You are on page 1of 90
ANALISIS PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI AKTIVA TETAP DAN PENGHITUNGAN BESARNYA PAJAK TERHUTANG WAJIB PAJAK BADAN (Studi survei pada Wajib Pajak Badan di Kanwil DIP Jawa Bagian Barat II Bandung) SKRIPSI Diaj dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Jurusan Akunta an untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh: NAMA. : ARDIANTHA SAPUTRA. NRP : 01.01. 094 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA ‘Terakreditasi (accredited) SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor: 039/BAN-PT/AK-VII/S1/X1/2003 ‘Tanggal 6 November 2003 2005 SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah Nama ARDIANTHA SAPUTRA NRP 01.01.094 Tempat dan tanggal lahir Ampenan, 06 Mei 1983 Menyatakan bahwa skripsi berjudul “ANALISIS PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI ARTIVA TETAP DAN PENGHITUNGAN BESARNYA PAJAK TERHUTANG WAJIB PAJAK BADAN ” Merupakan hasil pekerjaan saya sendiri. Apabila terbukti tidak demikian, saya bersedia menerima segala akibatnya, termasuk pencabutan kembali gelar Sarjana Ekonomi yang telah saya peroleh, Bandung, September 2005 (Ardiantha Saputra) ABSTRAK ANALISIS PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI AKTIVA TETAP DAN PENGHITUNGAN BESARNYA PAJAK TERHUTANG WAJIB PAJAK BADAN (Studi Survei pada Wajib Pajak Badan di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II Bandung) Bagi dunia usaha, pajak merupakan sumber pengeluaran tanpa mereka memperoleh imbalan secara langsung. Schingga dalam hal membayar pajak biasanya perusahaan berupaya agar pengeluaran pajaknya menjadi sekecil mungkin melalui pereneanaan pajak. Tujuannya adalah mengefisienkan jumlah pajak terhutang melalui penghindaran pajak (tax avoidance) tanpa harus melanggar undang-undang perpajakan, salah satu cara penerapan perencanaan pajak yang relevan untuk dilakukan dunia usaha saat ini adalah melalui kebijakan akuntansi revaluasi aktiva tetap yang mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan 486/K MK.03/2002 tanggal 28 November 2002 Tentang Penilaian Kembali Al Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, Dengan melakukan revaluasi aktiva tetap, selisih posisi keuangan mencerminkan kondisi yang sebenarnya, perusahaan juga dapat menghemat pengelua Objek dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II Bandung dengan jumlah sampel (4) empat yang diambil se purposive sampling. Pokok bahasannya adalah berapa besar perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap tersebut mampu menghemat pengeluaran pajak terhutang Wajib Pajak Badan. Untuk mendapatkan solusi dari pokok bahasan tersebut, dalam penelitian ini digunakan hipotesis bahwa : “Terdapat Perbedaan Yang Signifikan Antara Besamya Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan Yang Dihitung Sebelum Perencanaan Pajak dan Setelah Perencanaan Pajak”. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian dan data hasil olahan lainnya, serta melakukan wawancara di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat IL Bandung. Data yang didapat dianalisis secara kuantitatif, dengan menggunakan statistik parametrik (uji beda), untuk kemudian dilakukan uji hipotesis (uji t). Uji hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui apakah kebijakan akuntansi revaluasi aktiva tetap tersebut mampu memberi penghematan pajak yang signifikan pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian, dan apakah penghematan yang sama (dalam persentase) berlaku juga untuk perusahaan-perusahaan lain anggota populasi. Berdasarkan uji beda dan uji t dengan tingkat signifikan (a ) 0,05 atau tingkat keyakinan 95%, dapat dibuktikan bahwa penerapan perencanaan pajak melalui kebijakan revaluasi aktiva tetap tersebut memberikan penghematan pajak yang signifikan, dan hasil ini berlaku juga bagi semua perusahaan anggota populasi penelitian, Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa penerapan revaluasi aktiva tetap akan menurunkan biaya penyusutan atas selisih revaluasi, dan karenanya disarankan agar jangka —panjang —_perusahaan—mulai mempertimbangkan alternatif-altemnatif pereneanaan pajak lainnya. BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka menjamin kelangsungan pembiayaan pembangunan nasional, pajak menjadi salah satu tumpuan sektor penerimaan negara, Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran tahun 2004 penerimaan dalam negeri 403 triliun, terdiri dari penerimaan pajak 279,2 triliun sedangkan penerimaan negara bukan pajak 123.8 triliun, terdiri dari penerimaan sumber daya alam 92.4 triliun, laba BUMN 9.1 triliun dan pendapatan Jainnya 22,3 triliun, Penerimaan pajak sebelum Pelita VI ditargetkan tumbuh 17,3% rata-rata per tahun. Penerimaan pajak sebagai petsentase tethadap total penerimaan dalam negeri harus meningkat dari 64,5%, Di lain pihak, bagi dunia usaha, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursement) tanpa diperoleh imbalan secara langsung. Dengan demikian, dalam hal membayar pajak, biasanya perusahaan berupaya agar pengeluaran pajaknya menjadi sekecil mungkin. Usaha penghematan pajak dapat dilakukan dengan cara penyelundupan pajak (fax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Sedangkan penyelundupan pajak menurut Harry Graham Balter, sebagaimana dikutip oleh Moh.Zain (2003 : 49) dalam Manajemen Perpajakan, “mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak — apakah berhasil atau tidak — untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan”, seperti