You are on page 1of 22

BAB 1

PENDAHULUAN
Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis.
Sumbatan dapat terjadi pada saluran kemih atas dan saluran kemih bawah. Sumbatan pada
saluran kemih atas meliputi organ ginjal dan ureter dapat memberikan manifestasi klinis
berupa nyeri kolik atau anuria. Sedangkan sumbatan saluran kemih bawah pada buli-buli dan
uretra menyebabkan retensi urine.1
Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan
keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal. Secara
garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat obstruksi,
infeksi, farmakologi, neurologi, dan faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah
dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem
saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor bulibuli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya.2
Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika
terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga membuat retensi
urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran prostat jinak.
Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema
yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah prostatitis
akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar
tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lainlain.2
Salah satu penyebabnya adalah akibat

penyempitan pada lumen uretra karena

fibrosis pada dindingnya, disebut dengan striktur uretra. Penanganan kuratif penyakit ini
adalah dengan operasi, namun tidak jarang beberapa teknik operasi dapat menimbulkan
rekurensi penyakit yang tinggi bagi pasien. Maka dari itu diperlukan penanganan tepat dan
adekuat untuk menghindari resiko kekambuhan penyakit striktur uretra.3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra
diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan
uretra, sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan anterior dan posterior. Sfingter
uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat
buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri dari atas otot bergaris
dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.
Pada saat miksi sfingter ini terbuka dan tertutup pada saat menahan kencing.1
Panjang uretra wanita kurang lebih 3,5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih
23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluran urine
lebih sering terjadi pada pria.1
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen
uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal
dari verumomntanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua
duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi
kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.1

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri dari pars bulbosa, pars pendularis, fosa navikularis, dan meatus uretra
eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi
dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi yang bearada di dalam diafragma
urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar
parauretralis yang bermuara di uretra ats pendularis.
Panjang uretra wanita lebih 3-5 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisi
pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra,
diantaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter
uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus
levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat
perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

Gambar 1. Anatomi uretra pada pria


Gambar 2. Anatomi uretra pada wanita

2.2. Definisi
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.
Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat
yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.1
2.3. Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan
bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh kuman
gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang
jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.1
Trauma yang menyebabkan striktur uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan
(straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang
kurang hati-hati.1
2.4. Epidemiologi
Angka kejadian striktur uretra pada laki-laki masih belum diketahui. Beberapa survei
yang dilakukan menunjukkan angka kejadiannya 0,9% di tahun 2001. Data dari Veteran
Affairs (VA) pada tahun 2003 mengatakan bahwa prevalensinya adalah 193 dari 100.000
diagnosis.4
Striktur dapat terjadi pada semua bagian uretra, namun kejadian yang paling sering pada
orang dewasa adalah di bagian pars bulbosa-membranasea, sementara pada pars prostatika
lebih sering mengenai anak-anak.5
Striktur kongenital sangat jarang terjadi. Striktur ini disebabkan karena penyambungan
yang tidak adekuat antara ureta anterior dan posterior, tanpa adanya faktor trauma maupun
peradangan.6
2.5. Faktor Resiko
Faktor resiko dari striktur uretra adalah:7
Riwayat trauma: misalnya fraktur pelvik
Riwayat instrumentasi atau operasi uretra: pembedahan transuretra, kateterisasi, dilatasi
uretra
Riwayat uretritis: penyakit menular seksual (Gonococcus, Chlamydia)
Riwayat striktur uretra sebelumnya
Lain-lain: luka tusuk atau tembak pada penis, terkena radiasi
2.6. Patofisiologi
Trauma

Iatrogenic

Infeksi

Jaringan sikatriks
pada uretra

Mempersempit lumen uretra


Meatal stricture
Hambatan aliran urin (gejala obstruksi)
Pancaran
Pancaranurin
urin
bercabang
bercabang

