You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)


A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin,
2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
2. ETIOLOGI

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,

sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.


1) Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

2)

Hipertensi yang parah.


Cardiac Pulmonary Arrest
Cardiac output turun akibat aritmia
Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.


Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

3. MANIFESTASI KLINIK

Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Gangguan status mental
10) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

4. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,

konstipasi dan thromboflebitis.


2) Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
5.

PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark

bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan
oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

6. PATHWAY

7. PENATALAKSANAAN

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan


tindakan sebagai berikut:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.
Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia dan

hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, wheezing,
ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesadaran atropi otot.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk berbicara, kehilangan kontrol atau tonus otot fasia
a.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a.

Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan


kekuatan otot, penurunan kesadaran atropi otot.
Tujuan : klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria hasil : - Tidak terjadi kontaktur,
- Tidak terjadi atropi otot
- Dapat melakukan ROM aktif dan pasif kekuatan otot penuh
nilai 5 pada ekstremitas atas dan bawah.

Intervensi

: - ubah posisi minimal 2 jam (terlentang dan miring kanan kiri)


- Lakukan latihan rentang gerak (ROM) aktif dan pasif dalam
ekstremitas
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi untuk latihan resisitif dan
ambulasi klien.
Rasional
: - menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemik jaringan
- Minimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontaktur
- Program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan dalam hal
keseimbangan , koordinasi dan kekuatan
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk berbicara, kehilangan kontrol atau tonus otot fasia
Tujuan : komunikasi verbal dapat tetap terjalin
Kriteria Hasil : - Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi
- Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat diekspresikan
- Klien dapat menggunakan sumber-sumber yang tepat
(isyarat, tulisan)
Intervensi :- kaji derajad disfungsi komunikasi verbal klien
- Antisipasi dan penuhi kebutuhannya
- Kolaborasi dengan ahli wicara
Rasional : - menentukan daerah dan derajad kerusakan serebral yang terjadi
serta derajad kesulitan proses komunikasi
- Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada
orang lain dan tidak dapat berkomunikasi secara berarti
- Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori,
motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasikan
kekurangan atau kebutuhan terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson,

M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

(NOC) Second

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.

You might also like