Professional Documents
Culture Documents
V-1
4. Rencana sistem pusat pelayanan atau tata jenjang dan jangkauan pusat-pusat
pelayanan yang akan dikembangkan
5. Rencana sistem jaringan transportasi
6. Rencana Aliran Pergerakan Barang
V-2
V-3
Pola jaringan jalan utama yang telah ada yang selama ini merupakan
faktor utama perkembangan fisik KTM, berupa jalan provinsi yang
melalui Wuasa menuju Palu dan jalan lingkar barat kabupaten Poso
yang menghubungkan beberapa wilayah kecamatan di bagian barat
kabupaten.
V-4
V-5
pelayanan
kegiatan
KTM
sesuai
dengan
jenis
kegiatan
dan
pelayanannya.
Pengembangan kegiatan agribisnis komoditas unggulan pada sentrasentra produksi yang ada maupun pengembangan baru di setiap SKP
(Satuan Kawasan Permukiman) atau Kecamatan sesuai dengan potensi
pengembangan lahannya.
Mengarahkan perkembangan KTM (kegiatan-kegiatan permukiman dan
sarana permukiman) kearah timur dan selatan dan sekitar KTM Tampo
Lore.
Pengembangan pola jaringan jalan utama kota (kolektor primer, arteri
sekunder,
kolektor
sekunder
dan
lokal)
sebagai
pengarah
tingkat
kesehatan,
tingkat
pendidikan,
maupun
V-6
lahan-lahan
produktif
pertanian
untuk
pengembangan
Kecamatan
Kec. Lore Utara
Kec. Lore Timur
Kec. Lore Peore
Kec. Lore Tengah
TOTAL
2009
8,415
3,935
2,665
4,510
19,525
2013
9,145
4,276
2,896
4,901
21,218
V-7
transmigrasi
menjamin
terjadinya
mekanisme
penjalaran
PENGGUNAAN LAHAN
Permukiman UPT Trans
Permukiman Lokal 3880 KK
Sarana & Prasarana Kawasan
Konservasi
TOTAL
Volume
Luas (Ha)
4 UPT
20 Desa
1,000
5,820
240
9,056
7,060
V-8
Tabel 5.3.
Rencana Pengembangan Lahan KTM Tampo Lore
No
1
2
3
4
5
6
7
PENGGUNAAN LAHAN
Kebun ubi jalar Rakyat
Kebun ubi jalar Swasta
Kebun sayur
Kebun kakao
Permukiman baru
Pusat KTM
RTH
Volume
4,880 KK
Luas (Ha)
2,250
4,500
1,080
5,150
1,220
120
1,753
16,073
V-9
V-10
V-11
2) SKP A
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-12
Pusat Perbengkelan
3) SKP B
Cakupan wilayah SKP (Satuan Kawasan Permukiman) C adalah meliputi
bagian wilayah dalam Kecamatan Lore Peore, dengan luas wilayah
potensial pengembangan adalah 5.590 ha.
Fungsi yang akan diemban SKP diatas adalah :
V-13
Pusat Perbengkelan
4) SKP C
Cakupan wilayah SKP (Satuan Kawasan Permukiman) D adalah meliputi
bagian wilayah Kecamatan Lore Peore dan Lore Tengah, dengan luas
wilayah potensial pengembangan adalah 4.762 ha.
Fungsi yang akan diemban SKP diatas adalah :
Pusat Perbengkelan
V-14
Tabel 5.4.
Struktur Tata Ruang KTM Tampo-Lore
NO
2
3
KAWASAN
PENGEMBANGAN
SKP A
Jml: 11.564 Ha
SATUAN
PERMUKIMAN
LUAS
(Ha)
Daya
Tampung
(KK)
SP.1
415
150
SP.2
516
200
SP.3
682
270
Areal Inti
5.000
Tidak sesuai/
tersedia (pem-batas
Land-Use:
Perkampungan,
sawah, ladang,
kebun penduduk)
Danau Rano Wanga
Pusat KTM
Areal Cadangan
SKP B
Luas: 5.590 Ha
SKP C
Luas:
4.762 Ha
Areal HGU
PT.Hasfarm Napu
SP.1
SP.2
SP.3
Tidak sesuai
(pembatas LandUse: Perkampungan,
sawah, ladang
penduduk)
Pola
Komoditi
TUGarkim
TUGarkim
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
TU-BUN
4.733
218
150
400
1.150
812
664
450
320
260
TU-BUN
TU-BUN
TU-BUN
Perikanan Darat
Mix/PPE
Ubi Jalar
Ubi Jalar/Kakao
Ubi Jalar/Kakao
Ubi Jalar/Kakao
2.964
SP.1
940
370
TU-BUN
SP.2
860
340
TU-BUN
Tidak sesuai
(pembatas LandUse: Perkampungan,
sawah, ladang
penduduk)
2.962
Safety Factor/
Konservasi
7,740
30.189
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
2.360
V-15
pengembangan
pusat
koleksi
dan
distribusi
berupa
V-16
unggulan
di
KTM
Tampo
Lore.
