You are on page 1of 55

ANALISIS KETERLIBATAN PEGAWAI DALAM PEKERJAAN DI DINAS

KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN


(Studi kasus di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman)
Suyati,Siwi Lastari, SE.,MM, Winanto Nawarcono, SE.,MM
ABSTRACT
Performance is influenced by individual characteristics (ability and skill, personality, perception,
attitude, experience, gender, age, race, traits, and learning capacity) and the work environment
(organizational structure, job design, policies, rules, awards, and sanctions and resources).
Performance is the performance results of operations of both quantity and quality employees in
an organization. Assessment of performance through self assessment (self assessment) is the
most common approach to measuring and understanding individual differences.
Of the 40 respondents, 34 respondents were in the score 50-74 entering the medium category,
while others are located at 6 respondents score 75-100 are included in the high category. And
nothing at all that is in the score 25-49 of respondents means that does not exist at all employees
who are in the low category. From the above data it can be concluded that the Employees'
Involvement in Sleman District Health Office Who's because 34 respondents from 40
respondents as a whole is in the medium category, while another 6 respondents who are in the
high category and nothing at all that is in the low category. Upshot: Employee Involvement
Sleman District Health Office if viewed from the employees' loyalty Medium.
Based on the results of research conducted on the Involvement of Employees Working in Sleman
District Health Office, it can be concluded that:
1. The amount of employee involvement in completing the work in Sleman District Health
Office of average height when seen from the analysis that there were 33 respondents from 40
respondents or 82.5%.
2. Sleman District Health Office personnel almost all have been involved in completing a job in
Sleman District Health Office.

ABSTRAK
Kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu (kemampuan dan keterampilan, kepribadian,
persepsi, sikap, pengalaman, jenis kelamin, umur, ras, ciri, dan kapasitas belajar) dan lingkungan
kerjanya (struktur organisasi, desain pekerjaan, kebijakan, aturan-aturan, penghargaan, dan

sanksi serta sumber daya). Kinerja adalah penampilan hasil usaha pegawai baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja melalui penilaian sendiri (self
assesment) merupakan pendekatan yang paling umum untuk mengukur dan memahami
perbedaan individu.
Dari 40 responden, 34 responden berada di skor 50 74 yang masuk ke dalam kategori sedang,
sedangkan 6 responden lainnya berada pada skor 75 100 yang termasuk ke dalam kategori
tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam skor 25 49 dari responden itu berarti
bahwa tidak ada sama sekali karyawan yang berada dalam kategori rendah. Dari data di atas bisa
disimpulkan bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sedang
karena 34 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori sedang,
sedangkan 6 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak ada sama sekali yang
berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari Loyalitas kerja karyawan Sedang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Keterlibatan Kerja Pegawai di Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Besarnya keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman rata-rata tinggi jika dilihat dari analisis bahwa terdapat 33 responden dari
40 responden atau 82,5%.
2. Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman hampir semua telah terlibat dalam
menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah, merupakan waktu yang tepat
untuk memacu reformasi pemerintah daerah menuju pemerintah daerah yang efektif, efisien,
ekonomis, dan akuntabel. Sumberdaya manusia yang tangguh dan berkualitas dituntut untuk
mampu bertahan, berkembang dan bersaing sehingga kelangsungan hidup suatu organisasi dapat
terus berjalan dan bertahan melawan perubahan yang sangat cepat. Pelayanan dinas kesehatan
yang dibutuhkan saat ini adalah pelayanan kesehatan yang prima. Sumberdaya manusia yang
berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi akan menunjang peningkatan kualitas dan
produktivitas pelaksanaan program-program kesehatan.
Visi Dinas Kesehatan ialah Terwujudnya Sleman Sehat. Sedangkan Misi Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman ialah (1) Menggerakkan peran serta masyarakat dan
mengembangkan kerjasama lintas sektor dalam pembangunan berwawasan kesehatan, (2)
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga, masyarakat beserta lingkungannya,
(3) Mengatur dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas pelayanan kesehatan , (4) Menjamin
pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin dan mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan
masyarakat, (5) Mengembangkan informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu, lengkap melalui
jaringan kerja sama. Misi di atas diharapkan dapat merealisasikan Visi Dinas Kesehatan untuk
mewujudkan masyarakat Kabupaten Sleman Sehat. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
membawahi UPTD sebanyak 25 Puskesmas. Jumlah

pegawai di kantor dinas kesehatan

kabupaten Sleman sebanyak 101 orang. Dari fungsi dan tugas yang diemban oleh kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman maka peranan pegawai negeri sipil amat penting. Kendala dalam
pembangunan kesehatan di Kabupaten Sleman adalah belum maksimalnya pegawai dalam
memberikan pelayanan. Jika dilihat dari loyalitas pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya
Pegawai Dinas Kesehatan Sleman dirasa masih kurang karena masih ada sebagian pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan belum sesuai dengan yang diharapkan bila tidak ada kontrol dari
atasan. Contohnya ialah waktu penyelesaian tugas belum sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, sebagian pegawai masih belum mampu menggunakan peralatan teknologi seperti
komputer. Hal ini membuat perencanaan program dan keputusan yang diambil, tidak
berdasarkan informasi yang akurat (not evidence based). Efektifitas organisasi banyak
dipengaruhi oleh efektifitas individu, sehingga rendahnya kinerja pegawai berpengaruh pula
pada rendahnya kinerja dinas kesehatan secara keseluruhan.
Kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu (kemampuan dan keterampilan,
kepribadian, persepsi, sikap, pengalaman, jenis kelamin, umur, ras, ciri, dan kapasitas belajar)
dan lingkungan kerjanya (struktur organisasi, desain pekerjaan, kebijakan, aturan-aturan,
penghargaan, dan sanksi serta sumber daya). Kinerja adalah penampilan hasil usaha pegawai
baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja melalui penilaian
sendiri (self assesment) merupakan pendekatan yang paling umum untuk mengukur dan
memahami perbedaan individu. Penilaian kinerja pegawai menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2000 merupakan alat yang menumbuhkan motivasi untuk
menumbuhkan dan memperbaiki kinerja yang kurang dengan menunjukkan kemampuan
terbaiknya. Instrumen ini dipakai untuk kelengkapan penggunaan DP3 pada dinas kesehatan.
Setiap individu mempunyai jati diri yang khas dan sedikitnya mempunyai delapan faktor yaitu

(1) karakteristik biografikal yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
tanggungan dan masa kerja; (2) kepribadian yang meliputi keturunan, pengalaman dan situasi;
(3) persepsi yang meliputi diri yang bersangkutan sendiri, sasaran, persepsi dan situasi; (4)
kemauan belajar; (5) nilai-nilai yang dianut meliputi sumber orang tua, sumber masyarakat
sekitar, sumber teman-teman dan sumber dirinya sendiri; (6) sikap yang meliputi sumber orang
tua, sumber guru dan teman-teman; (7) kepuasan kerja yang meliputi pekerjaan yang penuh
tantangan, penerapan sistem penghargaan yang adil, kondisi yang mendukung dan sikap rekan
sekerja; serta (8) kemampuan yang meliputi fisik dan mental.
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor-faktor (1) karakteristik individu, berupa (a)
demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, suku bangsa, dan pengalaman kerja, (b)
kemampuan dan kecakapan, (c) psikologi yang meliputi kepribadian, persepsi, sikap, ciri dan
kapasitas belajar; (2) lingkungan berupa (a) lingkungan kerja meliputi desain pekerjaan, struktur
organisasi, kebijakan dan aturan, kepemimpinan, penghargaan dan sanksi serta sumber daya, dan
(b) lingkungan non kerja meliputi keluarga, ekonomi, kesenangan dan hobi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian : Analisis
Keterlibatan Pegawai Dalam Pekerjaan Di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu :
1. Seberapa besar keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman?
2. Apakah semua pegawai sudah terlibat dalam penyelesaian pekerjaan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman?

C. Batasan Penelitian
Batas penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pegawai di Bagian Tata Usaha dan
Bidang Pelayanan Medis dalam menyelesaikan pekerjaan rutin di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman.

