You are on page 1of 22
BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Skizofrenia Gangguan-gangguaan psikis yang sekarang dikenal sebagai Skizofrenia , untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai ‘demence prococe’ atau gangguan mental dini oleh Benedict Muller (1809-1873), Seorang kebangsaan Belgia pada tahun 1860 - Konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraeplin (1856-1926), seorang psikiater Jerman pada tahun 1893. Kraeplin menyebutnya dengan istilah dementia praecox. Istilah dementia praecox berasal dari bahasa latin “dementis” dan ‘precociuss”, mengacu pada situasi di mana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan kemampuaan-kemampuan mentalnya sejak dini, Menurut Kraeplin, dementia praecox merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran , perasaan, dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraeplin tentang dementia praecox ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi dan tingkah laku yang aneh> Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater Swiss, memperkenalkan istilah Skizoftenia . Istilah ini berasal dari bahasa Yunani schizos artinya terbelah, terpecah, dan phren artinya pikiran. Secara harafiah, Skizofienia berarti pikiran/jiwa yang, terbelab/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola perilaku,yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasa, dan afeksi, Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya (Rathus,et al.,11991;et al., 1994) * PPDGJ II menempatkan Skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional, Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang non organis sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjusment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar,bahkan sering terputus sama sekali dengan realitas hidup, lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial. Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan atau mengancam keselamatan orang lain dan dirinya sendiri, yang secara hukum di sebut gila 2.2. Klasifikasi Skizofrenia Adapun klasifikasi Skizofrenia adalah sebagai berikut :°** 2.2.1. . Skizofrenia Paranoid Simptom utamanya adalah adanya waham kejar atau waham kebesaran di mana individu merasa di kejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara sensitif dan egosentris seolah olah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Tipe paranoid biasanya memiliki pikiran yang tidak rasional yang tidak dapat dibantah (waham) yang sangat dominan 2.2.2. Skizofrenia Hebephren (Hebefrenik) Tipe Hebefrenik merupakan tipe yang paling parah. Di sini, penderita mengalami kemunduran secara mental dan kembali seperti kehidupan seorang anak- anak. Perilakunya pun menjadi seperti anak-anak, misalnya melingkarkan tubuh, mengompol di sembarang tempat, berdiam diri, dan tidak mau berkomunikasi dengan siapapun 2.2.3, Skizofrenia Catatonic (Katatonik) Dibandingkan dengan tipe jenis skizofrenia lainnya, tipe ini serangannya berlangsung jauh lebih cepat. Aktivitasnya jauh berkurang dibandingkan waktu normal. Pada individu terjadi stupor, dimana individu diam, tidak mau berkomunikasi, kalau berbicara suaranya monoton, ekspresi mukanya datar, makan dan berpakaiam harus dibantu dan sikap badannya anh yaitu biasanya tegang/kaku seperti serdadu dan biasanya dipertahankan untuk waktu yang lama Penderita skBofrenia katatonik yang parah biasanya di tempat tidur, tidak mau berbicara, jorok, makan-minum dipaksa, dan apabila mata terbuka biasanya akan terpaku pada satu titik, tidak berkedip, dan ekspresi kosong Penderita bersikap negatif (negatifistic), dimana penderita tidak ada tertarik sama sekali terhadap sekelilingnya, tanpa Kontak sosial, dan membisu dalam waktu yang lama, se 10 2.2.4 Skizofrenia Tak Tergolongkan (Undiferentiated) Penderita mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan kekacauan berat, namun tidak cocok dikategorikan ke dalam salah satu dari tipe Paranoid dan Katatonik dan Hebefrenik 2.2.5. Depresi Pasca Skizofrenia Kriteria umum dari Skizofrenia masih ditemukan dalam 12 bulan terakhir atau episode depresi masih tetap ada setelah pasien dinyatakan sembuh dari penyakitnya 2.2.6. Skizofrenia Residual Ini adalah keadaan residual yang menahun dari Skizofrenia dengan gejala- gejala ulang tidak lengkap lagi (di bidang halusinasi, waham dan proses berpikir) dalam beberapa hal waham tersebut teselubung atau terbatas sehingga tidak mengakibatkan gangguan pada tingkah laku. Keadaan ini biasanya terjadi setelah adanya beberapa kali serangan Skizofrenia khas Dalam keadaan itu, pasien mungkin mengadakan hubungan sosial dengan cukup wajar 2.2.7. Skizofrenia Simplex Simptom utamanya adalah apatis, yaitu seolah tidak memiliki kepentingan untuk diri sendiri. Bahkan, sering harus diberikan pengertian tentang hal-hal yang menjadi Kebutuhannya. Penderita biasanya berkeinginan untuk berbaring, malas- malasan, jorok,tidur-tiduran, jarang mandi, motorik lamban,dan jarang berbicara Sering berperilaku yang amoral, misalnya memaki-maki orang yang sedang lewat, memainkan alat kelaminnya. 