Professional Documents
Culture Documents
BAB II
GAMBARAN KONDISI UMUM DAERAH
2.1.
Kondisi Administrasi
Secara administratif, Kota Lhokseumawe dibagi ke dalam 4 (empat) wilayah
kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu
yang merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Muara Dua sejak tahun 2006.
Keempat kecamatan ini melingkupi 9 (sembilan) Kemukiman, dan 68 (enam puluh
delapan) Gampong.
55,90
Km2
II -
TABEL 2.1
LUAS WILAYAH MENURUT KECAMATAN
KOTA LHOKSEUMAWE
No.
Kecamatan
Luas (Km2)
Persentase (%)
1.
Banda Sakti
11,24
6,21
2.
Muara Dua
57,80
31,92
3.
Blang Mangat
56,12
30,99
4.
Muara Satu
55,90
30,87
Jumlah
181,06
100,00
Grafik 2.1
II -
penduduknya adalah 44.431 jiwa (26,11%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah
penduduk 31.212 jiwa (18,34%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di
Kecamatan Blang Mangat, yaitu hanya 21.530 jiwa (12,65 %).
Dibanding tahun 2007, penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2008
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,37%. Pada tahun 2003, penduduk Kota
Lhokseumawe masih berjumlah 150.105 jiwa. Dilihat secara kecamatan, pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi selama kurun waktu 1996 2006 terjadi di Kecamatan
Blang Mangat. Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan ini mencapai 2,97%. Di
Kecamatan Banda Sakti pertumbuhan penduduk sebesar 0,83%, sedangkan di
Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu masing-masing
pertumbuhan penduduk
sebesar 0,43%.
Tabel berikut menyajikan jumlah penduduk di empat kecamatan yang ada di
Kota Lhokseumawe selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2008.
Tabel 2.2
KEADAAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2003 s/d 2008
No.
Kecamatan
1.
Penduduk Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Blang Mangat
16.803
17.857
18.387
18.552
18.744
18.814
2.
Muara Dua
35.956
35.459
35.990
36.505
36.881
36.957
3.
Muara Satu
30.465
30.044
30.494
30.930
31.249
31.468
4.
Banda Sakti
67.932
68.731
69.763
70.569
71.295
71.521
Jumlah
150.105
152.091
154.634
156.556 158.169
158.760
II -
TABEL 2.3
Jumlah Penduduk
(1)
(2)
2010*
2011
2012
2013
2014
170,150
173,747
177,420
181,171
185,001
Tingkat kepadatan penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2008 secara rata-rata
adalah 865 jiwa/km2. Namun distribusi penduduk di masing-masing kecamatan relatif
tidak merata. Kecamatan Banda Sakti merupakan wilayah yang paling padat
penduduknya, yaitu rata-rata mencapai 6.363 jiwa/Km2. Sementara di Kecamatan
Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu masing-masing hanya didiami oleh 639
jiwa, 335 jiwa dan 563 jiwa per kilometer persegi.
Oleh karena itu, dengan proyeksi penduduk kota Lhokseumawe pada tahun 2014
mencapai 185.001 jiwa, diperkirakan konsentrasi penduduk akan semakin lebih besar di
Kecamatan Banda Sakti, kondisi ini berlaku apabila tidak diikuti oleh pengembangan
permukiman dan pengembangan aktifitas-aktifitas ekonomi ke wilayah-wilayah luar
kecamatan Banda Sakti.
TABEL 2.4
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008
No.
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Luas
Wilayah
(Km2)
Rata2 Kepadatan
Penduduk (Jiwa/Km2)
1.
Banda Sakti
71.521
11,24
6.363
2.
Muara Dua
36.957
57,80
639
3.
Blang Mangat
18.814
56,12
335
4.