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
2. Untuk mengetahui seberapa besar keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

E. Manfaat Penelitian
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta
Hasil penelitian
Kesehatan

ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Dinas

Kabupaten

Sleman

dalam

menentukan

langkah

selanjutnya

dan

mengembangkan kebijakan guna meningkatkan motivasi kerja karyawan.


2. STIE Nusa Megarkencana Yogyakarta
Sebagai bahan bacaan dan reverensi bagi para mahasiswa khususnya bagi yang ingin
mempelajari mengenai manajemen sumber daya manusia.
3. Peneliti
Penulis dapat menerapkan teori-teori yang telah didapatkan di bangku kuliah baik secara
lisan maupun tulisan dan dari buku-buku literatur terutama yang berhubungan dengan
sumber daya manusia.

F. Sistematika Penulisan
BAB I

: Pendahuluan
Di dalam bab ini membicarakan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

: Landasan Teori
Bab ini berisi berbagai macam teori yang digunakan sebagai landasan penelitian
dan hipotesis.

BAB III

: Metode Penelitian

BAB IV

: Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman


Di dalam bab ini menjelaskan Kondisi umum, lokasi, Visi, Misi Kedudukan,
Tugas, Fungsi dan Susunan organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

BAB V

: Hasil Penelitian
Bab ini berisi proses analisis data penelitian melalui kuesioner.

BAB VI

: Kesimpulan dan Saran

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Manajemen Sumber Daya Manusia


1.

Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber daya yang lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Manajemen ini terdiri dari enam unsur yaitu: men, money, methode,
machine, materials and market.
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang
disebut sumber daya manusia. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang
menyebutnya manajemen kepegawaian atau manajemen personalia (Hasibuan, 2002:9).
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu bidang manajemen yang
khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur
MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja dalam perusahaan. Manusia selalu
berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi
perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin
terwujud tanpa peran aktif karyawan, meskipun perusahaan memiliki alat-alat canggih.
Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks karena mereka mempunyai pikiran,
peranan, status, keinginan dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam
organisasi. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti mengatur mesin,
modal atau gedung.

2.

Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia


Agar pengertian MSDM menjadi lebih jelas, berikut ini beberapa pengertian
berbagai ahli :
Malayu Hasibuan (2002:12)
MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif

dan

efisien

membantu

terwujudnya

perusahaan,

karyawan

dan

masyarakat.
Edwin B. Flippo :
Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan
perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat.
3.

Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia


Tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan dan
pemimpin (Hasibuan. 2002:12).
a. Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperoleh
pendapatan dan besarnya pendapatan tersebut tidak menentu tergantung pada laba
yang dicapai perusahaan tersebut.
b. Karyawan
Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, karena tanpa keikutsertaan
mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam
menetapkan rencana, sistem, proses dan tujuan yang ingin dicapai. Karyawan adalah

penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah
ditetapkan terlebih dahulu.
c. Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya
untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut
dalam mencapai tujuan.
4.

Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil tertentu
melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan
penting dan dominan dalam manajemen. MSDM mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut:
a. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan
kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement
dan job evaluation.
b. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right
man in the right place dan the right man in the right job.
c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian.
d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan
datang.
e. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan
pada khususnya.
f. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian
balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.

g. Memonitor kemajuan teknik, dan perkembangan serikat buruh.


h. Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi karyawan
i. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
j. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesangonnya.
5.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Fungsi

manajemen

sumber

daya

manusia

meliputi

perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi,


pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian.
a. Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.
Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program ini
meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. Program
yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan
koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara
efektif.

c. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama
dan bekerja efektif serta efisien dalam membentuk tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan
bawahannya agar mengerjakan semua tugas dengan baik.
d. Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat
penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan
rencana.

Pengendalian

karyawan

meliputi

kehadiran,

kedisiplinan,

perilaku,

kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.


e. Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
f. Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
g. Kompensasi
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung. Prinsip
kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya,
layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas
upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.

h. Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk menyatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil
kerjanya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM karena
mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
i. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan
kebutuhan sebagian besar karyawan.
j. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan
karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal.
k. Pemberhentian
Pemberhentian adalah terputusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, perusahaan, kontrak
kerja habis dan sebab-sebab lainnya.
B. Produktivitas Karyawan
1. Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas bukanlah suatu perhitungan kuantitas, tetapi suatu rasio
perbandingan dan merupakan suatu pengukuran matematis dari suatu tingkat efisien.
Produksi berkaitan dengan kuantitas, sedangkan produktivitas adalah hasil penelitian dari

suatu masukan, artinya produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
(output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input) per satuan waktu
(Payaman J, Simanjuntak 2001:38).
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja per satuan waktu (Ravianto/Murlita, 1998:13). Produktivitas bisa
diartikan sebagai sesuatu atau perbandingan antara pengorbanan (input) dengan
penghasilan (output) (Suprihanto, 1992:17). Produktivitas juga dapat diartikan sebagai
suatu konsep yang bersifat universal, yang bertujuan menyediakan lebih banyak barang
dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber yang
semakin sedikit (Konferensi Oslo, 1984).
Sering terjadi produksi meningkat tanpa dibarengi peningkatan produktivitas.
Penggunaan sumber daya-sumber daya yang efisien dan efektif mutlak diperlukan,
disamping ada faktor-faktor lain yang mendukung antara lain : tingkat pendidikan,
keterampilan kerja, disiplin, sikap dan etika, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat
penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja dan iklim kerja yang baik.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat digolongkan pada
tiga kelompok, yaitu (Payaman J. Simanjuntak, 2001:39-41):
a. Kualitas dan Kemampuan
Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan,
motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan.
Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan
tugas, akan tetapi juga landasan untuk memperkembangkan diri serta kemampuan

untuk memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitas kita untuk kelancaran
pelaksanaan tugas. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi produktivitas
kerja. Latihan kerja pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan, pendidikan
biasanya bersifat umum, sedangkan latihan bersifat khusus dan teknis operasional.
Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah motivasi kerja, etos
kerja dan sikap mental karyawan. Pemupukan motivasi, etos dan sikap kerja yang
berorientasi kepada produktivitas membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan
teknik-teknik tertentu, antara lain dengan menciptakan iklim dan lingkungan yang
menyenangkan dan hubungan industrial yang serasi.
Kemampuan fisik pekerja memerlukan perhatian pengusaha dewasa ini, terutama
karena tingkat upah umumnya rendah sehingga pemenuhan gizi dan kesehatan pekerja
umumnya sangat terbatas.
b. Sarana Pendukung
Sarana pendukung untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan
peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan serta
suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri
2) Menyangkut kesejahteraan pekerja yang tercermin dalam sistem pengupahan dan
jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja. Sebagaimana dikemukakan di
atas, perbaikan-perbaikan di bidang

lingkungan kerja dapat menunbuhkan

kegairahan kerja, semangat dan kecepatan kerja. Perbaikan-perbaikan di bidang

pengupahan dan jaminan sosial ini dapat menumbuhkan motivasi dan


meningkatkan kemampuan fisik karyawan.
Peranan manajemen juga sangat strategis untuk peningkatan produktivitas, yaitu
dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan
fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja, menetapkan
orang-orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat, serta menciptakan kondisi dan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
c. Supra Sarana
Yang terjadi dalam perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luarnya,
seperti sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan, prospek pemasaran,
perpajakan, perijinan, lingkungan hidup dan lain-lain. Kebijakan pemerintah di bidang
ekspor-impor, pembatasan-pembatasan dan pengawasan, juga mempengaruhi ruang
gerak pimpinan perusahaan dan jalannya aktivitas perusahaan.
3. Pengukuran Produktivitas Kerja
Pada umumnya cara yang berguna untuk mengukur produktivitas kerja karyawan
adalah dengan mempertimbangkan unit biaya tenaga kerja (labour cost), atau total biaya
tenaga kerja per unit (output) yang dihitung dengan membagi rata-rata biaya tenaga kerja
dengan rata-rata tingkat (output) (Mathis dan Jackson, 2001:85). Dengan menggunakan
biaya tenaga kerja dapat dilihat bahwa suatu perusahaan yang membayar gaji relatif
tinggi dapat bersaing secara ekonomis jika karyawan juga dapat mencapai tingkat
Produktivitas Kerja Karyawan yang tinggi.
Dilihat secara defisional dapat dikatakan bahwa Produktivitas Kerja Karyawan
adalah kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan seseorang dalam waktu tertentu. Hal

