantan. Bahasa ekonominya: professional. Bahasa
politiknya: fair. Bahasa olahraganya: sportif. Semua nilai-nilai dari berbagai bidang itu
bermuara pada kesucian.
Maka Paus Johannes Paulus II menterjemahkan kesucian secara kongkret ke adalam
perjuangan-perjuangan nyata di tengah peta permasalahan ummat manusia di muka bumi. Ia
melawan rasisme, imperialisme, opressi terhadap manusia, perang, bahkan materialisme,
sekularisme dan konsumerisme meskipun perjuangan beliau sebatas koridor moral adalah
dalam rangka membawa semua manusia menuju kesucian hidup. (Bersambung).

You might also like