You are on page 1of 7

NEURALGIA TRIGEMINAL

UTOYO SUNARYO
RSUD Dr M.SALEH PROBOLINGGO
SUMMARY
Trigeminal Neuralgia is disabling painful condition. It is characterized by sudden
severe and intense attacks of stabbing or electricshock-like pain that are typically brief,
lasting for a few seconds up to several minutes. Trigeminal Neuralgia is mostly unilateral,
involving the innervations area of the trigeminal nerve. Two major types of trigeminal
neuralgia are distinguished: the idiopathic or so called primary Trigeminal Neuralgia and
the symptomatic or secondary Trigeminal Neuralgia. So far none of the many existing
theories fully explain all known characteristic of Trigeminal Neuralgia. So far no specific
clinical or laboratory test exists for the diagnosis of Trigeminal Neuralgia. At the present
time, pharmacotherapy remains the mainstay of treatment of Trigeminal Neuralgia. In
general, neurosurgical interventions are considered when medical therapy proves
ineffective in controlling Trigeminal Neuralgia.
Key words: Trigeminal Neuralgia, Etiology, Pathophysiology, Diagnosis, Treatment.
===============================================================
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan pada
cabang saraf no 5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal dengan penyakit
Neuralgia Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic Douloureux yang berupa
adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah salah satu sisi yang berulang dan dapat
berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Narasi pertama yang dicatat adalah oleh
seorang doker dari Jerman Johanes Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami
nyeri disisi kanan wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya
mengalami malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh seorang dokter
dari Perancis Nicolaus Andre pada tahun 1756. (6)
Definisi.
Neuralgia Trigeminal ( NT) digambarkan oleh IASP ( International Association
for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya
unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu cabang nervus
trigeminus.(8)
Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia
trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa
nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas
terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya
dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat trigger area diplika
nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang
bervariasi. (9).
Epidemiologi.

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan
rata rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang kadang ditemukan pada usia
muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan kasus neuralgia
trigeminal pada anak laki laki usia 9 tahun. Pada wanita sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor ras dan etnik
tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih
kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per 1.000.000.Angka prevalensi
maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap
sama dengan Negara lain maka terdapat 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi
mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi
penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat (2,5).
Anatomi.
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit
muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari
rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral
pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang
disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris. Berasal dari
nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari serabut-serabut motoris,
terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui
ganglion disebelah medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung
dengan saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar
sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini
yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akarakar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini
keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang
mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis
superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis
sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke
bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus
frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga
disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf
maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior
memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura orbitalis
inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati
fissura yang sama. Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi
beberapa cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian
lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis,
didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang
atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan. Cabang yang ketiga, merupakan
cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui
foramen ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf
trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang
bawah dan bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun
telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut serabut
sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga bagian saraf
trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat
hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana ganglia
siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf
maksilaris sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang
mandibularis. (2)
Patofisiologi. (5)
Patofisiologi dan etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan ada dua
pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab
Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme sentral.
Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis berupa:
1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.
2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.
3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.
4. Adanya proses inflamasi pada N.V.
Mekanisme sentral sebagai penyebab NT didukung oelh data-data klinis sebagai berikut:
1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus terhadap trigger
poin dan onset NT.
2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung.
3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama periode ini
pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan.
4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang normal tidak
menimbulkan gejala nyeri.
5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.
Kriteria diagnostik. (1)
A. Serangan serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang
mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa menikam
atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,
mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu
dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

D. Serangan bersifat stereotipik.


E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Klasifikasi.(9)
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT
klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya
belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor, multipel
sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit
sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks
trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus
trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagaralan terapi farmakologik.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik (4).
Neuralgia Trigeminus Idiopatik.
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,
sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara
beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding
laki-laki.
Neuralgia Trigeminus simptomatik.
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau
nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial,
berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.
Etiologi
Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi, dari
berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satusatunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis
sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis,
pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan
dapat menjadi penyebab NT. Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita
dengan infeksi disekitar mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak
jarang pula penderita NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.
( 5)

Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut
pasca suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai dry socket