ini menunjukkan bahwa pengukuran Produktivitas Kerja Karyawan adalah dengan


membandingkan antara kualitas dan kuantitas hasil produksi per satuan waktu.
Kuantitas kerja berkaitan dengan jumlah atau banyaknya hasil kerja. Untuk
mengetahui kuantitas kerja seseorang meliputi banyaknya hasil kerja yang dinyatakan
dengan upah, usaha untuk menghasilkan lebih banyak dan kesesuaian dengan jumlah
target yang telah ditentukan. Sedangkan kualitas kerja berkaitan dengan mutu atau
tidaknya suatu hasil kerja. Untuk mengetahui hasil kerja meliputi apakah hasil pekerjaan
sesuai dengan petunjuk pedoman kerja, kesalahan dalam bekerja, ketelitian, efisiensi, dan
efektivitas serta upaya untuk meningkatkan hasil kerja menjadi lebih baik.
C. Motivasi Kerja Karyawan
1. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegitan tertentu guna untuk mencapai tujuan
(Sukanto Reksohadiprojo, 1992:271).
Sedangkan motivasi kerja menurut Mohammad Asad (2002:45) adalah sesuatu
yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja
dapat juga disebut sebagai semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang
ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Unsur motivasi yang berpengaruh pada produktivitas kerja (Siagian, 1995:75)
adalah motivasi berprestasi (dorongan dari dalam diri seseorang untuk selalu berprestasi),
motivasi terhadap mutu kerja dan mutu kehidupan hari esok yang lebih baik (dorongan
dari dalam diri seseorang untuk selalu menjaga dan meningkatkan mutu kerjanya, serta

selalu mengusahakan kehidupan hari esok yang lebih baik). Motivasi ini selalu berada di
bawah sadar manusia sehingga perlu dibangkitkan.
Motivasi menjadi sesuatu yang penting karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat
dan antusias mencapai hasil yang optimal. Banyak pekerja yang tidak mengetahui
motivasi dirinya, sehingga mereka beranggapan bahwa bekerja hanyalah sekedar
menjalankan perintah pimpinan. Keadaan seperti ini jelas merugikan usaha pencapaian
tingkat produktivitas yang tinggi. Motivasi yang rendah tercermin pada sikap pekerja
terhadap pekerjaannya, serta sangat berpengaruh pada hasil pekerjaannya.
Manajer harus mengetahui hal-hal apa yang dapat membangkitkan motivasi kerja
seseorang. Orang bersedia untuk bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik
kebutuhan yang disadari maupun kebutuhan yang tidak disadari, berbentuk materi atau
nonmateri, kebutuhan fisik maupun rohani.
2. Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi antara lain sebagai berikut (Hasibuan, 2002:146):
a.

Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

b.

Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

c.

Mempertahankan kestabilan kerja karyawan

d.

Meningkatkan kedisiplinan karyawan

e.

Mengefektifitaskan pengadaan karyawan

f.

Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

g.

Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan

h.

Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

i.

Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

j.

Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

3. Proses Motivasi
a.

Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru
kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.

b.

Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan
tidak hanya melihat dari sudut kepentingan atau perusahaan saja.

c.

Komunikasi Efektif
Harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui
apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya
keuntungan tersebut dapat diperolehnya.

d.

Integrasi Tujuan
Tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.

e.

Fasilitas
Pemimpin perlu untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu
yang akan mendukung kelancaran pekerjaan.

f.

Team Work
Pemimpin harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai
tujuan perusahaan, team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya
terdapat banyak bagian.

4. Teori-teori Motivasi
Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebututuhan dan kepuasan
individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori
ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab
pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong
semangat bekerja seseorang. Penganut-penganut teori motivasi kepuasan antara lain:
1) Frederik Winslow Taylor dengan teori motivasi klasik
Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi
kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya.
2) A.H. Maslow dengan Maslows Need Hierarchy Theory
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang.
Artinya jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan
muncul menjadi utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua terpenuhi, muncul
kebutuhan tingkat tiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Lima
jenjang/hierarki tersebut adalah (Gibson, 1994:92):
a) Kebutuhan fisik dan biologis
b) Kebutuhan keselamatan dan keamanan
c) Kebutuhan sosial
d) Kebutuhan akan penghargaan
e) Kebutuhan akan aktualisasi diri

D. Semangat Kerja
1. Pengertian
Istilah semangat kerja sampai sekarang belum mempunyai perumusan yang jelas.
Perumusan istilah tersebut sering dihubungkan dengan istilah-istilah lain, seperti gairah kerja,
moril kerja, dorongan kerja, motivasi kerja dan etos kerja. Berdasarkan pendapat para tokoh
seperti Danim (2004:15), Anoraga (2001:35), Greenberg dan Baron (1997) dalam Yuwono,
dkk (2005:62) mengenai motivasi kerja, dan Anoraga (2001:29) mengenai etos kerja, dapat
disimpulkan bahwa semangat kerja, motivasi kerja dan etos kerja merupakan istilah yang
berbeda tetapi memiliki indikator-indikator perilaku yang sama.
Pendapat lain tentang semangat kerja seperti Chaplin (2004:21), Gondokusumo
(1996:36), Moekijat (1979:185), yang menyamakan istilah semangat kerja dengan moril
kerja, sedang Maier (1955:111) selain menyamakan istilah semangat kerja dengan moril kerja
juga menyamakan dengan kegairahan kerja, ahli-ahli lain yang menyamakan istilah semangat
kerja dengan kegairahan kerja seperti Danim (2004:48), dan Nitisemito (1996:96).
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai semangat kerja, penulis menyimpulkan bahwa
semangat kerja, moril kerja, dan kegairahan kerja merupakan istilah yang sama. Mengenai
pengertian semangat kerja Chaplin (2004:211), mengartikan bahwa : Morale (moril) adalah
sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang
kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan organisasi yang baik .
Pengertian ini menunjukkan bahwa istilah semangat kerja dan moril kerja adalah sama.
Definisi semangat kerja yang disampaikan oleh Chaplin di atas, selaras dengan yang
disampaikan Gondokusumo (1996:86) yang menyatakan bahwa : Semangat kerja atau
morale adalah refleksi dari sikap pribadi maupun dari sikap kelompok terhadap kerja atau

kerjasama. Pengertian semangat kerja dalam hal ini berhubungan dengan sikap. Sikap
sendiri menurut Anni (2004:114-115) bisa positif atau negatif terhadap objek sikapnya
tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pengalaman, pembelajaran,
identifikasi, perilaku peran. Sikap akan memberikan pedoman atau peluang kepada seseorang
untuk mereaksi secara lebih otomatis dan memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku.
Pencerminan dari sikap individu atau sekelompok individu terhadap kerja atau kerjasama itu
yang dinamakan semangat kerja.
Menurut Allport dalam Maier (1955:109) dalam buku Civilian Morale tentang semangat
kerja dijelaskan bahwa : Moril sebagai sikap imdividu di dalam sebuah kelompok yang
bersifat formal . Pernyataan ini menyiratkan dua hal yaitu : personal dan corak-corak sosial
berkaitan dalam kondisi kejiwaan disebut semangat kerja. Allport percaya untuk memiliki
semangat kerja yang tinggi diperlukan:
(a) Tiap individu harus memiliki kepastian hukum dan nilai-nilai yang membuat hidup lebih
bermanfaat bagi individu, sehingga dia memiliki energi dan rasa percaya diri untuk
menghadapi masa depan,
(b) Dia harus sadar dan tahu pekerjaan yang harus dilakukan guna mempertahankan atau
meluaskan segudang nilai-nilainya yang berharga,
(c) nilai-nilainya yang berharga harus sesuai dengan nilai-nilai kelompoknya, terdapat upaya
koordinasi dalam mencapai sasaran atau hasil.
Penulis lain, Katz dalam Maier (1955:109) dalam buku Problems in Social Psychology,
mengenai semangat kerja dijelaskan bahwa semangat kerja melibatkan dua hal : Adanya
sebuah tujuan umum diantara anggota kelompok dan penerimaan jalan atau usaha kecil yang
diakui secara sosial dalam mencapai tujuan itu . Uraian Katz tersebut menunjukkan bahwa
semangat kerja menggambarkan suatu keadaan bagaimana anggota-anggota kelompok
berusaha untuk mewujudkan tujuan bersama. Suatu kelompok yang mampu mencapai tujuan

