You are on page 1of 48

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

BAB II
GAMBARAN KONDISI UMUM DAERAH
2.1.

Kondisi Administrasi
Secara administratif, Kota Lhokseumawe dibagi ke dalam 4 (empat) wilayah

kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu
yang merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Muara Dua sejak tahun 2006.
Keempat kecamatan ini melingkupi 9 (sembilan) Kemukiman, dan 68 (enam puluh
delapan) Gampong.

Gambar 2.a. Peta Administrasi Kota Lhokseumawe


Kecamatan Muara Dua merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling
luas. Kecamatan ini memiliki luas 57,80 Km2 atau hampir 31,92% dari keseluruhan
luas wilayah kota ini. Kecamatan Blang Mangat memiliki luas wilayah seluas 56,12
Km2 atau 31% dari luas kota Lhokseumawe. Sementara Banda Sakti adalah kecamatan
paling kecil luas wilayahnya, yaitu hanya 11,24 Km 2 atau 6,21% dari total luas daerah
ini. Kecamatan Muara Satu, sebagai wilayah pemekaran dari Kecamatan Muara Dua
memiliki luas

55,90

Km2

(30,87%). Luas wilayah menurut kecamatan Kota

Lhokseumawe disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.


Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

TABEL 2.1
LUAS WILAYAH MENURUT KECAMATAN
KOTA LHOKSEUMAWE
No.

Kecamatan

Luas (Km2)

Persentase (%)

1.

Banda Sakti

11,24

6,21

2.

Muara Dua

57,80

31,92

3.

Blang Mangat

56,12

30,99

4.

Muara Satu

55,90

30,87

Jumlah

181,06

100,00

Sumber : BPS Lhokseumawe, 2009

Grafik 2.1

2.2. Kondisi Demografi


Tahun 2010 penduduk Kota Lhokseumawe berjumlah 170.150 jiwa, terdiri dari
84.550 jiwa laki-laki dan 85.600 jiwa perempuan. Dengan demikian, sex ratio penduduk
kota Lhokseumawe adalah 98,77.
Konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai
pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat
pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di Kecamatan ini mencapai 72.977
jiwa (42,89%) dari total penduduk Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara Dua,

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

penduduknya adalah 44.431 jiwa (26,11%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah
penduduk 31.212 jiwa (18,34%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di
Kecamatan Blang Mangat, yaitu hanya 21.530 jiwa (12,65 %).
Dibanding tahun 2007, penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2008
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,37%. Pada tahun 2003, penduduk Kota
Lhokseumawe masih berjumlah 150.105 jiwa. Dilihat secara kecamatan, pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi selama kurun waktu 1996 2006 terjadi di Kecamatan
Blang Mangat. Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan ini mencapai 2,97%. Di
Kecamatan Banda Sakti pertumbuhan penduduk sebesar 0,83%, sedangkan di
Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu masing-masing

pertumbuhan penduduk

sebesar 0,43%.
Tabel berikut menyajikan jumlah penduduk di empat kecamatan yang ada di
Kota Lhokseumawe selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2008.
Tabel 2.2
KEADAAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2003 s/d 2008

No.

Kecamatan

1.

Penduduk Tahun
2003

2004

2005

2006

2007

2008

Blang Mangat

16.803

17.857

18.387

18.552

18.744

18.814

2.

Muara Dua

35.956

35.459

35.990

36.505

36.881

36.957

3.

Muara Satu

30.465

30.044

30.494

30.930

31.249

31.468

4.

Banda Sakti

67.932

68.731

69.763

70.569

71.295

71.521

Jumlah

150.105

152.091

154.634

156.556 158.169

158.760

Sumber: BPS Lhokseumawe, 2009

Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,11 % pertahun selama periode


2005 2010 dan diasumsikan tidak mengalami dinamika penduduk yang cukup
extreme, maka jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2014 diproyeksikan
akan mencapai 185.001 jiwa.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

TABEL 2.3

Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Lhokseumawe


Tahun 2010 s/d 2014
Tahun

Jumlah Penduduk

(1)

(2)

2010*
2011
2012
2013
2014

170,150
173,747
177,420
181,171
185,001

Sumber: *Sensus Penduduk 2010

Tingkat kepadatan penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2008 secara rata-rata
adalah 865 jiwa/km2. Namun distribusi penduduk di masing-masing kecamatan relatif
tidak merata. Kecamatan Banda Sakti merupakan wilayah yang paling padat
penduduknya, yaitu rata-rata mencapai 6.363 jiwa/Km2. Sementara di Kecamatan
Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu masing-masing hanya didiami oleh 639
jiwa, 335 jiwa dan 563 jiwa per kilometer persegi.
Oleh karena itu, dengan proyeksi penduduk kota Lhokseumawe pada tahun 2014
mencapai 185.001 jiwa, diperkirakan konsentrasi penduduk akan semakin lebih besar di
Kecamatan Banda Sakti, kondisi ini berlaku apabila tidak diikuti oleh pengembangan
permukiman dan pengembangan aktifitas-aktifitas ekonomi ke wilayah-wilayah luar
kecamatan Banda Sakti.
TABEL 2.4
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008

No.

Kecamatan

Jumlah
Penduduk
(Jiwa)

Luas
Wilayah
(Km2)

Rata2 Kepadatan
Penduduk (Jiwa/Km2)

1.

Banda Sakti

71.521

11,24

6.363

2.

Muara Dua

36.957

57,80

639

3.

Blang Mangat

18.814

56,12

335

4.

Muara Satu

31.468

55,90

563

158.760

181,06

865

Kota Lhokseumawe

Sumber : BPS Lhokseumawe, 2009.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Selanjutnya, jumlah rumah tangga di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dan
jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.5
Jumlah Rumah Tangga di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Kecamatan
Jumlah
Rumah Tangga
Blang Mangat
Muara Dua
Muara Satu
Banda Sakti
Lhokseumawe

4.830
9.957
7.105
16.839
38.731

Sumber: BPS Tahun 2010


Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Miskin Tahun 20052007
Jumlah
Penduduk
Miskin
(Jiwa)
24,077
22,309
20,167

Tahu
n
2005
2006
2007

Persentase
Jumlah
Penduduk
Miskin)
15,57
14,25
12,75

Tabel 2.7
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kategori Miskin menurut Kecamatan di
Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh Tahun 2008
Jumlah
Kecamatan

De
sa

(1)

(2)

Blang Mangat

22

Muara Dua

17

Muara Satu

11

Banda Sakti
Lhokseuma
we

18
68

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

RT

Jiwa

Kategori Miskin
%
RT
Jiwa
RTM

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

4,10
3
7,55
9
7,48
6
14,8
47
33,9
95

18,74
4
36,88
1
31,24
9
71,29
5
158,1
69

2,49
1
3,33
6
2,76
9
4,67
3
13,2
69

9,05
9
13,2
75
11,1
33
18,5
11
51,9
78

60.7
1
44.1
3
36.9
9
31.4
7
39.0
3

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai 51.978 jiwa dengan rumah
tangga miskin mencapai 13.269, dengan persentase rumah tangga miskin mencapai
39,03 persen. Rumah tangga miskin tertinggi terdapat di kecamatan Blang Mangat yang
mencapai 60,71 persen, selanjutnya diikuti dengan kecamatan Muara Dua 44,13 persen,
kecamatan Muara Satu 36,99 persen, dan kecamatan Banda Sakti 31,47 persen.
Sementara pada tahun 2009 BPS belum mempublikasikan data jumlah kemiskinan,
sehingga angka kemiskinan terkini yang dapat ditampilkan hanya angka tahun 2008.