Dengan
adanya
transmigrasi
baru
yang
terdapat
di
tiap
SKP.
V-17
V-18
V-19
V-20
a.
jalan
baru
kolektor
primer
diarahkan
untuk
Lebar perkerasan 8 m.
Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
Dilengkapi median jalan pada jalur jalan pada pertemuan dengan jalan
arteri sekunder.
V-21
b.
V-22
Lebar perkerasan 7 m.
Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
c.
Jalan Lokal
Jalan lokal adalah jalan yang menghuungkan pergerakan masyarakat ke unit
perumahan atau unit fungsioal pelayanan lainnya. Perencanaan sistem
jaringan jalan ini, terutama pada beberapa pengembangan kawasan dilakukan
dalam tingkat konsepsual, yakni hanya menunjukan bahwa pengembangan
V-23
d.
Lebar perkerasan 8 m.
Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
Terminal
Lokasi terminal kota direncanakan di Pusat KTM (Watutau) dekat dengan
pergerakan regional, dan dekat dengan jalur pergerakan regional yaitu fungsi
jalan kolektor primer.
Berdasarkan tipologi terminal, maka terminal yang dibutuhkan untuk KTM
Tampo Lore adalah terminal Tipe B yang berfungsi untuk melayani kendaraan
umum untuk angkutan antar kota dalam kabupaten, angkutan kota dan
pedesaan. Adapun yang menjadi persyaratan lokasi terminal Tipe B adalah
sebagai berikut :
Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam kabupaten atau antar
kabupaten
Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal
dengan jarak sekurang-kurangnnya 50 meter.
dalam
Pertimbangan utama adalah akses yang relatif merata kesemua titik yang
diperkirakan akan tumbuh sebagai pusat bangkitan dan tarikan pergerakan
V-24
Tempat parkir
Kantor terminal
Menara pengawas
V-25
V-26
tidak
turun.Pada
kawasan
sekitar
mata
air
dapat
V-27
V-28
V-29
pengembangan agribisnis.
3. Rencana dengan fungsi primer yaitu pengembangan fungsi seluruh wilayah
KTM bahkan regional dipusatkan di Pusat KTM yaitu Desa Watutau yang
disediakan lahan pengembangan sebesar 150 Ha.
4. Rencana pengembangan sarana didasarkan kepada aspek kependudukan yang
V-30
V-31
Tabel 5.5
Rencana Kawasan Budidaya Non Pertanian Kebutuhan Sarana KTM
No
Jenis Fasilitas
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
Lahan
(ha)
16,753 KK
0.05
Perumahan
Kebutuhan
Pengembangan
Keterangan
2023
unit
Ha
16,7 837.65 Pengembangan
53
perumahan ini
telah termasuk
pengembangan
PTB dan Pusat KTM
Berada di Pusat
1.00 KTM
1.50
0.50
0.50
0.50
0.50
2.00
0.50
0.50
52
52
17
8
No
Jenis Fasilitas
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Perguruan Tinggi
100,000
4
Kebutuhan
Pengembangan
Keterangan
2023
unit
Ha
1
5.00 Berada di Pusat
KTM
5.00
Standar
Lahan
(ha)
2,500
0.12
34
30,000
1.50
120,000
3.00
Wilayah
Perkotaan
Wilayah
Perkotaan
Wilayah
Perkotaan
Wilayah
Perkotaan
Berada di Pusat
4.08 KTM dan Pusat SKP
Berada di Pusat
7.50 KTM dan Pusat SKP
Berada di Pusat
3.00 KTM
1.00
1.00
1.50
1.50
1.00
1.00
12.5
Kesehatan
Pos kesehatan
1,000
0.05
84
4.20
30,000
0.50
2.50
120,000
1.50
1.50
> 500.000
3.00
3.00
Puskesmas Kel./Desa
Puskesmas
Kecamatan
Rumah Sakit
Keagamaan
Mesjid Desa
5,000
0.05
17
0.85
Gereja / Pura
5,000
0.30
1.50
Mesjid Agung
> 120.000
2.00
2.00
Islamic Center
> 120.000
Kegiatan Sosial dan Rekreasi
3.00
3.00
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Berada di Pusat
KTM
Berada di Pusat
KTM
V-33
No
Jenis Fasilitas
Balai Warga
Karang Taruna
Pusat Kebudayaan
Gedung Serba Guna
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
Lahan
(ha)
Kebutuhan
Pengembangan
2023
unit
Ha
3,000
0.05