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

pasca ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan pada gigi geligi atas
atau bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari pengobatan ke bagian gigi
dengan asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi. ( 1)
Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan
biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada pemeriksaan
tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan ekstraksi maupun tidak
ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi (3).
Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan
endodontic treatment timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin bertambah
frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada trigger sentuhan ringan pada pipi kiri dan
setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-10 serangan berulang,
kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia Trigeminal (7).
Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang
diobati sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur dental diantaranya ekstraksi
tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik, complete denture, periapical
surgery dsbnya. Kesimpulan hasil penelitian didapatkan adanya korelasi yang
bermakna antara sejumlah pasien yang mendapat tindakan terapi dental dengan durasi
terjadinya neuralgia trigeminal ( 8).
Diagnosa (2,4,6)
Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia
trigeminal. Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara
teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah
lokalisasi nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan
lamanya , efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat
penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb. Pada pemeriksaan fisik
neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita
sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas untuk
menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan
deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot
pterygoideus. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI
kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang
tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat
dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang
masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas
distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain
misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang jarang ada
saat saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu harus
diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik dengan hanya sedikit atau tanpa tandatanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala gejala dari tumor fossa posterior.

Diagnosa Banding. ( 1,5)


1. Post herpetic neuralgia

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Cluster headache
Glossopharingeal neuralgia
Kelainan temporomandibuler.
Sinusitis
Migrain
Giant cell arteritis
Atypical facial pain

Pengobatan (9)
Terapi Farmakologik.
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman
terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological
Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg
sehari ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan
terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami
remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi
serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European
Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif
dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin
juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi
yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat. Dalam publikasi
mutakhir dari The Neurologist dinyatakan carbamazepine merupakan terapi lini
pertama , sedangkan terapi lini kedua adalah Oxcarbazepine, gabapentin, phenytoin.
Terapi lini ketiga adalah lamotrigin dan baclofen. Pregabalin yang telah terbukti efektif
dalam terapi nyeri neuropatik mungkin juga bermanfaat pada terapi neuralgia trigeminal.
Terapi non Farmakologik.
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak bereaksi
atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri, terapi gamma
knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus
trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain,
alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan
radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam
kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada
radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi
sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah
yang menekan nervus trigeminus.

Kesimpulan:

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan ditandai
serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau seperti tersengat
aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai
beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat unilateral dan mengenai daerah
yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik
atau disebut Neuralgia Trigeminal primer dan yang kedua adalah simptomatik yang
disebut Neuralgia Trigeminal sekunder sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih
belum jelas dan sejauh ini belum ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun
laboratorium untuk mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan
utama adalah pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat
dipertimbangkan dengan cara pembedahan.
Daftar kepustakaan:
1. Aulina S. Trigeminal Neuralgia, Pertemuan Ilmiah Nasional I Kelompok
Studi Nyeri Perdossi, Menado 2005, hal: 162-170.
2. Leksmono P. Neuralgia Trigeminal, PKB III Ilmu Penyakit Saraf, Nyeri :
Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, 1997, hal : 19-35.
3. Mansour M.H, Cox S.C: Patients presenting to the General Practitioner with
pain of dental origin , MJA ,2006;185: 64 -67.
4. Mardjono M, Sidharta P, Saraf Otak kelima atau Nervus Trigeminus dalam
Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2008: hal 149 158.
5. Meliala L . Neuralgia Kranial, dalam Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS
dkk, Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan, 2001:
hal 129-137.
6. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S, Diagnosis and Management of Trigeminal
Neuralgia, Columbia Dental Review, 2000 ; 5: 4-7.
7. Spencer C.J, Neubert J.K, Gremillion H, et al : Toothache or Trigeminal
Neuralgia : Treatment Dilemmas ,The Journal of Pain, 2008; vol 9,
9: 767 770.
8. Tesseroli de Siqueira S.R.D , Marinho Nobrega J.S, Souza Valle L.B et al:
Idiopathic Trigeminal Neuralgia: Clinical Aspects and Dental
Procedures, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radio Endod,
2004 ; 98:311-315.
9. Wirawan RB. Manajemen Neuralgia Trigeminal, dalam Sjahrir H, Anwar Y,
Kadri A.S, Neurology Up Date 2009, hal : 69-72.

Dibacakan pada Acara Seminar Sehari PDGI Cabang Probolinggo , Hotel Bromo View Tgl 20-02-2010

You might also like