Muara Satu
31.468
55,90
563
158.760
181,06
865
Kota Lhokseumawe
II -
Selanjutnya, jumlah rumah tangga di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dan
jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.5
Jumlah Rumah Tangga di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Kecamatan
Jumlah
Rumah Tangga
Blang Mangat
Muara Dua
Muara Satu
Banda Sakti
Lhokseumawe
4.830
9.957
7.105
16.839
38.731
Tahu
n
2005
2006
2007
Persentase
Jumlah
Penduduk
Miskin)
15,57
14,25
12,75
Tabel 2.7
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kategori Miskin menurut Kecamatan di
Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh Tahun 2008
Jumlah
Kecamatan
De
sa
(1)
(2)
Blang Mangat
22
Muara Dua
17
Muara Satu
11
Banda Sakti
Lhokseuma
we
18
68
RT
Jiwa
Kategori Miskin
%
RT
Jiwa
RTM
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
4,10
3
7,55
9
7,48
6
14,8
47
33,9
95
18,74
4
36,88
1
31,24
9
71,29
5
158,1
69
2,49
1
3,33
6
2,76
9
4,67
3
13,2
69
9,05
9
13,2
75
11,1
33
18,5
11
51,9
78
60.7
1
44.1
3
36.9
9
31.4
7
39.0
3
II -
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai 51.978 jiwa dengan rumah
tangga miskin mencapai 13.269, dengan persentase rumah tangga miskin mencapai
39,03 persen. Rumah tangga miskin tertinggi terdapat di kecamatan Blang Mangat yang
mencapai 60,71 persen, selanjutnya diikuti dengan kecamatan Muara Dua 44,13 persen,
kecamatan Muara Satu 36,99 persen, dan kecamatan Banda Sakti 31,47 persen.
Sementara pada tahun 2009 BPS belum mempublikasikan data jumlah kemiskinan,
sehingga angka kemiskinan terkini yang dapat ditampilkan hanya angka tahun 2008.
dapat menunjang dan menghambat perkembangan kota dimasa mendatang. Potensi dan
permasalahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Kota Lhokseumawe secara umum sangat dipengaruhi oleh kedudukan tektonik
aktif di patahan yang diakomodasikan oleh gerak convergent miring Lempeng Hindia
Australia dan Lempeng Sunda, dan patahan geser dextral memanjang di sepanjang
Bukit Barisan. Kedua wilayah administrasi ini merupakan wilayah dataran dengan
II -
kemiringan 0-15% yang bebas bencana longsor dan gerakan tanah, sehingga baik untuk
pengembangan kota dan daerah pertanian.
II -
II -
3. Kota Lhokseumawe berada diantara dua patahan (sebelah Timur Utara dan sebelah
Barat Selatan Kota).
4. Berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak + 130 km dari garis
pantai Barat sehingga Kota ini rawan terhadap Tsunami.
5. Kecamatan Banda Sakti sebagai Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Pendidikan di
Wilayah Kota Lhokseumawe, merupakan kawasan yang di kelilingi oleh laut dan
sungai, sehingga rawan bencana gelombang laut.
6. Kota Lhokseumawe, secara khusus Kecamatan Banda Sakti sangat rentan terhadap
kemungkinan ancaman abrasi pantai dan gelombang pasang laut serta luapan sungaisungai.
7. Kerusakan Lingkungan
Kawasan hutan pantai tersebut terus mengalami kerusakan akibat terjadinya
perambahan oleh masyarakat yang tinggal dekat kawasan pantai, sehingga
menimbulkan ancaman abrasi pantai. Dan diperkirakan kerusakan hutan ini setiap
tahunnya terus bertambah. Disamping itu, tekanan pemanfaatan tambang galian C
untuk kegiatan pembangunan di Kota Lhokseumawe, yang utamanya diperuntukan
bagi perumahan, timbunan maupun untuk bahan bangunan. Kondisi tersebut secara
nyata menyebabkan erosi, yang selanjutnya akan mengakibatkan sedimentasi pada
lokasi penambangan, sekaligus menimbulkan tingkat kerawanan lingkungan yang
berbahaya bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan. Belum optimal dan
II -
No.
Kecamatan
1.
Banda Sakti
2.
Muara Dua
4.275
1.505
3.
Blang Mangat
4.209
1.403
4.
