Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar dan berada di region preaurikula
dibawah kulit dan jaringan subkutis. Sel asinar terutama mensekresikan secret serosa. Nervus
fasialis membagi kelenjar menjadi kelenjar supraneural mayor (lobus superficial) dan
komponen infraneural minor (lobus profunda). Batas superior kelenjar parotis adalah
zigomatikus, posterior dengan meatus auditori eksterna dan inferior dengan prosesus stiloid,
m.stiloid, dan darah karotis interna dan jugularis.Bagian ujung kecil jaringan parotid meluas
ke posterior melewati prosesus mastoid dan berimpit dengan otot sternokleidomastoideus.1
Duktus stensen muncul dari batas anterior kelenjar, 1,5cm dibawah zygoma. Duktus
panjangnya hampir 4-6cm, berjalan ke anterior menyilang m.masseter, berjalan kemedial dan
menembus m.buccinator, dan akhirnya membuka ke rongga oral berhadapan dengan gigi
molar 2 atas. Nervus fasial cabang buccal berjalan dengan duktus ini.1
Gambar 1.Kelenjar parotis dan N.VII.nervus keluar dari foramen stylomastoid lateral ke
prosesus styloid.1
Sialolithiasis
Chronic sialadenitis
Sjgren syndrome
Benign
lymphoepithelial
lesion
Kimura disease
Necrotizing sialometaplasia
Adenomatoid hyperplasia
Sarcoidosis
Infeksi
Mumps virus
Coxsackie virus
Influenza virus
Echovirus
Human immunodeficiency
virus
Bacteria
Granulomatous infections
Sumber : Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology Head and Neck Surgery Secon
Ed
1.4 Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah,
cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus
RNA rantai
tunggal
genus
Rubulavirus
subfamily
Paramyxovirinae
dan
family
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter,
serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik.Virus masuk dalam tubuh melalui hidung
atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar
limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari.Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu
melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.8
1.5 Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah
terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka
mulut).3
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur
mengempis.Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula)
dan kelenjar di bawah lidah (sublingual).Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan
buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.2
1.6 Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis
(terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1.
2.
3.
4.
Percikan ludah
Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
Muntahan
urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut.Biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis.Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis
dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan
serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke
dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian
akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.4
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam,
anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan
kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan
dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva,
darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan.5
1.7 Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna.Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi karena terbatasnya asupan oral.Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.4
5
testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi
infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak.Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan
sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot
wajah.
5. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita
pasca pubertas
6. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.Penderita merasakan
mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan
penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada
parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam
tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria
terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis
yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis.Nefritis ringan dapat terjadi namun
jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada
umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi
antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan
miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.Miokarditis ringan dapat terjadi
dan muncul 510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti
depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak.Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi
mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis.Biasanya yang terkena adalah sendi besar
khususnya paha atau lutut.Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral,
dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari
kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan
cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus;
trombosis vena sentral.
Selain itu juga terdapat komplikasi yaitu pareses nervus facialis.
1.9 Parese Nervus Facialis
1.9.1 Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:8,9
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
-
traktus solitarius.
Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari
saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan
bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal.
Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani
serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke
keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di
antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus
akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet
berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas
ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis
meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik
menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.8,9
10
sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga
dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista
dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari
saraf fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada
kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat
mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.14
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia
trigeminal dan operasi kelenjar parotis.15
5. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis
diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.1
6. Idiopatik ( Bells Palsy )
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis. Karena terjepit
di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bells Palsy.5
12
7. Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya
DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
sindrom Guillian Barre.5
1.9.5. Manifestasi Klinis
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan
berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin
juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan
bersama N. Fasialis.5
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan
dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas
mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3). Karenanya
kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari saraf VII (lesi pada traktus piramidalis
atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian
bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat
mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang
lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa
secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun
yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII sering
merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuhruang
talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan
dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5
13
Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN
nervus VII.