2.3. Kondisi Geografis


Kota Lhokseumawe merupakan bagian dari Provinsi Aceh yang terletak diantara
04o 54o 05o 18o LU dan 96o 20o 97o 21o BT. Kota ini memiliki wilayah sekitar 181,06
Km2, dengan batas administrasi sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka;

Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Kuta


Makmur);

Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Dewantara)


dan,

Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Syamtalira


Bayu).
Secara geografis Kota Lhokseumawe mempunyai potensi dan permasalahan yang

dapat menunjang dan menghambat perkembangan kota dimasa mendatang. Potensi dan
permasalahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Kota Lhokseumawe secara umum sangat dipengaruhi oleh kedudukan tektonik
aktif di patahan yang diakomodasikan oleh gerak convergent miring Lempeng Hindia
Australia dan Lempeng Sunda, dan patahan geser dextral memanjang di sepanjang
Bukit Barisan. Kedua wilayah administrasi ini merupakan wilayah dataran dengan

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

kemiringan 0-15% yang bebas bencana longsor dan gerakan tanah, sehingga baik untuk
pengembangan kota dan daerah pertanian.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

2.4. Kondisi Topografi


Berdasarkan kondisi fisik dasar yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan mengenali daya dukung lahan di Kota Lhokseumawe, khususnya dalam
menampung dan mendukung aktifitas masyarakat kota Lhokseumawe di atasnya.
Dari karakteristik topografi, sebagian besar wilayah ini sangat potensial untuk
dijadikan kawasan budidaya terutama karena daerahnya yang datar, namun jenis
pengembangannya juga harus disesuaikan dengan jenis tanahnya.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah letak kota Lhokseumawe yang berada
pada daerah rawan gempa dan Tsunami, sehingga untuk pengembangan di masa depan
beberapa daerah yang dianggap menjadi titik rawan gempa dan Tsunami di wilayah ini
perlu di rencanakan kawasan konservasi atau kawasan budidaya yang tidak padat
penduduk atau kegiatan.

Kota Lhokseumawe merupakan wilayah


dataran dengan kemiringan 0-15%

Topografi Kota Lhokseumawe relatif datar


dengan kemiringan antara 0-8 % pada kawasan
pusat kota serta 8 15 % pada kawasan
pinggiran

Gambar 2.b Kondisi Topografi Kota Lhokseumawe

Pantai Ujong Blang yang terletak di Kecamatan Banda Sakti, mempunyai


potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam bahari serta dilengkapi dengan
sarana dan prasarana pendukung. Potensi lain yang dimiliki adalah potensi wisata alam
lingkungan pantai pada pertemuan antara sungai dan laut yang dapat dilalui oleh perahu
nelayan, Pantai Ujong Blang juga memiliki Industri Perahu (boat) serta perkampungan
Nelayan. Pantai Ujong Blang juga berpotensi sebagai Tempat Pelelangan (TPI).
1. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang menonjol di Kota Lhokseumawe
meliputi perikanan tangkap, budidaya tambak ikan dan tambak garam.
2. Sektor pertanian meliputi padi sawah dan perkebunan.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

3. Kota Lhokseumawe berada diantara dua patahan (sebelah Timur Utara dan sebelah
Barat Selatan Kota).
4. Berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak + 130 km dari garis
pantai Barat sehingga Kota ini rawan terhadap Tsunami.
5. Kecamatan Banda Sakti sebagai Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Pendidikan di
Wilayah Kota Lhokseumawe, merupakan kawasan yang di kelilingi oleh laut dan
sungai, sehingga rawan bencana gelombang laut.

Ancaman gelombang laut di Kecamatan Banda


Sakti

Kawasan Rawan Bencana


Kota Lhokseumawe

Gambar 2.c Ancaman Bencana di Kota Lhokseumawe

6. Kota Lhokseumawe, secara khusus Kecamatan Banda Sakti sangat rentan terhadap
kemungkinan ancaman abrasi pantai dan gelombang pasang laut serta luapan sungaisungai.
7. Kerusakan Lingkungan
Kawasan hutan pantai tersebut terus mengalami kerusakan akibat terjadinya
perambahan oleh masyarakat yang tinggal dekat kawasan pantai, sehingga
menimbulkan ancaman abrasi pantai. Dan diperkirakan kerusakan hutan ini setiap
tahunnya terus bertambah. Disamping itu, tekanan pemanfaatan tambang galian C
untuk kegiatan pembangunan di Kota Lhokseumawe, yang utamanya diperuntukan
bagi perumahan, timbunan maupun untuk bahan bangunan. Kondisi tersebut secara
nyata menyebabkan erosi, yang selanjutnya akan mengakibatkan sedimentasi pada
lokasi penambangan, sekaligus menimbulkan tingkat kerawanan lingkungan yang
berbahaya bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan. Belum optimal dan

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

terintegrasinya upaya pengendalian aktivitas pada lahan kritis yang ada di


Kecamatan Muara Dua. Akibatnya, secara nyata kondisi tersebut menjadi ancaman
erosi pada saat musim hujan bagi kawasan sekitarnya.
Dari luas wilayah yang ada, sebagian besar (76,33%) merupakan lahan datar,
dengan kemiringan antara 0 2%. Sedangkan sekitar 23,67% merupakan lahan
bergelombang. Kecuali di kecamatan Banda Sakti merupakan lahan datar dengan luas
1.124 Ha, lahan dengan kategori bergelombang ditemui di Kecamatan Muara Dua,
Blang Mangat dan Muara Satu dengan persentase yang hampir sama. Luas lahan
menurut kemiringan dapat dilihat pada Tabel 2.2
TABEL 2.8
LUAS LAHAN MENURUT KEMIRINGAN

No.

Kecamatan

Luas Kemiringan Lahan (Ha)


Datar
Bergelombang
(0-2%)
(2-15%)
1.124
0

1.

Banda Sakti

2.

Muara Dua

4.275

1.505

3.

Blang Mangat

4.209

1.403

4.

Muara Satu

4.212

1.378

Jumlah

13.820

4.286

(%)

(76,33)

(23,67)

Sumber : BPS dan Bappeda Kota Lhokseumawe

Luas Kota Lhokseumawe sebesar 18.106 ha dimanfaatkan untuk berbagai


keperluan atau kebutuhan masyarakat. Penggunaan lahan terbesar adalah untuk
kebutuhan permukiman, yaitu 10.630 ha (58,71%), kemudian secara berturut-turut
untuk persawahan 3.943 ha atau 21,78%, budidaya perairan darat dan perkebunan
rakyat masing-masing 687 ha (3,79%) dan 674 ha (3,72%) serta seluas 643 ha (3,55%)
yang masih berupa hutan belukar dan semak yang belum dimanfaatkan.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

TABEL 2.9
PROFIL PENGGUNAAN LAHAN MENURUT JENIS DAN LUAS
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis Penggunaan
Permukiman
Industri Pabrik
Persawahan
Pertanian Lahan Semusim
Perairan darat
Perkebunan Rakyat
Alang-alang/semak
Hutan Belukar
Lain-lain
Jumlah

Luas (Ha)

Persentase (%)

10.630
894
3.943
281
687
674
232
643
122

58,71
4,94
21,78
1,55
3,79
3,72
1,28
3,55
0,67

18.106

100,00

Sumber : Kota Lhokseumawe Dalam Angka, BPS, 2009

2.5 Kondisi Geohidrologi


Kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kota Lhokseumawe termasuk tropis
basah dengan curah hujan rata-rata tertinggi 129,91 mm pada tahun 2005. Untuk tahun
2006, hari hujan dalam sebulan maksimum 21 hari dan minimum 9 hari; kecepatan
angin maksimum 22 knots dan minimum 12 knots; kelembaban nisbi tertinggi 94,5%
dan terendah 59%, sedangkan temperatur udara tertinggi 34,2o C dan terendah 19,6o C.
Sedangkan untuk tahun 2008 curah hujan tertinggi sebesar 402,1 mm yang terjadi pada
bulan November dan yang terendah pada bulan Juni sebesar 3,1 mm dengan rata-rata
sebesar 102,4 mm. Kondisi agroklimat di atas menunjukkan bahwa pada sebagian
wilayah iklim di Kota Lhokseumawe pada umumnya cocok untuk pengembangan
sektor pertanian.