Muara Satu
4.212
1.378
Jumlah
13.820
4.286
(%)
(76,33)
(23,67)
II -
TABEL 2.9
PROFIL PENGGUNAAN LAHAN MENURUT JENIS DAN LUAS
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jenis Penggunaan
Permukiman
Industri Pabrik
Persawahan
Pertanian Lahan Semusim
Perairan darat
Perkebunan Rakyat
Alang-alang/semak
Hutan Belukar
Lain-lain
Jumlah
Luas (Ha)
Persentase (%)
10.630
894
3.943
281
687
674
232
643
122
58,71
4,94
21,78
1,55
3,79
3,72
1,28
3,55
0,67
18.106
100,00
II -
b.
c.
Pemerliharaan
kebersihan
dan
keindahan
lingkungan
(masalah
persampahan).
Pembangunan pada sektor tenaga kerja diarahkan untuk mendukung prioritas
pembangunan dengan mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan penanganan
kemiskinan. Kendala atau permasalahan yang dihadapi pada sektor tenaga kerja adalah
masalah konflik yang terjadi di Provinsi Aceh khususnya Kota Lhokseumawe,
kemudian lambatnya pemulihan ekonomi daerah dan penanganan kemiskinan,
lemahnya kapasitas kelembagaan dan fungsi kelembagaan serta kurangnya kesadaran
dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan kerja
Upaya pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membuka lapangan kerja dinilai
sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Hal ini dianggap sangat penting agar tidak
menimbulkan persoalan baru yang dapat mengganggu proses pembangunan daerah pada
masa yang akan datang. Angkatan kerja yang terdidik yang belum mendapat pekerjaan
relatif besar jumlahnya di samping angkatan kerja yang tidak berpendidikan. Serta
terbatasnya keterampilan teknis penguasaan teknologi oleh tenaga kerja.
Penduduk Kota Lhokseumawe yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan pada
tahun 2006 sebanyak 45.261 orang. Empat jenis lapangan pekerjaan
yang paling
II -
TABEL 2.10
PROPORSI PENDUDUK LHOKSEUMAWE MENURUT
JENIS PEKERJAAN TAHUN 2008
NO.
JENIS PEKERJAAN
PROPORSI
(%)
1
1
PNS
8.91
TNI / POLRI
2.33
BUMN
2.67
PERTAMBANGAN / PENGGALIAN
0.34
PENGANGKUTAN / KOMUNIKASI
3.02
2.00
DAGANG / JUALAN
18.98
PERTANIAN
11.86
NELAYAN
12.43
10
BANGUNAN
10.79
11
LAIN-LAIN
26.67
LHOKSEUMAWE
100.00
II -
Tabel: 2.11
ANGKA BEBAN TANGGUNGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE
Penduduk Kelompok Umur
No.
Tahun
0 - 14
Tahun
15 - 64
Tahun
65
Tahun
Angka Beban
Tanggungan
(BDR)
2004
53,548
94,325
4,208
61.23
2005
50,449
100,127
4,058
54.44
2006
48,031
105,163
3,362
48.87
II -
yang
memberikan
sumbangan
terbesar
terhadap
PDRB
Kota
Lhokseumawa tanpa minyak dan gas Atas Dasar Harga Berlaku selama kurun waktu
2004 s/d 2007 adalah Sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu Rp.993.213,13 juta
pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp.1.163.040,33 Juta pada tahun 2005, terus
II -
meningkat pada tahun 2006 menjadi Rp.1.262.746,45 juta dan Rp.1.371.673,98 juta
pada tahun 2007.
Selanjutnya Sektor Pertanian menduduki posisi kedua sebagai penyumbang
PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku tanpa Minyak dan Gas, pada
Tahun 2004 kontribusinya sebesar Rp.365.913,06 Juta naik menjadi Rp.388.711,65 pada
tahun 2005, Rp.417.173,19 Juta pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 meningkat
menjadi sebesar Rp.442.249,87 Juta.
Sektor Angkutan dan Komunikasi menjadi kontributor ketiga terhadap PDRB
Kota Lhokseumawe tanpa minyak dan gas. Pada tahun 2004 kontribusi sektor ini
sebesar Rp.205.152,82 Juta meningkat menjadi Rp.235.433,67 Juta pada tahun 2005,
pada tahun 2006 dan 2007 peranan sektor ini terus menunjukkan peningkatan masingmasing Rp.257.428,40 juta dan Rp.281.784,80 Juta.