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 5,6
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi.
Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung
dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
14
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan
didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah
kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan
pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis
posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran
air mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus
akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf
trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius
dan saraf hipoglossus.
15
Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan
segmen
individualnya
semenjak
pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada
klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan
kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari
fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:6
Penjelasan
Normal
II
Disfungsi ringan
Karakteristik
Fungsi fasial normal
Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat,
bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan
16
III
Disfungsi sedang
IV
Disfungsi sedang
berat
Disfungsi berat
VI
Total parese
17
Derajat kelumpuhan ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung
dalam persen.
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya
mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut
secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
a. M.frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas
b. M.sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M.piramidalis : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
d. M.orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuatkuat
e. M.zigomatikus
diperiksa
dengan
cara
tertawa
lebar
sambil
memperlihatkan gigi
f. M.relever komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan
g.
h.
i.
j.
Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :
a.
b.
c.
d.
Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3)
Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1)
Diantaranya dinilai dengan angka dua (2)
Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0)
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai 30
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi
tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka,
bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek
18
10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang
menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau
ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.5
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu
dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan
untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
7. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang,
timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai
dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji
ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli
konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan
dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada
waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah.
Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan
menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu
gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane
timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut
diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada
perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf
kranialis. 6
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang sering
kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat
pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal
pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi
paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian
kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti
pada (a).
20
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi)
dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau
pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.
9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai
pada
1.10.1 Definisi
Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka
mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri yang pembengkakan
di ruang leher dalam yang terlibat.16
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus , Staphylococcus,
kuman anaerob Bacterioides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses
peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina Ludovici
(Ludwigs angina).16
1.10.2 Klasifikasi
a. Abses Peritonsil
Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada daerah peritonsil yang
merupakan jaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan muskulus konstriktor
faring superior.6
21
Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
penyebab sama dengan penyebab tonsillitis , dapat ditemukan kuman aerob dan
anaerob.16
Patologi
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Walaupun sangat jarang,
abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior. Pada stadium permulaan
(stadium infiltrate) selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemeis. Bila
proses tersebut berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak.
Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula kearah kontralateral.
Bila prosesnya berlangsung terus, peradangan jaringan disekitarnya akan
mneyebabkan iritasi m,pterigoid interna sehingga menimbulkan trismus. Abses
dapat pecah spontan , mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru. 16
Gejala dan tanda
Selain gejala dan tanda tonsillitis akut juga terdapat odinofagia (nyeri menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terdapat nyeri telinga, mungkin
terdapat muntah, mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah, suara gumam (hot
potato voice), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus) serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan yeri tekan. 16
Pemeriksaan Fisik
22
Kemudian pasien
Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 5 tahun. Keadaan ini terjadi
akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid nasofaring, rongga
hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring
( limfadenitis ) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut.
Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena
trauma akibat penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu
adenoidektomi ) atau benda asing.
2. Kronis
Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan ini
terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus
secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu
abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang
menyebar dari kelenjar limfe servikal. Pada banyak kasus sering dijumpai
adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang
dapat menyebabkan abses retrofaring adalah
1. Kuman aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering)
Streptococcus
pneumoniae,
Streptococcus
nonhemolyticus,
Penatalaksanaan
I . Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :
- posisi pasien supine dengan leher ekstensi
- pemberian O2
- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik
- trakeostomi / krikotirotomi
II. Medikamentosa
1. Antibiotik ( parenteral )
Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnyatanpa
menunggu
hasil
kultur
pus.
Antibiotik
yang
diberikan
harus
mencakupterhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif.
Dahuludiberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi
utama, tetapisejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B
laktamasekombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama
adalah clindamycinyang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan
dengan sefalosporin generasikedua ( seperti cefuroxime ) atau beta
lactamase resistant penicillin sepertiticarcillin / clavulanate, piperacillin /
tazobactam, ampicillin / sulbactam.Pemberian antibiotik biasanya dilakukan
selama lebih kurang 10 hari.
