You are on page 1of 46

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar dan berada di region preaurikula
dibawah kulit dan jaringan subkutis. Sel asinar terutama mensekresikan secret serosa. Nervus
fasialis membagi kelenjar menjadi kelenjar supraneural mayor (lobus superficial) dan
komponen infraneural minor (lobus profunda). Batas superior kelenjar parotis adalah
zigomatikus, posterior dengan meatus auditori eksterna dan inferior dengan prosesus stiloid,
m.stiloid, dan darah karotis interna dan jugularis.Bagian ujung kecil jaringan parotid meluas
ke posterior melewati prosesus mastoid dan berimpit dengan otot sternokleidomastoideus.1
Duktus stensen muncul dari batas anterior kelenjar, 1,5cm dibawah zygoma. Duktus
panjangnya hampir 4-6cm, berjalan ke anterior menyilang m.masseter, berjalan kemedial dan
menembus m.buccinator, dan akhirnya membuka ke rongga oral berhadapan dengan gigi
molar 2 atas. Nervus fasial cabang buccal berjalan dengan duktus ini.1

Gambar 1.Kelenjar parotis dan N.VII.nervus keluar dari foramen stylomastoid lateral ke
prosesus styloid.1

Gambar 2. Kelenjar liur7

Gambar 3. Kelenjar Liur Mayor (Besar)


Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada reflex saraf yang dibawa oleh
system saraf parasimpatis. Sedangkan saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor
berasal dari ganglion servikalis superior melalui jalan plexus arteri. Rangsangan simpatis
kelenjar liur mayor dilaporkan menyebabkan aliran yang meningkat diikuti penurunan aliran
sebagai kompensasi. Karena tidak adanya elemen otot dalam kelenjar-kelenjar itu sendiri,
maka hal ini diyakini bahwa peningkatan aliran ini mungkin oleh kontraksi dari mioepitel ,
atau sel-sel basket yang berhubungan dengan duktus striata.2

Gambar 4. Struktur Kelenjar Liur9


1.2 Definisi
Parotitis adalah peradangan dari kelenjar parotis. Inflamasi pada kelenjar parotis ini dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, autoimun atau kombinasi dari etiologi tersebut.4
1.3 Klasifikasi Penyakit Inflamasi Kelenjar Liur
Tabel 1. Klasifikasi penyakit inflamasi kelenjar liur3
Penyakit Inflamasi Kelenjar Liur
Non-infeksi

Sialolithiasis
Chronic sialadenitis
Sjgren syndrome
Benign
lymphoepithelial
lesion
Kimura disease
Necrotizing sialometaplasia
Adenomatoid hyperplasia
Sarcoidosis

Infeksi

Mumps virus
Coxsackie virus
Influenza virus
Echovirus
Human immunodeficiency
virus
Bacteria
Granulomatous infections
Sumber : Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology Head and Neck Surgery Secon
Ed
1.4 Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah,
cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus
RNA rantai

tunggal

genus

Rubulavirus

subfamily

Paramyxovirinae

dan

family

Paramyxoviridae.Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase


dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi,
yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V
yang berasal dari hemaglutinin permukaan.2
3

Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter,
serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik.Virus masuk dalam tubuh melalui hidung
atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar
limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari.Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu
melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.8
1.5 Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah
terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka
mulut).3
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur
mengempis.Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula)

dan kelenjar di bawah lidah (sublingual).Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan
buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.2
1.6 Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis
(terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1.
2.
3.
4.

Percikan ludah
Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
Muntahan
urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut.Biasanya kelenjar yang

terkena adalah kelenjar parotis.Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis
dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan
serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke
dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian
akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.4
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam,
anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan
kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan
dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva,
darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan.5
1.7 Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna.Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi karena terbatasnya asupan oral.Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.4
5

1.8 Komplikasi klinis


Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial,
obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus
fasialis.Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.2
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur.Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini menurut Nelson (2000) :
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul
oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia).Komplikasi ini
merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran
mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena
mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan
dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil
mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat
perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis.
Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari.Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari.Sekitar 30-40%

testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi
infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak.Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan
sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot
wajah.
5. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita
pasca pubertas
6. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.Penderita merasakan
mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan
penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada
parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam
tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria
terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis
yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis.Nefritis ringan dapat terjadi namun
jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada
umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi
antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan
miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.Miokarditis ringan dapat terjadi
dan muncul 510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti
depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak.Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi
mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis.Biasanya yang terkena adalah sendi besar
khususnya paha atau lutut.Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral,
dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari
kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan
cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus;
trombosis vena sentral.
Selain itu juga terdapat komplikasi yaitu pareses nervus facialis.
1.9 Parese Nervus Facialis
1.9.1 Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:8,9
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
-

yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.


Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual

ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus


-

traktus solitarius.
Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari
saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan
bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal.
Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani
serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke

glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.


Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan

keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di
antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus
akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet
berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas
ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis
meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik
menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.8,9

Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis


9

Gambar 2 Saraf Fasialis


Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf
VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam
perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen
labirin, segman timpani dan segmen mastoid. 1Segmen labirin terletak antara akhir
kanal akustik internus dan ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah
tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar
dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum
timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut
segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior
dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen
ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20
milimeter.5
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan
dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal

10

menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi


wajah (hipomimia atau amimi).11
1.9.2 Definisi
Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah
dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien
tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi
dan mengerutkan dahi.5
1.9.3 Epidemiologi
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus
(3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan
sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak
diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk
pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis
unilateral.10
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia 40
tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah pada
anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi kelumpuhan
saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal yang jarang, hanya
sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.11
1.9.4. Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi,
tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.12
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible dan terdapat
bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada kelumpuhan
saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf
fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).3
2. Infeksi
11

Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan


kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini
seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat
menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik
( OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.13
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal

merupakan penyebab yang paling

sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga
dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista
dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari
saraf fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada
kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat
mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.14
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia
trigeminal dan operasi kelenjar parotis.15
5. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis
diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.1
6. Idiopatik ( Bells Palsy )
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis. Karena terjepit
di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bells Palsy.5

12

7. Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya
DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
sindrom Guillian Barre.5
1.9.5. Manifestasi Klinis
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan
berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin
juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan
bersama N. Fasialis.5
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan
dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas
mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3). Karenanya
kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari saraf VII (lesi pada traktus piramidalis
atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian
bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat
mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang
lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa
secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun
yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII sering
merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuhruang

(space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna,

talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan
dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5

13

Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN
nervus VII.
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 5,6
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi.
Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung
dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

14

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan
didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah
kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan
pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis
posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran
air mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus
akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf
trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius
dan saraf hipoglossus.

15

Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan
segmen

individualnya

1.9.6. Klasifikasi Kelumpuhan Fasialis


Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari
kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi

semenjak

pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada
klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan
kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari
fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:6

Tabel 1. Klasifikasi House-Brackmann


Grade

Penjelasan

Normal

II

Disfungsi ringan

Karakteristik
Fungsi fasial normal
Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat,
bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan

16

III

Disfungsi sedang

Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua


sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV

Disfungsi sedang
berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri


Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

Disfungsi berat

Wajah tampak asimetris


Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI

Total parese

Tidak ada pergerakkan

1.9.7. Uji Diagnostik


Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya.5

17

Derajat kelumpuhan ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung
dalam persen.
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya
mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut
secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
a. M.frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas
b. M.sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M.piramidalis : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
d. M.orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuatkuat
e. M.zigomatikus

diperiksa

dengan

cara

tertawa

lebar

sambil

memperlihatkan gigi
f. M.relever komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan
g.
h.
i.
j.

sambil memperlihatkan gigi


M.businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi
M.Orbikularis Oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul
M.triangularis : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul .
M.mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup
rapat ke depan.

Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :
a.
b.
c.
d.

Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3)
Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1)
Diantaranya dinilai dengan angka dua (2)
Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0)
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai 30

2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi
tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka,
bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek
18

memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah


lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap
tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1)
sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.5
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah
satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda
timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah,
kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah
penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk
ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan
tersebar melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan
pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2
untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.5
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang
antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi
adalah patologis.5
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam
duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon
ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua
tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah
sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini
dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.5
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut
pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan melalui saraf petrosus
superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas
saraf petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata. 5
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara
pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 519

10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang
menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau
ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.5
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu
dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan
untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
7. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang,
timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai
dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji
ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli
konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan
dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada
waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah.
Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan
menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu
gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane
timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut
diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada
perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf
kranialis. 6
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang sering
kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat
pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal
pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi
paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian
kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti
pada (a).