meninggikan harga pembelian, merendahkan penghasilan yang diperoleh, meninggikan beban usaha atau melakukan pembayaran deviden secara diam-diam. Penghematan dengan cara ini, selain tidak sejalan dengan prinsip manajemen dan etika bisnis, juga mengandung resiko pelanggaran Ardiantha Saputra (01.01.094) hukum, Walaupun kedua cara tersebut mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda disini, bahwa tax avoidance adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan_ perpajakan, sedang penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang akan menyebabkan adanya selisih antara potensi pajak dan realisasi penerimaan pajak, disebut sebagai Kerugian pajak (tax losses) yang dapat terdiri dari kerugian Karena ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kerugian karena aparat pajak, dan kerugian Karena wajib pajak. Berlainan dengan penyelundupan pajak, penghematan melalui penghindaran pajak menurut Harry Graham Balter dalam buku yang sama adalah “merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakar Misalnya dengan memanfaatkan pengecualian dan potongen yang diperkenankan atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan ini, yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan pereneanaan pajak (tax planning), dan ini hanya mungkin dilakukan apabila pihak manajemen_ perusahaan ‘memahami ketentuan peraturan perpajakan serta menyelenggarakan kebijakan- kebijakan akuntansi dan pembukuan yang memenuhi syarat Perencanaan pajak (tax planing) itu sendiri menurut Moh. Zain (2003 43) dalam Manajemen Perpajakan, adalah “proses mengorgan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa schingga utang pajaknya, baik ajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimun; inkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial”. Atau perencanaan pajak menurut Lumbantoruan (1992 : 354) dalam Akuntansi Pajak, adalah “cara untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan Ardiantha Saputra (01.01.094) benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin guna memperoleh aba dan likuiditas yang diharapkan”” Sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat perbedaan yang fundamental, akan tetapi kemudian perbedaan tersebut menjadi kabur, baik secara teori maupun aplikasinya. Secara konseptual, justru dalam menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan. penyelundupan pajak, kesulitannya terletak pada penentuan perbedaanya, akan tetapi berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisahnya adalah antara melanggar undang-undang (unlawful) dan tidak melanggar undang-undang (avwfitl). Oleh Karena itu, para perencanaan pajak hendaknya bersikap lebih hati- hati agar perbuatan penghindaran pajaknya tidak dianggap sebagai berpartisipasi, membantu atau sekongkol dalam perbuatan yang dapat dianggap sebagai penyelundupan pajak (tindak pidana fiskal) Karena tidak ada batasan yang jelas antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak. Pengetahuan memadai bagi perusahaan merupakan langkah penting dalam perencanaan pajak Karena berguna dalam menentukan celah-celah (loopholes) yang menguntungkan. Tindakan ini dimungkinkan, Karena bagaimanapun lengkapnya suatu undang-undang, belum tentu mampu mencakup semua aspek yang diinginkan. Selain itu, yang juga penting untuk diperhatikan dalam membuat suatupereneanaan pajak adalah penerapan_praktik-praktik akuntansi yang sehat, dengan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, Dari penelitian awal, didapat informasi bahwa dengan melakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap, sejumlah Wajib Pajak Badan dari industri manufaktur mampu menghemat pengeluaran pajak hingga meneapai rata-rata 50.85%, seperti dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini, Ardiantha Saputra (01.01.094) Tabel 1.1 an PPh Terhutang Melalui Re Pajak Badan Industri Manufaktur Tahun 2002 (alam Rupiah) i Aktiva Tetap Empat ¥ Wajib Pajak | PPh Sebelum | PPh Setelah Selisih PPh | Persentase Badan Revaluasi Revaluasi A 6.617.312.197) | (183.187.147.035) | (7.569.834.8638) | 57,40 B (4.965.635.220) | ( 7.146.733.000) | (2.181.097.780) | 30.51 Cc (3.575.257.359) | ( 8.404.774.693) | (4.829.517.334) | 57,46 D (8.077.705.773) | ( 7.333.904.625) | (4.256.198.852) | 58,03 Sumber : DJP Kanwil Jawa Barat IT Bandung. Telah Diolah Mengingat pentingnya perencanaan pajak bagi pemenuhan kewajiban pajak suatu perusahaan, di satu sisi, dan penghematan pengeluaran pajak bagi operasionalperusahaan seh: hari, disisi lain, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap, dan penghitungan besarnya pajak terhutang Wajib Pajak Badan setelah revaluasi tersebut, Penelitian dilakukan di Direktorat Jenderal Pajak (DIP) Kanwil Jawa Bagian Barat II Bandung, dengan meneliti Laporan Keuangan sejumlah perusahaan industri manufakturing. Hasil penelitian disusun dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Analisis Pereneanaan Pajak Mclalui Revaluasi Aktiva Tetap dan Penghitungan Besarnya Pajak Terhu ang Wajib Pajak Badan” (Survei pada Wajib Pajak Badan di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II Bandung). 1.2, Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang,penelitian di atas, permasalahan yang diangkat untuk dibahas pada skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Ardiantha Saputra (01.01.094) 1. Bagaimana penerapan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap pada perusahaan, 2. Berapa besar perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap tersebut ‘mampu menghemat pengeluaran pajak 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis bagaimana penerapan_perenc: pajak ‘melalui revaluasi aktiva tetap pada perusahaan-perusahaan yang diteliti. 