2.2.8. Skizofrenia yang lainnya. Selain gambaran gejala Klinis Skizofrenia yang jelas dengan pengelompokan tersebut di atas ada pula pengelompokan gangguan yaitu gangguan Skizofreniform (episode Skizofrenik akut), Skizofrenia latent, gangguan skizoafektif. 2.2.9. Skizofrenia Tak Terinei Tipe ini merupakan tipe buangan yang tidak termasuk dalam tipe manapun. 2.3. Penyebab Skizoftenia Hingga saat ini banyak orang beranggapan bahwa penyakit mental merupakan akibat dari dosa-dosa yang diperbuat manusia, karena itu masyarakat menanggapi para penderita mental dengan rasa takut atau dengan jijik. Oleh sikap yang kelirutersebut,program umun mengenai kesehatan mental bagi rakyat pada umumnya belum mendapatkan tanggapan yang baik. Bahkan ada kalanya mendapat tanggapan negatif berwujud prasangka,ketakutan, ketakhayulan, dan anggapan — anggapan misterius mengenai penyakit mental sebagai akibat perbuatan-perbuatan roh-roh ? Sampai saat ini penyebab dari gangguan Skizofrenia ini masih belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang berpengaruh untuk timbulnya gangguan Skizofrenia ini seperti faktor genetik, faktor kepribadian, sosial ekonomi yang rendah, trauma waktu lahir dan sebagainya."* 2.3.1, Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyakit Skizofrenia a. Umur dan Jenis Kelamin Skizofrenia mempunyai prevalensi yang hampir sama pada pria dan wanita. Tetapi kedua jenis kelamin ini menunjukkan perbedaan permulaan dan perjalanan penyakitnya, Laki-laki mempunyai permulaan Skizofrenia yang lebih cepat daripada wanita, Lebih separuh penderita Skizofrenia adalah laki-laki.Umur puncak untuk terjadinya Skizofrenia pada laki-laki antara 15-25 tahun, sedang pada wanita 25-35 tahun.Onset Skizofrenia , sebelum umur 10 dan sesudah umur 50 tahun adalah jarang terjadi. Lebih kurang dari 90 % pasien Skizofrenia yang dirawat dalam RSJ adalah berumur antara 15-55 tahun,.°"" b. Status Perkawinan Dalam beberapa penelitian didapat bahwa status perkawinan mempunyai hubungan dengan resiko terjadinya penyakit skizofrenia. Resiko Skizofrenia lebih tinggi pada orang yang belum kawin, perbandingannya dengan yang sudah kawin adalah 7,2 :2,6, Wanita yang lebih cepat menikah dari laki-laki mempunyai onset lebih lambat untuk terkena Skizofrenia ° c. Faktor Budaya dan Sosial ekonomi. Lebih banyak penderita Skizofrenia menduduki kelas sosial rendah. Penelitian yang dilakukan di China periode tahun 1961-1963 didapat masyarkat yang sosial ekonominya rendah prevalensi penderita Skizofrenia 2,1 per 1000 penduduk sedangkan yang sosial ekonominya tinggi prevalensinya 0,8 per 1000 penduduk . ° a. Stres Telah lama diduga bahwa stres mempunyai hubungan penting dalam onset skizofrenia . Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Birley pada tahun 1968 ditemukan bahwa ada hubungan stres dengan meningkatnya onset Skizofrenia .° £. Psikososial Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang meyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuain diri (adaptasi) untuk menanggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul. Namun tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mampu menanggulangi sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan, antara lain berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah Skizofrenia. Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud dapat digolongkan sebagai berikut:* i, Perkawinan Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan , perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya ii, Problem orangtua Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik baik antara mertua, ipar, besan dan sebagainya. Permasalahan tersebut dia atas bila tidak dapat diatasi oleh yang bersangkutan dapat merupakan sumber stress yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh sakit iii, Hubungan interpersonal (antar pribadi) Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik atau konflik kekasih, konflik dengan rekan sekerja, konflik antara atasan dan bawahan dan lain sebagainya. iv. Pekerjaan Masalah pekerjaan dapat merupakan sumber stress pada diri seseorang yang bila tidak dapat diatasi yang bersangkutan dapat jatuh sakit v. Lingkungan