Stasis urin
rongga

Retensi urin

Hesitansi
Weak streaming
Intermitensi
Straining
Incomplete emptying
Terminal dribbling

Terkumpul di
Periuretra

ISK, divertikel uretra/bulibuli, batu uretra, karsinoma


uretra

Infeksi

Abses periuretra

Fistula uretrokutan

2.7. Manifestasi Klinis 1,8


Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan aliran urine dan kemudian
muncul sindrom obstruksi infravesika yang sama dengan gejala pada BPH atau yang kita
kenal dengan lower urinary tract syndrome (LUTS).
Pada keadaan normal, saat sfingter uretra eksternum mengadakan relaksasi, beberapa
detik kemudian urine mulai keluar. Akibat adanya obstruksi infravesika, menyebabkan
hesitansi atau awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan
untuk memulai miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh,
dan kecil bahkan urine jatuh di dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi
berhenti dan kemudian memancar lagi, keadaan ini terjadi berulang-ulang dan disebut sebagai
intermitensi. Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli-buli
dengan masih keluar tetesan-tetesan urine (terminal dribbling).

Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, menyebabkan
terjadinya retensi urine yang terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan
keinginan miksi yang sangat sakit (urgensi). Lama kelamaan buli-buli isinya makin penuh
sehingga keluar urine yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia
paradoksa.
Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran
kecil, deras, bercabang, dan kadang-kadang berputar-putar.
2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan
2.8.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap (uretritis, trauma dengan kerusakan pada panggul, straddle
injury, instrumentasi pada uretra, penggunaan kateter uretra, kelainan sejak lahir).
2.8.2 Pemeriksaan fisik
- Inspeksi:
Meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistula di daerah penis, skrotum,
perineum, suprapubik.
- Palpasi:
Teraba jaringan parut sepanjang perjalanan uretra anterior; pada bagian ventral penis,
muara fistula bila dipijit mengeluarkan getah/ nanah dan serta dilakukan Rectal toucher
(colok dubur).
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Dilakukan untuk mengesampingkan adanya infeksi akut. Pada urin porsi tengah
biasanya tidak ditemukan bakteri. Jika dijumpai sistitis urin pasti akan terinfeksi.8
2. Uroflometri
Untuk mengetahui pola pancaran urin secara obyektif. Derasnya pancaran dapat
diukur dengan membagi volume urin yang dikeluarkan pada saat miksi dibagi dengan lama
proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal 20ml/detik. Jika kecepatan kurang dari
10ml/detik menandakan adanya obstruksi. 1,8
3. Uretrografi
Pencitraan uretra dengan memakai kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung
melalui meatus uretra eksterna melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis.
Pencitraan ini untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk

menilai panjang striktur uretra dilakukan pengambilan foto bipolar sisto-uretrografi dengan
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.1

Gambar 3. Kiri Bawah: Striktur Uretra fokal (panah). Kanan Bawah: Striktur Uretra.
Striktur multipel di bulbocavernosus urethra (panah bawah) 1
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat secara langsung melihat densitas dari striktur (spongiofibrosis).
USG terhadap bulbous urethra mungkin lebih akurat menentukan panjang striktur, dimana
hal ini penting terhadap pertimbangan perbaikan anastomosis.3

5. Uretroskopi
Melihat pembuntuan uretra secara langsung yaitu melihat striktura transuretra. Jika
ditemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. Penglihatan secara langsung dan
sonouretrografi dapat membantu dalam menentukan luas, lokasi dan derajat dari jaringan
parut. Area tambahan