2. Mengetahui dan menghitung berapa besar perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap tersebut mampu menghemat pengeluaran pajak. 1.4. Kegunaan Panelitian Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh sejumlah manfaat sebagai berikut: 1. Akademik Sebagai dasar pemahaman lebih lanjut terhadap teori yang telah diperoleh, schingga dapat lebih mengerti dan memahami bagaimana melakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap dan menerapkannya di lapangan. 2. Perusahaan Sebagai masukan bagi manajemen perusahaan agar dalam melaksanakan Kewajiban pajaknya, mulai mempertimbangkan penerapan_perencanaan pajak, antara lain melalui revaluasi aktiva tetap. 3. Masyarakat Umum Hasil penelitian ini diharapkan dapat _memberi Kontribusi bagi lebih memasyrakatnya Undang-undang Pajak tahun 2000 dan konsep perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap di lingkungan dunia usaha, Ardiantha Saputra (01.01.094) 1.5. Kerangka Penelitian Perencanan pajak adalah tindakan terstruktur atas Kegiatan/transaksi yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Penekanannya pada pengendalian setiap transaksi yang mengandung konskuensi pajak. Tujuan perencanaan pajak dalam hal ini adalah mengetisienkan jumlah pajak terhutang melalui penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal dan tidak dapat ditoleransi. Menurut Undang-undang Pajak Panghasilan No.17 tahun 2000, besamya pajak penghasilan sama dengan penghasilan kena pajak (favable income) dikalikan dengan tarif pajak. Semakin besar laba kena pajak semakin besar pula pajak yang harus ditanggung, juga semakin tinggi tarif’ pajak maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar Wajib Pajak tersebut, Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Gumadi (1997 : 128) dalam Akuntansi Pajak, mengemukakan bahwa ; “Oleh Karena tujuan perencanaan pajak adalah untuk mengefisienkan pajak terhutang yang berada di lapisan tarif pajak tertinggi (top rate brackets = 30%), maka secara aritmatika perlu dilakukan bebagai upaya agar laba kena pajak masuk ke dalam tarif pajak yang minimum, memaksimumkan biaya fiskal dapat dikurangkan, dan memaksimumkan penghasilan yang ditangguhkan atau dikecualikan dari pengenaan pajak”. Cara lain untuk mengefisienkan beban pajak adalah melalui penghematan pajak (tax saving) yang menurut Moh. Zain (2003 : 51) dalam Manajemen Perpajakan adalah : “Usaha memperkecil jumlah utang pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan, sedang penghindaran pajak juga merupakan usaha yang sama dengan cara mengeksploitir celah-celah_ yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, di mana aparat perpajakan tidak dapat melakukan apa-apa”. Walaupun pada hakikatnya penghindaran pajak adalah perbuatan yang sifatnya mengurangi utang pajak dan bukan mengurangi kesanggupan/kewajiban pajak melunasi pajak-pajaknya, yang seolah-olah berada diluar skope tindak Ardiantha Saputra (01.01.094) pidana fiskal, akan tetapi Karena posisi wajib pajak dalam hal pengaturan tersebut, apakah mengenai perbuatan yang mengurangi kesanggupan/kewajiban perpajakan merupakan hal-hal yang kurang pasti, maka hendaknya diusahakan agar tidak terperangkap kedalam perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan penyelundupan pajak. Bersamaan dengan itu, wajib pajak memperoleh pula kesempatan yang luas untuk melakukan penyelundupan pajak, baik secara unilateral dengan cara memberikan informasi yang palsu atau menunda pembayaran, maupun kesempatan lain untuk melakukan penyelundupan pajak secara bilateral dengan cara menyuap petugas penetapan, pemeriksa dan penagih pajak dari jajaran instansi pajak. Scbagai konsckuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiskal yang dapat dikurangkan dan oleh Karena itu juga tidak akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak. Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang juga merupakan jumlah pajak yang dapat dihemat, hanya akan meningkatkan laba setelah pajak. Berbeda dengan aktivitas mencari laba/menambah penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan memberikan keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh. Sesuai Pasal 1 angka (9) Undang-undang No. 16 tahun 2000, pajak terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan. Dengan demikian, penghitungan pajak terhutang wajib pajak badan adalah: a, Menentukan laba bruto yang diperoleh perusahaan dalam suatu tahun pajak; b. Menentukan laba bruto dengan biaya-biaya yang menurut Peraturan Perpajakan dapat dikurangkan; Ardiantha Saputra (01.01.094) c. Mengkoreksi kemungkinan pembebanan biaya yang _ bersifat ‘menambah/mengurangi penghasilan kotor; dd. Hasil pengurangan biaya-biaya tersebut mempunyai laba netto sebelum pajak atau disebut juga dengan laba kena pajak atau Penghasilan Kena Pajak (PKP), PKP ini mempunyai dasar penghitungan besarnya pajak terhutang. Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan pajak dapat melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) dengan mempertimbangkan aspek-aspek perencanaan pajak, yang disebutkan dalam buku Perencanaan Pajak Sebagai Langkah Peningkatan Kepatuhan dan Efisiensi Pajak (1997 : 18) meneakup: proyeksi —perpajakan, —Kebijakan—akuntansi,—bentuk——_usaha, pengawasan/pemeriksaan perpajakan, dan aspek Ketentuan peraturan perpajakan Jainnya. Perencanaan pajak melalui aspek kebijakan akuntansi, antara lain dengan kebijakan revaluasi aktiva tetap. Dengan dilakukannya revaluasi aktiva tetap, perusahaan dapat menyehatkan posisi keuangannya sehingga lebih mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenamya, dan dapat menghemat pajak penghasilan terhutang. Pelaksanaan revaluasi aktiva tetap berpedoman pada pasal 19 ayat (1) Undang-undang —-No.17/2000,--Keputusan —- Menteri._-=—-Keuangan ‘No.486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 dan Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaanya yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak dalam Keputusan Dirjen Pajak Kep — 519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002. Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Dirjen Pajak itu disebutkan bahwa dasar untuk menentukan nilai aktiva yang akan direvaluasi adalah nilai pasar wajar dari aktiva bersangkutan. Penghitungan dilakukan oleh lembaga penilai yang telah ‘mendapat pengakuan pemerintah. Selisih revaluasi adalah selisih antara nilai baru aktiva dengan nilai sisa buku aktiva secara fiskal sebelum dilakukan penilaian kembali. Atas selisih lebih dari revaluasi tersebut, terhutang PPh sebesar 10% final. Dalam hal perusahaan Ardiantha Saputra (01.01.094) mempunyai kompensasi kerugian, maka dasar penghitungannya dalam kelebihan selisih penilaian Kembali setelah memperhitungkan kompensasi kerugian, Berfitik tolak dari kerangka pemikiran dan anggapan di atas, maka hipotesis yang. diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa : “Terdapat Perbedaan yang Signifikan antara Besarnya Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan yang Dihitung Sebelum Perencanaan Pajak dan Setelah Perencanaan Pajak Revaluasi Aktiva Tetap”. Selanjutnya, berdasarkan uraian di atas kerangka pemikiran dalam penulisan skripsi ini digambarkan sebagai berikut Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Perencanaan Pajak Melalui Revaluasi Aktiva Tetap Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan Pereneanaan Pajak Revaluasi Selisih (Tax Planningy [>] A&tiva Tetap Th Penghematan Pajak (Tax Saving) Ardiantha Saputra(01.01.094) 10 1.6. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitis yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan memberikan gambaran keadaan yang sebenarya dari objek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang ada, dengan cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis berbagai macam data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1, Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian untuk mendapatkan data primer dengan mengadakan peninjauan langsung pada perusahaan yang dipilih menjadi objek penelitian dengan maksud untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan hal yang akan diteliti agar lebih meyakinkan dan lebih akurat, 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian sebagai usaha untuk memperoleh keterangan dan data dengan membaea dan mempelajaribahan-bahan teoritis dari buku-buku fiteratur, catafan- catatan kuliah serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, agar diperoleh suatu pemahaman yang mendalam serta menunjang proses pembahasan mengenai masalah-masalah yang lentifikasi. 1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk keperluan penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat IL, di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung. Lamanya penelitian berlangsung mulai dari bulan Juli 2005 sampai dengan selesai_pengerjaannya, mulai dari pengumpulan data sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini Ardiantha Saputra (01.01.094) uu BABIL TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.4. Pengertian Pajak Hampir seluruh kehidupan manusia dan perkembangan dunia bisnis saat ini, dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan_ perpajakan, Pengaruh tersebut seringkali cukup berarti, sehingga bagi para pelaku bisnis, Komponen pajak meupakan Komponen yang harus mendapat perhatian serius Karena merupakan faktor menentukan bagi lancamya suatu bi Pengertian pajak itu sendiri, menurut Soemitro (1984 : 19), seperti yang diuraikan dalam Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1984, adalah sebagai berikut: “Pajak adalah juran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah dengan tiada mendapat imbal jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Meliala (1990 : 8) dalam Azas dan Dasar Perpajakan, menyatakan bahwa: “Pajak adalah juran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan pembangunan nasional”” Sementara itu, Brotodiharjo, sebagaimana dikutip oleh Adrian (1991 2) dalam Pengantar Imu Hukum Pajak, menyebutkan bahwa: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayamya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi Kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan”. Dari definisi di atas, dapat diinterpretasikan bahwa pada hakekatnya : Ardiantha Saputra (01.01.094) 12 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang- dang dan Aturan Pelaksanaannya, schingga dapat dipaksakan karena mempunyai Kekuatan hukum, 2. Dalam pelunasan pajak, tidak terdapat kontra prestasi_ individu secara langsung, 3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 4, Pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran pemerintah, Selanjutnya, Mandiasmo (2001 : 2) menjelaskan bahwa secara teoritis pajak mempunyai