20

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi)
dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau
pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.
9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai

pada

penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita


diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan
mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut
bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang
otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan
hemispasme dinilai dengan angka (-1).5
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah
lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai
tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.5
1.10 Abses Leher Dalam

1.10.1 Definisi
Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka
mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri yang pembengkakan
di ruang leher dalam yang terlibat.16
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus , Staphylococcus,
kuman anaerob Bacterioides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses
peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina Ludovici
(Ludwigs angina).16
1.10.2 Klasifikasi
a. Abses Peritonsil
Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada daerah peritonsil yang
merupakan jaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan muskulus konstriktor
faring superior.6
21

Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
penyebab sama dengan penyebab tonsillitis , dapat ditemukan kuman aerob dan
anaerob.16
Patologi
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Walaupun sangat jarang,
abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior. Pada stadium permulaan
(stadium infiltrate) selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemeis. Bila
proses tersebut berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak.
Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula kearah kontralateral.
Bila prosesnya berlangsung terus, peradangan jaringan disekitarnya akan
mneyebabkan iritasi m,pterigoid interna sehingga menimbulkan trismus. Abses
dapat pecah spontan , mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru. 16
Gejala dan tanda
Selain gejala dan tanda tonsillitis akut juga terdapat odinofagia (nyeri menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terdapat nyeri telinga, mungkin
terdapat muntah, mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah, suara gumam (hot
potato voice), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus) serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan yeri tekan. 16
Pemeriksaan Fisik

22

Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum mole


tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin
banyak detritus dan terdorng kea rah tengah , depan dan bawah. 16
Terapi
Pada stadium infiltrasi , diberikan antibiotika golongan penisilin atau klindamisin,
dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres
dingin pada leher. Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses,
kemudian di insisi untuk mengeluartkan nanah. Tempat insisi adalah di daerah
paling menonjol dan lunak, atau pada pertengah garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.

Kemudian pasien

dianjurkan untuk operasi tonsilektomi . Bila dilakukan bersama-sama tindakan


drainase abses, disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnnya tonsilektomi
dilakukan sesudah infeksi tenang yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses. 16
Komplikasi
b. Abses Retrofaring.
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal
dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar
ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 5
tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang
pada orang dewasa.17
etiologi
Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :
1. Akut
23

Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 5 tahun. Keadaan ini terjadi
akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid nasofaring, rongga
hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring
( limfadenitis ) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut.
Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena
trauma akibat penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu
adenoidektomi ) atau benda asing.
2. Kronis
Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan ini
terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus
secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu
abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang
menyebar dari kelenjar limfe servikal. Pada banyak kasus sering dijumpai
adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang
dapat menyebabkan abses retrofaring adalah
1. Kuman aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering)
Streptococcus

pneumoniae,

Streptococcus

nonhemolyticus,

Staphylococcus aureus , Haemophilus sp


2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus,
Fusobacteria
gejala dan tanda klinis
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dan tanda
klinis yang sering dijumpai pada anak :
1. demam
2. sukar dan nyeri menelan
3. suara sengau
4. dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu sisi.
5. pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan
6. pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).
Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa dijumpai
adanya :
24

7. kekakuan otot leher ( neck stiffness ) disertai nyeri pada pergerakan


8. air liur menetes ( drooling )
9. obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea
Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila
dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk
benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya
riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :
1. demam
2. sukar dan nyeri menelan
3. rasa sakit di leher ( neck pain )
4. keterbatasan gerak leher
5. dispnea
Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai
terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.18

Penatalaksanaan
I . Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :
- posisi pasien supine dengan leher ekstensi
- pemberian O2
- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik
- trakeostomi / krikotirotomi
II. Medikamentosa
1. Antibiotik ( parenteral )
Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnyatanpa
menunggu

hasil

kultur

pus.

Antibiotik

yang

diberikan

harus

mencakupterhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif.
Dahuludiberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi
utama, tetapisejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B
laktamasekombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama
adalah clindamycinyang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan
dengan sefalosporin generasikedua ( seperti cefuroxime ) atau beta
lactamase resistant penicillin sepertiticarcillin / clavulanate, piperacillin /
tazobactam, ampicillin / sulbactam.Pemberian antibiotik biasanya dilakukan
selama lebih kurang 10 hari.
2. Simtomatis
25

3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan


cairan elektrolit.
4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika. 18
III. Operatif
a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.
Pasien diletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam
keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal
dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang
keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari
aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk
memudahkan evakuasi pus.

Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau


posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.
Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal
mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang
hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas
pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi
pada batas anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan
klem arteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis
disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul
abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas
dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). Pendekatan posterior
dibuat

dengan

melakukan

insisi

pada

batas

posterior

m.

sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari


abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas
26

abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang


selubung karotis. 17
c. Abses Submandibula
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula. Abses submandibula menempati urutan tertinggi dari
seluruh abses leher dalam. 70-85 % kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi
merupakan kasus terbanyak, selebihnya disebabkan oleh sialadenitis, limfadenitis,
laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula .16
Etiologi
Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba, sebagai contoh mereka mengandung flora
campuran, dan dalam studi didapatkan ada lebih dari 5 spesies yang dapat di isolasi darisatu kasus.
Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, tonsil,sinus, dan
kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutaninfeksi ruang
leher dalam lainnya. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dananaerob. Proliferasi
bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan nekrosis tulangdi sekeliling akar
gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang menjalani pengobatan gigi dan drainase abses akar
gigi. Jika absen akar gigi tidak di drainase dan tidak diperiksa, infeksi dapat menyebar dengan
abses ke bagian leher dan mediastinum. Infeksi kebanyakan menyebar darigigi mandibula. Dan di
beberapa kasus dari luka mukosa mulut. Abses dapat juga disebabkanoleh trauma,tonsilitis lidah
atau penyakit kelenjar ludah. Infeksi dapat menyebar keruang leherdalam, ke ruang
submandibula,

ruang

parafaring

dan

ruang

retrofaring.Ruang

prevertebral

dapat juga terlibat. Infeksi ruang leher dalam dapat menyebabkan komplikasi berbe
da yang dapatmenganca nyawa seperti obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis.
Dan ketika ketiga ruang submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi
maka disebut dengan Ludwigs angina. Berawal dari etiologi diatas seperti infesi gigi. Nekrosis
27

pulpa karena karies dalam yangtidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan
bakteri untuk mencapai jaringanperiapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi
yang terjadi akan menyebar ketulang spongiosa sampai tulang cortical . Jika tulang ini tipis,
maka infeksi akan menembus danmasuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari
daya tahan jaringan dan tubuh Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluhdarah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang
paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di
antara jaringan berpotensisebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas
dapat membentuk absespalatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan absesfacial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat
membentuk abses subingual, absessubmental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina
ludwig. Ujung akar molar keduadan ketiga terletak dibelakang bawah linea mylohyoidea
(tempat melekatnya m. Mylohyoideus)yang terletak di aspek daam mandibula, sehingga jika
molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke ruang
submandibula dan dapat meluas ke ruangparafaringeal. Abses pada akar gigi menyebar ke ruang
submandibula akan menyebabkan sedikitketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar
wajah di daerah bawah. Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan
penanganan, maka pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga
dapat menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem
pernafasan. Jadi abses submandibularmerupakan kondisi yang serius. 16
Gejala klinis
Secara umum, gejala abses adalah :

Nyeri
Bengkak
Eritema pada jaringan
Trismus
Demam
28

Pembengkakan pada abses biasanya :


Terasa nyeri
Panas
Kurang dari 2 minggu
Berkembang sangat cepat
Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi
Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher disertai pembengkakan
dibawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada
dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.
Diagnosis di tegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang .5

Anamnesis
Sesuai etiologi yang paling sering mengakibatkan abses submandibula, dari anamnesis
didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi atau adanya
riwayathigiene gigi yang buruk. Dari anamnesis juga didapatkan gejala berupa sakit pada
dasarmulut dan sukar membuka mulut.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan demam. Selain itu juga ditemukan adanya
pembengkakan di bawah dagu. Bila di palpasi, akan terasa kenyal dan terdapat pus.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa CT scan. CT scan merupakan
pencitraan pilihan yang dipakai untuk infeksi leher dalam karena dapat mengetahuilokalisasi
kumpulan abses yang tidak dapat diperiksa. CT scan menunjukkan lokasi,batas-batas, dan
hubungan infeksi ke struktur neurovascular sekitarnya. Pada CT scanabses terlihat sebagai lesi
densitas rendah, ataupun gambaran air fluid level . Selain itufoto panoramik rahang juga
dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya. Dapat juga dilakukan kultur
darah bila terjadi sepsis dan kultur abses untuk pengobatanyang tepat terhadap kuman

penyebab.16
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:
-Penatalaksanaan terhadap abses
-Penatalaksanaan terhadap penyebab
29

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secaraparenteral. Abses
submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering menyebabkan trismus. Maka
sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan terhadap penyebab segera
dilakukan. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal
danterlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Pasien
dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.16
d. Abses Parafaring
Abses parafaring adalah abses leher dalam paling sering terjadi kedua setelah abses
peritonsilar.
Etiologi
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 1) Langsung, yaitu akibat
tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan
terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus
lapisan otot tipis (m.konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang
parafaring dari fosa tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,
gigi, tonsil, faring, hidung, sinusparanasal, mastoid dan vertebra servikal dapat
merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. 3) Penjalaran
infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.16
Patologi
Sekali terjadi infeksi dimulai pada jaringan lunak leher, jika tidak segera terdeteksi,
akan meluas ke salah satu ruang fasia leher yang paling lemah. Dari sana dapat
mengalir ke atas, ke bawah atau ke lateral, mengikuti ruang-ruang fasia. Infeksi
leher dalam merupakan selulitis fregmentosa dengan tanda-tanda setempat yang
sangat mencolok atau menjadi tidak jelas karena tertutup jaringan yang
melapisinya. Seringkali dimulai pada daerah prastiloid sebagai suatu selulitis, jika
tidak diobati akan berkembang menjadi suatu trombosis dari vena jugalaris interna.
Abses dapat mengikuti m.stiloglosus ke dasar mulut dimana terbentuk abses.
30