2.6 Sosial Masyarakat


Jumlah angkatan kerja yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan di Kota
Lhokseumawe terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Untuk itu Pemerintah Kota Lhokseumawe mempunyai tujuan yang harus
segera dicapai, yaitu memperluas kesempatan kerja baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Di sisi lain permasalahan akibat masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam


menciptakan ketentraman dan ketertiban terhadap penggunaan fasilitas-fasilitas
pemerintah dan fasilitas lainnya seperti :
a.

Kesadaran dalam menciptakan suasana aman dan tertib di pasar (masalah


penertiban pedagang kaki lima).

b.

Kesadaran penertiban bangunan (masalah penataan ruang).

c.

Pemerliharaan

kebersihan

dan

keindahan

lingkungan

(masalah

persampahan).
Pembangunan pada sektor tenaga kerja diarahkan untuk mendukung prioritas
pembangunan dengan mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan penanganan
kemiskinan. Kendala atau permasalahan yang dihadapi pada sektor tenaga kerja adalah
masalah konflik yang terjadi di Provinsi Aceh khususnya Kota Lhokseumawe,
kemudian lambatnya pemulihan ekonomi daerah dan penanganan kemiskinan,
lemahnya kapasitas kelembagaan dan fungsi kelembagaan serta kurangnya kesadaran
dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan kerja
Upaya pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membuka lapangan kerja dinilai
sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Hal ini dianggap sangat penting agar tidak
menimbulkan persoalan baru yang dapat mengganggu proses pembangunan daerah pada
masa yang akan datang. Angkatan kerja yang terdidik yang belum mendapat pekerjaan
relatif besar jumlahnya di samping angkatan kerja yang tidak berpendidikan. Serta
terbatasnya keterampilan teknis penguasaan teknologi oleh tenaga kerja.
Penduduk Kota Lhokseumawe yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan pada
tahun 2006 sebanyak 45.261 orang. Empat jenis lapangan pekerjaan

yang paling

banyak menyerap tenaga kerja adalah pedagang/jualan (18,98%), nelayan (12,43%),


pertanian (11,86%), dan pekerja bangunan (10,79%). Secara terinci proporsi pekerjaan
penduduk Kota Lhokseumawe ditampil pada tabel berikut:

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

TABEL 2.10
PROPORSI PENDUDUK LHOKSEUMAWE MENURUT
JENIS PEKERJAAN TAHUN 2008

NO.

JENIS PEKERJAAN

PROPORSI
(%)

1
1

PNS

8.91

TNI / POLRI

2.33

BUMN

2.67

PERTAMBANGAN / PENGGALIAN

0.34

PENGANGKUTAN / KOMUNIKASI

3.02

INDUSTRI & PENGOLAHAN

2.00

DAGANG / JUALAN

18.98

PERTANIAN

11.86

NELAYAN

12.43

10

BANGUNAN

10.79

11

LAIN-LAIN

26.67

LHOKSEUMAWE

100.00

Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe, 2008.

Ditinjau dari segi beban tanggungan penduduk (Burden of Depedency Ratio),


Kota Lhokseumawe pada tahun 2006 mencapai 48,87, dimana jumlah penduduk yang
berusia produktif (usia 15 s/d 64 tahun) mencapai 105.163 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk yang berusia belum produktif antara usia 0 s/d 14 tahun dan tidak produktif
(65 tahun ke atas) mencapai 51.393 jiwa. Ini berarti bahwa tiap 100 orang penduduk
Kota Lhokseumawe yang berusia produktif harus menanggung kurang lebih 49 orang
usia belum dan tidak produktif. Jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2004,
terlihat adanya kecenderungan penurunan angka beban tanggungan di Lhokseumawe
selama periode tahun 2004-2006, rata-rata sebesar 10,66 % per tahun.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Tabel: 2.11
ANGKA BEBAN TANGGUNGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE
Penduduk Kelompok Umur
No.

Tahun

0 - 14
Tahun

15 - 64
Tahun

65
Tahun

Angka Beban
Tanggungan
(BDR)

2004

53,548

94,325

4,208

61.23

2005

50,449

100,127

4,058

54.44

2006

48,031

105,163

3,362

48.87

Sumber : BPS Lhokseumawe

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total
produksi barang dan jasa suatu daerah pada periode tertentu. Yang dimaksud dengan
produksi adalah aktivitas ekonomi menggunakan sumber daya yang tersedia untuk
memproduksi barang dan jasa. PDRB merupakan neraca makro ekonomi yang dihitung
secara konsisten dan terintegrasi dengan berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi, dan
cara perhitungan yang telah disepakati secara internasional. PDRB pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
daerah tertentu.
Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya
perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume. Penggunaan
harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB atas harga
konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau PDRB real.
Dalam perhitungan PDRB digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan pendapatan. Pendekatan produksi
menghitung nilai tambah sumbangan tiap sektor produksi terhadap total output dengan
cara mengurangkan output dengan barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain
dan habis digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Hasil penghitungan tersebut
adalah nilai tambah. Nilai tambah dapat dinyatakan dalam nilai bruto dan neto setelah
dikurangi penyusutan modal.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Sektor produksi tersebut dalam penyajian PDRB dikelompokkan menjadi 9


lapangan usaha (sektor), yaitu :
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan;
2. Pertambangan dan Penggalian;
3. Industri Pengolahan;
4. Listrik, Gas dan Air Bersih;
5. Bangunan;
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran;
7. Pengangkutan dan Komunikasi;
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan;
9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
Pendekatan pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan seluruh
permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba,
konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), perubahan stok dan
ekspor neto.
Pendekatan pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari balas jasa
faktor produksi (kompensasi pekerja, sewa, penyusutan, bunga dan keuntungan) dalam
wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal dalam perekonomian suatu daerah. Hal ini
menunjukkan pembagian PDRB menurut berbagai pendapatan seperti balas jasa tenaga
kerja, keuntungan serta balas jasa barang modal lainnya, dan pajak produksi setelah
dikurangi subsidi. Kedua, membantu menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan
pendapatan yang dapat digunakan.
PDRB Kota Lhokseumawe (Non Migas) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
selama kurun waktu 2004 - 2007 mengalami kenaikan rata-rata per tahun 20,66 persen
yaitu dari Rp.2.064.498,39 Juta pada Tahun 2004 menjadi Rp.2.819.560,17 Juta pada
Tahun 2007.
Sektor

yang

memberikan

sumbangan

terbesar

terhadap

PDRB

Kota

Lhokseumawa tanpa minyak dan gas Atas Dasar Harga Berlaku selama kurun waktu
2004 s/d 2007 adalah Sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu Rp.993.213,13 juta
pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp.1.163.040,33 Juta pada tahun 2005, terus