dua fungsi, yakni 1, “Fungsi Budgeter, Yaitu fungsi dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk ‘membiayai pengeluran-pengeluarannya 2. Fungsi Mengatur, Yaitu fungsi dimana pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi”. Fungsi ini terutama ditujukan terhadap sektor swasta, Manfuat_ yang diperoleh dari kebijaksanaan pajak sebagai “pengatur”” tidak dapat segera dilihat dan dinyatakan secara Kuantitatif, sehingga Kecenderungan untuk menjadikan pajak sebagai penerimaan negara (budgeter) semata-mata dan melupakan fungsi mengatur menjadi dominan, terutama dalam keadaan penerimaan negara dan sumber lain tidak dapat diharapkan, 2.1.2. Pengertian Pajak Penghasilan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu hasil pembaharuan perpajakan (tax reform), yakni melalui Undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 1983 yang mulai berlaku di Indonesia sejak 1 Januari 1984, dan kemudian diperbaharui menjadi Undang-undang No.7 tahun 1991 dan Ardiantha Saputra (01.01.094) 13, selanjutnya diperbaharui lagi menjadi Undang-undang No.10 tahun 1994 dan Kemudian sampai saat sekarang ini digunakan adalah Undang-undang No. 17 tahun 2000. Undang-undang Pajak Penghasilan ini hanya mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang bersifat materiil, sedangkan ketentuan-ketentuan yang bersifat formal diatur tersendiri dalam Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana diperbaharui_ menjadi Undang-undang No.9 tahun 1994 dan kemudian yang dipakai sekarang ini adalah Undang-undang No.16 tahun 2000. Mengacu pada Undang-undang No.17 tahun 2000, dapat dikatakan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berada di dalam negeti dan / atau di luar negeri, yang terhutang selama tahun pajak Pajak penghasilan mengatur mengenai pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak selama satu tahun pajak, sehingga semua penghasilan yang diterima oleh perseorangan maupun badan selama satu tahun pajak, akan dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan. Dalam buku Perbandingan Pembaharuan Perpajakan Nasional Moh. Zain (1984 : 95) menyatakan bahwa jenis-jenis pajak penghasilan mencakup: “1, Pajak Penghasilan dari Pekerjaan (PPh pasal 21) 2. Pajak Penghasilan dari Usaha (PPh pasal 22) 3. Pajak Penghasilan dari Modal dan Jasa (PPh pasal 23) 4, Pajak Penghasilan dari yang Terhutang / dibayar di Luar Negeri (PPh pasal 24) 5. Pajak Penghasilan dari yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (PPh pasal 25)". Ardiantha Saputra (01.01.094) 14 Tahun Pajak (tahun takwim) dimulai dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember. Pajak Penghasilan dipungut setelah tahun takwim dan paling lambat bulan Maret tahun berikutnya, Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak adalah mengisi dan menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan dengan benar dan jujur: 2.1.3. Subjek Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang No.17 tahun 2000, pasal 2 disebutkan bahwva: 1) Yang menjadi Subjek Pajak adalah: a. 1), orang pribadi; 2). warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; b. badan; c.bentuk usaha tetap. 2) Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. 3) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah: a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu. tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. ¢. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, 4) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri: a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam Ardiantha Saputra (01.01.094) 15 jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; b. orang pribadi yang tidak betempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam Jjangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 5) Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a, tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; 4, gedung Kantor, g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksploitasi pertambangan, h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan; i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, J. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; Ardiantha Saputra (01.01.094) 16 k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; 1. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia. 6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenamnya, 2.1.4. Objek Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang No.17 tahun 2000 pada pasal 4, akan dijelaskan mengenai objek pajak. Pada dasamya, objek pajak penghasilan adalah setiap penghasilan yang diperoleh / diterima wajib pajak, dari penghasilan tersebut akan ditentukan berapa besarya Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang sebelumnya dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dikenakan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Kep-545/P1/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak PPh Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, yang mulai berlaku tanggal 29 Desember 2000. Selanjutnya, pada Undang-undang_ pajak yang sama, pasal 5 akan dijelaskan mengenai : 1) Yang menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap adalah: a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; b, penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh kamtor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara Ardiantha Saputra (01.01.094) bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksue. Uraian lengkap mengenai