25
30,000
0.05
500,000
1.00
30,000
1.00
3.00
3.00
1.0
3.00
1.0
0.20
5.0
2.50
1.0
Sport Center
> 120.000
Pusat Koleksi dan Distribusi
Wilayah
Terminal Kota
Perkotaan
Wilayah
Terminal Agro
Perkotaan
Wilayah
Sub Terminal Kota
Perkotaan
Wilayah
Kawasan Pelabuhan
Perkotaan
Rencana Luas Lahan Terbangun
Keterangan
Berada di Pusat
1.25 KTM, SKP dan SP
Berada di Pusat
0.25 KTM dan Pusat SKP
Berada di Pusat
1.00 KTM
Berada di Pusat
1.00 KTM
Berada di Pusat
3.00 KTM
Berada di Pusat
3.00 KTM
Berada di Pusat
3.00 KTM
Berada di Pusat
1.00 KTM dan Pusat SKP
Berada di Pusat
2.50 KTM
966.78
V-34
kelompok industri
jaringan jalan
Sampai saat ini jaringan pelayanan PLN telah menyebar hampir di seluruh bagian
wilayah KTM dengan pusat pembangkit berada di Desa Kambara dan di Lawa.
Rumah tangga yang telah memanfaatkan jasa PLN ini hampir 50 % dari total
penduduk di KTM Tampo Lore. Pelanggan PLN di KTM Tampo Lore hampir
seluruhnya menggunakan untuk kebutuhan rumah tangga biasa, untuk kegiatan
usaha umumnya mereka menggunakan diesel, karenanya pasokan listrik yang ada
sekarang dirasakan belum mencukupi untuk menunjang kegiatan usaha.
Masih rendahnya kapasitas pelayanan yang diberikan sementara disisi permintaan
akan semakin meningkat terutama dari kelompok sosial-pemerintahan, bagi
kegiatan industri, perdagangan, dan pengembangan kawasan agribisnis. Sudah
semestinya diperlukan peningkatan baik dari kapasitas maupun jaringan sistemnya
agar dapat menjangkau kelompok-kelompok potensial tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan perkembangan kota, maka
secara umum kebutuhan energi dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
Rumah Tangga
Kebutuhan listrik untuk rumah tangga diasumsikan memerlukn kebutuhan
listrik 1.100 watt/KK
V-35
Penerangan jalan.
Pemakaian listrik bagi penerangan jalan mempergunakan standar maksimum
18 kw/km atau 10 % dari kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan standar di atas, maka kebutuhan listrik di KTM Tampo Lore pada
tahun 2023 sebesar 33.91 Mega watt. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam meletakan jaringan listrik adalah dalam menetapkan lokasi gardu listrik dan
jaringan distribusi adalah:
Untuk pemilihan lokasi gardu hubung melingkupi seluruh titik beban. Hal ini
untuk meminimasi biaya momen beban yang merupakan perkalian besarnya
beban dengan jarak ke titik supply.
Untuk menunjang daya listrik tersebut maka perlu peningkatan jaringan tegangan
tinggi (primer) sebesar 150 KV dan tegangan menengah (sekunder) sebesar 70 KV
sesuai dengan rencana pengembangan PLN.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-36
Tabel 5.6
Rencana Kebutuhan Listrik KTM Tampo Lore Tahun 2023
Standar Pelayanan
No
Uraian Kebutuhan
(Watt)
1 Domestik (Rumah Tangga) - 18.424 KK
1,100
2 Perdagangan, Industri dan Perkantoran
25 % dari domestik
3 Fasilitas Sosial dan Umum
25 % dari domestik
4 Penerangan Jalan
10 % dari Domestik
5 Jumlah Pelayanan
6 Kehilangan energi
15 % Dari total Pelayanan
JUMLAH KEBUTUHAN
Kebutuhan
(MegaWatt)
18.43
4.61
4.61
1.84
29.49
4.42
33.91
tingkat dan jenis pelayanan yang akan diberikan oleh pengelola air bersih
kepada para konsumen
Dari segi konsumen, kelompok yang membutuhkan pelayanan air bersih terdiri
dari :
Konsumen non domestik, yaitu pelayanan diluar rumah tangga seperti tempat
peribadatan, perkantoran, perdagangan dan jasa, industri, tempat kesehatan
dan sarana lainnya sebesar 25 % dari kebutuhan domestik.
