Professional Documents
Culture Documents
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Secara
konkrit motivasi dapat diberi batasan sebagai Proses pemberian motif (penggerak) bekerja
kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi secara efisien. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal
yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat
dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer/pimpinan
membagikan pekerjaan kepada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi
kepada tujuan yang diinginkan. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan. (hasibuan, 2001 : 202). Keadaan yang menyenangkan dapat dicapai jika sifat dan jenis
pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dimiliki.
Kepuasan kerja merupakan :
Suatu pernyataan rasa senang dan positif yang merupakan hasil penilaian terhadap suatu
pekerjaan atau pengalaman kerja (locke, 1995 : 126).
Manusia dalam hal ini pegawai adalah mahluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi
setiap organisasi. Mereka menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali yang selalu berperan
aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Pegawai menjadi pelaku yang menunjang tercapainya
tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikap
negatif hendaknya dihindarkan sedini mungkin.
Untuk mengembangkan sikap-sikap positif tersebut kepada pegawai, sebaiknya pimpinan
harus terus memotivasi para pegawainya agar kepuasan kerja pegawainya menjadi
tinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup yang bergantung
pada tindakan mana individu menemukan saluran-saluran yang memadai untuk mewujudkan
kemampuan, minat, ciri pribadi nilai-nilainya. Gouzaly (2000 : 257), dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia mengelompokkan faktor-faktor motivasi kedalam kedalam
dua kelompok yang dapat menimbulkan kepuasan kerja yaitu, faktor external (karakteristik
organisasi) dan faktor internal (karakteristik pribadi).
Motivasi kerja adalah kesediaaan melakukan upaya untuk mencapai tujuan organisasi
sebagai manifestasi pemenuhan kebutuhan, munculnya motivasi kerja adalah sebagai akibat
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk
aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk
menjadi dan melakukan apa yang orang itu lahir untuk dilakukan. Seorang musisi harus
bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis. Kebutuhan ini membuat diri
mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu,
singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang
harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu
jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2. Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland menyatakan bahwa pencapaian, kekuasaan/kekuatan dan
hubungan merupakan tiga kebutuhan penting yang dapat membantu menjelaskan motivasi.
Kebutuhan pencapaian merupakan dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, dan
berjuang untuk berhasil. Kebutuhan kekuatan dapat membuat orang lain berperilaku sedemikian
rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya, dan kebutuhan hubungan merupakan
keinginan antarpersonal yang ramah dan akrab dalam lingkungan organisasi.
McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk
berhasil. Dorongan ini mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh
pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Hal ini kemudian menyebabkan ia
melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Dorong pertama ini dapat
disebut sebagai nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian.
Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang
berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah kebutuhan
atas kekuasaan dan otonomi. Individu dengan nPow tinggi, lebih suka bertanggung jawab,
berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan dalam situasi kompetitif, dan
berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan pengaruh yang
didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang
baik dalam lingkungan kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan
hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi. McClelland
mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan kombinasi tiga karakteristik
tersebut, dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang berperilaku.
Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian tidak selalu membuat seseorang
menjadi manager yang baik, terutama pada organisasi-organisasi besar. Hal ini dikarenakan
orang yang memiliki n-Acc yang tinggi cenderung tertarik dengan bagaimana mereka bekerja
secara pribadi, dan tidak akan mempengaruhi pekerja lain untuk bekerja dengan baik. Dengan
kata lain, n-Acc yang tinggi lebih cocok bekerja sebagai wirausaha, atau mengatur unit bebas
dalam sebuah organisasi yang besar. Individu-individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi
sangat termotivasi dengan bersaing dan menantang pekerjaan. Mereka mencari peluang promosi
dalam pekerjaan. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk umpan balik pada prestasi mereka.
Orang-orang seperti mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam melakukan hal-hal yang lebih
baik. Prestasi yang tinggi secara langsung berkaitan dengan kinerja tinggi.
Individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan memiliki keinginan kuat untuk menjadi
berpengaruh dan mengendalikan. Mereka ingin
mendominasi dan dengan demikian, mereka ingin memimpin. Individu tersebut termotivasi oleh
kebutuhan untuk reputasi dan harga diri. Individu dengan kekuasaan dan kewenangan yang lebih
besar akan lebih baik dibanding mereka yang memiliki daya yang lebih kecil. Umumnya,
manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya berubah menjadi manajer yang lebih efisien dan
sukses. Mereka lebih tekun dan setia kepada organisasi tempat mereka bekerja. Perlu untuk
kekuasaan tidak harus selalu diambil negatif. Hal ini dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk
memiliki efek positif pada organisasi dan untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan
itu
Motivasi hubungan / affiliasi (n-Aff)
Individu-individu yang termotivasi oleh afiliasi memiliki dorongan untuk lingkungan yang
ramah dan mendukung. Individu tersebut yang berkinerja efektif dalam tim. Orang-orang ingin
disukai oleh orang lain. Kemampuan manajer untuk membuat keputusan terhambat jika mereka
memiliki kebutuhan afiliasi tinggi karena mereka lebih memilih untuk diterima dan disukai oleh
orang lain, dan hal ini melemahkan objektivitas mereka. Individu yang memiliki kebutuhan
afiliasi yang tinggi lebih memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan interaksi pribadi
yang lebih besar. Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada di buku-buku yang
baik dari semua. Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang baik
Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow) dan kebutuhan afiliasi (n-Aff)
memiliki keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Seorang manajer yang berhasil
memiliki n-Pow tinggi dan n-Aff rendah. Meski demikian, pegawai yang memiliki n-aff yang
kuat yaitu kebutuhan akan afiliasi dapat merusak objektivitas seorang manajer, karena kebutuhan
mereka untuk disukai, dan kondisi ini mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan
seorang manajer. Di sisi lain, n-pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan akan
menghasilkan etos kerja dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan nPow tinggi
lebih tertarik dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada
kebutuhan bawahan. Dan terkakhir, orang n-ach yang tinggi yaitu motivasi pada pencapaian
lebih berfokus pada prestasi atau hasil.
3. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan
(equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Teori ini merupakan variasi
dari teori perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah:
1. Input
Yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti :
pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan
peralatan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya
2. Hasil (outcomes)
Adalah sesuatu vang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya,
seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil
atau ekspresi diri.
3. Orang bandingan (comparison person)
Bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula dengan
dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau.
4. Teori Harapan
Teori
harapan kadang
disebut teori
ekspektansi
atau
expectancy
theory
ofmotivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih menekankan pada
faktor
hasil
(outcomes),
ketimbang
kebutuhan
(needs)
seperti
yang
dikemukakan
Teori ini didasarkan atas semacam hukum pengaruh dimana tingkah laku dengan
konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi
negatif cenderung untuk tidak diulang.
Teori ini berfokus sepenuhnya pada apa yang terjadi pada seorang individu ketika ia
bertindak. Teori ini adalah alat yang kuat untuk menganalisis mekanisme pengendalian untuk
perilaku individu. Namun, tidak fokus pada penyebab perilaku individu.
Menurut Skinner, lingkungan eksternal organisasi harus dirancang secara efektif dan positif
sehingga dapat memotivasi karyawan.
Model penguatan Skinner adalah interval (tetap atau variabel) dan rasio (tetap atau variabel).
Penguatan terus menerus pemberian secara konstan penguatan terhadap tindakan, dimana
setiap kali tindakan tertentu dilakukan diberikan terhadap subjek secara langsung dan selalu
menerima penguatan. Metode ini tidak praktis untuk digunakan, dan perilaku diperkuat rentan
terhadap kepunahan.
Interval (fixed / variabel) penguatan tetap penguatan mengikuti respon pertama setelah
durasi yang ditetapkan.Variabel-waktu yang harus dilalui sebelum respon menghasilkan
(1)
(2)
(3)
(4)
tersebut
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan begitu
saja.
Kelompok 3 telah menjelaskan tentang motivasi dan aktivitas belajar. Saya ingin bertanya, apa
hubungan motivasi dan aktivitas dalam kegiatan belajar mengajar?
Apakah hubungan tersebut terjadi secara timbal balik?
Terima kasih
Menurut kelompok kami motivasi dan aktivasi memiliki hubungan timbal balik misalnya saja motivasi
tanpa aktivitas akan sia-sia begitu pula aktivitas tanpa motivasi berjalan namun tidak tahu
tujuan yang jelas maka dapat disimpulkan motivasi dan aktivitas itu salng berhubungan untuk proses
belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi yang diberikan guru akan berjalan dengan
baik apabila siswanya dapat belajar untuk menghasilkan sesuatu yang baik, misalnya prestasi dalam
akademik .
Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan
dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan
sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan
kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan
memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja
yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih
mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive
tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada dengan itu,
Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai
hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya
Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap
atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa
kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative
dipuaskan
dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau
berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai
hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang.
Pendapat yang lain dikemukan oleh Ghiselli dan Brown, mengemukakan adanya lima faktor
yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a. Kedudukan (posisi)
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi
akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan
dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan
kerja.
b. Pangkat (golongan)
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut
memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah,
maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap
kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.
c. Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara
25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d. Jaminan finansial dan jaminan social
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
e. Mutu pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan
produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang
baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan
bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging).
Hal hal yang menentukan kepuasan kerja diantaranya, yaitu :
Kerja yang menantang
Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang
memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
2.
Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi yang asil,
tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3.
Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4.
Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang saling
mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5.
Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin (2001)
mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai dan
pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6.
Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena
hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan
masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia emmpunyai
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan
personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi
kepuasan kerja anggota organisasi.
D. PENGUKURAN KEPUASAN KERJA
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya akan dijelaskan
sebagai berikut :
dengan jawaban Ya, Tidak, atau Ragu ragu. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat
kepuasan kerja karyawan.
2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare.
Skala ini berisin tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari
alternatif jawaban : Sangat tidak puas, Tidak puas, Netral, Puas, dan Sangat puas terhadap
pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban jawaban tersebut dapat diketahui
tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.
Pada pengukuran metod ini responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah
orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat
cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar
yang diambil responden.