dari pembentukan jaringan parut berdekatan dengan striktur bisa

dideteksi dengan uretroskopi. 1,8

2.9. Penatalaksanaan

2.10. Komplikasi
Obstruksi uretra yang lama menimbulkan stasis urine dan menimbulkan berbagai
penyulit, diantaranya adalah: infeksi saluran kemih, terbentuknya divertikel uretra/buli-buli,
abses periuretra, batu uretra, fistel uretro-kutan, dan karsinoma uretra.1
2.11. Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan
observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
Setiap pasien kontrol berkala dilakukan pemeriksaan pancaran urine yang langsung
dilihat oleh dokter atau dengan pemeriksaan uroflowmetri. Untuk mencegah terjadinya
kekambuhan, sering kali pasien harus menjalani beberapa tindakan, antara lain dilatasi
berkala dengan busi dan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean intermitten
catheterization (CIC), yaitu pasien dianjurkan melakukan kateterisasi secara periodik pada
waktu tertentu dengan kateter yang bersih (tidak perlu steril) guna mencegah timbulnya
kekambuhan striktur.1

LAPORAN KASUS

Anamnesa Pasien

Anamnesa Pribadi
Nama Pasien : Tn. N

No.MR

: 00.98.15.57

Umur

Pekerjaan

: Pensiunan pegawai swasta

Alamat

: Dusun VI Medan Senembah

: 70 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anamnesa Penyakit
Tanggal: 18 November 2013
Anamnesis: Autoanamnesa
Keluhan Utama: Bengkak pada kemaluan
Telaah: Hal ini sudah dialam pasien sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada daerah kemaluan dan demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengalami buang air
kecil yang tersendat-sendat sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Riwayat TUR-P djumpai 2
tahun lalu.
Riwayat penyakit terdahulu: Tidak jelas
Riwayat penyakit keluarga: Tidak jelas
Riwayat pekerjaan: Pegawai swasta
Status sosial: sedang
Status ekonomi: sedang
Pemeriksaan Umum:
Kesadaran: Compos Mentis

Frekuensi nafas: 20x/menit

Tekanan Darah: 140/90 mmHg

Temperatur: 37,8 C

Nadi: 96x/menit
Keadaan umum: sedang
Keadaan gizi: baik

Pemeriksaan fisik
CVA: massa (-/-), nyeri tekan (-/-)
SS: buli sulit dinilai

GE: Laki-laki, sirkumsisi, oedem penis (+), oedem scrotum (+), oedem perineum (+),
hiperemis (+)
DRE: Perineum: biasa

Prostat: tidak teraba

Spinchter ani: ketat

Ampula recti: (+)

Mukosa: licin
Pemeriksaan penunjang: Laboratorium (darah lengkap, RFT, HST, KGD sewaktu)
Foto thoraks

Laboratorium
Darah Lengkap:

Hitung Jenis:

Faal Hemostasis

Hemoglobin: 12 gr%

Neutrofil: 91,70%

PT: 17,5

Eritrosit: 4,31x106/mm 3

Limfosit: 3,90 %

INR: 1,33

Leukosit: 17,44x103/mm3

Monosit: 4,10 %

APTT: 41,5

Hematokrit: 29,80%

Eosinofil: 0,20 %

TT: 15,5

Trombosit: 470x103/mm3

Basofil: 0,100 %

Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu: 83,1 mg/dL

Analisa Gas Darah Arteri


pH

: 7,212

pCO2

: 20,8 mmHg

Ureum: 251,3 mg/dL

paO2

: 162,4 mmHg

Kreatinin: 11,61 mg/dL

HCO3

: 8,2 mmol/L

Ginjal

Elektrolit
Na: 139 mEq/L
K: 6,8 mEq/L
Cl: 111 mEq/L

Base Excess : -17,8 mmol/L


Saturasi O2

: 98,8 %

Diagnosa sementara: fournier gangrene + susp striktur uretra + CKD


Penatalaksanaan:
-

IVFD Ringer Lactat 20 gtt/menit


Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Ketorolac 80 mg/8 jam
Inj Ranitidine 50 mg/8 jam

Rencana:
- Debridement
- Konsul anestesi (acc tindakan anestesi)
- Konsul kardiologi untuk pembacaan EKG (kesan: sinus ritme)
- Konsul interna untuk toleransi operasi, advis terapi, permintaan rawat bersama (acc
tindakan operasi dan rawat bersama, anjuran konsul ulang ke divisi nefrologi, advis
terapi: ciprofloxacin 200 mg/24 jam, substitusi meylon 7 fls @ 25 ml dalam 100 cc
NaCl 0,9 % 20 gtt/i)