2. Simtomatis
25
dengan
melakukan
insisi
pada
batas
posterior
m.
ruang
parafaring
dan
ruang
retrofaring.Ruang
prevertebral
dapat juga terlibat. Infeksi ruang leher dalam dapat menyebabkan komplikasi berbe
da yang dapatmenganca nyawa seperti obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis.
Dan ketika ketiga ruang submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi
maka disebut dengan Ludwigs angina. Berawal dari etiologi diatas seperti infesi gigi. Nekrosis
27
pulpa karena karies dalam yangtidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan
bakteri untuk mencapai jaringanperiapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi
yang terjadi akan menyebar ketulang spongiosa sampai tulang cortical . Jika tulang ini tipis,
maka infeksi akan menembus danmasuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari
daya tahan jaringan dan tubuh Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluhdarah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang
paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di
antara jaringan berpotensisebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas
dapat membentuk absespalatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan absesfacial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat
membentuk abses subingual, absessubmental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina
ludwig. Ujung akar molar keduadan ketiga terletak dibelakang bawah linea mylohyoidea
(tempat melekatnya m. Mylohyoideus)yang terletak di aspek daam mandibula, sehingga jika
molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke ruang
submandibula dan dapat meluas ke ruangparafaringeal. Abses pada akar gigi menyebar ke ruang
submandibula akan menyebabkan sedikitketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar
wajah di daerah bawah. Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan
penanganan, maka pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga
dapat menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem
pernafasan. Jadi abses submandibularmerupakan kondisi yang serius. 16
Gejala klinis
Secara umum, gejala abses adalah :
Nyeri
Bengkak
Eritema pada jaringan
Trismus
Demam
28
Anamnesis
Sesuai etiologi yang paling sering mengakibatkan abses submandibula, dari anamnesis
didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi atau adanya
riwayathigiene gigi yang buruk. Dari anamnesis juga didapatkan gejala berupa sakit pada
dasarmulut dan sukar membuka mulut.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan demam. Selain itu juga ditemukan adanya
pembengkakan di bawah dagu. Bila di palpasi, akan terasa kenyal dan terdapat pus.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa CT scan. CT scan merupakan
pencitraan pilihan yang dipakai untuk infeksi leher dalam karena dapat mengetahuilokalisasi
kumpulan abses yang tidak dapat diperiksa. CT scan menunjukkan lokasi,batas-batas, dan
hubungan infeksi ke struktur neurovascular sekitarnya. Pada CT scanabses terlihat sebagai lesi
densitas rendah, ataupun gambaran air fluid level . Selain itufoto panoramik rahang juga
dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya. Dapat juga dilakukan kultur
darah bila terjadi sepsis dan kultur abses untuk pengobatanyang tepat terhadap kuman
penyebab.16
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:
-Penatalaksanaan terhadap abses
-Penatalaksanaan terhadap penyebab
29
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secaraparenteral. Abses
submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering menyebabkan trismus. Maka
sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan terhadap penyebab segera
dilakukan. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal
danterlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Pasien
dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.16
d. Abses Parafaring
Abses parafaring adalah abses leher dalam paling sering terjadi kedua setelah abses
peritonsilar.
Etiologi
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 1) Langsung, yaitu akibat
tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan
terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus
lapisan otot tipis (m.konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang
parafaring dari fosa tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,
gigi, tonsil, faring, hidung, sinusparanasal, mastoid dan vertebra servikal dapat
merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. 3) Penjalaran
infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.16
Patologi
Sekali terjadi infeksi dimulai pada jaringan lunak leher, jika tidak segera terdeteksi,
akan meluas ke salah satu ruang fasia leher yang paling lemah. Dari sana dapat
mengalir ke atas, ke bawah atau ke lateral, mengikuti ruang-ruang fasia. Infeksi
leher dalam merupakan selulitis fregmentosa dengan tanda-tanda setempat yang
sangat mencolok atau menjadi tidak jelas karena tertutup jaringan yang
melapisinya. Seringkali dimulai pada daerah prastiloid sebagai suatu selulitis, jika
tidak diobati akan berkembang menjadi suatu trombosis dari vena jugalaris interna.
