You are on page 1of 37

UJI PRAKLINIK &

KLINIK

LATAR BELAKANG

Prinsip dasar pengobatan adalah


menghilangkan gejala dan juga
menyembuhkan penyakit serta jika
mungkin mencegah timbulnya penyakit
Manfaat klinik obat yang diberikan harus
melebihi risiko yang mungkin terjadi
sehubungan dengan pemakaiannya.
Untuk dapat menilai secara objektif
manfaat dan keamanan suatu obat
diperlukan pengetahuan mengenai
metodologi uji klinik dan praklinik, suatu
perangkat metodologi ilmiah untuk menilai
manfaat klinik suatu obat atau perlakuan

Lanjutan ..

Uji farmakologi merupakan salah


satu persyaratan uji untuk calon
obat. Dari uji ini diperoleh informasi
tentang efikasi (efek farmakologi)
dan profil farmakokinetik (meliputi
absorpsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi obat) calon obat.
Hewan yang baku digunakan adalah
galur tertentu dari mencit, tikus,
kelinci, marmot, hamster, anjing,

UJI PRAKLINIK

Uji Praklinik:Suatu senyawa yang


baru ditemukan (hasil isolasi
maupun sintesis) terlebih dahulu
diuji dengan serangkaian uji
farmakologi padahewan.
Sebelum calon obat baru ini dapat
dicobakan pada manusia,
dibutuhkan waktu beberapa tahun
untuk meneliti sifat
farmakodinamik, farmakokinetik,
farmasetika, dan efek toksiknya

UJI FARMAKODINAMIK

Untuk mengetahui apakah bahan


obat menimbulkan efek
farmakologik seperti yang
diharapkan atau tidak, titik
tangkap, dan mekanisme kerjanya.
Dapat dilakukan secara in vivo dan
in vitro.

UJI FARMAKOKINETIK

Untuk mengetahui ADME (Absorpsi,


Distribusi, Metabolisme dan
Eliminasi
Merancang dosis dan aturan pakai

UJI TOKSIKOLOGI

Mengetahui keamanannya : Efek


samping, kontraindikasi dan efek
toksik

UJI FARMASETIK

Memperoleh data farmasetikanya,


tentang formulasi, standarisasi,
stabilitas, bentuk sediaan yang
paling sesuai dan cara
penggunaannya.

UJI KLINIK

Uji KlinikYaitu suatu pengujian


khasiat obat baru pada manusia,
dimanasebelumnya diawali oleh
pengujian pada binatang atau pra
klinik

Uji klinikPada dasarnya


memastikan efektivitas, keamanan
dan gambaran efek samping yang
sering timbul pada manusia akibat
pemberian suatu obat

TAHAP PENGEMBANGAN DAN


PENILAIAN OBAT
1. Meniliti dan skrining bahan obat.
2. Mensintesis dan meneliti zat/senyawa analog dari
obat yang sudah ada dan diketahui efek
farmakologinya
3. Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi
struktur
4. Dikembangkan obat alami dengan serangkaian
pengujian yang dilaksanakan secara sistematik,
terencana dan terarah untuk mendapatkan data
farmakologik yang mempunyai nilai terapetik.
Tahap-Tahap Pengembangan dan Penilaian Obat
dapat dilakukan dengan uji praklinik dan uji klinik.

TUJUAN UJI PRAKLINIK DAN UJI


KLINIK

Uji klinik bertujuan untuk membuktikan atau


menilai manfaat klinik suatu obat, pengobatan,
atau strategi terapetik tertentu secara objektif
dan benar.
Dengan kata lain, uji klinik dimaksudkan untuk
menghindari biaspemakai obat (prescriber),
pasien, atau dari perjalanan alami penyakit itu
sendiri. Di samping itu, uji klinik harus dapat
memberikan jawaban yang benar (valid)
mengenai manfaat klinik intervensi terapi
tertentu, jika memang bermanfaat harus terbukti
bermanfaat, dan jika tidak bermanfaat
harusterbukti tidak bermanfaat.

Lanjutan.

Berdasarkan pembuktian melalui uji


klinik ini, maka suatu obat,
pengobatan atau strategi terapetik
tertentu baru dapat diterapkan
secara luas dalam praktek. Dalam
pengembangan obat-obat baru,
maka prinsip penilaian obat atau
calon obat didasarkan pada metode
uji klinik secara ketat.

TAHAP-TAHAP UJI KLINIK

Uji Klinik fase I

Uji Klinik fase I


Fase ini merupakan pengujian suatu
obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Yang diteliti disini
ialah keamanan dan tolerabilitas
obat, bukan efikasinya,
Tujuan fase ini adalah menentukan
besarnya dosis maksimal yang
dapat toleransi (maximally tolerated
dose = MTD), yakni dosis sebelum
timbul efek toksik yang tidak dapat

Lanjutan.