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

meningkat pada tahun 2006 menjadi Rp.1.262.746,45 juta dan Rp.1.371.673,98 juta
pada tahun 2007.
Selanjutnya Sektor Pertanian menduduki posisi kedua sebagai penyumbang
PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku tanpa Minyak dan Gas, pada
Tahun 2004 kontribusinya sebesar Rp.365.913,06 Juta naik menjadi Rp.388.711,65 pada
tahun 2005, Rp.417.173,19 Juta pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 meningkat
menjadi sebesar Rp.442.249,87 Juta.
Sektor Angkutan dan Komunikasi menjadi kontributor ketiga terhadap PDRB
Kota Lhokseumawe tanpa minyak dan gas. Pada tahun 2004 kontribusi sektor ini
sebesar Rp.205.152,82 Juta meningkat menjadi Rp.235.433,67 Juta pada tahun 2005,
pada tahun 2006 dan 2007 peranan sektor ini terus menunjukkan peningkatan masingmasing Rp.257.428,40 juta dan Rp.281.784,80 Juta.
Sementara itu Sektor Bangunan menduduki posisi keempat sebagai kontributor
PDRB Kota Lhokseumawe, dimana sektor ini pada tahun 2004 memberikan kontribusi
sebesar Rp.192.311,23 Juta. Pada tahun 2005 sumbangan sektor ini sebesar
Rp.215.699,34 Juta, tahun 2006 sebesar Rp.240.956,55 Juta dan pada tahun 2007
menjadi Rp.267.320,82 Juta.
Kontributor kelima PDRB Kota Lhokseumawe adalah sektor Jasa, dimana
kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp.185.873,18 Juta, tahun 2005 sebesar
Rp.211.166,47 Juta, tahun 2006 sebesar Rp.233.024,01 Juta dan pada tahun 2007
sebesar Rp.261.863,45 Juta. Selanjutnya sektor Industri Pengolahan merupakan
kontributor keenam diikuti oleh Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
sebagai kontributor ketujuh, Sektor Pertambangan dan Penggalian; dan Sektor Listrik,
Gas dan Air Minum masing-masing menjadi kontributor kedelapan dan kesembilan
terhadap PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku tanpa minyak dan gas.
Untuk lebih jelasnya kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Kota
Lhokseumawe selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada tabel
berikut.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Tabel 2.12
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2005 2008 (Juta Rupiah)
NO.

LAPANGAN USAHA

1.
2.

Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Angkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Jasa

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

TOTAL PDRB

2005

2006

2007

2008

388.711,65

417.173,19

442.249,87

468.293,99

12.164,09

13.009,59

14.015,21

14.705,68

97.531,38

105.410,41

111.660,95

119.133,95

3.624,23

3.811,05

4.018,58

4.257,44

215.699,34

240.956,55

267.320,82

314.495,62

1.163.040,33

1.262.746,45

1.371.673,98

1.601.558,63

235.433,67

257.428,40

281.784,80

351.442,90

24.419,54

(29.518,55)

64.972,51

99.775,07

211.166,47

233.024,01

261.863,45

280.608,58

2.351.790,70

2.504.041,10

2.819.560,17

3.254.271,86

Sumber : PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2005-2008, BPS, 2009.


Grafik 2.2
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2005-2008 (Juta Rupiah)

Sedangkan PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)


tanpa minyak dan gas mengalami kenaikan rata-rata pertahun sebesar 7,72 persen yaitu
dari Rp.1.414.213,55 Juta tahun 2004 menjadi Rp.1.632.950,72 Juta pada tahun 2007.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Peranan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap PDRB Kota


Lhokseumawe Atas Dasar Harga Konstan merupakan penyumbang pertama. Kontribusi
sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp.663.502,38 Juta meningkat menjadi
Rp.783.178,17 pada tahun 2007. Diikuti oleh Sektor Pertanian sebagai kontributor
kedua dalam PDRB dengan kontribusi sebesar Rp.261.244,21 Juta pada tahun 2004 dan
Rp.275.010,02 pada tahun 2007, selanjutnya Sektor Angkutan dan Komunikasi
menduduki posisi ketiga dalam PDRB dengan kontribusi sebesar Rp.147.858,42 Juta
pada tahun 2004 dan Rp.171.713,47 Juta pada tahun 2007.
Sektor Jasa merupakan kontributor keempat terhadap PDRB Kota
Lhokseumawe, pada tahun 2004 kontribusinya sebesar Rp.131.242,67 Juta dan tahun
2007 kontribusinya meningkat menjadi Rp.142.578,62 Juta. Kontributor kelima
disumbangkan oleh Sektor Bangunan, dimana sumbangannya pada tahun 2004 dan
2007 masing-masing sebesar Rp.125.474,57 dan Rp.141.456,66 Juta.
Sementara itu, Sektor Industri Pengolahan menjadi kontributor keenam; Sektor
Pertambangan dan Penggalian sebagai kontributor ketujuh; Sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan sebagai kontributor kedelapan; dan Sektor Listrik, Gas
dan Air Minum menjadi kontributor kesembilan. Untuk lebih jelasnya kontribusi
masing-masing sektor terhadap PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2005 sampai dengan
2008 Atas Dasar Harga Konstan tanpa minyak dan gas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.13
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Konstan Periode 2005 2008 (Juta Rupiah)
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

LAPANGAN USAHA
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Angkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Jasa
TOTAL PDRB

2005

2006

2007

2008

266.029,48

270.984,49

275.010,02

278.543,28

7.421,45

7.649,84

7.932,32

8.206,40

70.444,76

73.125,13

74.678,26

76.638,73

1.857,54

1.912,57

1.983,19

2.131,68

129.847,50

137.406,66

141.456,66

145.245,76

702.668,01

750.086,82

783.178,17

811.889,06

159.694,06

166.965,75

171.713,47

177.175,86

18.372,29

(6.187,80)

34.420,01

50.500,14

134.888,53
1.491.223,62

137.851,75
1.539.795,21

142.578,62
1.632.950,72

220.406,87

Sumber : PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2005-2008, BPS, 2009.


Grafik 2.3
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)


Atas Dasar Harga Konstan Periode 2005 2008 (Juta Rupiah)

b. Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe


Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan memasukkan unsur minyak
dan gas pada tahun 2008 didominasi oleh kelompok sekunder yang terdiri dari sektor
industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, serta sektor konstruksi. Pada tahun
2008 kelompok sekunder ini menyumbang 68,74 persen dari total PDRB Kota
Lhokseumawe.
Besarnya sumbangan sektor ini disebabkan oleh sektor industri pengolahan yang
memberikan sumbangan 65,20 persen pada tahun 2008. Sebagian besar nilai tersebut
berasal dari industri pengolahan gas. Namun kontribusi yang diberikan sektor ini
cenderung menurun dalam periode 2005-2008.
Sektor-sektor yang tergabung dalam kelompok tersier memberikan kontribusi
25,90 persen pada tahun 2008. Sebagian besar nilai ini disumbangkan oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 17,78%.
Sementara itu sektor-sektor pada kelompok primer yaitu sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar
5,36 persen. Sebesar 5,20 persen berasal dari sektor pertanian dan sisanya 0,16 persen
berasal dari sektor pertambangan dan penggalian.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Secara umum struktur ekonomi Kota Lhokseumawe dengan memasukkan unsur


migas masih didominasi oleh sektor-sektor pada kelompok sekunder selama periode
2005-2008, walaupun mempunyai kecenderungan menurun setiap tahunnya. Sedangkan
kelompok primer dan tersiere mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya
pada periode tahun 2005-2008.
Tabel 2.14
Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe dengan Minyak dan Gas
Periode 2005 2008 (Persen)

No.