V-37
Jaringan pipa tersier untuk melayani 200 jiwa penduduk dibutuhkan pipa
sepanjang 1.000 meter.
Tabel 5.7
V-38
kawasan KTM Tampo Lore adalah 65 lt/dt dengan panjang pipa sekunder dan
tersier 125,651 m dan 314,126 m.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, maka diperlukan adanya peningkatan
prasarana. Kebutuhan jaringan prasarana air bersih untuk KTM Tampo Lore dapat
dikelompokan menjadi:
V-39
dengan penanganan air limbah di lokasi setempat untuk melayani perorangan atau
sekelompok warga setempat.
Pengelolaan limbah domestik termasuk limbah tinja memerlukan peran serta
seluruh warga masyarakat, sehingga perlu gerakan penyadaran akan pentingnya
mengelola limbah rumah tangga termasuk limbah tinja. Dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan kota, maka perlu ditingkatkan dengan
menggunakan sistem yang lebih baik antara lain dengan septic tank yang
dilengkapi dengan sumur resapan. Setiap rumah diperlukan untuk memiliki wc
yang dilengkapi denga septic tank dan sumur resapan. Kuantitas limbah rumah
tangga dan unit sarana pengelolaan dalam skala KTM Tampo Lore dapat dilihat
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.8
No
1
2
3
4
6
7
8
9
V-40
V-41
telepon untuk menjangkau wilayah yang lebih luas yaitu dengan penambahan SST
ke rumah tangga dan jaringan telepon kearah fasilitas-fasilitas perkotaan.
Pada tahun 2028 diharapkan seluruh masyarakat KTM Tampo Lore dan semua
pusat aktivitas/kawasan dapat memanfaatkan ketersediaan jaringan pelayanan
telepon. Kebutuhan terhadap penyediaan prasarana ini di masa mendatang
diperkirakan akan semakin meningkat terkait dengan fungsi peran yang diemban
KTM Tampo Lore serta rencana pengembangan fungsional kawasan-kawasan
pertumbuhan baru. Untuk itu wilayah perkotaan perlu memperoleh jasa layanan
telekomunikasi yang optimal, melalui perluasan jaringan pelayanannya.
Rencana pengembangan jaringan telepon KTM Tampo Lore Tahun 2023 yaitu :
1. Penambahan jaringan satuan sambuangan telepon (sst) rumah tangga sebesar
Kabel primer sebagai kabel catu dari sentral ke daerah pelayanan RK yang
bersangkutan harus sependek mungkin.
Tidak ada tumpang tindih (over lapping) antara kabel primer dan sekunder.
V-42
persampahan
di
KTM
Tampo
Lore perlu
mengantisipasi
pertumbuhan permukiman dan aktivitas kota sehingga sejak awal telah dimiliki
mekanisme pengelolaan persampahan yang paling sesuai dengan karakteristik
KTM Tampo Lore.
No
1
2
3
4
Tabel 5.9
Standar Perhitungan Dan Sumber Timbunan Sampah
Komponen
Satuan
Volume ( lt )
Sampah
Rumah Permanen
per orang per hari
2,25 2,50
Toko/Ruko
per pegawai per hari
2,50 3,00
Sekolah
per murid per hari
0,10 0,15
Jalan
per meter per hari
0,05 0,60
Beberapa hal yang memerlukan antisipasi antara lain alokasi ruang dengan
karakteristik yang tepat untuk pengelolaan akhir sampah. TPA perlu disiapkan
untuk dapat menampung produksi sampah yang akan dihasilkan dengan volume
sebagaimana tampak dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.10
Perkiraan Timbunan Sampah Dan Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Angkutan
Sampah KTM Tampo Lore
No
Uraian
Satuan
Tahun 2023
1
2
3
4
5
83,767
60
50,260
2
V-43
No
6
7
8
9
10
Uraian
Satuan
a. Sampah Komersial
b. Sampah Fasilitas Umum dan Perdagangan
Volume Sampah Domestik P X % X SD
Volume Sampah Non Domestik
a. Sampah Komersial
b. Sampah Fasilitas Umum
Volume Sampah Total (VS)
Sistem Pelayanan (SP):
a. Pel. KoPosol
b. Pel. Individual
Kebutuhan Peralatan
a. Gerobak Sampah 1 m3 (VS X SP)
b. TPS kontainer besi 10 m3
c. Truk terbuka 7 m3 (50%)
d. Dump-truck 8 m3 (40%)
e. Arm-roll truck 10 m3 (10%)
Tahun 2023
lt/or/hari
lt/or/hari
m3/hari
3
2
75
m3/hari
m3/hari
m3/hari
45
41
161
%
%
85
15
buah
buah
buah
buah
buah
20
15
5
4
1
Dalam
pewadahan
dan
pengumpulan,
pendekatan
teknologi
dan
V-44
b.