Pada fase ini, diteliti juga sifat


farmakodinamik dan
farmakokinetiknya pada manusia.
Hasil penelitian farmakokinetik ini
digunakan untuk meningkatkan
ketepatan pemilihan dosis pada
penelitian selanjutnya.
Uji klinik fase I dilaksanakan secara
terbuka, artinya tanpa pembanding
dan tidak tersamar, dengan jumlah
subyek bervariasi antara 20-50

Uji Klinik Fase II

Pada fase ini dicobakan pada pasien


sakit (jumlah terbatas). Tujuannya
adalah melihat apakah obat ini
memiliki efek terapi
Pada fase II awal, pengujian efek
terapi obat dikerjakan secara
terbuka karena masih merupakan
penelitian eksploratif, karena itu
belum dapat diambil kesimpulan
yang mantap mengenai efikasi obat
yang bersangkutan.

Lanjutan.

Fase ini terjakup juga studi kisaran dosis


untuk menetapkan dosis optimal yang
akan digunakan selanjutnya

Uji Klinik Fase III

Pada manusia sakit, ada kelompok


kontrol dan kelompok pembanding
Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah
pasien maupun keragaman (misal : intra
ras
Setelah terbukti efektif dan aman obat
siap untuk dipasarkan

Lanjutan.

Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan


bahwa suatu obat-baru benar-benar berkhasiat
dan untuk mengetahui kedudukannya
dibandingkan dengan obat standard.
Penelitian ini sekaligus akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang (1) efeknya
bila digunakan secara luas dan diberikan oleh
para dokter yang kurang ahli; (2) efek
samping lain yang belum terlihat pada fase II;
(3) dan dampak penggunaannya pada
penderita yang tidak diseleksi secara ketat

Lanjutan.

Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan


dilakukan dengan placebo, obat yang sama tapi
dosis berbeda, obat standard dengan dosis
ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama
dengan dosis yang ekuiefektif.
Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar
ganda.
Bila hasil uji klinik fase III menunjukan bahwa obat
baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat
diizinkan untuk dipasarkan.
Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III
ini paling sedikit 500 orang

Uji Klinik Fase IV

Uji terhadap obat yang telah dipasarkan


(post marketing surveilance)
Mamantau efek samping yang belum
terlihat pada uji-uji sebelumnya
Dug safety : drug mortality atau drug
morbidity
MESO : Monitoring Efek Samping Obat

Lanjutan.

Fase ini sering disebutpost marketing


drug surveillance
Fase ini bertujuan menentukan pola
penggunaan obat di masyarakat serta
pola efektifitas dan keamanannya pada
penggunaan yang sebenarnya
Survei ini tidak tidak terikat pada
protocol penelitian; tidak ada ketentuan
tentang pemilihan penderita, besarnya
dosis, dan lamanya pemberian obat.

Lanjutan.

Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek


samping yang frekuensinya rendah atau
yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas
obat pada penderita berpenyakit berat
atau berpenyakit ganda, penderita anak
atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka
panjang, dan (3) masalah penggunaan
berlebihan, penyalah-gunaan, dan lainlain

Lanjutan.

Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik


jangka panjang dalam skala besar untuk
menentukan efek obat terhadap
morbiditas dan mortalitas sehingga
datanya menentukan status obat yang
bersangkutan dalam terapi

KOMPONEN UJI KLINIK

Bukti ilmiah adanya kemanfaatan


klinik suatu obat tidak saja
didasarkan pada hasil yang
diperoleh dari uji klinik tetapi juga
perlu mengingat faktor-faktor lain
yang secara objektif dapat
mempengaruhi pelaksanaan suatu
uji klinik.

1. Seleksi/pemilihan subjek
a.Kriteria pemasukan (inclusion criteria), yakni syaratsyarat yang secara mutlak harus dipenuhi subjek untuk
dapat diikutsertakan dalam penelitian. Meliputi antara
lain kriteria diagnostik, baik klinis (termasuk gejala dan
tanda-tanda penyakit) maupun laboratoris, derajat
penyakit (mis. ringan, sedang atau berat), asal pasien
(hospitalatau community-based), umur dan jenis kelamin.
b.Kriteria pengecualian (exclusion criteria), merupakan
kriteria yang tidak memungkinkan diikutsertakannya
subjek-\subjek tertentu dalam penelitian.Sebagai contoh
adalah wanita hamil. Hampir sebagian besar uji klinik obat
tidak memasukkan wanita hamil sebagai subjek
mengingat pertimbangan risiko yang mungkin lebih besar
dibanding manfaat yang didapat

2.Rancangan uji klinik

Untuk memperoleh hasil optimal dari suatu


uji klinik perlu disusun rancangan (design)
penelitian yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah dan etis dengan
tetap mengutamakan segi keselamatan dan
kepentingan pasien.Rancangan uji klinik
disini dimaksudkan untukuji klinik fase III,
yang secara garis besar membandingkan dua
atau lebih perlakuan/pengobatan
Dua rancangan uji klinik yang baku dan
umum digunakan yakni rancangan paralel
dan rancangan silang

Rancangan paralel/rancangan antar


subjek (RCT-parallel design)

Prinsip dasar rancangan ini yakni, secara


acak subjek-subjek yang dilibatkan dalam
penelitian dibagi dua atau lebih kelompok
pengobatan. Jumlah subjek dalam tiap-tiap
kelompok pengobatan harus seimbang
atau sama. Masing-masing kelompok akan
memperoleh pengobatan/perlakuan yang
berbeda,sesuai dengan jenis
obat/perlakuan yang diujikan. Selanjutnya
hasil pengobatan pada masing-masing
kelompok dibandingkan

Rancangan silang/rancangan sama


subjek (RCT-cross-over design)

Pada rancangan ini setiap subjek


akan memperoleh semua bentuk
pengobatan/perlakuan secara
selang-seling yang ditentukan
secara acak. Untuk menghindari
kemungkinan pengaruh
obat/perlakuan yang satu dengan
yang lainnya, setiap subjek akan
memperoleh periode bebas
pengobatan (washed-out period).