Sektor

2005

2006

2007

2008

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

A.
1
2
B.
3
4
5
C.
6
7
8
9

Primer
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Sekunder
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Minum
Bangunan
Tersier
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa

3,61
3,50
0,11
81,17
79,12
0,03
2,02
15,22
10,47
2,27
0,43
2,04

4,46
4,32
0,13
75,38
72,65
0,04
2,69
20,17
14,03
3,01
0,62
2,51

4,,99
4,83
0,15
71,68
68,48
0,04
3,16
23,33
16,09
3,57
0,84
2,83

5,36
5,20
0,16
68,74
65,20
0,05
3,49
25,90
17,78
3,90
1,11
3,11

TOTAL PDRB

100,00

100,00

100,00

100,00

Sumber : PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2005-2008, BPS, 2009.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 20

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Grafik 2.4
Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe dengan Minyak dan Gas
Periode 2005-2008 (Persen)

Jika ditinjau struktur perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa minyak dan gas
pada tahun 2008 kelompok sektor tersier menduduki posisi utama dalam perekonomian
daerah ini dengan kontribusi sebesar 71,70 persen. Kontribusi yang diberikan juga
meningkat setiap tahunnya dalam periode 2005-2008.
Kelompok tersier ini lebih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran dimana pada tahun 2008 kontribusi yang diberikan oleh sektor ini hampir
setengah dari total PDRB tanpa migas yaitu sebesar 49,21 persen. Disamping itu sektor
ini mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya, dimana pada thaun 2005
sektor perdagangan, hotel dan restor memberikan kontribusi sebesar 48,15 persen.
Sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga termasuk pada kelompok tersier
pada periode 2005-2008 memberikan kontribusi yang hampir sama setiap tahunnya
yaitu berkisar antara 10,5-10,92 persen. Sektor ini termasuk peringkat ketiga terbesar
peranannya dalam PDRB setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotal dan
restoran.
Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar perannya dalam
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe setelah kelompok tersier pada posisi pertama.
Pada tahun 2008 kelompok primer ini membeikan kontribusi sebesar 14,84 persen.
Namun kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2005
kontribusi dari kelompok ini mencapai 16,60 persen.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Peranan ekonomi terbesar ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari
sektor industri yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih
serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih memberikan kontribusi sebesar
13,46 persen pada tahun 2008.
Tabel 2.15
Kontribusi Kelompok Sektor Perekonomian tanpa Minyak dan Gas
Periode 2005 2008 (Persen)

No.

Sektor

2005

2006

2007

2008

(1)
A.
B.
C.

(2)

(3)
16,60
13,45
69,95

(4)
15,67
13,43
70,91

(5)
15,24
13,51
71,26

(6)
14,84
13,46
71,70

TOTAL PDRB

100,00

100,00

100,00

100,00

Primer
Sekunder
Tersier

Sumber : PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2005-2008, BPS, 2009.


Grafik 2.5
Kontribusi Kelompok Sektor Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas
Periode 2005 2008 (Persen)

c. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan ekonomi fiskal yang
terjadi di suatu kawasan seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri,
perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi
kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada dan berbagai perkembangan lainnya.
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 22

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Pertumbuhan Ekonomi Kota Lhokseumawe selama Tahun 2001-2008 tumbuh


rata-rata sebesar 3,36 %. Secara Tahunan, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe
yang relatif tinggi dicapai Tahun 2005 (sebesar 5,45 %). Sedangkan pada Tahun 2006,
pertumbuhan ekonomi kembali menurun menjadi 3,26 % dan pada Tahun 2007
meningkat 0.29 % menjadi sebesar 3,55 % sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun
2008 turun menjadi 3,44 %. Untuk lebih jelasnya, pertumbuhan ekonomi Kota
Lhokseumawe selama kurun waktu 2001 2008 seperti tabel berikut :
Tabel 2.16
Pertumbuhan Ekonomi Kota Lhokseumawe
Selama Tahun 20012008 (Non Migas)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

Pertumbuhan rata-rata (%)


1,95
2,76
3,27
3,20
5,45
3,26
3,55
3,44 *)

Rata-rata (%)
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009.
*) Angka Sementara

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

3,36

II - 23

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Grafik 2.6

Rendahnya laju pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh berbagai faktor, antara


lain karena kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya (potensi) daerah yang ada.
Sementara itu disisi lain, pertumbuhan ekonomi yang rendah mengakibatkan
(berpengaruh) kepada kemampuan penyerapan angkatan kerja. Oleh karena itu,
pemberian fokus yang lebih besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah sehingga
dapat mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi (sekitar 4 5 % per Tahun). Secara
konsepsional telah diketahui bahwa setiap kenaikan 1% angka pertumbuhan ekonomi
akan mampu menyerap tenaga kerja (elasticity of employment) sebesar 250.000
400.000 orang. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe yang
lebih tinggi dari yang dicapai selama ini akan dapat menyerap angkatan kerja yang
masih menganggur, yang jumlahnya tidak kurang dari 20.059 orang (Tahun 2005) dan
13.308 orang (Tahun 2006).

d.

Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator untuk menilai stabilitas ekonomi suatu

daerah melalui analisa tingkat daya beli masyarakat dan perkembangan harga barang
dan jasa secara umum.
Persoalan inflasi menimbulkan dampak atau akibat yang buruk kepada
masyarakat. Akibat buruk yang paling nyata ialah kemerosotan pendapatan riil yang

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 24

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

diterima masyarakat. Pendapatan masyarakat tidak selalu mengalami perubahan untuk


menyesuaikan dengan keadaan inflasi, sehingga inflasi akan menurunkan nilai
pendapatan riil dari masyarakat yang berpendapatan tetap.
Selama periode 2004 s/d 2008 perkembangan inflasi Kota Lhokseumawe selalu
mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2004 inflasi Kota Lhokseumawe
sebesar 7,12 persen. Pada tahun 2005 inflasi Kota Lhokseumawe meningkat sangat
ekstrem yaitu sebesar 17,57 persen yang merupakan angka inflasi tertinggi selama
kurun waktu lima tahun terakhir.
Pengamatan terhadap perkembangan harga barang dan jasa serta penghitungan
Indeks Harga Konsumen (IHK) Tahun 2005 menunjukan hampir sepanjang tahun terjadi
inflasi, yaitu pada bulan-bulan : Januari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, Oktober
dan November, sebagai akibat terjadinya kenaikan harga pada kelompok bahan
makanan.
Sementara itu, pada tahun 2006 inflasi Kota Lhokseumawe menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu sebesar 11,47 persen dan pada tahun
2007 inflasi Kota Lhokseumawe menunjukkan angka 4,18 persen. Tetapi pada tahun
2008 inflasi Kota Lhokseumawe kembali menunjukkan kenaikan sampai dengan 13,78
persen. Naiknya angka inflasi pada tahun 2008 merupakan dampak dari kenaikan harga
hampir semua komoditas karena meningkatnya permintaan akibat gejolak nilai tukar
rupiah terhadap dolar yang tidak stabil, disamping itu juga karena peningkatan
permintaan menjelang perayaan Idul Adha, Tahun Baru Islam dan Tahun Baru Nasional
yang disertai dengan keterbatasan stok pasokan akibat banjir dipenghujung tahun.
Untuk lebih jelasnya inflasi Kota Lhokseumawe selama kurun waktu 2004 s/d 2008
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.17
Inflasi Kota Lhokseumawe Periode 2004 2008
NO.

TAHUN

ANGKA INFLASI
(%)

1.
2004
7,12
2.
2005
17,57
3.
2006
11,47
4.
2007
4,18
5
2008
13,78
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009
Grafik 2.8
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 25

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Inflasi Kota Lhokseumawe


Periode 2004-2008

e.