c.
d.
V-45
Gambar 5.7
Pola Operasional Pengelolaan Persampahan
V-46
NO
SUMBE R S AMPAH
PE MUKIMAN TERATUR/
DIPINGGI R JA LAN
PE NAMPUNGAN
PE NGUMPULAN
PE MINDAHAN
BA K PL ASTIK 50 lt r
DOOR TO DO OR
TPS
KA NTONG PL ASTIK
DOOR TO DO OR
TPS
DOOR TO DO OR
TPS
BA K PL ASTIK 50 lt r
JAL AN PROTOKOL
PE NYAPUAN
DOOR TO DO OR
TPS
V-46
PE NGANGKUTAN
Kriteria arahan dalam pemanfaatan ruang secara konseptual didasarkan pada nilai-nilai
ruang, antara lain :
1.
Pertimbangan nilai suatu ruang yang berkaitan dengan nilai dan ketersediaan lahan
bagi bangunan serta taman kota (Rica Ordian Rent).
2.
Nilai ruang berkaitan dengan posisi dalam suatu konfigurasi ruang atau nilai
keuntungan ruang terhadap lingkungan perkotaan (Location Rent).
3.
Nilai ruang yang berkaitan dengan fungsi ekosistem seperti kawasan resapan air,
kawasan penyangga atau jalur hijau dan taman kota.
4.
Nilai ruang yang berkaitan dengan tata nilai dan budaya masyarakat seperti tempat
suci, balai pertemuan dan tempat bersejarah lainnya (Sosio Kultural Rent).
5.
Nilai ruang yang berkaitan dengan nilai strategis suatu lokasi (Merit-Rent) yang dapat
menunjang terhadap kepentingan umum.
Berdasarkan struktur pelayanan kegiatan sebagaimana telah dibahas di atas maka dapat
dijabarkan juga mengenai arahan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan berdasarkan
kebutuhannya. Rencana alokasi pemanfaatan ruang untuk kawasan perencanaan
ditujukan untuk efisiensi pelayanan yang disediakan pada tiap-tiap Unit Lingkungan.
Dimana aktivitas kegiatan sosial yang sifatnya lokal dapat dipenuhi pada tiap-tiap unit
lingkungan, terkecuali untuk kebutuhan yang berskala primer tidak harus ada pada setiap
unit lingkungan. Untuk pelayanan lokal yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat tersebar pada tiap-tiap unit lingkungan.
Untuk memudahkan pencapaian terhadap lokasi kegiatan, pelayanan lokal diarahkan di
pusat-pusat unit lingkungan dengan sistem Neighbourhood Unit sebagai dasar
perencanaan efisiensi secara teknis, karena pada prinsipnya sistem ini bisa memberikan
pelayanan yang efektif kepada masyarakat dengan penyediaan berbagai fasilitas
V-47
V-48
Pemanfaatan ruang terbuka sebagai suatu orintasi kegiatan di setiap unit lingkungan
perumahan yang dijadikan unsur pengikat dan dapat diwujudkan dalam bentuk taman
dan fasilitas sosial yang sifatnya lokal.
Berdasarkan kondisinya rumah-rumah di Kawasan Perencanaan, umumnya mempunyai
kondisi sedang dan baik meskipun ada beberapa kondisinya yang rusak karena usia, selain
itu sebagian besar adalah permanen.
Dengan melihat kecenderungan perkembangan jumlah penduduk dimasa yang akan
datang maka peningkatan kebutuhan rumah pun akan semakin bertambah.