3. Jenis perlakuan atau pengobatan


dan pembandingnya

Dalam uji klinik, jenis perlakuan/pengobatan


dan pembandingnya harus didefinisikan
secara jelas. Informasi yang perlu
dicantumkan meliputi jenis obat dan
formulasinya, dosis dan frekuensi
pengobatan, waktu dan cara pemberian serta
lamanya pengobatan dilakukan. Untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan uji klinik
dan keberhasilan pengobatan, hendaknya
dipertimbangkan segi-segi teknis yang
berkaitan dengan ketaatan pasien (patients
compliance) serta ketentuan -ketentuan lain
yang diberlakukan selama uji
klinik.Penjelasan lain meliputi obat-obat apa
yang boleh dan tidak boleh diminum selama

4.Pengacakan (randomisasi)
perlakuan

Randomisasi atau pengacakan perlakuan mutlak


diperlukan dalam uji klinik terkendali (randomizecontrolledtrial-RCT), dengan tujuan utama menghindari
bias (pracondong). Dengan pengacakan sebelum uji
klinik maka,setiap subjek (pasien) akan memperoleh
kesempatan yang sama dalam mendapatkan
perlakuan/pengobatan. Dengan kata lain setiap subjek
mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan
obat uji atau pembandingnya. subjek-subjek yang
memenuhi kriteria pemasukan akan terbagi sama rata
dalam tiap kelompok perlakuan, di mana ciri-ciri subjek
dalam satu kelompok praktis seimbang. Dengan adanya
pengacakan sebelum perlakuan/uji klinik maka penilaian
kemanfaatan obat uji dan pembandingnya dapat dijamin
seobjektif mungkin.

5. Besar sampel

Salah satu pertanyaan penting yang


perlu dipertimbangkan dalam uji
klinik adalah besar sampel atau
jumlah subjek yang diperlukan
dalam uji klinik. Beberapa faktor
berikut perlu dijadikan salah satu
pertimbangan dalam penentuan
jumlah sampel,

Lanjutan.
1. Derajat kepekaan uji klinik
Jika diketahui bahwa perbedaan kemaknaan
klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar,
maka diperlukan jumlah sampel yang besar.
2. Keragaman hasil.
Makin kecil keragaman hasil uji antar individu
dalam kelompok yang sama, maka makin sedikit
jumlah subjek yang diperlukan.
3. Derajat kebermaknaan statistik.
Makin besar kebermaknaan statistik yang
diharapkan dari uji klinik, maka makin besar
pula jumlah subjek yang diperlukan.

6. Penyamaran/pembutaan (blinding)

Yang dimaksud dengan penyamaran di sini adalah


merahasiakan bentuk terapi yang diberikan. Dengan
penyamaran, maka pasien dan/atau pemeriksa tidak
mengetahui yang mana obat yang diuji dan yang mana
pembandingnya.
Tujuan utama penyamaran ini adalah untuk menghindari bias
(pracondong) pada penilaian respons terhadap obat yang
diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara:Single blind,
Double blind, Triple blind
Dengan teknik penyamaran/pembutaan ini bukan berarti tidak
ada kontrolnterhadap pelaksanaan uji klinik.
Kesehatan dan keselamatan pasien tetap dipantau
sepenuhnya oleh penanggung jawab medik, sehingga
sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diharapkan (adverse
effects) dapat segera dilakukan penanganan secara medik.

7. Penilaian respons
Penilaian respons pasien terhadap proses
terapetik yang diberikan harus bersifat objektif,
akuratdan konsisten. Oleh sebab itu respons
yang hendak diukur harus didefinisikan secara
jelas.
Empat kategori utama yang umum digunakan
untuk menilai respons terapetik adalah:
1.Penilaian awal (baseline assessment) sebelum
perlakuan.
2. Kriteria-kriteria utama respons pasien.
3.Kriteria tambahan.
4.Pemantauan pasien.

8. Analisis dan interpretasi data

Analisis data dan interpretasi hasil


suatu uji klinik sangat tergantung
pada metode statistika yang
digunakan. Sebagai contoh, jika
kriteria untuk penilaian hasil
diekspresikan dalam bentuk "ya"
atau "tidak" (misalnya sembuh-tidak
sembuh; hidup-mati; berhasil-gagal)
maka salah satu uji statistikanya
adalah kai kuadrat (Chi-square).

Finish

You might also like