Infeksi dapat menyebar dari anterior ke bagian posterior, dengan perluasan ke


bawah sepanjang sarung-sarung pembuluh darah besar, disertai oleh trombosis
v.jugularis atau suatu mediastinitis. Infeksi dari bagian posterior akan meluas ke
atas sepanjang pembuluh-pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi intrakranial
atau erosi a.karotis interna.16
Manifestasi Klinis
Pada infeksi dalam ruang parafaring terdapat pembengkakan dengan nyeri tekan di
daerah submandibula terutama pada angulus mandibula, leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dan adanya demam. Terlihat edem uvula, pilar tonsil, palatum
dan pergeseran ke medial dinding lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses
peritonsil, hanya tonsl yang terdorong ke medial. Trismus yang dapat disebabkan
oleh meregangnya m.pterigoid internus merupakan gejala yang menonjol, tetapi
mungkin tidak terlihat jika infeksi jauh di dalam sampai prosesus stiloid dan
struktur yang melekat padanya sehingga tidak mengenai m.pterigoid internus. 18
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa fotorontgen, jaringan
lunak AP atau CT scan. Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan lateral
merupakan prosedur diagnostik yang penting. Pada pemeriksaan foto jaringan
lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh gambaran deviasi trakea,
udara di daerah subkutis, cairan di dalam jaringan lunak dan pembengkakan daerah
jaringan lunak leher. Keterbatasan pemerikasaan foto polos leher adalah tidak dapat
membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. Pemeriksaan foto toraks
dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya edema paru, pneumotoraks,
pneumomediastinum atau pembesaran kelenjar getah hilus. Pemeriksaan tomografi
komputer dapat membantu menggambarkan lokasi dan perluasan abses. Dapat
ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada
31

dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses. Pemeriksaan kultur dan tes
resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan pemberian antibiotika yang
sesuai.18
Tatalaksana
Tatalaksana abses parafaring dilakukan dengan medikamentosa dan terapi bedah.
Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman aerob
maupun anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinik yang timbul.
Terapi bedah dapat dilakukan dengan 2 cara pendekatan eksternal atau intra oral.
Jika terdapat pus maka tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi bedah.
Sebelumnya diperlukan tirah baring dan kompres panas untuk menekan lokalisasi
abses. Terapi antimikroba sangat perlu, lebih baik berdasarkan tes sensitivitas.18
Pemberian antibiotika
Banyak mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab infeksi kepala dan
leher, dan berasal dari berbagai sumber. Flora bakteri campuran sering
ditemukan pada hasil kultur. Bakteri gram positif, streptococcus beta
hemolitik dan staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling sering
ditemukan. Bakteri gram negatif dan juga anaerob juga sering ditemukan.
Anaerob

biasanya

ditemukan

terutama

pada

infeksi-infeksi

akibat

penyebaran dentogen. Bakteri-bakteri penghasil beta laktamase ditemukan


meningkat frekuensinya pada infeksi kepala dan leher. Dengan insidensi
bakteri gram negatif dan bakteri penghasil beta laktamase yang tinggi,
penisilin bukan lagi merupakan obat pilihan untuk kasus infeksi ini. Sebelum
hasil kultur dan uji sensitifitas didapatkan, antibiotik yang digunakan adalah
yang memiliki spektrum terhadap bakteri gram positif, gram negatif, anaerob
dan penghasil beta laktamase. Biasanya diberikan kombinasi antibiotik,
seperti klindamisin dan cefuroxime serta ampisilin dan sulbaktam, sebagai
pilihan yang paling baik. 17
1. Drainase abses
32