Untuk melihat kecenderungan perkembangan rumah dimasa yang akan datang dapat
diperkirakan berapa kebutuhan rumah yang harus disediakan. Adapun dasar perhitungan
kebutuhan rumah didasarkan pada perkiraan jumlah penduduk dengan asumsi 1 unit
rumah dihuni oleh 4 jiwa yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 orang anak. Kebutuhan
perumahan untuk kawasan perencanaan dihitung berdasarkan luasan lahan yang bisa
untuk dikembangkan sebagai lahan perumahan. Selain itu juga melihat standar rumah
dimana dalam setiap rumah mewakili 1 kk yang terdiri dari 5 jiwa. Berdasarkan pada
asumsi di atas dapat diperkirakan kebutuhan rumah di kawasan perencanaan hingga akhir
tahun perencanaan 2013 dapat dilihat pada table 5.10.
No.
Tabel 5.11
Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Perumahan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
Kebutuhan Fasilitas dan
Ruang
Jenis Fasilitas
Rumah
Jumlah
Luas
(Unit)
( M )
1.
Kecil
3.537
530.550
2.
Sedang
2.688
806.400
3.
Besar
2.025
810.000
8.250
2.146.950
Jumlah
Sumber : Hasil Analisis
V-49
V-50
No
1
2
3
4
Tabel 5.12
Rencana Kebutuhan Fasilitas Pendidikan
Di Kawasan Perencanaan Sampai Tahun 2013
Jumlah
Standar
Kebutuhan
Penduduk
Jenis
Eksisting
Tahun
Penduduk Luas
Luas
Fasilitas
(unit)
Unit
2013
(Jiwa)
(m2)
(m2)
(Jiwa)
TK
1.000
1.200
22
SD
SLTP
SLTA
21.218
1.600
4.800
4.800
3.600
5.000
5.000
Jumlah
25
4
1
15.000
52
15.000
V-51
No
Jenis
Fasilitas
Puskesmas
P.
Pembantu
Apotik
Posyandu
Praktek
Dokter
Balai
Pengobatan
2
3
4
5
6
Tabel 5.13
Rencana Kebutuhan Fasilitas Kesehatan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
Jumlah
Standar
Penduduk
Eksisti
Tahun
ng
Penduduk
Luas
2
2013
(Jiwa)
(m ) (unit)
(Jiwa)
30.000
650
4
21.218
Kebutuhan
Unit
Luas
(m2)
6.000
500
16
10.000
-
350
-
22
2
-
700
-
5.000
550
550
1.000
300
37
1.250
Jumlah
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2006
5.3.4. Fasilitas Peribadatan
No
Tabel 5.14
Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Peribadatan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
Jumlah
Standar
Kebutuhan
Penduduk
Eksist
Jenis
Pendud
Tahun
ing
Luas
Luas
Fasilitas
uk
Unit
2
2013
(m ) (unit)
(m2)
(Jiwa)
(Jiwa)
Mesjid
10.000
1.750
22
10.000
1.750
22.218
2
Pura
V-52
Gereja
10.000
1.750
Jumlah
74
-
Pertokoan
2.500
1.200
7.200
30.000
13.500
10000
142
22.700
21.218
Pusat.
3
Perbelanjaan
Jumlah
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009
Keterangan : 1 unit pertokoan terdiri dari 19 lokal toko ukuran bangunan 5x10 m
atau 50 m, diperoleh dari 1200 m x KDB 80% = 960 m dibagi 50 = 19 lokal
Penempatan bisa menyatu maupun tersebar.
V-53
No
Tabel 5.16
Rencana Kebutuhan Fasilitas Pelayanan Umum
dan Luas Lahan Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
Standar
Jumlah Penduduk
Jenis Fasilitas
Penduduk
Luas
2013
(Jiwa)
(m2)
Kebutuhan
Luas
Unit
(m2)
Kantor Lingkungan
30.000
500
500
Pos polisi
30.000
200
200
30.000
100
100
Pos pemadam
21.218
3
kebakaran
4
30.000
200
200
Balai pertemuan
2.500
300
2.400
12
3.400
Jumlah
Sumber : Hasil Analisis
V-54
b. Aksesibilitas yang cukup tinggi karena berada pada suatu kawasan yang berfungsi
sebagai kawasan perkotaan dimana fungsi pelayanannya harus bisa memenuhi
masyarakat dengan aksesibilitas yang tinggi.
c. Kesesuaian lahan untuk pengembangan fasilitas perkotaan cukup sesuai.
d. Akan menambah peranan fungsi kota sebagai pusat pelayanan dan akan
mempengaruhi pelayanan secara efektif dalam bentuk ruang kawasan.