Sementara itu Sektor Bangunan menduduki posisi keempat sebagai kontributor
PDRB Kota Lhokseumawe, dimana sektor ini pada tahun 2004 memberikan kontribusi
sebesar Rp.192.311,23 Juta. Pada tahun 2005 sumbangan sektor ini sebesar
Rp.215.699,34 Juta, tahun 2006 sebesar Rp.240.956,55 Juta dan pada tahun 2007
menjadi Rp.267.320,82 Juta.
Kontributor kelima PDRB Kota Lhokseumawe adalah sektor Jasa, dimana
kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp.185.873,18 Juta, tahun 2005 sebesar
Rp.211.166,47 Juta, tahun 2006 sebesar Rp.233.024,01 Juta dan pada tahun 2007
sebesar Rp.261.863,45 Juta. Selanjutnya sektor Industri Pengolahan merupakan
kontributor keenam diikuti oleh Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
sebagai kontributor ketujuh, Sektor Pertambangan dan Penggalian; dan Sektor Listrik,
Gas dan Air Minum masing-masing menjadi kontributor kedelapan dan kesembilan
terhadap PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku tanpa minyak dan gas.
Untuk lebih jelasnya kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Kota
Lhokseumawe selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada tabel
berikut.
II -
Tabel 2.12
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2005 2008 (Juta Rupiah)
NO.
LAPANGAN USAHA
1.
2.
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Angkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Jasa
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
TOTAL PDRB
2005
2006
2007
2008
388.711,65
417.173,19
442.249,87
468.293,99
12.164,09
13.009,59
14.015,21
14.705,68
97.531,38
105.410,41
111.660,95
119.133,95
3.624,23
3.811,05
4.018,58
4.257,44
215.699,34
240.956,55
267.320,82
314.495,62
1.163.040,33
1.262.746,45
1.371.673,98
1.601.558,63
235.433,67
257.428,40
281.784,80
351.442,90
24.419,54
(29.518,55)
64.972,51
99.775,07
211.166,47
233.024,01
261.863,45
280.608,58
2.351.790,70
2.504.041,10
2.819.560,17
3.254.271,86
II -
LAPANGAN USAHA
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Angkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Jasa
TOTAL PDRB
2005
2006
2007
2008
266.029,48
270.984,49
275.010,02
278.543,28
7.421,45
7.649,84
7.932,32
8.206,40
70.444,76
73.125,13
74.678,26
76.638,73
1.857,54
1.912,57
1.983,19
2.131,68
129.847,50
137.406,66
141.456,66
145.245,76
702.668,01
750.086,82
783.178,17
811.889,06
159.694,06
166.965,75
171.713,47
177.175,86
18.372,29
(6.187,80)
34.420,01
50.500,14
134.888,53
1.491.223,62
137.851,75
1.539.795,21
142.578,62
1.632.950,72
220.406,87
II -
II -
No.
Sektor
2005
2006
2007
2008
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
A.
1
2
B.
3
4
5
C.
6
7
8
9
Primer
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Sekunder
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Minum
Bangunan
Tersier
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
3,61
3,50
0,11
81,17
79,12
0,03
2,02
15,22
10,47
2,27
0,43
2,04
4,46
4,32
0,13
75,38
72,65
0,04
2,69
20,17
14,03
3,01
0,62
2,51
4,,99
4,83
0,15
71,68
68,48
0,04
3,16
23,33
16,09
3,57
0,84
2,83
5,36
5,20
0,16
68,74
65,20
0,05
3,49
25,90
17,78
3,90
1,11
3,11
TOTAL PDRB
100,00
100,00
100,00
100,00
II - 20
Grafik 2.4
Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe dengan Minyak dan Gas
Periode 2005-2008 (Persen)
Jika ditinjau struktur perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa minyak dan gas
pada tahun 2008 kelompok sektor tersier menduduki posisi utama dalam perekonomian
daerah ini dengan kontribusi sebesar 71,70 persen. Kontribusi yang diberikan juga
meningkat setiap tahunnya dalam periode 2005-2008.