bersama dengan baik dengan adanya penerimaan dari masing-masing anggota kelompok
tanpa ada paksaan, maka kelompok tersebut memiliki semangat kerja yang tinggi.
Menurut Danim (2004:48) mengenai definisi semangat kerja dijelaskan bahwa : Moril
kerja sebagai padanan bahasa inggris working morale diartikan kegairahan kerja. Moril atau
kegairahan kerja adalah kesepakatan batiniah yang mincul dari dalam diri seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan
. Uraian Danim tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja merupakan suatu kondisi
mental individu atau kelompok dimana dalam diri individu atau kelompok itu sendiri terjadi
kesepakatan batiniah untuk mencapai tujuan organisasi. Individu tersebut akan berusaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan kemauan batiniahnya sendiri dan senang hati
tanpa adanya paksaan dari luar diri individu.
Menurut Nitisemito tentang pengertian semangat kerja dijelaskan bahwa : Semangat
kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan
lebih cepat dan lebih baik. Uraian tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja dapat dilihat
dari usaha giat individu dalam melakukan pekerjaan dengan harapan dapat menyelesaikannya
dengan lebih cepat dan lebih baik.
Berdasarkan dari definisi-definisi semangat kerja di atas, penulis menyimpulkan bahwa
semangat kerja yaitu suatu keadaan kesepakatan batiniah dari diri individu atau kelompok
yang merupakan refleksi dari sikap terhadap kerja atau kerjasama yang memungkinkan
seorang pekerja dengan dorongan kemauan untuk menghasilkan kerja yang lebih baik sesuai
dengan tujuan bersama.
2. Karakteristik Semangat Kerja
Menurut Danim (2004:48-49) tentang karakteristik semangat kerja, dinyatakan bahwa
semangat kerja (working morale) dapat dibedakan menjadi dua dimensi secara kategoris, yaitu :
a. Semangat kerja tinggi (suasana batin positif) memiliki ciri-ciri :

1)

Senang; individu yang memiliki semangat kerja tinggi dengan senang hati melaksanakan
pekerjaannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun

2)

Bersemangat; individu yang memiliki semangat kerja tinggi memiliki antusias atau
dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya

3)

Menyelesaikan; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan berusaha

untuk

menyelesaikan pekerjaan dengan sebaikbaiknya.


4)

Bekerja Menyamping atau Latelar; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan
berinteraksi dengan individu lain atau karyawan lain secara dinamis. Individu memiliki
empati yang tinggi kepada individu lain atau tidak hanya erorientasi pada diri sendiri
tetapi juga peduli pada orang lain.

5)

Mendorong; individu yang memiliki semangat kerja tinggi segala perilakunya akan
mengandung unsur dorongan untuk maju baik bagi diri individu sendiri, individu lain
maupun bagi organisasi yang ditempatinya. Ia akan bersikap optimis terhadap
pekerjaannya dan akan terus membangun walaupun mengalami kegagalan.

6)

Terpanggil; individu yang memiliki semangat kerja tinggi dengan keinginan dan
kemauannya sendiri melaksanakan pekerjaan dengan tulus demi tercapainya tujuan-tujuan
individu maupun organisasi.

7)

Partisipasi Maksimal; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan bekerja dengan
penuh tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dan tugas yang diterimanya. Ia juga
cenderung melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

8)

Percaya Diri; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan percaya diri sesuai
dengan keyakinan dan kemampuannya dalam mencapai tujuan-tujuan atau tantangantantangan di masa depan.

9)

Rasa Sejawat; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan lebih berpikir sebagai
kami daripada sebagai saya, dengan dilandasi saling tolong menolong yang baik dan
tidak saling bersaing untuk menjatuhkan.

10) Inovatif; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan mampu menciptakan sesuatu
yang baru dalam menunjang perkembangan organisasi.
b. Semangat kerja rendah (suasana batin negatif) memiliki ciri-ciri :
1)

Tidak senang, individu yang memiliki semangat kerja rendah akan merasa tertekan dalam
pekerjaannya.

2)

Loyo; individu dengan semangat kerja rendah cenderung loyo dan tidak bergairah dalam
pekerjaannya.

3)

Menunda; individu dengan semangat kerja rendah akan malas bekerja, ia akan cenderung
menunda pekerjaan dan kurang disiplin.

4)

Bekerja vertikal; individu dengan semangat kerja rendah hanya mampu melihat dirinya,
tanpa mau tahu pekerjaan orang lain.

5)

Menghambat; individu dengan semangat kerja rendah cenderung menghambat jalannya


kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Ia cenderung pesimis dalam menghadapi
pekerjaannya sehingga mudah untuk putus asa.

6)

Ikatan ambil muka; individu dengan semangat kerja rendah dalam melaksanakan
pekerjaan cenderung ambil muka saja di hadapan orang lain atau tidak melakukan
pekerjaan dengan tulus dari hatinya yang terdalam.

7)

Partisipasi Seadanya; individu dengan semangat kerja rendah akan cenderung melibatkan
diri dalam pekerjaan seadanya saja, tanpa adanya usaha untuk bekerja secara maksimal.

8)

Menunggu Perintah; individu dengan semangat kerja rendah cenderung menunggu


perintah dari atasan tanpa adanya usaha untuk bekerja secara maksimal.

9)

Lepas-Lepas; individu dengan semangat kerja rendah dalam bekerja ia cenderung


bertindak semaunya sendiri tanpa mengindahkan aturan dan norma-norma yang ada dalam
organisasi.

10) Meniru; individu dengan semangat kerja rendah hanya bisa meniru orang lain atau kurang
kreatif dalam memecahkan masalah dalam pekerjaannya.
Nitisemito (1996:97) menyatakan bahwa turun atau rendahnya semangat kerja, memiliki
indikasi-indikasi antara lain :
a. Turunnya atau rendahnya produktivitas; kondisi ini dapat diukur atau diperbandingkan
dengan keadaan sebelumnya. Produktivitas yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan,
penundaan pekerjaan, dan sebagainya. seorang karyawan yang semangat atau kegairahan
kerjanya turun, cenderung malas melaksanakan tugas-tugas, sengaja menunda-nunda
pekerjaan, atau memperlambat siap pekerjaan, dan sebagainya.
b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi; pada umumnya jika semangat atau kegairahan kerja
turun, mereka akan malas untuk setiap hari datang bekerja.
c. Labour turnover (tingkat perpindahan karyawan yang tinggi); kondisi ini terjadi bisa
disebabkan ketidaksenangan mereka bekerja pada perusahaan atau organisasi tersebut.
d. Tingkat kerusakan yang naik atau tinggi; naiknya kerusakan menunjukkan bahwa semangat
atau kegairahan kerja berkurang,terjadi kecerobohan dalam pekerjaan, dan sebagainya.
e. Kegelisahan di mana-mana; kondisi ini terjadi jika semangat dan kegairahan kerja turun.
Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja, keluh kesah, serta halhal yang lain.
f. Tuntutan yang sering kali terjadi; tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan.
g. Pemogokan; kondisi ini juga merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan, dan
sebagainya. Jika tuntutan tidak berhasil pada umumnya berakhir dengan suatu pemogokan.
Maier (1955:111) menyatakan bahwa ciri-ciri semangat kerja yang tinggi, adalah sebagai berikut :