Objek Pajak ini, disajikan pada penjelasan mengenai Penghitungan Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan. 2.2, Perencanaan Pajak 2.2.1, Pengertian Perencanaan Pajak Dalam kamus Istilah Akuntansi, Siegel and Shim (1994 ; 461) memberikan pengertian bahwa : “perencanaan pajak merupakan analisis sistematis. yang ditujukan untuk meminimalkan kewajiban pajak dalam periode perpajakan yang berjalan dimasa depannya”. Untuk hal yang sama, Lumbatoruan (1992 : 354) dalam Akuntansi Pajak menyatakan bahwa “pereneanaan pajak adalah cara untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin guna memperoleh aba dan likuiditas yang diharapkan Sementara itu, John and Taylor (1987 : 974) menyatakan bahwa “Tax planning involves the arrangement of tax payer’s affairs in such a way as to incur the lowest possible tax liability. Its goal are to pay the least amount of tax at the latest possible time”. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perencanan pajak adalah suatu usaha pengurangan beban pajak dengan tetap mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan hal-hal yang, belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku, usaha penghematan pajak berdasarkan the least and latest rule, yaitu wajib pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran pajak selambat mungkin sebatas masih diperkenankan oleh peraturan perpajakan, Menekan pajak sekecil mungkin dilakukan dengan menahan penghasilan- penghasilan atau memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari Ardiantha Saputra (01.01.094) 18 penghasilan (decluction) sehingga Penghasilan atau Laba Kena Pajak menurun, atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan_perpajakan Usaha penundaan pembayaran pajak selambat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan peraturan perpajakan yang ada, seperti ketentuan yang berkaitan dengan penyusutan, Penundaan pembayaran pajak selambat mungkin yang berkaitan dengan konsep time value for money. Dengan menunda pembyaran pajak sampai batas waktu yang diperbolehkan oleh Undang-undang dan Peraturan Perpajakan, perusahaan bisa mendapatkan penghematan aliran kas Konsep time value for money itu sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Husnan (1992 : 29) dalam Manajemen Keuangan, ‘Teori dan Penerapan adalah sebagai berikut “Setiap individu berpendapat nilai uang saat ini lebih berharga daripada nanti, Dengan demikian mereka akan lebih menyukai untuk menerima jumlah yang sama saat ini daripada nanti, dan lebih suka membayar jumlah yang sama pada waktu nanti daripada saat ini” 2.2.2. Strategi Dalam Perencanaan Pajak Dalam melakukan perencanaan pajak, ada empat strategi yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Memahami masalah perpajakan, Permasalahan ini tidak terbatas pada pemahaman Undang-undang Perpajakan saja, tetapi juga meliputi Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (KepPres), Surat Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Keputusan / Surat Edaran Dirjen Pajak, agar tidak kehilangan jejak mengenai segala ketentuan peraturan Undang-undang Perpajakan. Lebih-lebih lagi mengingat fungsi skala Surat Edaran Ditjen Pajak lebih ditekankan pada interpretasi resmi Undang- undang Perpajakan dan Petunjuk Pelaksanaannya. Oleh karena itu, yang terpenting bagi pereneanaan pajak adalah memiliki_kemampuan Ardiantha Saputra (01.01.094) 19 menerapkan ketentuan Undang-undang Perpajakan dalam situasi nyata (life situasions) dan bukan hanya memiliki bakat mengungkapkan ketentuan Undang-undang Perpajakan sampai ke akar-akarnya, serta melihat implikasinya terhadap pengambilan keputusan. 2. “Menyadari_bahwa masalah perpajakan adalah masalahperundang- undangan, sehingga hanya otoritas loyal yang berwenang untuk ‘memutuskan apa yang benar sesuai dengan yang dimaksud oleh ketentuan Undang-undang Perpajakan”. Apabila terjadi aplikasi yang benar (correct application) menurut ketentuan Undang-undang Perpajakan dan hasilnya menyimpang dari standar teori akuntansi, ekonomi dan sosial, maka yang harus diikuti adalah ketentuan Undang-undang Perpajakan, Dalam praktek, sebagian perselisihan perpajakan terjadi karena ketidaksamaan pendapat mengenai correct application dari suatu ketentuan Undang-undang Perpajakan untuk situasi yang spesifik, misalnya perlakuan akuntansi Komersial dan pajak dalam hal pembayaran kenikmatan kepada karyawan. Mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pembayaran kenikmatan kepada karyawan diakui sebagai beban _pengurangan penghasilan. Akan tetapi, menurut Undang-undang PPh pasal 9 ayat (1) bagian (4), pembayaran kenikmatan tersebut di atas tidak diakui sebagai pengurang pajak. Dalam kasus di atas, perusahaan harus_mengikuti ketentuan Undang-undang Perpajakan, schingga laporan keuangan Komersial yang mengacu pada SAK direkonsiliasi_ menjadi laporan keuangan fiskal. 