Follow up pasien
19/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)

A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + CKD


P: -

IVFD Ringer lactat 20 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

20/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + CKD
P:

IVFD Ringer lactat 20 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

21/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + CKD
P: -

IVFD Ringer lactat 20 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: Konsul divisi nefrologi untuk advis terapi dan rawat bersama
Jawaban konsul:
-

Diagnosa: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD

(dd: CKD stage V ec PGOI, AKI stadium failure) + sepsis ec urosepsis


Terapi dan anjuran:
- Tirah baring
- Diet ginjal 2100 kkal
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
- Inj Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj neuralgin 1 amp (k/p)
- Cek ulang darah lengkap, RFT, elektrolit urinalisa/3 hari

- USG ginjal dan saluran kemih


- Kultur urin dan kultur pus
22/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD + sepsis
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: cek lab ulang


Hasil laboratorium 22/11/2013
Darah Lengkap:

Hitung Jenis:

Faal Hemostasis

Hemoglobin: 10,6 gr%

Neutrofil: 90,80%

PT: 15,6

Eritrosit: 3,72x106/mm 3

Limfosit: 3,40 %

INR: 1,17

Leukosit: 33,75x103/mm3

Monosit: 5,50 %

APTT: 36,5

Hematokrit: 31,10%

Eosinofil: 0,20 %

TT: 15,8

Trombosit: 480x103/mm3

Basofil: 0,100 %

Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu: 93,6 mg/dL
Ginjal

Analisa Gas Darah Arteri


pH: 7,392
pO2: 136,9 mmHg

Ureum: 160,8 mg/dL

pCO2: 24,6 mmHg

Kreatinin: 3,40 mg/dL

HCO3: 14,6 mmol/L

Elektrolit
Na: 137 mEq/L

Base Excess: -8,7 mmol/L


Saturasi: 98,3 %

K: 5,1 mEq/L
Cl: 111 mEq/L
Imunoserologi
Procalcitonine: 4,07
23/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD + sepsis
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

24/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD + sepsis
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

25/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD + sepsis
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: cek lab ulang


Hasil laboratorium 25/11/2013
Darah Lengkap:

Hitung Jenis:

Hemoglobin: 10,2 gr%

Neutrofil: 89,90%

Eritrosit: 3,76x106/mm 3

Limfosit: 2,50 %

Leukosit: 23,60x103/mm3

Monosit: 5,10 %

Hematokrit: 32,0%

Eosinofil: 1,30 %

Trombosit: 444x103/mm3

Basofil: 0,300 %

Kimia Klinik
Ginjal
Ureum: 122,5 mg/dL
Kreatinin: 3,61 mg/dL
Elektrolit
Na: 137 mEq/L
K: 6,1 mEq/L
Cl: 109 mEq/L
26/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

27/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: cek lab ulang


Hasil laboratorium 27/11/2013
Darah Lengkap:

Hitung Jenis:

Faal Hemostasis

Hemoglobin: 9,5 gr%

Neutrofil: 83,80%

PT: 15,6

Eritrosit: 3,45x106/mm 3

Limfosit: 6,70 %

INR: 1,17

Leukosit: 16,5x103/mm3

Monosit: 7,30 %

APTT: 36,5

Hematokrit: 29,80%

Eosinofil: 2,00 %

TT: 15,8

Trombosit: 480x103/mm3

Basofil: 0,200 %

Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu: 83,1mg/dL
Ginjal
Ureum: 117,8 mg/dL
Kreatinin: 3,95 mg/dL
Elektrolit
Na: 135 mEq/L
K: 6,5 mEq/L

Cl: 111 mEq/L

28/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

29/11/2013
S: O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
A: Fournier gangrene post debridement + susp striktur uretra + acute on CKD
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: uretrografi

Hasil uretrografi

30/11/2013
S: demam (-)
O: Compos

mentis,

hemodinamik

stabil, luka

operasi: pus (-)


A: Fournier

gangrene post

debridement +

striktur uretra

parsial
P: -

IVFD

NaCl 10 gtt/i

Inj.