a. Semangat Berkelompok
Artinya :
(1) karyawan lebih berpikir sebagai kami daripada sebagai saya,
(2) mereka akan saling tolong-menolong dan tidak saling bersaing untuk saling menjatuhkan,
(3) keberhasilan merupakan salah satu pengalaman sebagai sebuah keuntungan dari segalagalanya.
b. Kualitas Untuk Bertahan
Artinya sebuah kelompok atau individu tidak kehilangan pandangan dari tujuannya ketika ketidak
baikan menimpa orang yang memiliki semangat kerja tinggi adalah orang yang tidak pernah putus
asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang timbul dalam pekerjaannya.
c. Kegairahan atau Antusiasme
Aspek ini menyiratkan motivasi yang tinggi. Jika karyawan memiliki kegairahan dalam bekerja,
hal itu berarti karyawan memiliki dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
d. Kekuatan Untuk Melawan Frustasi
Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tidak memiliki sikap yang pesimistis, apabila
menemui kesulitan dalam pekerjaannya dan akan terus membangun walaupun mengalami
kegagalan. Berdasarkan teori-teori di atas, peneliti menyimpulkan semangat kerja dapat diukur
melalui :
1) Kepuasan
Merupakan perasaan puas atau tidak ada masalah dalam berhubungan dengan pimpinan,
rekan sekerja, pekerjaan, manajemen, ataupun dengan semua yang terkait dengan kegiatan
perusahaan.
2) Samangat Berkelompok

Merupakan kemampuan karyawan untuk dapat lebih berpikir sebagai kami daripada
sebagai saya demi pencapaian tujuan bersama, dan dan adanya kesediaan saling membantu
yang baik.
3)

Keterlibatan Kerja
Merupakan suatu kemampuan atau sikap dari para karyawan terhadap kerja atau tanggung
jawab yang dihadapi.

4) . Kedisiplinan
Merupakan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan
ketentuan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis.
5) Dorongan Untuk Maju
Usaha untuk meningkatkan karier atau prestasi, dapat bertahan terhadap kondisi yang kurang
menyenangkan atau pantang menyerah dan mampu untuk melawan frustasi
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli seperti Danim (2004:15), Anoraga (2001:35),
Greenberg dan Baron (1997) dalam Yuwono, dkk (2005:62) dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi semangat kerja sama dengan motivasi kerja. Masdani (1978) dalam Anoraga
2001:85) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan antara
lain :
a. Faktor Kepribadian dan Kehidupan Emosional Sendiri.
Seseorang bekerja dengan bersemangat atau tidak sangat dipengaruhi oleh faktor kepribadian
dan kehidupan emosional. Orang yang cenderung memiliki kepribadian yang pesimistik,
rendah diri, atau kurang bisa menyesuaikan dengan baik dalam lingkungan kerjanya maka akan
cenderung memiliki semangat kerja yang rendah.

b. Faktor Luar.
Lingkungan eksternal juga dapat mempengaruhi semangat kerja seorang pegawai baik
lingkungan rumah, maupun lingkungan di luar rumah, bahkan lingkungan kejanya. Apabila
lingkungan luar pegawai tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka akan berpengaruh
pada semangat kerjanya.
Maier (1955:113) menggaris bawahi faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi semangat
kerja, yaitu sebagai berikut :
a. Timbal Balik Pengorbanan (Mutual Sacrifice)
Pentingnya faktor timbal balik pengorbanan pada industri dan organisasi ditunjukkan dengan
fakta bahwa ketidak adilan merupakan keluhan umum dari para karyawan berlawanan dengan
pemberi kerja atau pemimpin. Perlakuan tidak adil kepada karyawan, atau pemberian
penghargaan, gaji oleh pemberi kerja kepada karyawan yang tidak sesuai dengan apa yang
telah dilakukannya dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan tersebut.
b.

Peran Serta Dalam Aktivitas Kelompok (Participation)


Ketika kelompok individu bekerja bersama-sama, semangat yang paling tinggi jika setiap
individu tidak hanya diperbolehkan, namun juga secara aktif didorong, untuk berperan serta
dalam pencapaian tujuan. Berbeda dengan individu yang tidak diakui peran sertanya, ia dapat
mengembangkan perasaan rendah diri dan akhirnya menimbulkan semangat kerja yang
rendah.

c.

Pengalaman Dari Kemajuan ( Experience of Progress)


Pengalaman kemajuan yang diberikan oleh pemimpin atau pengawas kepada para
karyawannya akan ikut mempengaruhi semangat kerja mereka.

d.

Toleransi dan Kebebasan (Tolerance and Freedom)


Atmosfir kerja merupakan bagian penting dalam membangun kondisi semangat kerja. Ketika
setiap orang berada di bawah tekanan dan atmosfir kerjanya otoriter bukan demokratis, akan

merangsang setiap individu untuk frustasi. Frustasi nantinya dapat memunculkan sikap yang
sedikit agresif untuk saling menjatuhkan, dan kondisi ini dapat mempengaruhi semangat
kerja.
e. Tipe Pemimpin (Type of Leader)
Karakter-karakter pemimpin juga dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan.
Sedangkan menurut Anoraga (2001:85) dijelaskan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi semangat
kerja seorang karyawan antara lain:
a. Job Security, pekerjaan yang dipegang karyawan merupakan pekerjaan yang aman dan tetap.
Adanya kemungkinan bahwa karyawan dapat dirumahkan, diberhentikan, digeser merupakan
faktor penting yang mengurangi ketenangan dan kegairahan. Semangat kerja seorang karyawan
tersebut dalam situasi demikian akan hanya bekerja secara rutin saja, sekadar melakukan tugas
sehari-hari, sedang produktivitas, kreativitas, inisiatif sangat kurang optimal, karena konsentrasi
terbagi secara naluriah.
b. Opportunities for Advancement, yaitu kemungkinan atau kesempatan untuk mendapat kemajuan.
Adanya kesempatan dalam pekerjaan untuk mendapatkan kemajuan dari segi fisik seperti gaji
maupun kemajuan dari segi psikologis seperti mendapat pujian atau penghargaan juga akan
mempengaruhi semangat kerja pegawai.
c. Kondisi Kerja yang Menyenangkan.
Suasana lingkungan kerja yang harmonis, tidak tegang akan menjadikan pegawai lebih
bersemangat dalam bekerja dibanding dengan suasana lingkungan kerja yang suram.
d. Good Working Companion, rekan sekerja yang baik.
Faktor kepribadian seringkali menonjol yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi harmoni
dalam hubungan sosial antar karyawan, demikian juga latar belakang kebudayaan dan adat
kebiasaan karyawannya.

e. Hubungan dengan pimpinan atau faktor pimpinan yang baik. Pimpinan yang baik akan
mempengaruhi rasa takut pada karyawan dan akan menimbulkan rasa hormat atau menghargai,
sehingga pegawai akan lebih senang dalam menjalankan tugas-tugas dan mempengaruhi semangat
kerja mereka.
f. Kompensasi, Gaji, atau Imbalan.
Faktor ini walaupun tidak menempati urutan paling atas, tetapi masih merupakan faktor yang
mudah mempengaruhi kegairahan atau semangat kerja. Bagi seorang karyawan pada umumnya
yang akan memasuki suatu perusahaan, imbalan yang akan diterima diperbandingkan dengan
imbalan yang mungkin diterima pada perusahaan lain. Perbedaan yang menyolok dapat
menggoyahkan gairah atau semangat.
g. Nilai perbandingan yang ada antara kelompok mereka sendiri yaitu penghargaanatau perhatian.
Pegawai yang mendapatkan penghargaan atau perhatian yang sesuai akan lebih bergairah atau
bersemangat dalam menjalankan tugas mereka.
Menurut Danim (2004:52-53) faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja yaitu :
a. Kesadaran akan tujuan organisasi.
Manusia yang sadar akan tujuan organisasinya biasanya memiliki tanggung jawab dan terdorong
mencapai target kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
b. Hubungan antar manusia dalam organisasi berjalan harmonis.
Suatu suasana yang menyenangkan bagi individu akan merangsang semangat kerja individu
tersebut.
c. Kepemimpinan yang menyenangkan.
Gaya kepemimpinan yang demokratis, jujur dan adil akan membangkitkan semangat kerja
karyawan, karena mereka merasakan adanya pengakuan dan penghargaan.
d. Tingkatan organisasi.