3. Memahami bahasa yang digunakan Undang-undang Perpajakan. Pengungkapan verbal merupakan hal yang kritis, Suatu pengertian yang sama dalam pembicaraan sehari-hari dapat didefinisikan berbeda dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan. Misalnya pengertian “penghasilan” menurut Undang-undang Perpajakan berbeda dengan pengertian pajak Ardiantha Saputra (01.01.094) 20 dalam bahasa sehari-hari, Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000, pengertian penghasilan adalah sebagai berikut “Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajit Pajak, baik ing berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”. (Pasal 4 ayat 1 Undang-undang No.17 tahun 2000) Dalam pegertian tersebut, yang dimaksud dengan “nama dan dalam bentuk apa pun” mempunyai pengertian yang Iuas, termasuk penghasilan yang, diperoleh secara legal maupun ilegal tidak mempersoalkan apakah ila penghasilan diperoleh halal / haram, susila atau a 4, Menyadari bahwa perencanaan pajak mempunyai Keterbatasan_strategi penghindaran pajak mempunyai kombinasi antara kepentingan bisnis dan strategi menghindari pajak yang menguntungkan kedua belah pihak, keberhasilan perencanaan pajak ini sangat bergantung pada sistem akuntansi yang ada di dalam perusahaan, Perencanaan pajak harus mengetahui dengan pasti jumlah pajak yang akan dihindarkan dengan cara menghindarkannya. Semua ini hanya dapat dilakukan jika perusahaan menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Penjelasan mengenai bagaimana sistem akuntansi dapat mempengaruhi keberhasilan perencanaan pajak dapat dilihat pada uraian mengen: Kebijakan Akuntansi. sub bab aspek-aspek 2.2.3. Aspek-aspek Perencanaan Pajak Dalam buku Perencanaan Pajak sebagai Langkah Peningkatan Kepatuhan dan Efisiensi Pajak (1997 : 18), dijelaskan beberapa alternatif untuk mengolah variabel-variabel kritis tersebut, yakni melalui aspek-aspek Ardiantha Saputra (01.01.094) a “1, Proyeksi Pajak 2. Bentuk Usaha 3. Bidang Usaha 4 Pengawasan / Pemeriksaan Pajak . Kebijakan Akuntansi” i, alternatif-alternatif tersebut Selanjutnya, sehubungan dengan penelitian i di atas akan diuraikan secara singkat, kecuali aspek kebijakan akuntansi Khususnya kebijakan revaluasi aktiva tetap. 2.2.3.1. Proyeksi Pajak Pereneanaan perpajakan dapat dilakukan melalui suatu proyeksi. Proyeksi i dapat berupa proyeksi arus kas, laba rugi atau proyeksi atas rencana-rencana perusahaan. Proyeksi itu sendiri menurut Badudu dan Zain (2001 : 1094), dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah: “suatu perkiraan atau perhitungan untuk ‘masa yang akan datang berdasarkan data yang ada sekarang”. Dalam proyeksi-proyeksi tersebut, perusahaan dapat memiliki laba yang tinggi dengan pajak penghasilan yang tinggi serta cash flow bersaldo keeil, atau mementingkan saldo laba yang lebih kecil, pembayaran pajak yang kecil, serta saldo kas yang besar. Saldo kas yang lebih besar berarti membawa keuntungan bagi perusahaan, Melalui perencanaan budget (proyeksi) tersebut, perusahaan dapat memilih beban karyawan, apakah tunjangan-tunjangan untuk karyawan (seperti tunjangan kendaraan, transportasi, tunjangan perumahan, tunjangan makan dan minum, dan Jain-lain) diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in kind) atau dibayarkan dalam bentuk uang. Jika perusahaan dalam kondisi menderita Kerugian maka akan lebih menguntungkan apabila tunjangan tersebut diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Hal ini diatur dalam pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang No.17 tahun 2000, bahwa : “penggantian atau imbalan Ardiantha Saputra (01.01.094) 22 sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah”. Atas beban karyawan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tersebut, manajemen dapat melakukan koreksi fiskal di dalam SPT PPh Wajib Pajak Badan, Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah agar beban karyawan berupa natura dan/atau-kenikmatan tersebutdidalam =~ laporan—_keuangan dikurangkan/dikeluarkan dari biaya/beban atau pengurang/penghasilan. Dengan dilakukannya koreksi fiskal, PPh karyawan tidak diperhitungkan, sedangkan di dalam SPT PPh Wajib Pajak Badan masih tidak membayar pajak penghasilan Karena perusahaan masih menderita kerugian. Dari segi perpajakan, Koreksi fiskal tersebut diperkenankan Karena pembayaran beban_ karyawan berupa natura dan/atau Kenikmatan bukan merupakan objek pajak (non deductable income). Namun, dengan koreksi fiskal atas beban karyawan akan berakibat memperkecil saldo rugi, sehingga apabila berlaku surut, koreksi fiskal tersebut menimbulkan konsekuensi kompensasi kerugian akan lebih kecil Non deductable expense tidak dapat diperlakukan sebagai pengurang laba kena pajak. Dalam keadaan perusahaan memperoleh laba maka koreksi fiskal tersebut akan memperbesar laba kena pajak dan dalam keadaan perusahaan ‘menderita rugi maka akibatnya saldo rugi akan lebih kecil. Sebaliknya, apabila perusahaan memperoleh laba dan terkena tarif pajak penghasilan tertinggi (30%), maka dapat dilakukan peninjauan kembali mengenai masalah pembayaran natura dan/atau kenikmatan terhadap karyawan tersebut. Dengan mengalihkannya ke dalam bentuk tunjangan akan lebih menguntungkan, sebab akan menjadi penghasilan karyawan tersebut yang mungkin terkena tarif pajak yang lebih rendah, Ardiantha Saputra (01.01.094) 23 2.2.3.2. Bentuk Usaha Bentuk usaha juga berpengaruh terhadap pemajakan, bentuk usaha misalnya PT, koperasi, CV dengan modal yang terdiri dari saham, firma, persekutuan atau perorangan. a. Perseroan Terbatas (PT) Bentuk usaha yang berbentuk PT., para pemegang sahamnya terdiri dari badan atau perorangan berakibat lain dari segi pemajakannya. Penghasilan deviden atau bagian laba yang diterima atau diperolah perseroan terbatas sebagai pemegang saham, bukan merupakan objek pajak penghasilan. Begitu pula dengan deviden atau bagian laba yang diterima koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, serta persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, bukan merupakan objek pajak penghasilan, Demikian juga dengan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura. Sebaliknya, jika