Sebagian besar abses leher dalam perlu dilakukan drainase untuk


penyembuhan dan mencegah komplikasi. Tindakan drainase pada abses
parafaring dilakukan dengan dengan pendekatan eksterna dan intra oral.7
a. Insisi intraoral
Insisi intra oral dilakukan jika timbul penonjolan ke dalam faring,
dilakukan anestesi sebelum tindakan dan dilanjutkan dengan insisi dan
drainase. Insisi intra oral dilakukan pada dinding lateral faring harus
dilakukan dengan memakai klem arteri, eksplorasi dilakukan dengan
menembus m. konstriktor faring superior ke ruang parafaring. Insisi
intra oral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan dari insisi
eksternal.
b. Insisi eksterna
Insisi ekterna jika suatu abses menonjol ke luar atau tampak
pembengkakan yang jelas. Drainase eksterna dilakukan secara teknik
Mosher yaitu insisi seperti huruf T yang dilakukan pada 2 jari di
bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari
anterior m. sternokleidomastoideus ke arah kranio-posterior menyusuri
medial mandibula dan m. pterygoid internus mencapai ruang parafaring
dengan meraba prosesus styloideus. Bila nanah terdapat di selubung
karotis, insisi dilanjutkan secara vertikal dari pertengahan insisi
horizontal ke bawah di depan m. sternokleiodomastoideus.17
e. Angina Ludovici
Angina ludovici adalah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda
khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses ,
sehingga keras pada perabaan submandibula.16
Etiologi
Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut , oleh kuman aerob dan
anaerob. 16
33

Gejala dan Tanda


Terdapat

nyeri tenggorok

dan leher

disertai pembengkakan didaerah

submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan
sesak napas, karena sumbatan jalan napas. 16
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi ,
gejala dan tanda klinik. 16
Terapi
Sebagai terapi diberikan antibiotik dengan dosis tinggi, untuk kuman aerob dan
anaerob , diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang
dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus
(pada angina ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan
di garis tengah secara horizontal setinggi os hyoid (304 jari dibawah mandibula).
Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber

infeksi (gigi), untuk mencegah

kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi reda. 18

34

BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Y

Umur

: 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Minang


Alamat

: Jl. Aur Duri III No 4 Parak Gadang

ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berumur 38 tahun dirawat di bangsal THT-KL RSUP DR.M
Djamil Padang pada tanggal 14 April 2016 dengan keluhan :
Keluhan utama: Bengkak dan nyeri di rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
35

Keluhan tambahan: Tidak ada.


Riwayat penyakit sekarang :
Bengkak dan nyeri di rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien merasakan adanya benjolan seukuran manik-manik pada rahang kiri seminggu
sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin membesar. Pasien berobat ke
klinik BPJS dan mendapatkan obat dexamethasone, amoxicillin dan paracetamol,
namun, bengkak semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien kemudian dirujuk ke RS
swasta dan dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil Padang.
Nyeri saat membuka mulut dan berbicara sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar sampai ke telinga dan ke leher.
Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus.
Suara bergumam tidak ada
Air ludah berkumpul di mulut tidak ada
Riwayat telinga berair ridak ada
Riwayat trauma pada wajah tidak ada
Riwayat wajah mencong tidak ada
Riwayat cabut gigi 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Kaku dan sulit menggerakan leher tidak ada
Riwayat batuk pilek tidak ada
Nyeri pada wajah saat sujud tidak ada.
Bersin-bersin di pagi hari tidak ada.
Sakit kepala hebat tidak ada
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat cabut gigi 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengaku gusi sering membengkak dan mengecil dengan sendirinya
Riwayat hipertensi ada, minum obat tidak teratur.
Riwayat dm tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :


Pasien seorang Ibu rumah tangga
Riwayat pengobatan :
36

Pasien telah mendapatkan obat dexamethasone, amoxicillin, dan paracetamol dari


klinik BPJS dan mengonsumsinya secara teratur. Pasien tidak merasakan perubahan
pada nyeri dan bengkak di rahang kiri.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis kooperatif

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 88 x/menit

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8 0C

Pemeriksaan Sistemik
Kepala

: normochepal, rambut hitam

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: tidak ditemukan pembesaran KGB

Paru
Inspeksi

: simetris kiri, kanan statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor kiri = kanan

Auskultasi

: suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: ictus tidak terlihat

Palpasi

: ictus kordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: tak tampak membuncit

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus + normal

Extremitas : akral hangat, perfusi baik.