Ciprofloxacin

200 mg/12
Inj.

jam
Ketorolac 30

mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

1/12/2013
S: demam (-)
O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
Sistostomi (+): 800 cc/12 jam, warna kuning jernih
A: Fournier gangrene post debridement + striktur uretra parsial
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

2/12/2013
S: demam (-)
O: Compos mentis, hemodinamik stabil, luka operasi: pus (-)
Sistostomi (+): 2400 cc/24 jam, wrna: kuning jernih
A: Fournier gangrene post debridement + striktur uretra parsial
P: -

IVFD NaCl 10 gtt/i


Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana: konsul anestesi

BAB 3
KESIMPULAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi.

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena

adanya

perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra
wanita sekitar 3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena
trauma dibanding wanita. Beberapa faktor resiko lain yang diketahui berperan dalam insiden

penyakit ini, diantaranya adalah pernah terpapar penyakit menular seksual, ras orang Afrika,
berusia diatas 55 tahun.
Striktur dapat terjadi pada semua bagian uretra, namun kejadian yang paling sering
pada orang dewasa adalah di bagian pars bulbosa-membranasea, sementara pada
pars prostatika lebih sering mengenai anak-anak.
Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh kuman
gonokokus, yang sempat menginfeksi uretra sebelumnya. Trauma yang dapat menyebabkan
striktur uretra adalah trauma tumpul pada selangkangannya (straddle injury), fraktur tulang
pelvis, atau cedera pasca bedah akibat insersi peralatan bedah selama operasi transurethral,
pemasangan kateter, dan prosedur sitoskopi.
Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala

yang dialami seperti sulit kencing, disuria,

frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing sampai terasa
sakit. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi daerah meatus
uretra eksterna, lihat pembengkakan atau fistel di sekitar area genitalia.
Kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di ventral penis, rasakan ada jaringan
parut atau nanah. Pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui apakah terdapat pembesaran
prostat. Pemeriksaan penunjang bisa dari laboratorium atau radiologi, berguna untuk
menkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang paling sering dilakukan untuk striktur
uretra adalah retrograde uretrogram. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui panjang dan
lokasi dari striktur. Pemeriksaan darah lengkap dan analisis urine dikerjakan untuk memantau
perkembangan pasien dan mengeksklusi penyakit lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, B. 2003. Striktur Uretra. In: Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta:
Sagung Seto; 153-156.
2. Selius Brian, Subedi Rajesh. Urinary retention in adults: Diagnosis and Initial
Management. American Family Physician. 2008; 77. P. 643-650.
3. Barbagli Guido, Lazerri Masimo. Surgical Treatment of Anterior Urethral Stricture
Disease: Brief Overview. International Braz J Urol. 2007; 33. P. 461-469.

4. Anger, J. et . al. 2010. The Morbidity of Urethral Stricture Disease. BMC Urology.
Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2490/10/3. Accessed [1
Desember 2013]
5. Kotb A. Fouad. Post-traumatic Posterior Urethral Stricture: Clinical Consideration .
Turkish Journal of Urology. 2010; 36. P. 182-189
6. Shet Vasant. Stricture uretra. Department of Urology. Bellary. (Acceseed December
2nd 2013). Available from URL: http://www.kua.in/stricture_urethra.pdf.
7. Kuan, J., Dr. 2005. Urethral Stricture Disease. Available from:
http://swedishurology.com/files/services_urethral_stricture_disease.pdf
Accessed [1 Desember 2013]
8. Tanagho, Emil A. and Jack W. McAninch. 2008. Smiths General Urology 17 th
Edition. New York: McGraw Hill.

You might also like