Pendapatan Kota Lhokseumawe


Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas

umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah
daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah Kota Lhokseumawe yang
dianggarkan dalam APBK merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2008 tentang
Peta Kapasitas Fiskal Daerah, Kota Lhokseumawe termasuk kota yang memiliki
kapasitas fiskal tinggi. Pendapatan Kota Lhokseumawe sebagian besar bersumber dari
Dana Perimbangan yang rata-rata 90,87% setiap tahunnya dari total pendapatan,
sedangkan pendapatan Kota Lhokseumawe yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah hanya 5.54% setiap tahunnya, dan yang bersumber dari Pembiayaan rata-rata
sebesar 2,91% setiap tahunnya dari total pendapatan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan penerimaan dalam pembiayaan serta pendapatan asli daerah, diperlukan
arahan dan kebijakan pendapatan daerah yang lebih kreatif, transparan dan akuntable
agar potensi sebenarnya pendapatan daerah dapat dioptimalkan, tanpa mendistorsi
ekonomi dan tidak menambah beban kepada masyarakat.
Trend nominal pendapatan Kota Lhokseumawe selama 3 tahun terakhir (2006
sampai dengan 2009) mengalami kenaikan, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 26

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

yang drastis dibandingkan dengan tahun 2009, hal ini terjadi disebabkan berkurangnya
Dana Perimbangan dari pusat.
Kemudian untuk tingkat pertumbuhan pendapatan daerah pada tahun 2007
cukup tinggi yaitu sebesar 19,6% kemudian turun pada tahun 2008 sebesar 6%,
sedangkan pada tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup jauh yaitu sebesar -2,2%,
kemudian pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan pendapatan kota terjadi penurunan
sangat drastis yaitu sebesar -99,9%, hal ini dikarenakan pencatatan realisasi baru
sampai bulan januari sehingga pertumbuhan belum bisa dihitung secara akurat. Untuk
menggambarkan tingkat pertumbuhan pendapatan hanya bisa dilihat dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2009 saja.
Dari data ringkasan target dan realisasi pada tahun 2006 s/d 2009 menunjukkan
bahwa kemampuan keuangan daerah kecenderungannya juga terus menurun selama 3
tahun terakhir, hal ini ditunjukkan melalui dua indikator derajat desentralisasi fiskal dan
kemandirian keuangan daerah. Untuk lebih jelasnya ringkasan pendapatan Kota
Lhokseumawe sejak tahun 2006 s/d 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 27

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 28

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Tabel 2.19
Jumlah PAD Per Kapita Kota Lhokseumawe
Tahun 2006-2010
Tah
un
2006
2007
2008
2009
2010

Jumlah PAD
(Rp)
15,542,6
92,042
20,355,5
60,371
25,404,5
71,421
25,658,3
18,385
26,080,9
80,000

Jumlah Penduduk
(Jiwa)

Jumlah PAD
Per Kapita

156,556

9,278.801

9
12
158,169

8,695.006

158,760

0,018.716

159,239

61,130.87

170,150

53,282.28

16
1
1

Tabel 2.20
Perkembangan Jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
Tahun Anggaran 2008-2010
Tahun
2008
2009
2010

Jumlah SILPA
(Rp)
81.054.774.630
45.137.047.326
1.106.713.066

f. Belanja Kota Lhokseumawe


Dengan implementasi otonomi daerah, faktor keuangan merupakan faktor yang
sangat penting serta merupakan indikasi Kemandirian keuangan suatu Pemerintah
Daerah untuk mengukur, membiayai, dan mengukur rumah tangganya sendiri dengan
sebaik-baiknya.
Keadaan belanja daerah Kota Lhokseumawe sejak tahun 2006 sampai dengan
tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 29

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 30

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Grafik 2.9
Persentase Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010

Grafik 2.10
Trend Nominal Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total belanja Kota Lhokseumawe dari
tahun 2006 sampai dengan 2010 sangat berfluktuasi. Pada tahun 2006 total belanja
daerah sebesar Rp.338.853.346.623,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung sebesar Rp.122.070.296.112,- atau 36,02% dan untuk belanja langsung sebesar
Rp.216.783.050.511,- atau sebesar 63,98%. Pada tahun 2007 total belanja Kota
Lhokseumawe sebesar Rp.465.148.020.005,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung 42,94% atau sebesar Rp.199.756.568.214,- dan untuk belanja langsung
sebesar Rp.265.391.451.791,- atau 57,06%. Kondisi dua tahun tersebut (2006 dan 2007)

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II -

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

menunjukkan bahwa persentase pengalokasian total belanja lebih didominasi


pengalokasiannya untuk belanja langsung.
Pada tahun 2008 total belanja Kota Lhokseumawe yang mencapai jumlah
sebesar Rp.474.435.164.330,- dan merupakan total belanja tertinggi selama lima tahun
terakhir, pengalokasian untuk belanja tidak langsung dan belanja langsung hampir
mendekati angka keseimbangan. Jumlah belanja tidak langsung pada tahun tersebut
sebesar Rp.232.725.158.060,- atau 49,05% dan jumlah belanja langsung sebesar
Rp.241.710.006.270,- atau 50,95%.
Selanjutnya tahun 2009 total belanja Kota Lhokseumawe mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2008. Total belanja pada tahun 2009 sebesar
Rp.469.420.188.433,-, pengalokasian belanja pada tahun tersebut lebih didominasi oleh
belanja tidak langsung yaitu sebesar Rp.258.277.127.702,- atau 55,02% dan belanja
langsung sebesar Rp.211.143.060.731,- atau 44,98%.
Pada

tahun

2010

total

belanja

Kota

Lhokseumawe

turun

sebesar

Rp.95.322.913.760,- dari tahun 2009. Total belanja belanja pada tahun ini sebesar
Rp.374.097.274.673 dan pengalokasiannya sangat didominasi oleh belanja tidak
langsung yaitu 65,86% atau sebesar Rp.246.362.829.231,- sedangkan belanja langsung
hanya sebesar Rp.127.734.445.442,- atau 34,14%.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa total belanja Kota Lhokseumawe sejak
dua tahun terakhir (2009-2010) terus mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari
kemampuan Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menggali sumber-sumber
pendapatan daerah. Dari sisi pengalokasian belanja menunjukkan bahwa sejak tiga
tahun terakhir (2008-2010), alokasi belanja lebih didominasi oleh Belanja Tidak
Langsung.

2.7 Kesehatan
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus
secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi
(terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)
kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Secara garis besar,

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 32

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan
masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
Pembangunan kesehatan di Kota Lhokseumawe diarahkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meningkatkan mutu sumber daya manusia dan produktifitas yang
dapat meningkatkan taraf hidup. Salah satu tolok ukur keberhasilan adalah
meningkatnya derajat kesehatan yang optimal dan islami yang memungkinkan setiap
individu hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomis dengan menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat kesakitan, menurunnya kasus kekurangan gizi
pada usia bayi, balita, usia produktif, dan kelompok usia rentan lainnya.
Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam
pelaksanaan kesehatan dibutuhkan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke
paradigma sehat.
Dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Pemerintah Kota Lhokseumawe
bersifat kolaboratif. Artinya, instansi teknis harus berkolaborasi dengan berbagai pihak
yang lain untuk mencapai apa yang telah menjadi visi dan misinya. Kolaborasi tersebut
antara lain dilakukan dengan penduduk atau masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Lhokseumawe, stakeholder atau pemangku
kepentingan, maupun dengan organisasi-organisasi yang lain. Dalam hubungan
kolaborasi tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi bagian penting, misalnya
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 33

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

responsivitas personal maupun kolektif terhadap visi dan misi, responsivitas institusi
terhadap masyarakat atau pelanggan, bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan,
serta bagaimana melakukan inovasi sosial. Pada keseluruhan proses tersebut, peran dari
seorang pemimpin (bridging leader) yang mampu menjembatani sangatlah penting.
Dalam menjembatani antara pencapaian visi misi dengan langkah-langkah yang
dilakukannya, menjembatani organisasinya dengan masyarakat, stakeholder, organisasi
lain, maupun elemen-elemen lain di luar organisasinya, serta menjembatani antara
berbagai kelompok yang ada pada masyarakatnya.