Status Lokalis THT
37

Telinga
Pemeriksaan

Kelainan
Kel kongenital
Trauma
Daun telinga
Radang
Kel. Metabolik
Nyeri tarik
Nyeri tekan tragus
Cukup lapang (N)
Sempit
Dinding
liang
Hiperemis
telinga
Edema
Massa
Ada / Tidak
Bau
Serumen
Warna
Jumlah
Jenis

Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang (N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Kekuningan
Sedikit
Lembek

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Kekuningan
Sedikit
Lembek

Warna
Reflek cahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Jumlah perforasi
Jenis
Kwadran
Pinggir
Tanda radang
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Rinne
Schwabach

Putih mengkilat
(+) arah jam 5
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
(+)
Sama
dengan

Putih mengkilat
(+) arah jam 7
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
(+)
Sama
dengan

Weber
Kesimpulan

pemeriksa
pemeriksa
Tidak ada lateralisasi
Telinga Normal
Telinga Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Membran timpani

Utuh

Perforasi

Mastoid

Tes garpu tala

Audiometri
Hidung
Pemeriksaan

Kelainan
Deformitas
Kelainan kongenital
Trauma

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
38

Hidung luar

Radang
Massa

Tidak ada
Tidak ada

Sinus paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Nyeri ketok

Dekstra
Tidak ada
Tidak ada

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan
Vestibulum

Cavum nasi
Sekret
Konka inferior

Konka media

Septum

Massa

Kelainan
Vibrise
Radang
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup
lurus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Mudah digoyang
Pengaruh

Dekstra
Ada
Tidak ada
+
-

Sinistra
Ada
Tidak ada
+
-

Mukoid
Sedikit
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada

Mukoid
Sedikit
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada

Cukup Lurus
Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

vasokonstriktor

39

Rinoskopi Posterior (Sulit Dilakukan)


Pemeriksaan

Kelainan
Cukup lapang (N)

Koana

Sempit

Dekstra

Sinistra

Dekstra

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada

Lapang
Warna
Edem
Mukosa
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Konka superior
Permukaan
Edem
Adenoid
Ada/tidak
Muara
tuba Tertutup sekret
Edem mukosa
eustachius
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Massa
Permukaan
Post Nasal Drip
Ada/tidak
Jenis
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan
Uvula

Kelainan
Edema
Bifida
Simetris/tidak
Warna
Palatum mole +
Edem
Arkus Faring
Bercak/eksudat
Dinding faring
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muara kripti
Detritus
Eksudat
Tonsil
Perlengketan

Peritonsil

dengan pilar
Warna
Edema
Abses
Lokasi
Bentuk

Simetris
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Licin
Tidak melebar
Tidak ada
Tidak ada

Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Licin
Tidak Melebar
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
40

Tumor
Gigi

Lidah
Gambar

Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Karies/Radiks
Kesan
Warna
Bentuk
Deviasi
Massa

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada karies M1,
Karies m1
M3, radiks M2
Higiene oral kurang
Merah muda
Normal
Tidak ada
Tidak ada

Laringiskopi Indirek (Tidak dilakukan)


Pemeriksaan

Epiglotis

Ariteniod

Ventrikular band
Plica vokalis
Subglotis/trakea

Kelainan
Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Warna
Edema
Massa
Gerakan
Warna
Edema
Massa
Warna
Gerakan
Pinggir medial
Massa
Massa
Sekret

Dekstra

Sinistra

41

Sinus piriformis
Valekula

Massa
Sekret
Massa
Sekret ( jenisnya )

Regio Parotis
Teraba pembengkakan dengan diameter 5-6 cm, konsistensi keras, berbatas tegas, fluktuasi
tidak ada, tidak ada kemerahan, tidak ada pus, angulus mandibula teraba.
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :
Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher.
Palpasi

: tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher .

Pemeriksaan Laboratorium :
Hb

: 12,2 gr/dl

Leukosit

: 13.000/mm3

Ht

: 39 %

Trombosit : 264.000 / mm3


PT

: 9,6 detik

APTT

: 37

GDS

: 108 mg/dl

Ureum

: 21 mg/dl

Kreatinin

: 0,8 mg/dl

42

RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)
1

Anamnesis

Bengkak dan nyeri di rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien merasakan adanya benjolan seukuran manik-manik pada rahang kiri seminggu
sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin membesar. Pasien berobat ke
klinik BPJS dan mendapatkan obat dexamethasone, amoxicillin dan paracetamol,
namun, bengkak semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien kemudian dirujuk ke RS
swasta dan dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil Padang.
Nyeri saat membuka mulut dan berbicara sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar sampai ke telinga dan ke leher.
Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus.
Suara bergumam tidak ada
Air ludah berkumpul di mulut tidak ada\
Riwayat telinga berair ridak ada
Riwayat trauma pada wajah tidak ada
Riwayat wajah mencong tidak ada
Riwayat cabut gigi 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Kaku dan sulit menggerakan leher tidak ada
Riwayat batuk pilek tidak ada
Nyeri pada wajah saat sujud tidak ada.
Bersin-bersin di pagi hari tidak ada.
Sakit kepala hebat tidak ada
2

Pemeriksaan fisik

Orofaring dan mulut : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 permukaan
rata, tidak terdapat pelebaran muara kripti dan detritus, dinding faring tidak rata.