Abses dapat mengikuti m.stiloglosus ke dasar mulut dimana terbentuk abses.
30
dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses. Pemeriksaan kultur dan tes
resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan pemberian antibiotika yang
sesuai.18
Tatalaksana
Tatalaksana abses parafaring dilakukan dengan medikamentosa dan terapi bedah.
Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman aerob
maupun anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinik yang timbul.
Terapi bedah dapat dilakukan dengan 2 cara pendekatan eksternal atau intra oral.
Jika terdapat pus maka tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi bedah.
Sebelumnya diperlukan tirah baring dan kompres panas untuk menekan lokalisasi
abses. Terapi antimikroba sangat perlu, lebih baik berdasarkan tes sensitivitas.18
Pemberian antibiotika
Banyak mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab infeksi kepala dan
leher, dan berasal dari berbagai sumber. Flora bakteri campuran sering
ditemukan pada hasil kultur. Bakteri gram positif, streptococcus beta
hemolitik dan staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling sering
ditemukan. Bakteri gram negatif dan juga anaerob juga sering ditemukan.
Anaerob
biasanya
ditemukan
terutama
pada
infeksi-infeksi
akibat
nyeri tenggorok
dan leher
submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan
sesak napas, karena sumbatan jalan napas. 16
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi ,
gejala dan tanda klinik. 16
Terapi
Sebagai terapi diberikan antibiotik dengan dosis tinggi, untuk kuman aerob dan
anaerob , diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang
dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus
(pada angina ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan
di garis tengah secara horizontal setinggi os hyoid (304 jari dibawah mandibula).
Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber
34
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Umur
: 38 Tahun
ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berumur 38 tahun dirawat di bangsal THT-KL RSUP DR.M
Djamil Padang pada tanggal 14 April 2016 dengan keluhan :
Keluhan utama: Bengkak dan nyeri di rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
35
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 88 x/menit
Frekuensi nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Telinga
Pemeriksaan
Kelainan
Kel kongenital
Trauma
Daun telinga
Radang
Kel. Metabolik
Nyeri tarik
Nyeri tekan tragus
Cukup lapang (N)
Sempit
Dinding
liang
Hiperemis
telinga
Edema
Massa
Ada / Tidak
Bau
Serumen
Warna
Jumlah
Jenis
Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang (N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Kekuningan
Sedikit
Lembek
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Kekuningan
Sedikit
Lembek
Warna
Reflek cahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Jumlah perforasi
Jenis
Kwadran
Pinggir
Tanda radang
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Rinne
Schwabach
Putih mengkilat
(+) arah jam 5
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
(+)
Sama
dengan
Putih mengkilat
(+) arah jam 7
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
(+)
Sama
dengan
Weber
Kesimpulan
pemeriksa
pemeriksa
Tidak ada lateralisasi
Telinga Normal
Telinga Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Membran timpani
Utuh
Perforasi
Mastoid
Audiometri
Hidung
Pemeriksaan
Kelainan
Deformitas
Kelainan kongenital
Trauma
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
38
Hidung luar
Radang
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sinus paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan
Vestibulum
Cavum nasi
Sekret
Konka inferior
Konka media
Septum
Massa
Kelainan
Vibrise
Radang
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup
lurus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Mudah digoyang
Pengaruh
Dekstra
Ada
Tidak ada
+
-
Sinistra
Ada
Tidak ada
+
-
Mukoid
Sedikit
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Mukoid
Sedikit
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Cukup Lurus
Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
vasokonstriktor
39
Kelainan
Cukup lapang (N)
Koana
Sempit
Dekstra
Sinistra
Dekstra
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Warna
Edem
Mukosa
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Konka superior
Permukaan
Edem
Adenoid
Ada/tidak
Muara
tuba Tertutup sekret
Edem mukosa
eustachius
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Massa
Permukaan
Post Nasal Drip
Ada/tidak
Jenis
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan
Uvula
Kelainan
Edema
Bifida
Simetris/tidak
Warna
Palatum mole +
Edem
Arkus Faring
Bercak/eksudat
Dinding faring
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muara kripti
Detritus
Eksudat
Tonsil
Perlengketan
Peritonsil
dengan pilar
Warna
Edema
Abses
Lokasi
Bentuk
Simetris
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Licin
Tidak melebar
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Licin
Tidak Melebar
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
40
Tumor
Gigi
Lidah
Gambar
Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Karies/Radiks
Kesan
Warna
Bentuk
Deviasi
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada karies M1,
Karies m1
M3, radiks M2
Higiene oral kurang
Merah muda
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Epiglotis
Ariteniod
Ventrikular band
Plica vokalis
Subglotis/trakea
Kelainan
Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Warna
Edema
Massa
Gerakan
Warna
Edema
Massa
Warna
Gerakan
Pinggir medial
Massa
Massa
Sekret
Dekstra
Sinistra
41
Sinus piriformis
Valekula
Massa
Sekret
Massa
Sekret ( jenisnya )
Regio Parotis
Teraba pembengkakan dengan diameter 5-6 cm, konsistensi keras, berbatas tegas, fluktuasi
tidak ada, tidak ada kemerahan, tidak ada pus, angulus mandibula teraba.
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :
Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher.
Palpasi
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb
: 12,2 gr/dl
Leukosit
: 13.000/mm3
Ht
: 39 %
: 9,6 detik
APTT
: 37
GDS
: 108 mg/dl
Ureum
: 21 mg/dl
Kreatinin
: 0,8 mg/dl
42
RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)
1
Anamnesis
Bengkak dan nyeri di rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien merasakan adanya benjolan seukuran manik-manik pada rahang kiri seminggu
sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin membesar. Pasien berobat ke
klinik BPJS dan mendapatkan obat dexamethasone, amoxicillin dan paracetamol,
namun, bengkak semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien kemudian dirujuk ke RS
swasta dan dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil Padang.
Nyeri saat membuka mulut dan berbicara sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar sampai ke telinga dan ke leher.
Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus.
Suara bergumam tidak ada
Air ludah berkumpul di mulut tidak ada\
Riwayat telinga berair ridak ada
Riwayat trauma pada wajah tidak ada
Riwayat wajah mencong tidak ada
Riwayat cabut gigi 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Kaku dan sulit menggerakan leher tidak ada
Riwayat batuk pilek tidak ada
Nyeri pada wajah saat sujud tidak ada.
Bersin-bersin di pagi hari tidak ada.
Sakit kepala hebat tidak ada
2
Pemeriksaan fisik
Orofaring dan mulut : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 permukaan
rata, tidak terdapat pelebaran muara kripti dan detritus, dinding faring tidak rata.
Hidung :
43
o KND : Kavum nasi cukup lapang, sekret +, jenis mukoid, KI dan KM eutrofi,
edem (-), hiperemis (-), permukaan licin
o KNS : Kavum nasi cukup lapang, sekret +, jenis mukoid, KI dan KM eutrofi,
edem (-), hiperemis (-), permukaan licin
Telinga :
o AD : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran timpani
utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 5, sekret +
o AS : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran timpani
utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 7, sekret +
PTeraba pembengkakan dengan diameter 5-6 cm, konsistensi keras, berbatas tegas, fluktuasi
tidak ada, tidak ada kemerahan, tidak ada pus, angulus mandibula teraba.