2.8 Visi dan Misi Pembangunan Kota Lhokseumawe


A. V i s i
Visi adalah cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Kota Lhokseumawe yang
adil, bermartabat, bernuansa islami yang didasarkan pada fakta dan hasil-hasil
pembangunan yang dicapai sebelumnya.
Visi ini diperlukan sebagai pandangan masa depan, sebagai batas yang akan dituju
sehingga pelaksanaan pembangunan yang direncanakan dari tahun ke tahun tidak
menyimpang dari harapan masa depan yang disepakati bersama. Atas dasar itulah maka
ditetapkan Visi Pembangunan Kota Lhokseumawe adalah

Bersama Rakyat Kita

Membangun dan Mewujudkan Kota Lhokseumawe yang Islami, Makmur, Sejahtera dan
Beradat ( Bersih, Aman dan Tertib )
Adapun penjelasan dari visi pemerintah Kota Lhokseumawe tahun 2007-2012 sebagai
berikut :
1.

Bersama rakyat kita membangun adalah keikutsertaan stakeholder dalam tahapan


perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan,

dan

evaluasi

pembangunan.

Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good governance), sehingga


pemerintah bukan menjadi aktor tunggal dalam pelaksanaan pembangunan, tetapi
peran dan partisipasi baik masyarakat maupun swasta saling mengisi dan
bersinergi untuk mewujudkan visi Kota Lhoksumawe;
2.

Mewujudkan Kota Lhoksumawe yang Islami adalah kehidupan masyarakat dan


kehidupan berpemerintahan dilandasi nilai-nilai Agama Islam.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 34

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

3.

Beradat (bersih, aman, tertib) adalah kehidupan dan dinamika Kota Lhoksumawe
yang selalu menampilkan kondisi bersih, aman dan tertib
Makmur

dan

sejahtera

adalah

pembangunan

yang

dapat

mewujudkan

kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia


(IPM).

B. M i s i
Untuk mencapai segala apa yang dicita-citakan sebagaimana terkandung dalam
visi diatas, maka ditetapkan misi sebagai berikut :
1.

Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa barang dan jasa publik meliputi
akses terhadap pelayanan air minum, kesehatan dan pendidikan;

2.

Memperkuat dan meningkatkan Kapasitas dan Kinerja Pemerintahan Yang


Berlandaskan Pada Prinsip Yang Demokratis, Transparan, Akuntabel, Efektif,
Efisien, Distributif dan Partisipatif.

3.

Melakukan deregulasi dalam rangka mendorong pemberdayaan masyarakat;

4.

Mendorong

pengembangan

sektor-sektor

ekonomi

kerakyatan

meliputi

perdagangan, jasa, industri dan pariwisata guna memperluas kesempatan kerja dan
peningkatan daya beli masyarakat;
5.

Meningkatkan

pembangunan

politik

masyarakat

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan;


6.

Meningkatkan sarana dan prasarana kota;

7.

Menciptakan nuansa islami dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara


dan berkarya.

2.9 Institusi dan Organisasi


Setelah adanya perubahan SOTK di Pemerintah Kota Lhokseumawe berdasarkan
Qanun Nomor 3 tahun 2009 dan Qanun Nomor 4 tahun 2009 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Sekretaris Daerah dan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat
Kota Lhokseumawe serta tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 35

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Lhoseumawe. Nama Satuan Kerja Perangkat Kota
(SKPK) Lhokseumawe yang terlibat langsung adalah Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan Kota Lhokseumawe.
Adapun bagan Struktur Organisasi dari masing-masing dinas/badan adalah
sebagai berikut :

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 36

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Struktur 2.1. Organisasi Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 37

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Struktur 2.2. Organisasi Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 38

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Struktur 2.3. Organisasi Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 39

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Struktur 2.4. Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 40

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Struktur 2.5. Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 41

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

2.10

Tinjauan Tata Ruang Kota dan Kebijakan RTRW

2.10.1. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota


Tujuan penataan ruang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan
jangka panjang kota pada aspek keruangan, dengan demikian tujuan penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Lhokseumawe ini adalah untuk
mewujudkan kota Lhokseumawe sebagai pusat industri pengolahan, perdagangan, jasa
dan pariwisata yang berwawasan lingkungan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang islami.

2.10.2. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota


Kebijakan yang perlu dilakukan sebagai arahan pengembangan wilayah guna
mencapai tujuan penataan ruang Kota Lhokseumawe adalah :
Mengembangkan perekonomian kota Lhokseumawe melalui 4 pilar ekonomi Kota
Lhokseumawe yaitu pengembangan industri pengolahan, kegiatan perdagangan,
jasa dan pariwisata;
Memantapkan fungsi Kota Lhokseumawe sebagai Pusat Kegiatan Nasional di
Provinsi Aceh dan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus;
Memprioritaskan
pengembangan kota ke arah koridor Barat, Timur, dan Selatan, dan membatasi
pengembangan di kawasan pusat kota agar tercapai distribusi pembangunan yang
merata;
Mengembangkan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan akses
masyarakat
Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang
dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup guna
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2.10.3. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 42

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Strategi penataan ruang merupakan penjabaran kebijakan penataan ruang kedalam


langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam
penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kota.
Strategi untuk mendorong terwujudnya 4 pilar ekonomi Kota Lhokseumawe :
a. Mendorong pengembangan Kawasan Industri Kota Lhokseumawe di kawasan
Batuphat Timur,
b. Mendorong pembangunan IPA, IPAL dan pembangkit tenaga listrik untuk
memenuhi kebutuhan di kawasan industri dan masyarakat sekitarnya
c. Mengembangkan kawasan sepanjang koridor Banda Aceh- Medan sebagai
kawasan perdagangan skala regional dan nasional
d. Mengembangkan kawasan pusat kota sebagai pusat palayanan jasa dan
perkantoran
e. Mengembangkan kawasan sepanjang pantai Ujong Blang Pusong sebagai
kawasan pariwisata dan Mengembangkan kawasan sepanjang sungai/teluk
cunda menjadi kawasan olahraga serta menjadi kawasan pusat jajan dan
makanan unggulan di sepanjang kedua sisinya dengan suasana yang
berwawasan lingkungan
Strategi untuk memantapkan fungsi Kota Lhokseumawe sebagai PKN :
1. Mendorong pembangunan sentra-sentra bisnis
2. Menciptakan iklim investasi yang kondusif baik dari segi keamanan,
ketenagakerjaan dan lainnya
3. Menciptakan iklim investasi yang atraktif dengan memberikan kemudahan
administrasi, perijinan dan keringanan pajak
Strategi untuk tercapainya keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang
dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup guna
meningkatkan kualitas hidup masyarakat :
1. Mengembangkan progam peremajaan kawasan kumuh terutama pada kawasan
kumuh Pusong
2. Mendorong percepatan dan keberlanjutan pembangunan Rumah Susun sebagai
salah satu usaha untuk meremajakan kawasan kumuh
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 43

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

3. Mengembangkan dan menata sistem drainase kota Lhokseumawe dengan


menetapkan derajat ketinggian yang dipadukan dengan reservoir Teluk Pusong
agar Kota Lhokseumawe bebas banjir dan bebas genangan
4. Merevitalisasi kawasan Pantai Ujong Blang dan Pasar Kota secara terpadu
dengan rencana pembangunan jalan lingkar Lhokseumawe dan Jembatan
Pusong-Kandang.
5. Mendorong pertumbuhan kawasan permukiman kepadatan sedang sampai
tinggi dalam upaya efesiensi pemanfaatan ruang,
6. Menetapkan kontrol Intensitas bangunan dengan ketat di kawasan pusat kota
7. Mengembangkan RTH di seluruh kawasan dengan tingkat tutupan hijau (green
cover) minimum 60%