hidup Faktor lingkungan hidup tidak hanya dilihat dari lingkungan itu bebas polusi, sampah dan lain sejenisnya tetapi terutama kondisi lingkungan sosial di mana seseorang itu hidup . Beberapa contoh masalah lingkungan hidup yang dapat menjadi stresor pada diri seseorang antara lain masalah perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan (kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa aman dan tidak terlindungi membuat jiwa seseoang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya tahan seseorang menurun sehingga jatuh sakit vi. Keuangan Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain sebagainya vii. Hukum Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupkan sumber stress pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya viii. Perkembangan Yang dimaksud dengan masalah pekembangan di sini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan lain sebagainya. Kondisi setiap perubahan fase- fase perkembangan tersebut di atas tidak selamanya dapat dilampaui dengan baik, ada sementara orang yang tidak mampu sehingga jatuh sakit karenanya ix. Penyakit fisik atau cedera Sumber stress yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang antara lain penyakit (terutama penyakit kronis ), jantung, kanker, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain-lain x. Faktor keluarga Yang dimaksud di sini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orang tua) xi. Lain-lain Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan gangguan kejiwaan (sress pasca trauma) adalah antara lain bencana alam, buru-hara, peperangan, kebakaran, perkosaan, kehamilan di luar nikah, aborsi dan lain sebagainya Usaha-usaha psikiater saat ini adalah untuk mengurangi angka kekambuhan dengan cara mengurangi faktor risiko untuk terjadinya kekambuhan. Untuk tujuan menurunkan faktor risiko, pelu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan kekambuhan, satu diantaranya adalah faktor psikososial. Apabila faktor yang mempengaruhi kekambuhan Skizofrenia diketahui, akan dapat dibuat rencana penatalaksanaan penderita Skizofrenia Menurut Kaplan ada tiga kemajuan besar berkenaan dengan Skizofrenia Pertama mengenai faktor organik yang betanggung-jawab pada Skizofrenia, yaitu sistem limbik. Kedua, beberapa obat yang efektif terhadap gejala negatif. Ketiga meningkatnya ketertarikan terhadap faktor psikososial yang berpengaruh dalam Skizofrenia seperti pengaruhnya pada onset, kekambuhan dan dampak pengobatan Di samping itu, faktor psikososial juga memainkan peranan penting dalam perkembangan gangguan Skizofrenia. Banyak peneliti yang menemukan berbagai faktor psikososial yang mempengaruhi kekambuhan Skizofrenia .Ditemukan juga faktor-faktor yang menguntungkan tethadap perjalanan gangguan Skizofrenia misalnya penerimaan keluarga, serta kemampuan komunikasi keluarga dengan penderita Skizofrenia Kemungkinan kekambuhan juga dapat dikurangi dengan jalan mengontrol ketidaktaatan minum obat, lingkungan keluarga, stress kehidupan,.° Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab Skizofrenia ,yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), pendekatan psikodinamik, pendekatan teori belajar.* 2.3.2. Pendekatan Biologis a. Faktor Genetik. Seperti halnya psikosis lain,skizoftenia nampaknya cenderung berkembang lewat keluarga, penelitian terhadap munculnya Skizofrenia dalam keluarga biasanya diadakan dengan mengamati penderita Skizofrenia yang ada di RSJ dan kemudian meneliti tentang perkembangan kesehatannya serta mencari keterangan dari berbagai fihak untuk menentukan bagaimana Skizofrenia dan _psikosis lainnya muncul di antara keluarga penderita. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa resiko timbulnya psikosis, termasuk Skizoffenia sekitar empat kali lebih besar pada hubungen keluarga tingkat pertama (saudara kandung,orang tua,anak kandung) dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya Semakin dekat hubungan genetis antara penderita Skizofrenia dan anggota keluarganya,semakin besar kemungkinan untuk terkena Skizofrenia Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan terkena Skizofrenia dapat ditularkan secara genetis akan tetapi juga melalui pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita Skizofrenia dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya. hal ini menimbulkan persoalan tentang mana yang lebih berpengaruh : genetis atau lingkungan. Untuk membedakan hal tersebut, para ahli mengusahakan suatu penelitian terhadap anak kembar. Hasil penelitian terhadap anak kembar belum dapat membedakan pengaruh genetis dan pengaruh lingkungan karena anak kembar biasanya dibesarkan bersama Oleh karena itu apabila anak yang orang tuanya menderita Skizofrenia maka ada tiga kemungkinan jawaban : a) Thu atau ayah yang menderita Skizofrenia mungkin menularkannya secara genetis b) Anak hidup dalam lingkungan tertentu yang diciptakan oleh orang tua c) Anak itu menderita Skizofrenia akibat dari faktor genetik dan lingkungan yang menekan.