Makin tinggi posisi manusia organisasional, pekerjaan yang dilakukannya akan semakin
konseptual. Sebaliknya makin rendah posisi manusia organisasional, pekerjaan yang dilakukannya
makin teknis. Keadaan seperti ini, akan mempengaruhi semangat kerja mereka yang dapat berbeda
pula.
e. Upah dan gaji.
Secara umum, semakin tinggi upah dan gaji, semakin tinggi pula semangat kerja karyawannya.
f. Kesempatan untuk meningkat atau promosi.
Manusia organisasional akan terdorong semangat kerjanya, mketika ada keyakinan bahwa dengan
tampilan semacam itu terbuka akses baginya untuk meningkatkan karier atau promosi.
g. Pembagian tugas dan tanggung jawab.
Kejelasan akan tugas dan tanggung jawab utama membuat manusia organisasional dapat bekerja
dalam suasana kepastian dan lebih tenang, sehingga dapat mempengaruhi semangat kerjanya.
h. Kemampuan individu.
Kemampuan masing-masing individu baik potensi, minat, inteligensi, kekuatan fisik, dan
sebagainya dapat mempengaruhi semangat kerja mereka.
i. Perasaan diterima dalam kelompok.
Rasa diterima oleh anggota kelompok merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat bekerja
dengan derajat semangat kerja tertentu.
j. Dinamika kelompok.
Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik, akan menentukan apakah seseorang
terdorong untuk tampil dengan semangat kerja yang tinggi atau sebaliknya.
k. Kepribadian.
Manusia dengan kepribadian terbuka, umumnya semangat kerjanya mudah dirangsang.
Sebaliknya, manusia organisasional yang cenderung tertutup amat sulit menerima rangsangan dan
isyarat perubahan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya semangat kerja antara lain :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti kepribadian, kehidupan
emosional termasuk nilai-nilai yang dianut pribadi, tingkat kepuasan, penyesuaian diri, dan lainlain.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu, yaitu bisa berasal dari
lingkungan rumah,lingkungan pergaulan dan terutama lingkungan kerjanya, seperti job
security,kesempatan untuk mendapat kemajuan, perlakuan yang adail dari atasan maupun rekan
sekerja,hubungan sosial dengan rekan sekerja, gaji, jaminan sosial terhadap kesehatan,
kompensasi dan keamanan kerja.
E. Kelompok Kerja
1. Pengertian
Mengenai pengertian kelompok kerja, Robins (1999:107) menjelaskan bahwa,
kelompok didefinisikan sebagai dua atau lebih individu, yang berinteraksi dan saling
tergantung antara satu dengan yang lain, yang bersama-sama ingin mencapai tujuan tertentu.
Johson dan Johnson dalam Sarwono (2001:5) merumuskan definisi kelompok, sebagai berikut:
Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to
face interaction) yang masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota
kelompok dan masingmasing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai
tujuan bersama.Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis mendefinisikan bahwa kelompok
kerja adalah suatu unit sosial di lingkungan kerja yang terdiri dari dua orang atau lebih saling
berinteraksi dan bergantung yang menggabungkan diri untuk mencapai tujuan tertentu yang
diatur (distrukturkan) atau dengan seperangkat norma dan peran.

2. Konsep Dasar Kelompok


Untuk mempelajari kelompok dan mengenalnya, pengetahuan tentang konsep dasar
kelompok adalah hal yang penting untuk diperhatikan.
Kelompok memiliki suatu struktur yang membentuk perilaku dari anggotanya. Strukturstruktur kelompok tersebut diantaranya:
a. Peran
Suatu kelompok menuntut identitas dan harapan tertentu para anggotanya. Kelompok yang
berbeda menuntut persyaratan peran yang berbeda terhadap orang-orang. Dan kita dapat
lebih memahami perilaku individu dalam situasi khusus jika kita mengetahui peran apa
yang sedang dimainkan oleh orang tersebut.
b. Norma
Merupakan standar perilaku yang diterima di dalam suatu kelompok yang dirasakan
bersama-sama oleh para anggota kelompok tersebut. Setiap kelompok akan membentuk
serangkaian normanormanya sendiri-sendiri. Dengan norma, kelompok menggunakan
tekanan terhadap anggotanya untuk menuntun perilaku anggota agar menyesuaikan diri
dengan standar kelompok. Jika orang-orang dalam kelompok melanggar norma tersebut,
maka anggota kelompok akan bertindak untuk mengoreksinya atau bahkan dapat
menghukum pelanggar tersebut.
c. Kekohesifan (kekompakan)
Merupakan sejauh mana anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap barada
dalam kelompok tersebut. Semakin kompak kelompok tersebut, para anggota semakin
mengarah pada tujuannya. Jika norma kinerja tinggi (misalnya, output tinggi, pekerjaan
berkualitas, kerjasama dengan individu di luar kelompok), maka suatu kelompok yang
kompak akan lebih produktif daripada kelompok yang kurang kompak. Namun, jika
kekompakannya tinggi dan norma kinerjanya tinggi, maka produktivitas meningkat, namun

kurang dari kelompok yang tinggi nilai kekompakannya dan tinggi situasi normanya. Bila
kekompakan norma kinerja dan kekompakannya rendah, maka tidak akan ada pengaruh
yang signifikan terhadap produktivitas.
d.

Ukuran
Ukuran dari suatu kelompok dapat mempengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan.
Kelompok yang lebih kecil lebih cepat menyelesaikan tugas dibandingkan dengan
kelompok-kelompok yang lebih besar. Akan tetapi, jika kelompok tersebut sedang terlibat
dalam pemecahan masalah, kelompok yang besar secara konsisten mendapatkan nilai yang
lebih baik daripada kelompok yang lebih kecil.

e.

Komposisi
Kebanyakan aktivitas kelompok memerlukan berbagai kemampuan dan pengetahuan.
Dengan syarat tersebut, maka akan lebih logis untuk menyimpulkan bahwa kelompokkelompok heterogen-mereka yang terdiri dari individu-individu yang tidak sama, mungkin
akan lebih memiliki kemampuan dan informasi yang beragam dan mestinya lebih efektif
dibandingkan dengan kelompokkelompok yang homogen.

f. Status
Status merupakan faktor yang penting dalam memahami perilaku karena status merupakan
motivator yang berpengaruh dan memiliki konsekuensi, perilaku yang utama ketika
individu-individu melihat suatu perbedaan antara apa yang mereka anggap status dan apa
pendapat orang mengenainya. Status merupakan pembedaan peningkatan gengsi, posisi atau
peringkat di dalam suatu kelompok.

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka penelitian menggunakan
pendekatan deskriptif, dan hanya menjelaskan tentang keterlibatan karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta yang
beralamat di Jalan Candi Jonggarang No 6 Beran Tridadi Sleman Yogyakarta.
3. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian berjumlah 40 orang.
4. Objek Penelitian
Objek penelitian ini dilihat dari keterlibatan pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Teknik Pengumpulan Data
a.

Dokumentasi
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa Dokumen adalah benda-benda tertulis
seperti buku-buku, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan-catatan dan sebagainya
(1998:149). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang meliputi

dokumen tentang perkembangan kinerja, jumlah karyawan struktur organisasi dan


peraturan-peraturan yang ditetapkan dan sebagainya..
b.

Observasi
Metode ini digunakan untuk pengambilan data dengan cara mengadakan
penelitian langsung ke obyek penelitian.Penelitian ini mengadakan observasi langsung
dalam pengambilan data di dinas.

c.

Angket
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa Angket merupakan daftar pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang
pribadinya atau hal-hal lain yang ingin diketahui. (Suharsimi Arikunto, 1998).
Angket dalam penelitian ini merupakan daftar pertanyaan tertulis mengenai
tingkat keterlibatan karyawan dalam penyelesaian pekerjaan

di Dinas Kesehatan

Kabupaten Sleman.
6. Populasi dan Sampel
Suharsimi Arikunto mengartikan populasi adalah keseluruhan obyek penelitian
(1998:115). Sedangkan Sugiyono mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi
yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (2003:72).
Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang
memiliki sifat tertentu yang ditetapkan oleh peneliti.
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yang berada di dinas kesehatan Kabupaten
Sleman berjumlah 40 orang. Sesuai dengan kerangka pengambilan sampel adalah 40 orang
(jumlah anggota sampel).