2.10.4 Rencana Struktur Wilayah Kota


Disebutkan dalam RTRW Nasional bahwa Kota Lhokseumawe merupakan satusatunya pusat kegiatan nasional di Provinsi Aceh. Selain itu dalam skala provinsi, Kota
Lhokseumawe ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus. Kota Lhokseumawe
memiliki peranan penting di provinsi Aceh terutama untuk kawasan disepanjang pantai
timur Aceh karena lokasinya yang berada tepat diantara Kota Banda Aceh dan Kota
Medan sehingga merupakan tempat transit pergerakan orang, barang dan jasa.
Ketersediaan fasilitas seperti Pelabuhan Laut dan Bandar Udara memberikan Kota
Lhokseumawe akses yang tinggi terhadap daerah sekitarnya baik dalam lingkup
provinsi maupun lingkup regional dan internasional.
Kota Lhokseumawe dengan pusat kotanya berada diwilayah Kecamatan Banda
Sakti (BWK Pusat Kota) memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan
jasa serta pariwisata. Pusat kota memiliki cakupan pelayanan yang cukup luas, tidak
hanya untuk kecamatan Banda Sakti tetapi juga sebagian Kecamatan Muara Dua yang
berbatasan langsug dengan Kecamatan Banda Sakti yaitu Meunasah Cunda, Meunasah
Mesjid, Panggoi dan Utenkot
Bagian Wilayah Kota (BWK) tersebar di 3 kecamatan lainnya. BWK Timur Kota
adalah Kecamatan Blang Mangat dengan pusat BWK di Puntet. BWK Barat Kota
meliputi Kecamatan Muara Satu dengan pusat BWK berada di Batuphat Barat. BWK
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 44

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

Selatan Kota meliputi Kecamatan Muara Dua dengan pusat BWK di Blang Weu Baroh
yang juga melayani sebagian wilayah BWK Timur Kota terutama yang berbatasan
dengan Kecamatan Kuta Makmur Aceh Utara.
2.10.5 Rencana sistem jaringan prasarana kota
A. Rencana Pengembangan Jalan
Jaringan jalan akan dikembangkan untuk meningkatkan dan membuka akses
daerah-daerah terbelakang, antara lain:
Jalan Lingkar Kota (inner ringroad), dari Loskala ke Pusong Baru dan terhubung
langsung dengan jembatan Pusong - Kandang yang saat ini masih dalam tahap
perencanaan. Jalan ini berfungsi sebagai jalan kolektor primer untuk mengurangi beban
jalan utama saat ini dan untuk menampung bergerakan lalu lintas disepanjang kawasan
yang dilaluinya.
Jalan Utama Kota, dari Cunda (simpang Buloh) Line Pipa (Blang Weu Panjoe).
Jalan ini direncanakan berfungsi sebagai jalan kolektor primer yang menghubungkan
kawasan utara dan selatan serta meningkatkan akses masyarakat di bagian selatan
menuju ke pusat kota

B. Rencana Pengembangan listrik


Proyeksi kebutuhan listrik hingga akhir tahun perencanaan (2027) dapat dihitung
sebagai berikut:
Kebutuhan Rumah Tangga : 191677 kW
Kebutuhan Sosial : 57503 kW
Kebutuhan Industri : 19168 kW
Kebutuhan Penerangan Jalan : 19168 kW
Total Kebutuhan Listrik Kota Lhokseumawe 2027 adalah 287515 kW
Seluruh wilayah Kota Lhokseumawe diprioritaskan untuk pengembangan jaringan
listrik karena untuk saat ini pasokan listrik masih mengandalkan jaringan dari Sumatera
Utara. Belum direncanakan alternatif lain sebagai sumber energi kelistrikan.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 45

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

C. Rencana Pengembangan Air Bersih


Proyeksi kebutuhan air minum hingga akhir tahun perencanaan (2027) dapat
dihitung sebagai berikut :
Kebutuhan Rumah Tangga : 1280 lt/dt
Kebutuhan Komersial/Perkantoran : 256 lt/dt
Kebutuhan Industri : 256 lt/dt
Kebutuhan Hidran/Kran Umum : 128 lt/dt
Asumsi Tingkat Kebocoran 15% : 192 lt/dt
Total Kebutuhan Air bersih Kota Lhokseumawe 2027 adalah = 2112 lt/dt
Distribusi air bersih direncanakan menggunakan sistem perpipaan bercabang,
dimana pipa jaringan primer dengan diameter 400 mm/18 inch ditanam disepanjang
jalan utama kota dan jalan utama lingkungan, dan jaringan pipa sekunder dengan
diameter 200mm 250mm ditanam disepanjang jalan local, sedangkan pipa yang
menuju ke rumah-rumah berdiameter 100mm 175mm.
Seluruh wilayah Kota Lhokseumawe diprioritaskan untuk pengembangan jaringan
air minum ini karena seluruh wilayah Kota Lhokseumawe tidak memiliki sumber air
permukaan dan sumur dangkal yang kualitas airnya memenuhi syarat kesehatan untuk
dikonsumsi. Ada wacana untuk membangun WTP untuk memenuhi kebutuhan air
minum Kota Lhokseumwe.

D. Rencana Pengembangan Drainase


Sistem drainase yang direncanakan adalah system saluran terbuka dan tertutup.
Untuk mengatasi masalah banjir dan genangan di kawasan pusat kota dan permukiman
disekitarnya, telah dibuat reservoir di teluk pusong yang digunakan sebagai kolam
penampungan air sebelum dialirkan ke laut. Reservoir ini dibuat dengan kedalaman 1
meter dibawah permukaan air laut sehingga air limpasan dari kota dapat mengalir ke
reservoir. Saluran primer akan langsung terhubung dengan reservoir teluk pusong.
Untuk saluran sekunder perlu direncanakan ulang secara keseluruhan agar dapat
terkoneksi dengan saluran primer yang telah dibuat.

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 46

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

E. Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan, Peribadatan, Kesehatan


Fasilitas pendidikan untuk tingkat dasar dan menengah saat ini hampir tersebar
merata ke seluruh BWK, namun untuk pendidikan atas dan pendidikan tinggi masih
terpusat di BWK Pusat kota (Kecamatan Banda Sakti) dan BWK Timur (Kecamatan
Blang Mangat). Untuk masa yang akan datang pendidikan tingkat atas harus tersedia di
setiap BWK dan sub BWK.

2.10.6 Rencana Pola Ruang Wilayah Kota


Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai
dengan akhir masa berlakunya RTRW.

2.10.7 Rencana Kawasan Lindung


Kawasan lindung adalah satu ekosistem yang terletak pada wilayah kota yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota,
dan kawasan lain yang menurut perundang-undangan pengelolaannya merupakan
kewenangan pemerintah daerah kota
Di wilayah kota Lhokseumawe tidak terdapat kawasan lindung untuk kelestarian
lingkungan, sumber daya alam dan sumber daya buatan ataupun kawasan bersejarah
baik yang ditetapkan ditingkat provinsi maupun tingkat nasional. Kawasan lindung yang
ada di Kota Lhokseumawe merupakan kawasan perlindungan setempat atau kawasan
penyangga dalam bentuk sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan pipa gas, dan
sempadan listrik tegangan ekstra tinggi. Selanjutnya sesuai dengan isi yang dipaparkan
dalam buku RTRW Kota Lhokseumawe.

2.10.8. Rencana Kawasan Budidaya


Kawasan budidaya adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di Kota Lhokseumawe
terdiri dari:

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 47

Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe

- Kawasan permukiman
- Kawasan perkantoran dan pelayanan jasa
- Kawasan perdagangan
- Kawasan pendidikan
- Kawasan perikanan dan pertanian
- Kawasan wisata

Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe

II - 48

You might also like