No
1
2
Jenis
Fasilitas
Taman
Taman
bermain
Olah Raga
Jalur hjau
Jumlah
Standar
Penduduk
Penduduk Luas
tahun
(Jiwa)
(m2)
2013
250
250
2.500
21.218
0,3
m/Pddk
15
m/Pddk
Jumlah
Kebutuhan
Unit
Luas
(m2)
84
21.000
1.250
10.000
9.000
18.000
206.265
94
255.265
V-55
Jenis Fasilitas
Standar
Kebutuhan
Kebutuhan Pengembangan
Jumlah (Unit)
Lahan (m)
0,10 m/pddk
2.121
2. Balai Pertemuan
0,12 m/pddk
2.546
3. Gedung Kesenian
0,10 m/pddk
2.121
4. Kegiatan Keagamaan
0,10 m/pddk
2.121
8909
Jumlah
Sumber : Hasil Analisis
V-56
dialokasikan di sekitar jalan utama. Luas lahan untuk pengembangan terminal dibutuhkan
seluas 10.000 m.
5.4.10
Jenis industri yang dimaksud adalah industri kecil (home industri) yang pengolahannya
masih relatif sederhana dan ramah lingkungan sehingga keberadaannya tidak akan
menggangu dan merusak lingkungan. Jenis industri kecil yang ada dan mempunyai
prospek berkembang saat ini di kawasan perencanaan adalah industri pengolahan hasil
perkebunan sawit dan pertanian (padi). Industri tersebut sifatnya masih individu dan
berlokasi terpencar.
Dengan kemungkinan akan terus berkembang, maka dimasa mendatang lokasi industri ini
perlu diarahkan agar membentuk suatu kawasan industri. Untuk pengembangannya
diarahkan pada lokasi yang berdekatan dengan bahan baku yaitu di bagian selatan
kawasan perencanaan (UL I) dan dilengkapi fasilitas pergudangan. Adapun lahan yang
dialokasikan untuk pengembangannya dibutuhkan lahan seluas 20.000 m.
V-57
Dengan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 21.218 jiwa, dapat
diperkirakan kebutuhan ruang untuk berbagai fasilitas dan utilitas di Kawasan
perencanaan sampai akhir tahun perencanaan, seperti terlihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19
Rekapitulasi Rencana Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Dan Luas Lahan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
Perkiraan Kebutuhan
No.
Jenis Fasilitas
Fasilitas
Luas Lahan
(Unit)
(m2)
1.
Perumahan
8.250
2.146.950
2.
Pendidikan
15.000
3.
Kesehatan
1.250
4.
Perdagangan
142
22.700
5.
Peribadatan
15.000
6.
12
3.400
7.
94
255.265
8.
8.909
9.
10.000
10.
20.000
8.513
2.498.474
Jumlah
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009
Ruang perkotaan sebagai wadah dalam menampung penduduk dan berbagai aktifitasnya
senantiasa berubah pemanfaatannya setiap saat sesuai dengan keinginan manusia
sebagai pengguna (user), untuk selanjutnya pemanfaatan ruang oleh penduduk dan
aktifitasnya ini disebut fungsi kawasan/ruang.
Tanpa adanya pengelolaan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang biasanya
perubahan tadi cenderung mengarah pada terjadinya kesalahan dalam pemanfaatan
lahan (disfungsi lahan) yang berakibat pada kerusakan lingkungan, terbentuknya
lingkungan kumuh (slum area) dan sebagainya.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-58
Bagi kawasan perencanaan yang saat ini masih lambat perkembangannya merupakan
kesempatan dilakukannya penataan sebelum terjadinya hal-hal seperti di atas, karena
tidak menutup kemungkinan dimasa yang akan datang perkembangan di kawasan
perencanaan mengalami perkembangan yang pesat. Untuk mengantisipasi perkembangan
tersebut perlu adanya pengaturan dan pengelolaan pembangunan.
Pedoman pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu langkah dalam pengaturan
pelaksanaan pembangunan melalui penerapan aturan dalam proses membangun. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan guna memperoleh
hasil pembangunan yang optimal, serasi dan seimbang, diantaranya melalui pengaturan
yang akan dibahas di bawah ini.
V-59
V-60
5% - 20%
Untuk blok peruntukan dengan KDB sangat rendah lebih kecil dari 5%
Untuk menunjang sistem kelestarian lingkungan disarankan untuk lahan parkir tidak
ditutup dengan tembok tetapi memakai system paving blok, untuk memudahkan
penyerapan air.
B. Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan
Intensitas pemakaian ruang secara vertikal ini dinyatakan dalam KLB (Koefesien Lantai
Bangunan) atau FAR (Floor Area Ratio) yang dinyatakan dalam bentuk perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai bangunan dibansing dengan luas persilnya.
Keteraturan dalam ketinggian bangunan ini akan mempengaruhi kesan visual kota
yang rapih dan teratur.
Sesuai dengan pengertian di atas bahwa besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
pada dasarnya mencerminkan jumlah lantai bangunan. Berdasarkan kemampuan dan
fungsinya, pengaturan lantai bangunan yang di kawasan perencanaan maksimal dua
lantai atau paling tinggi 2 kali dari luas lantai dasar bangunan hal ini diperuntukan
khusus di sekitar koridor jalan utama. Secara lebih rinci mengenai rencana intensitas
penggunaan lahan untuk KLB maksimum 2 lantai dapat dijelaskan di bawah ini :
Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat tinggi, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan lebih dari 1,50
Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menengah, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan antara 0,40 1,00
V-61
Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah, Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) diperbolehkan antara 0,10 0,40
Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat rendah, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan lebih kecil dari 0,10
Dalam penentuan Koefisien Lantai Bangunan hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Tingkat perkembangan kegiatan.
Semakin tinggi tingkat perkembangan kegiatan pada suatu lokasi maka semakin
besar pembangunan secara vertikal.
2. Jenis Peruntukan Bangunan.
Pada umumnya bangunan-bangunan yang cenderung vertikal dalam kawasan
perkotaan adalah bangunan yang bersifat komersial yaitu perdagangan dan jasa.
3. Luas Lantai Dasar Bangunan.
Luas Lantai Dasar Bangunan terhadap kavling, semakin kecil perbandingan luas
lantai terhadap kavling maka kecenderungan perkembangan bangunan vertikal.
4. Lokasi bangunan.
Faktor lokasi sangat berpengaruh terhadap perkembangan bangunan secara
vertikal. Bangunan yang berlokasi pada daerah yang strategis kecenderungan
orientasi bangunan akan mengarah vertikal.
C. Arahan Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan untuk kawasan perencanan didasari oleh jumlah lantai
bangunan maksimal, sedangkan maksimal jumlah lantai yang diperuntukan 2 lantai,
maka rencana ketinggian bangunan hingga puncak bangunan maksimum 12 m untuk
bangunan 2 lantai.
Ada beberapa pertimbangan dalam penentuan tinggi bangunan, diantaranya :
Tidak menghalangi view yang ada di sekitar kawasan perencanaan, mengingat
kawasan perencanan memiliki panorama alam yang bagus.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-62
Tingkat kestabilan tanah. Pada lahan pertanian subur biasanya sifat tanah gembur
dan porositas tinggi, sehingga tanah menjadi labil.
Ketersediaan lahan pengembangan masih cukup luas, sehingga pengembangan
dapat dilakukan secara horizontal.
V-63
Untuk kavling besar dibutuhkan 400 m per unit bangunan, kapling sedang 300 m dan
kapling kecil 150 m per unit bangunan, selain itu dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas.
Adapun kriteria pengaturan tata letak bangunan diuraikan sebagai berikut :
1. Kapling diatur memanjang dan arahnya lurus dengan jalan, hal ini bertujuan untuk
mengurangi tingkat kebisingan dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.
2. Fasilitas lingkungan letaknya dapat di jangkau di sekitar kawasan permukiman atau di
pusat-pusat unit lingkungan.
3. Pengaturan tata letak bangunan di sesuaikan dengan hirarki jalan yang ada.
4. Ditunjang oleh jaringan jalan untuk mempermudah sirkulasi pergerakan.
5. Dapat mencerminkan aspek kelestarian lingkungan.
6. Untuk pemanfaatan lahan non terbangun (dipertahankan fungsinya) luas petak lahan
disesuaikan dengan keadaan aslinya, kecuali bila akan dilakukan perubahan.
V-64
Tabel 5.20
Rencana Garis Sempadan Bangunan
di Kawasan Perencanaan
Garis Sempadan
No
Fungsi Jalan
Kolektor Primer
Perkerasan
Damija
8 meter
25 meter
1.
Bangunan
Muka
Bangunan
12,5
13,5 meter
meter
2.
Lokal Primer
6 meter
15 meter
7,5 meter
8,5 meter
3.
Jalan Lingkungan I
5 meter
7 meter
3,5 meter
4,5 meter
Jalan Lingkungan
4 meter
6 meter
4.
II
V-65