* b. Otak Sekitar 20-30% penderita Skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak. Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imagins ) memperlihatkan bahwa sebagian penderia Skizofrenia memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan serebrospinal ) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika ventrikel lebih besar dari normal, jaringan otak pasti lebih kecil dari normal. Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. beberapa penelitian memperlihatkan bahawa lobus frontalis,lobus temporalis,dan hipotalamus yang lebih kecil pada penderita Skizofrenia . Penelitian dengan PET (Positron Emission Topography) yaitu pengamatan terhadap metabolisme glukosa pada saat seseorang sedang _mengerjakan tes psikologi, pada penderita Skizofrenia memperlihatkan tingkat metabolisme yanga rendah pada lobus frontalis. Kelainan syaraf ini dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk otak. Infeksi ini dapat terjadi selama perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa awal perkembangan seseorang, pertanyaan yang muncul adalah mengapa psikosis ini baru muncul pada masa dewasa. Weinberger(dalam Davidson, et al., 1994) mengatakan bahwa luka pada bagian otak saling mempengaruhi dengan proses perkembangan otak yang normal. Lobus frontalis merupakan struktur otak yang terlambat matang,khususnya pada usia dewasa. Dengan demikian, luka pada daerah tersebut belum berpengaruh pada masa awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam perilaku.* 2.3.3. Pendekatan Psikoanalisa Perkembangan kepribadian individu menurut Freud (dalam Kartono,1989:21) akan sangat ditentukan oleh perkembangan psikososial di masa kanak-kanaknya Apabila anak terus-menerus mengalami frustasi,mendapatkan cinta kasih, atau sebaliknya terlalu dimanjakan secara berlebihan,ia akan mengalami keberhentian dan kerugian dalam perkembangan kepribadiannya,yang disebut dengan proses fiksasi. Anak akan mengembangkan bermacam-macam sikap ‘yang immature atau tidak matang dan tingkah laku yang abnormal. Pola kepribadian yang demikian tidak jarang terus berlarut-larut dan dapat menjadi predisposisi terjadinya gangguan abnormalitas perilaku dimasa berikutnya Pada Skizofrenia, pola kepribadian immature yang berkaitan dengan impuls seksual dan agresi merupakan predisposisi untuk menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya gangguan Skizofrenia lebih lanjut biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai peristiwa pencetus.‘ 2.3.4, Pendekatan Teori Belajar Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner menerangkan tingkah laku Skizofrenia sebagai hasil proses belajar lewat pengkondisian dan pengamatan Seseorang belajar untuk ‘menampakkan’ tingkah laku Skizoffenia bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk diperkuat-daripada tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulus sosial . Skizofrenia mungkin timbul oleh karena lingkungan tidak memberi penguatan akibat pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan tidak memberi penguatan akibat pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal, Bersamaan dengan itu, mereka akan semakin menyesuaikan iri dengan stimulus pribadi atau _idiosinkratis. Selanjutnya,orang-orang akan melihat bahwa sebagai orang aneh sehingga mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat tingkah laku aneh, Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan dari orang lain berupa perhatian dan simpati.* 20 2.4. Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif. 2.4.1, Gejala Positif Skizofrenia Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal), Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan (stimulus), Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya. g. Menyimpan rasa permusuhan 2.4.2. Gejala Negatif Skizofrenia a Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. 21 b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). cc. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam. 4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. e. Sulit dalam berpikir abstrak £ Pola pikir stereotif. g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas. 2.5. Kriteria Diagnostik Skizofrenia * Secara klinis untuk megatakan apakah seseorang itu menderita Skizofrenia atau tidak maka diperlukan kriteria diagnostik sebagai berikut 2.5.1. Paling sedikit terdapat 1 dari kriteria di bawah ini selama satu fase penyakit: a. -Delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tak masuk akal), dan tidak berdasarkan kenyataan b. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu memberi komentar tentang tingkah laku atau pikirannya c. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu atau dua kata dan tidak ada hubungannya dengan kesedihan (depresi) atau kegembiraan (euforia) d. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan ) pikiran yang jelas, jalan pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang kacau, atau 22 kemiskinan pembicaraan yang disertai afek yang tumpul mendatar dan tidak serasi, kekakuan dan tingkah laku yang sangat kacau, 2.5.2. Deteriorasi (kemunduran/kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian (adaptasi) dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan dirinya 2.5.3. Jangka waktu: gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus selama paling sedikit 6 bulan dalam suatu periode di dalam kehidupan seseorang, 2.6. Pengobatan. Pengobatan yang universal untuk skizofrenia belumlah ada oleh karena penyebab yang pasti dari Skizofrenia belumlah diketahui secara jelas. Terapi yang dilakukan pada penderita Skizofrenia antara lain.* 2.6.1. Terapi Biologis. a, Penggunaan Obat Antipsikosis. Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk meredakan gejala Skizofrenia smemperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit jiwa dan mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut bukan untuk penyembuhan menyeluruh kebanyakan pasien harus melanjutkannnya dengan perbaikan dosis pengobatan agar dapat berfungsi di luar rumah sakit Obat-obat yang digunakan di Indonesia pada tahun terakhir ini seperti clozapine, risperiodone, olanzepin, iloperidol, diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik terutama bagi yang sudah resisten dengan obat-obat yang lama. Namun obat-obat anti Skizofrenia ini memiliki harga yang cukup tinggi, sementara penderita Skizofrenia di Indonesia kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah dan biasanya menggunakan obat-obatan klasik (generik). 23 b. Terapi Elektrokonvulsif. Electro Convulsif Therapy di singkat dengan ECT, juga dikenal sebagai terapi elektroshochk atau kejang listrik. ECT telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien.Namun sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Upaya untuk memperpendek jangka perawatan di RSJ selain penggunaan neuroleptika juga digunakan ECT. Tsio et.al menyatakan bahwa dengan ECT disamping neuroleptika , penderita psikosis akut hanya memerlukan perawatan di rumah sakit rata-rata 15,7 hari, sedangkan tidak menggunakan ECT rata-rata memerlukan 20,9 hari." 2.6.2. Psikoterapi. Psikoterapi ialah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis,beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan_perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik individu atas motif dengan konflik yang tidak disadari Gejala- gejala gangguan Skizofrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan didalam maupun di luar RSJ menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan petugas kesehatan terkondisi untuk menangani Skizofrenia dengan obat saja selain terapi ECT. Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap muka yang rutin dengan pasien jarang dilakukan.* 24 a.Terapi Psikoanalisa. Terapi psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuannya adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk mengendalikan kecemasannya. Hal yang paling penting pada terapi ini adalah mengatasi hal-hal yang dirasakan pada saat penderita Skizofrenia sedang tidak kambuh.* b.Terapi Perilaku (behavioristik) Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku(misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabal semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut Secara umum terapi ini juga bermaksud secara Jangsung membentuk dan mengembangkan perilaku penderita Skizofrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk berperan dalam masyarakat.* 2.6.3. Terapi Humanistik a.Terapi Kelompok Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan, orang lain, yang dapat menyebabkan sesorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain , mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukan telat dan tidak sesuai dengan dunia empiris, dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan bagi pasien Skizofrenia khususnya.* 25 b. Terapi Keluarga. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari RSJ dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali diusahakan tidak kembali Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan- perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan Fallon ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang- kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita dibandingkan dengan terapi secara individual 2.7. Pencegahan Pengobatan penyakit jiwa merupakan suatu usaha yang sulit, memerlukan waktu lama, biaya besar dan merupakan beban yang berat bagi keluarga, masyarakat dan negara Mengingat hal itu maka perlu dilakukan suatu usaha-usaha atau tindakan dalam pencegahan dan pengobatan dini serta peningkatan derajat kesehatan jiwa salah satu yaitu dengan hygiene mental. 2.7.1, Hygiene Mental ' Program ini bertujuan untuk (a) memiliki dan membina jiwa yang sehat (b). Berusaha mencegah timbulnya kepatahan jiwa (mental Breakdown), mencegah 26 berkembangnya macam-macam penyakit mental dan sebab-musabab timbulnya penyakit tersebut (c) Mengusahakan penyembuhan dalam stadium permulaan. Kegiatan operasional hygiene mental yaitu a. Mengusahakan tercapainya kondisi badan yang sehat dan jiwa yang waras, agar pribadi mampu menyesuaikan diri terhadap orde sosial yang ada, dan tidak melarikan diri dari realistis hidup b. Menemukan segala ikhtiar untuk menjauhkan anak -anak dari rasa cemas dan takut. ¢. Lebih memahami kehidupan psikis anak-anak sebab periode kanak-kanak ini betul-betul merupakan"masa keemasan” bagi peletakan dasar kesehatan mental 4, Menyajikan pendidikan seks dan pendidikan perkawinan kepada para remaja (adolesen), dan orang dewasa guna memperkokoh kehidupan berkeluarga . Membuat lebih menarik lagi sistem persekolahan, sesuai dengan irama perkembangan anak, dan seirama dengan tuntunan zaman serta kebutuhan masyarakatnya £ Diversifikasi dari sistem-sistem pendidikan sekolah umum dan lebih banyak mendirikan banyak fasilitas untuk belajar bagi anak-anak/para remaja, dan orang dewasa, Juga memungkinkan adanya promosi ke sekolah-sekolah lain yang penting bagi penyaluran macam-macam bakat, kemampuan dan kapasitas anak dan orang dewasa dalam perkembangan kepribadiannya g. Di kemudian hari, klinik-klinik bimbingan kesehatan mental bisa diasosiasikan dengan sistem sekolah dan sistem perguruan tinggi, dengan maksud menemukan dan menyembuhkan individu-individu yang bermasalah secepat mungkin 27 h. Menyediakan tempat-tempat rekreasi yang sehat dan gelanggang remaja yang pantas untuk menyalurkan bakat-bakat para remaja dan yang penting artinya bagi pelaksanaan pengisian waktu yang kosong. i, Menanamkan Kembali semangat hidup rukun kampung, gotong royong, kebersihan, dan memupuk vitalitas kelompok sosial khususnya bagi daerah perkotaan, j. Perencanaan pembangunan masyarakat harus dikembangkan —_secara komprehensif, juga mencakup upaya menggantikan norma-norma sosial kelompok primer lama dan institusi sosial lama yang banyak mengalami erosi serta hancur berantakan disebabkan oleh pengaruh urbanisasi dan mekanisasi dengan bentuk-bentuk baru yang lebih manusiawi dan bisa menjamin rasa keadilan. k. Pengadaan lapangan-lapangan kerja baru untuk menyalurkan energi manusia, dan memberikan penghasilan yang pantas untuk mempertahankan hidup, serta bisa menjamin kesehatan jiwa. Di samping itu memberikan jaminan keamanan di tempat-tempat kerja, fasilitas fisik yang mencukupi untuk bekerja dengan senang, 1. Banyak memanfaatkan psikologi industri untuk mengurangi banyaknya kejemuan bekerja disebabkan oleh monoton di pabrik-pabrik dan proses mekanisasi,ada usaha untuk mengurangi macam-macam ketegangan di kantor. 2.7.2. Usaha Pemerintah * Indonesia dengan bantuan WHO telah menyusun Kebijakan Nasional Pembangunan Kesehatan Jiwa 2001-2005. Penanganan masalah kesehatan jiwa merujuk pada konsep upaya kesehatan jiwa paripurna, mencakup upaya kesehatan 28 jiwa masyarakat sebagai landasan, didukung pelayanan kesehatan jiwa dasar dan diperkuat pelayanan kesehatan jiwa rujukan yang terintergrasi Ada perubahan paradigma dari perawatan di RSJ. menjadi perawatan berbasis masyarakat. Kemajuan dalam psikofarmakologi memungkinkan penggunaan obat psikotropik yang selektif dan aman, sehingga hari perawatan di RSJ menjadi lebih pendek Sejak April 2000 Direktorat Kesehatan Jiwa yang semula di Direktorat Jenderal Pelayanan Medik berubah menjadi Kesehatan Jiwa Masyarakat di bawah Jenderal Bina kesehatan Masyarakat untuk memperluas pembinaan kesehatan jiwa di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan RSJ kini diurus oleh Direktorat Pelayanan Medik spesialistik.

You might also like