Hidung :

43

o KND : Kavum nasi cukup lapang, sekret +, jenis mukoid, KI dan KM eutrofi,
edem (-), hiperemis (-), permukaan licin
o KNS : Kavum nasi cukup lapang, sekret +, jenis mukoid, KI dan KM eutrofi,
edem (-), hiperemis (-), permukaan licin

Telinga :
o AD : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran timpani
utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 5, sekret +
o AS : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran timpani
utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 7, sekret +

PTeraba pembengkakan dengan diameter 5-6 cm, konsistensi keras, berbatas tegas, fluktuasi

tidak ada, tidak ada kemerahan, tidak ada pus, angulus mandibula teraba.

Diagnosis Utama

: Parotitis Sinistra.

Diagnosis Tambahan

:-

Diagnosis Banding

: Parotitis Supuratif

Pemeriksaan Anjuran

:-

Terapi

:
Cefoperazone 2 x 1 gr IV
Dexamethasone 3x1 amp IV
PCT 3x 500 mg

Prognosis

Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad sanam

: Bonam

Nasehat
Menjaga kebersihan mulut (oral hygiene).
Konsumsi gizi yang cukup.

44

BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berumur 48 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 14 April 2016 dengan keluhan utama bengkak dan nyeri di
rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis selanjutnya didapatkan,
awalnya pasien merasakan adanya benjolan seukuran manik-manik pada rahang kiri
seminggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin membesar. Bengkak pada
rahang kiri ini membuat pasien tidak bisa membuka mulut dan sulit untuk berbicara. Selain
itu pasen juga demam sejak 3 hari yang lalu. Kekakuan leher, dan air liur yang menetes
disangkal oleh pasien.
Untuk lebih mengetahui penyakitnya telah lakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan
pembengkakan pada regio parotis sinistra, konsistensi kenyal padat, terfiksir dan tidak nyeri
ketika ditekan. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar KGB pada leher dan lokasi lain.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pasien ini
adalah parotitis sinistra.. Seseorang dikatakan mengalami parotitis jika memiliki gejala berupa
demam (38,5 40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah, bahkan kaku rahang sehingga kesulitan membuka mulut
Faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya tonsillitis kronis pada pasien ini
adalah pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Pasien mengaku bila keluhan nyeri
menelan yang sangat mengganggu muncul, pasien segera minum antibiotik dan
paracetamol yang kemudian akan meng urangi keluhan yang dirasakan namun
pasien mengaku tidak pernah merasa benar-benar sembuh.
Penyebab dari parotitis yang terbanyak adalah paramyxovirus, namun dapat pula
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus Terapi yang diberikan untuk penderita
parotitis adalah terapi medikamentosa terlebih dahulu seperti pemberian antibiotik,
kortikosteroid, dan analgetik.
DAFTAR PUSTAKA
45

1. Benjamin C. Stong, Michael E. Johns, Michael M. Johns III Anatomy and Physiology
of the Salivary Glands dalamBailey head and neck surgery-otolaryngology, 4th
Edition.2006
2. George L. Adams. Gangguan-gangguan kelenjarliur dalamBoiesbuku ajar penyakit
THT Edisi 6. Jakarta: 2012. Hal 534-572
3. Anil K. lalwani. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck
Surgery, 2nd Edition. Newyork.2008. Pp : 294-310
4. Center for disease control and prevention. Epidemiology and prevention of vaccinepreventable disease. 13th edition.2015.
5. Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-7.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012.
6. Fandi Agus W, Dewa Artha Eka P. Abses Peritonsil. Jurnal ilmiah Kedokteran,2012
7. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan. Universitas Sumatera Utara, 2010.
8. Murray
AD,
Marcincuk
MC.
Deep
Neck
Infection.
Available
in:http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview. Diunduh pada 14 April 2016
9. Cummings CW, Robbins KT. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4thEd.Pennsylvania:
Elsevier Mosby. 2005. Page 64-67
10. Tom, Lawrence. Disease of oral cavity, Oropharynx and Nasopharynx. Dalam: Snow J
dan Ballenger J. Ballengers otorhinolaryngology. Edisi enam belas. Ontario:
Bedecker, 2003.
11. Adams, L george. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams L,
Boies L, Higler P. Boies buku ajar penyakit THT Edisi keenam. Jakarta: EGC, 2012.
12. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, 2006.
13. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta :
Balai Pustaka, 1996.
14. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter
10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.
15. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
16. Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-7.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012.
17. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Universitas Sumatera Utara,
2010.
18. Murray
AD,
Marcincuk
MC.
Deep
Neck
Infection.
Available
in:http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview. Diunduh pada 14 April 2016

46

You might also like