7. Teknik Analisis Data


Mean
Mean adalah nilai rata-rata dari observasi suatu variabel dan merupakan jumlah semua
observasi dibagi jumlah observasi. Mean dapat dirumuskan sebagai berikut.
=

x
n

adalah mean atau rata-rata

x berarti jumlah data semua responden


n adalah jumlah responden

BAB IV
GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN
KABUPATEN SLEMAN

A. Kondisi Umum dan Lokasi


Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang ada di propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, dengan luas wilayah 574,82 km2 (18 % dari luas DIY) terdiri dari
17 kecamatan, 86 desa dan 1212 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar
938.694 jiwa, terdiri

laki-laki 464.874 jiwa dan perempuan 673.820 jiwa. Tingkat

kepadatan penduduk 1.633 jiwa/km2, rasio jenis kelamin laki-laki per wanita sebesar
98,1 dengan laju pertumbuhan penduduknya 1,43%, rasio beban tanggungan kelompok
produktif per kelompok tidk produktif 81,8 % artinya setiap 100 orang produktif
menanggung sebanyak 82 orang tidak produktif, dan rata-rata jumlah jiwa per kepala
keluarga 3-4 jiwa/KK.

Batas-batas wilayah Kabupaten Sleman bagian utara berbatasan dengan


Kabupaten Boyolali propinsi Jawa Tengah, bagian timur berbatas dengan Kabupaten
Klaten propinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan
Kota Yogyakarta, Propinsi DIY dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon
Progo propinsi DIY dan Kabupaten Magelang propinsi Jawa Tengah.
Kebijakan pemerintah tentang desentralisasi secar efektif mulai 1 Januari 2001
yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang- Undang 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dalam pasal 11 UU No. 22 tahun 1999 disebutkan bahwa kesehatan merupakan salah
satu bidang wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah. Sebelum pelaksanaan
desentralisasi, maka kebijakan tentang kesehatan ditentukan oleh pemerinah pusat,
sedangkan daerah lebih berfungsi sebagai unsur pelaksana dalam kurun waktu 5 tahun
pelaksanaan desentralisasi ternyata telah banyak menimbulkan friksi-friksi antara
pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten/kota yang sering kal,i diikuti dengan
kebijakan sesaat dan tidak berdasarkan bukti tapi merespon berkembangnya
rumor.Kebijkan sesaat ini sangat luas dimentasinya mulai dari struktur organisasi, tata
kerja dan kewenangan, sumber daya manusia, subsidi dan keuangan.
Meskipun pada tahun 1995, Kabupaten Sleman merupakan salah satu percontohan
otonomi daerah dan ternyata dalam melaksanakan desentralisasi masih diperlukan
perubahan yang sangat mendasar. Hal ini tercermin dalam peraturan daerah No 12 tahun
2000 yang menetapkan 2 Sekretariat, 7 dinas dan 5 lembaga teknis daerah, padahal
sebelumnya 22 dinas dan 5 lembaga teknis. Sehubungan dengan terbitnya PP 8 tahun
2003 maka perda 12 tahun 2000 dirubah dengan Perda 12 tahun 2003 yang menetapkan 2

Skretariat, 9 dinas, 5 Badan, 5 Kantor dan 1 RSUD (setara badan). Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai
tugas pokok melaksanakan kewenangan bidang kesehatan. Adapun fungsinya adalah
merumuskan kebijakan teknis bidang kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan
umum bidang kesehatan, serta pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas.
B. Visi dan Misi
Visi
Reformasi di bidang kesehatan telah menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan
Kabupaten Sleman Terwujudnya Sleman Sehat. Visi yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan tersebut adalah masyarakat Kabupaten Sleman, penduduknya
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajad kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Kabupaten Sleman.
Dalam visi Terwujudnya Sleman Sehat, lingkungan yang diharapkan adalah kondusif
bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air
bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya.
Perilaku masyarakat sesuai yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit,
melindungi dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang bermutu tanpa ada hambatan, baik
yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat non ekonomi. Pelayanan kesehatan yang

bermutu dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa
pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi.
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta meningkatnya
kemampuan masyarakat tersebut di atas, derajat kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal.
Misi
Untuk dapat mewujudkan Visi Terwujudnya Sleman Sehat, ditetapkan empat misi
pembangunan kesehatan sebagai berikut:
1. Menggerakkan

dan

mengembangkan

peran

serta

masyarakat

dalam

pembangunan yang berwawasan kesehatan.


Para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbanganpertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Program
pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan apalagi yang
berdampak negatif terhadap kesehatan tidak boleh dilakukan. Seluruh elemen sistem
kesehatan harus berperan sebagai penggerak utama (Primer Mover) Pembangunan
Berwawasan Kesehatan.
2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga, masyarakat dan
lingkungan.
Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan
masyarakat Kabupaten Sleman, setiap individu, keluarga dan masyarakat Kabupaten
Sleman tanpa meninggalkan upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan.
Untuk terselenggaranya tugas ini upaya kesehatan diupayakan yang bersifat promotif

dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif serta diupayakan
terciptanya lingkungan sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis dan
non ekonomis. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, namun demikian
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah
melainkan mengikut sertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota
masyarakat dan potensi swasta.
4. Memantapkan pembinaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan di Kabupaten Sleman sesuai dengan penataan kelembagaan dan
organisasi telah ditetapkan dengan SK Bupati Sleman No.45 tahun 2001, dalam
penataan tersebut Puskesmas dijabat oleh Kepala Puskesmas setara eselon IV dan
dibantu oleh tiga koordinator yaitu koordinator pelayanan klinis, koordinator
pelayanan kesehatan masyarakat dan koordinator Tata Usaha.
C. Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi
1. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang dipimpin oleh
Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah.
2. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang kesehatan.
3. Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan


b. Pelaksanaan tugas bidang kesehatan
c. Penyelenggaraan pelayanan umum bidang kesehatan
d. Pembinaan dan pengembangan kesehatan
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
4. Susunan Organisasi
a. Kepala Dinas
b. Bagian Tata Usaha
1. Sub Bagian Umum
2. Sub Bagian Kepegawaian
3. Sub Bagian Keuangan
4. Sub Bagian Perencanaan
c. Bidang Pelayanan Medis
1. Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan
2. Seksi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
3. Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan
4. Seksi Registrasi dan Akreditasi
d. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat
1. Seksi Kesehatan Keluarga
2. Seksi Gizi
3. Seksi Promosi dan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat
4. Seksi Kesehatan Reproduksi

e. Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


1. Seksi Pencegahan Penyakit
2. Seksi Pemberantasan Penyakit
3. Seksi Penyehatan Makanan, tempat usaha, industri dan pemukiman
4. Seksi Pengawasan Kualitas air dan Sanitasi Tempat umum Industri dan
Pemukiman
f. Bidang Pelindungan Kesehatan Masyarakat
1. Seksi Kesehatan Jiwa
2. Seksi Perlindungan Masyarakat Rawan Kesehatan
3. Seksi Sarana dan Prasarana Kesehatan
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas
h. Kelompok Jabatan Fungsional
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Analisis Data
1. Karakteristik responden
Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur,
pendidikan terakhir. Masing-masing karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, karakteristik responden adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Jenis Kelamin
No.

Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase

1.

Perempuan

26

65%

2.