Kelompok tersier ini lebih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran dimana pada tahun 2008 kontribusi yang diberikan oleh sektor ini hampir
setengah dari total PDRB tanpa migas yaitu sebesar 49,21 persen. Disamping itu sektor
ini mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya, dimana pada thaun 2005
sektor perdagangan, hotel dan restor memberikan kontribusi sebesar 48,15 persen.
Sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga termasuk pada kelompok tersier
pada periode 2005-2008 memberikan kontribusi yang hampir sama setiap tahunnya
yaitu berkisar antara 10,5-10,92 persen. Sektor ini termasuk peringkat ketiga terbesar
peranannya dalam PDRB setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotal dan
restoran.
Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar perannya dalam
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe setelah kelompok tersier pada posisi pertama.
Pada tahun 2008 kelompok primer ini membeikan kontribusi sebesar 14,84 persen.
Namun kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2005
kontribusi dari kelompok ini mencapai 16,60 persen.
II -
Peranan ekonomi terbesar ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari
sektor industri yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih
serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih memberikan kontribusi sebesar
13,46 persen pada tahun 2008.
Tabel 2.15
Kontribusi Kelompok Sektor Perekonomian tanpa Minyak dan Gas
Periode 2005 2008 (Persen)
No.
Sektor
2005
2006
2007
2008
(1)
A.
B.
C.
(2)
(3)
16,60
13,45
69,95
(4)
15,67
13,43
70,91
(5)
15,24
13,51
71,26
(6)
14,84
13,46
71,70
TOTAL PDRB
100,00
100,00
100,00
100,00
Primer
Sekunder
Tersier
c. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan ekonomi fiskal yang
terjadi di suatu kawasan seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri,
perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi
kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada dan berbagai perkembangan lainnya.
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe
II - 22
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Rata-rata (%)
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009.
*) Angka Sementara
3,36
II - 23
Grafik 2.6
d.
Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator untuk menilai stabilitas ekonomi suatu
daerah melalui analisa tingkat daya beli masyarakat dan perkembangan harga barang
dan jasa secara umum.
Persoalan inflasi menimbulkan dampak atau akibat yang buruk kepada
masyarakat. Akibat buruk yang paling nyata ialah kemerosotan pendapatan riil yang
II - 24
TAHUN
ANGKA INFLASI
(%)
1.
2004
7,12
2.
2005
17,57
3.
2006
11,47
4.
2007
4,18
5
2008
13,78
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009
Grafik 2.8
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe
II - 25
e.
umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah
daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah Kota Lhokseumawe yang
dianggarkan dalam APBK merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2008 tentang
Peta Kapasitas Fiskal Daerah, Kota Lhokseumawe termasuk kota yang memiliki
kapasitas fiskal tinggi. Pendapatan Kota Lhokseumawe sebagian besar bersumber dari
Dana Perimbangan yang rata-rata 90,87% setiap tahunnya dari total pendapatan,
sedangkan pendapatan Kota Lhokseumawe yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah hanya 5.54% setiap tahunnya, dan yang bersumber dari Pembiayaan rata-rata
sebesar 2,91% setiap tahunnya dari total pendapatan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan penerimaan dalam pembiayaan serta pendapatan asli daerah, diperlukan
arahan dan kebijakan pendapatan daerah yang lebih kreatif, transparan dan akuntable
agar potensi sebenarnya pendapatan daerah dapat dioptimalkan, tanpa mendistorsi
ekonomi dan tidak menambah beban kepada masyarakat.
Trend nominal pendapatan Kota Lhokseumawe selama 3 tahun terakhir (2006
sampai dengan 2009) mengalami kenaikan, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan
II - 26
yang drastis dibandingkan dengan tahun 2009, hal ini terjadi disebabkan berkurangnya
Dana Perimbangan dari pusat.
Kemudian untuk tingkat pertumbuhan pendapatan daerah pada tahun 2007
cukup tinggi yaitu sebesar 19,6% kemudian turun pada tahun 2008 sebesar 6%,
sedangkan pada tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup jauh yaitu sebesar -2,2%,
kemudian pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan pendapatan kota terjadi penurunan
sangat drastis yaitu sebesar -99,9%, hal ini dikarenakan pencatatan realisasi baru
sampai bulan januari sehingga pertumbuhan belum bisa dihitung secara akurat. Untuk
menggambarkan tingkat pertumbuhan pendapatan hanya bisa dilihat dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2009 saja.