Diagnosis Utama
: Parotitis Sinistra.
Diagnosis Tambahan
:-
Diagnosis Banding
: Parotitis Supuratif
Pemeriksaan Anjuran
:-
Terapi
:
Cefoperazone 2 x 1 gr IV
Dexamethasone 3x1 amp IV
PCT 3x 500 mg
Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad sanam
: Bonam
Nasehat
Menjaga kebersihan mulut (oral hygiene).
Konsumsi gizi yang cukup.
44
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berumur 48 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 14 April 2016 dengan keluhan utama bengkak dan nyeri di
rahang kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis selanjutnya didapatkan,
awalnya pasien merasakan adanya benjolan seukuran manik-manik pada rahang kiri
seminggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin membesar. Bengkak pada
rahang kiri ini membuat pasien tidak bisa membuka mulut dan sulit untuk berbicara. Selain
itu pasen juga demam sejak 3 hari yang lalu. Kekakuan leher, dan air liur yang menetes
disangkal oleh pasien.
Untuk lebih mengetahui penyakitnya telah lakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan
pembengkakan pada regio parotis sinistra, konsistensi kenyal padat, terfiksir dan tidak nyeri
ketika ditekan. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar KGB pada leher dan lokasi lain.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pasien ini
adalah parotitis sinistra.. Seseorang dikatakan mengalami parotitis jika memiliki gejala berupa
demam (38,5 40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah, bahkan kaku rahang sehingga kesulitan membuka mulut
Faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya tonsillitis kronis pada pasien ini
adalah pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Pasien mengaku bila keluhan nyeri
menelan yang sangat mengganggu muncul, pasien segera minum antibiotik dan
paracetamol yang kemudian akan meng urangi keluhan yang dirasakan namun
pasien mengaku tidak pernah merasa benar-benar sembuh.
Penyebab dari parotitis yang terbanyak adalah paramyxovirus, namun dapat pula
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus Terapi yang diberikan untuk penderita
parotitis adalah terapi medikamentosa terlebih dahulu seperti pemberian antibiotik,
kortikosteroid, dan analgetik.
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Benjamin C. Stong, Michael E. Johns, Michael M. Johns III Anatomy and Physiology
of the Salivary Glands dalamBailey head and neck surgery-otolaryngology, 4th
Edition.2006
2. George L. Adams. Gangguan-gangguan kelenjarliur dalamBoiesbuku ajar penyakit
THT Edisi 6. Jakarta: 2012. Hal 534-572
3. Anil K. lalwani. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck
Surgery, 2nd Edition. Newyork.2008. Pp : 294-310
4. Center for disease control and prevention. Epidemiology and prevention of vaccinepreventable disease. 13th edition.2015.
5. Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-7.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012.
6. Fandi Agus W, Dewa Artha Eka P. Abses Peritonsil. Jurnal ilmiah Kedokteran,2012
7. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan. Universitas Sumatera Utara, 2010.
8. Murray
AD,
Marcincuk
MC.
Deep
Neck
Infection.
Available
in:http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview. Diunduh pada 14 April 2016
9. Cummings CW, Robbins KT. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4thEd.Pennsylvania:
Elsevier Mosby. 2005. Page 64-67
10. Tom, Lawrence. Disease of oral cavity, Oropharynx and Nasopharynx. Dalam: Snow J
dan Ballenger J. Ballengers otorhinolaryngology. Edisi enam belas. Ontario:
Bedecker, 2003.
11. Adams, L george. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams L,
Boies L, Higler P. Boies buku ajar penyakit THT Edisi keenam. Jakarta: EGC, 2012.
12. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, 2006.
13. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta :
Balai Pustaka, 1996.
14. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter
10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.
15. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
16. Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-7.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012.
17. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Universitas Sumatera Utara,
2010.
18. Murray
AD,
Marcincuk
MC.
Deep
Neck
Infection.
Available
in:http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview. Diunduh pada 14 April 2016
46