Laki-laki

14

35%

40

100%

Jumlah
Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa sejumlah 40 responden,


sebagian besar berjenis kelamin perempuan, yaitu 26 orang atau 65% sedangkan
untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 14 orang atau 35%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman sebagai responden adalah perempuan.
b. Umur
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur
No. Umur

Jumlah

Persentase (%)

20 - 25 tahun

10

26 30 tahun

12

30

31 35 tahun

12

30

36 40 tahun

10

25

45

Jumlah

40

100

Sumber : data primer


Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui sejumlah 4 orang responden yang
berumur 20-25 tahun atau 10%, untuk jumlah responden yang berumur 26-30
tahun berjumlah 12 orang atau 30 %, untuk responden yang berumur 31-35
berjumlah 12 orang atau 30% sedangkan untuk responden yang berumur 36-40

tahun berjumlah 10 orang atau 25% dan untuk yang berumur lebih dari 45 tahun
berjumlah 2 orang atau 5%.
c. Pendidikan terakhir
Pendidikan terakhir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan
formal. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan latar belakang
pendidikan formal adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No.

Pendidikan Terakhir

Jumlah

Persentase

1.

SLTA

17,5%

2.

D3

20

50%

3.

S1

13

32,5%

40

100%

Jumlah
Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 5.3 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman memiliki latar belakang pendidikan S1 sejumlah 13
orang atau 32,5% dari sejumlah 40 responden.
2. Tolok Ukur Penelitian
Keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dapat diukur berdasarkan hasil
jawaban dari kuesioner. Indikator Keterlibatan karyawan dalam penyelesaian
pekerjaan berdasarkan :
a. Penyelesaian tugas kantor
b. Loyalitas kerja

c. Lingkungan kerja
d. Kerajinan dalam pekerjaan
Berdasarkan pengukuran hasil kuesioner maka dapat dibuat tolok ukur standar
sebagai berikut :
1) Tinggi jika skor 75 100
2) Sedang jika skor 50 74
3) Rendah jika skor 25 - 49
3. Analisis data dalam perhitungan
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Analisis deskiptif dalam penelitian ini untuk mengetahui tanggapan responden pada
masing-masing variabel yang diteliti.
a. Penyelesaian Tugas Kantor
Keterlibatan kerja karyawan jika dilihat dari penyelesaian tugas kantor di
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman bisa dibilang tinggi, hal ini bisa dilihat dari
hasil analisis sebagai berikut :
Tabel 5.4
Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4)
Penyelesaian tugas kantor
No

Skor

Jumlah Responden
Jumlah

Ukuran

Persentase

25 49

Rendah

50 74

17,5

Sedang

75-100

33

82,5

Tinggi

Total

40

100

Sumber : data olahan


Jika dilihat dalam tabel tersebut di atas, bisa dengan jelas kita analisis
bahwa dalam skor 75 100 terdapat 33 responden yang bisa dibilang penyelesain
tugas kantor dalam kategori tinggi. Dan dalam skor 50- 74 ada 7 responden yang
dalam penyelesaian tugas kantor bisa dikatakan sedang sedangkan dalam skor 2549 tidak ada sama sekali. Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa penyelesaian
tugas kantor di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tinggi, sehingga bisa diambil
kesimpulan bahwa jika dilihat dari Penyelesaian tugas kantor karyawan Dinas
kesehatan Kabupaten
Sleman Keterlibatan Karyawan dalam Pekerjaan Di Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman Tinggi.
b.

Loyalitas Kerja
Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari
indikator Loyalitas Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat dari hasil
analisis di bawah ini :
Tabel 5.5
Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4)
Loyalitas kerja
No Skor

Jumlah Responden
Jumlah

Persentase

Ukuran

25 49

Rendah

50 74

34

85

Sedang

75- 100

15

Tinggi

Total

40

100

Sumber : data olahan

Dari 40 responden, 34 responden berada di skor 50 74 yang masuk ke


dalam kategori sedang, sedangkan 6 responden lainnya berada pada skor 75 100
yang termasuk ke dalam kategori tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada
dalam skor 25 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali
karyawan yang berada dalam kategori rendah. Dari data di atas bisa disimpulkan
bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Sedang karena 34 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam
kategori sedang, sedangkan 6 responden yang lain berada dalam kategori tinggi
dan tidak ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi
kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman jika dilihat dari Loyalitas kerja karyawan Sedang.
c. Lingkungan Kerja
Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari
indikator Loyalitas Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat dari hasil
analisis di bawah ini :
Tabel 5.6
Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4)
Lingkungan kerja
No

Skor

Jumlah Responden
Jumlah

Persentase

Ukuran

25 49

Rendah

50 74

18

45

Sedang

75- 100

22

55

Tinggi

40

100

Total

Sumber : data olahan


Dari 40 responden, 18 responden berada di interval 50 74 yang masuk ke dalam
kategori sedang sedangkan 22 responden lainnya berada pada skorl 75 100 yang
termasuk ke dalam kategori Tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam
skor

25 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan

yang berada dalam kategori rendah.Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa
Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tinggi
karena 18 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori
sedang, sedangkan 22 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak
ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya,
Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari
Lingkungan kerja karyawan Tinggi.
d. Kerajinan dalam Pekerjaan
Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari
indikator Lingkungan Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat Dari
hasil analisis di bawah ini :
Tabel 5.7
Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4)
Kerajinan dalam pekerjaan
No

Skor

Jumlah Responden
Jumlah

Persentase

Ukuran

25 49

Rendah

50 74

22

55

Sedang

75- 100

18

45

Tinggi

Total

40

100

Sumber : data olahan


Dari 40 responden, 22 responden berada di skor 50 74 yang masuk ke dalam
kategori sedang sedangkan 18 responden lainnya berada pada skor 75 100 yang
termasuk ke dalam kategori Tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam
skor 25 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan
yang berada dalam kategori rendah.Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa
Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sedang
karena 22 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori
sedang, sedangkan 18 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak
ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya,
Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari
Lingkungan kerja karyawan Sedang.
4. Analisis Keterlibatan Pekerjaan Pegawai
a. Analisis keterlibatan seluruh pegawai berdasarkan proporsi keterlibatan pegawai
dalam pekerjaan maka dapat disusun hasil sebagai berikut :
Tabel 5.8
Perhitungan data analisis Pegawai
No

Indikator

Jumlah Responden
Jumlah

Persentase

Ukuran

Penyelesaian tugas kantor

33

82.5

Tinggi

Loyalitas kerja

34

85

Sedang

Lingkungan kerja

22

55

Tinggi

Kerajinan dalam bekerja

22

55

Sedang

Sumber : data olahan


Berdasarkan perhitungan tabel 5.8 data analisis pegawai tersebut, dapat dijelaskan
bahwa proporsi keterlibatan seluruh pegawai dalam pekerjaan dilihat dari masingmasing indikator dapat dijelaskan untuk penyelesaian tugas kantor hasil tinggi nilai
82 %, untuk loyalitas kerja sedang nilai 85 %, untuk lingkungan kerja tinggi nilai
55 %, sedangkan untuk kerajinan dalam bekerja sedang nilai 55 %.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa hampir semua pegawai sudah terlibat dalam
menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

BAB VI
KESIMPULAN

B. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Keterlibatan Kerja Pegawai di Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Besarnya keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman rata-rata tinggi jika dilihat dari analisis bahwa terdapat 33
responden dari 40 responden atau 82,5%.
2. Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman hampir semua telah terlibat dalam
menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

C. SARAN
Adapun saran yang dapat disampaikan sehubungan hasil penelitian tersebut antara lain :

1) Bagi Dinas, hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan di dalam Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman.
2) Bagi STIE Nusa Megarkencana, hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi yang bermanfaat bagi mahasiswa serta memperkaya
khazanah keilmuan bidang manajemen sumber daya manusia maupun manajemen
perusahaan.
3) Bagi peneliti, yang berminat dengan bidang sejenis hendaknya memasukkan faktor
lainnya yang berhubungan dengan keterlibatan kerja Pegawai mengingat masih
banyak faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan kerja Pegawai.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Cetakan ketiga. Jakarta : PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima.
Jakarta : Rineka Cipta
Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.Cetakan Pertama.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Gerungan, W. A. 1996. Psikologi sosial. Bandung : Alumni
Gondokusumo. 1996. Komunikasi Penugasan. Cetakan Pertama. Jakarta : PT Gunung Agung
Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.Jakarta.
Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Mangkunegara, A.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Siagian, S. P. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Tanjung, H dan Arep, I. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Trisakti. Jakarta.
Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

You might also like