Dari data ringkasan target dan realisasi pada tahun 2006 s/d 2009 menunjukkan
bahwa kemampuan keuangan daerah kecenderungannya juga terus menurun selama 3
tahun terakhir, hal ini ditunjukkan melalui dua indikator derajat desentralisasi fiskal dan
kemandirian keuangan daerah. Untuk lebih jelasnya ringkasan pendapatan Kota
Lhokseumawe sejak tahun 2006 s/d 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.
II - 27
II - 28
Tabel 2.19
Jumlah PAD Per Kapita Kota Lhokseumawe
Tahun 2006-2010
Tah
un
2006
2007
2008
2009
2010
Jumlah PAD
(Rp)
15,542,6
92,042
20,355,5
60,371
25,404,5
71,421
25,658,3
18,385
26,080,9
80,000
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jumlah PAD
Per Kapita
156,556
9,278.801
9
12
158,169
8,695.006
158,760
0,018.716
159,239
61,130.87
170,150
53,282.28
16
1
1
Tabel 2.20
Perkembangan Jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
Tahun Anggaran 2008-2010
Tahun
2008
2009
2010
Jumlah SILPA
(Rp)
81.054.774.630
45.137.047.326
1.106.713.066
II - 29
II - 30
Grafik 2.9
Persentase Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010
Grafik 2.10
Trend Nominal Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total belanja Kota Lhokseumawe dari
tahun 2006 sampai dengan 2010 sangat berfluktuasi. Pada tahun 2006 total belanja
daerah sebesar Rp.338.853.346.623,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung sebesar Rp.122.070.296.112,- atau 36,02% dan untuk belanja langsung sebesar
Rp.216.783.050.511,- atau sebesar 63,98%. Pada tahun 2007 total belanja Kota
Lhokseumawe sebesar Rp.465.148.020.005,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung 42,94% atau sebesar Rp.199.756.568.214,- dan untuk belanja langsung
sebesar Rp.265.391.451.791,- atau 57,06%. Kondisi dua tahun tersebut (2006 dan 2007)
II -
tahun
2010
total
belanja
Kota
Lhokseumawe
turun
sebesar
Rp.95.322.913.760,- dari tahun 2009. Total belanja belanja pada tahun ini sebesar
Rp.374.097.274.673 dan pengalokasiannya sangat didominasi oleh belanja tidak
langsung yaitu 65,86% atau sebesar Rp.246.362.829.231,- sedangkan belanja langsung
hanya sebesar Rp.127.734.445.442,- atau 34,14%.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa total belanja Kota Lhokseumawe sejak
dua tahun terakhir (2009-2010) terus mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari
kemampuan Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menggali sumber-sumber
pendapatan daerah. Dari sisi pengalokasian belanja menunjukkan bahwa sejak tiga
tahun terakhir (2008-2010), alokasi belanja lebih didominasi oleh Belanja Tidak
Langsung.
2.7 Kesehatan
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus
secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi
(terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)
kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Secara garis besar,
II - 32
upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan
masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
Pembangunan kesehatan di Kota Lhokseumawe diarahkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meningkatkan mutu sumber daya manusia dan produktifitas yang
dapat meningkatkan taraf hidup. Salah satu tolok ukur keberhasilan adalah
meningkatnya derajat kesehatan yang optimal dan islami yang memungkinkan setiap
individu hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomis dengan menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat kesakitan, menurunnya kasus kekurangan gizi
pada usia bayi, balita, usia produktif, dan kelompok usia rentan lainnya.
Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam
pelaksanaan kesehatan dibutuhkan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke
paradigma sehat.
Dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Pemerintah Kota Lhokseumawe
bersifat kolaboratif. Artinya, instansi teknis harus berkolaborasi dengan berbagai pihak
yang lain untuk mencapai apa yang telah menjadi visi dan misinya. Kolaborasi tersebut
antara lain dilakukan dengan penduduk atau masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Lhokseumawe, stakeholder atau pemangku
kepentingan, maupun dengan organisasi-organisasi yang lain. Dalam hubungan
kolaborasi tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi bagian penting, misalnya
Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe
II - 33
responsivitas personal maupun kolektif terhadap visi dan misi, responsivitas institusi
terhadap masyarakat atau pelanggan, bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan,
serta bagaimana melakukan inovasi sosial. Pada keseluruhan proses tersebut, peran dari
seorang pemimpin (bridging leader) yang mampu menjembatani sangatlah penting.
Dalam menjembatani antara pencapaian visi misi dengan langkah-langkah yang
dilakukannya, menjembatani organisasinya dengan masyarakat, stakeholder, organisasi
lain, maupun elemen-elemen lain di luar organisasinya, serta menjembatani antara
berbagai kelompok yang ada pada masyarakatnya.
Membangun dan Mewujudkan Kota Lhokseumawe yang Islami, Makmur, Sejahtera dan
Beradat ( Bersih, Aman dan Tertib )
Adapun penjelasan dari visi pemerintah Kota Lhokseumawe tahun 2007-2012 sebagai
berikut :
1.
pelaksanaan,
pengawasan,
dan
evaluasi
pembangunan.
II - 34
3.
Beradat (bersih, aman, tertib) adalah kehidupan dan dinamika Kota Lhoksumawe
yang selalu menampilkan kondisi bersih, aman dan tertib
Makmur
dan
sejahtera
adalah
pembangunan
yang
dapat
mewujudkan
B. M i s i
Untuk mencapai segala apa yang dicita-citakan sebagaimana terkandung dalam
visi diatas, maka ditetapkan misi sebagai berikut :
1.
Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa barang dan jasa publik meliputi
akses terhadap pelayanan air minum, kesehatan dan pendidikan;
2.
3.
4.
Mendorong
pengembangan
sektor-sektor
ekonomi
kerakyatan
meliputi
perdagangan, jasa, industri dan pariwisata guna memperluas kesempatan kerja dan
peningkatan daya beli masyarakat;
5.
Meningkatkan
pembangunan
politik
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
7.
II - 35
Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Lhoseumawe. Nama Satuan Kerja Perangkat Kota
(SKPK) Lhokseumawe yang terlibat langsung adalah Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan Kota Lhokseumawe.
Adapun bagan Struktur Organisasi dari masing-masing dinas/badan adalah
sebagai berikut :
II - 36
Struktur 2.1. Organisasi Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Lhokseumawe
II - 37
II - 38
Struktur 2.3. Organisasi Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe
II - 39
II - 40
II - 41
2.10
II - 42
II - 43
II - 44
Selatan Kota meliputi Kecamatan Muara Dua dengan pusat BWK di Blang Weu Baroh
yang juga melayani sebagian wilayah BWK Timur Kota terutama yang berbatasan
dengan Kecamatan Kuta Makmur Aceh Utara.
2.10.5 Rencana sistem jaringan prasarana kota
A. Rencana Pengembangan Jalan
Jaringan jalan akan dikembangkan untuk meningkatkan dan membuka akses
daerah-daerah terbelakang, antara lain:
Jalan Lingkar Kota (inner ringroad), dari Loskala ke Pusong Baru dan terhubung
langsung dengan jembatan Pusong - Kandang yang saat ini masih dalam tahap
perencanaan. Jalan ini berfungsi sebagai jalan kolektor primer untuk mengurangi beban
jalan utama saat ini dan untuk menampung bergerakan lalu lintas disepanjang kawasan
yang dilaluinya.
Jalan Utama Kota, dari Cunda (simpang Buloh) Line Pipa (Blang Weu Panjoe).
Jalan ini direncanakan berfungsi sebagai jalan kolektor primer yang menghubungkan
kawasan utara dan selatan serta meningkatkan akses masyarakat di bagian selatan
menuju ke pusat kota
II - 45
II - 46
II - 47
- Kawasan permukiman
- Kawasan perkantoran dan pelayanan jasa
- Kawasan perdagangan
- Kawasan pendidikan
- Kawasan perikanan dan pertanian
- Kawasan wisata
II - 48