dividen atau pembagian laba tersebut diterima oleh perorangan sebagai pemegang saham, maka akan merupakan objek pajak penghasilan, b. Yayasan Yayasan yang tujuannya nirlaba dan kegiatannya _ semata-mata menyelenggarakan pendidikan dan sosial, penghasilannya bukan objek pajak. ce. Dana Pensiun Penghasilan dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan dari modal yang ditanamkan di bidang tertenfu berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, bukan merupakan objek pajak penghasilan. Penanaman di bidang tertentu tersebut, antara lain a) Bunga deposito, diskonto deposito, sertifikat deposito, dan tabungan Bank Indonesia; b) Bunga obligasi di Pasar Modal; ¢) Deviden dari saham. Ardiantha Saputra (01.01.094) 24 d. Penghasilan Modal Ventura Atas penghasilan dari transaksi penjualan saham kepada perusahaan pasangannya, dikenakan PPh final sebesar 0.1% dari jumlah bruto dan bersifat final e. Perusahaan Pusat dan Cabang Perusahaan pusat dan cabang akan lebih efektif bila diajukan permohonan sentralisasi faktur PPN. Dengan sentralisasi ini, transaksipemindahan atau pengiriman barang antara pusat ke cabang dan sebaliknya atau pengitiman antar cabang, tidak perlu terkena PPN, jadi tidak perlu mengeluarkan faktur PPN. f, Perusahaan Multinasional Perusahaan multinasional berbentuk Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) dapat menghindari pengenaan pajak Witholding Tax (PPh pasal 26) alas penghasilan setelah pajak, apabila penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, dengan syarat: a) Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri: dan b) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan ©) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sckurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, berproduksi komersial. 2.2.3.3. Bidang Usaha Bidang usaha tertentu yang memperoleh perlakuan perpajakan yang berbeda, misalnya untuk perusahaan konstruksi dikenakan pajak penghasilan sebesar 2% dari penjualan dan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ‘No.140 tahun 2000 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi Ardiantha Saputra (01.01.094) 25 ‘yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 559/KMK.04/2000 yang mulai berlaku tanggal 26 Desember 2000. Jika perusahaan memperoleh laba bersih cukup besar lebih dari 10%, maka pengenaan pajak penghasilan sebesar 2% ini akan menguntungkan. Misalnya PT. *P” memiliki_ penjualan Rp. 1.000.000.000,- dengan PPh final 2% diperoleh pajak terhutang Rp.20.000.000,- sedangkan bila diperhitungkan dengan metode biasa dengan laba bersih, misalnya 10% dari penjualan, maka akan diperoleh laa bersih sebesar Rp.100.000.000,- dan pajak —tethutang — sebesar Rp.21.250.000,-. Dengan demikian pengenaan PPh final 2% akan sangat menguntungkan apabila perusahaan konstruksi tersebut memperoleh laba bersih 10% atau lebih Bidang usaha pengecer (retail) juga memperoleh perlakuan khusus di bidang PPN, yaitu dengan tarif 2%, baik dari penjualan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Barang Tidak Kena Pajak (Non BKP), dengan catatan bahwa PPN Masukan tidak dapat dikreditkan. Oleh Karena itu, bila komposisi dari penjualan BKP lebih besar dari Non BKP, maka akan lebih menguntungkan bila dikenakan tarif 2% dibandingkan dengan tarif biasa 10 %, Juga untuk perusahaan yang mempunyai pelanggan yang cukup banyak, dapat menggunakan permohonan untuk menggunakan faktur gabungan untuk PPN, 2.2.3.4. Pengawasan / Pemeriksaan Perpajakan ‘ktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan pajak dengan fujuan untuk: . menetapkan pajak-pajak negara yang terhutang: b.menetapkan besamya kerugian yang dapat dikompensasikan dengan saldo taba tahun-tahun berikutnya, Pemeriksaan dilakukan melalui Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan : (a) sampling pemeriksaan, (b) SPT lebih bayar, (c) SPT Rugi; dan (4) Adanya Ardiantha Saputra (01.01.094) 26 pengaduan masyarakat. Dengan memperhatikan tidak hanya dilakukan untuk ‘mengurangi beban pajak saja, karena terdapat aspek yang tidak dapat diabaikan yaitu pemeriksaan, Apabila dalam pemeriksaan ternyata, penerapan perencanaan pajak tersebut dinyatakan tidak benar, hal ini berarti bahwa perencanaan pajak tersebut justru membebani perusahaan, 2.2.3.5. Kebijakan Akuntansi a. Penilaian Persediaan Kebijakan akuntasi_mengenai_persediaan mensyaratkan penggunaan metode FIFO atau Average Methode, sedangkan LIFO tidak diperkenankan dalam ketentuan perpajakan, Sesuai dengan Undang-undang No.17 tahun 2000 pasal 10 ayat (6), adalah: “persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama”, Dalam keadaan harga barang cenderung naik, maka Average Methode akan lebih menguntungkan, Karena harga pokok penjualan akan lebih besar bila dibandingkan dengan metode FIFO. Sebaliknya, apabila harga barang cenderung turun, penggunaan metode FIFO akan lebih menguntungkan, karena persediaan akan lebih kecil dan harga pokok persediaan akan lebih besar. Dengan demikian, saldo laba kecil dan pajak penghasilan juga menjadi lebih kecil. Dengan pertimbangan bahwa, setiap perusahaan memiliki_metode penghitungan persediaan yang konstan tiap tahumnya, apabila akan melakukan perubahan w: melaporkan perubahan tersebut kepada KPP atau Direktorat Dirjen Pajak dan apabila di setujui dapat menggunakan metode yang baru, kecuali untuk perusahaan yang baru, b. Metode Penyusutan Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam peraturan perpajakan adalah metode garis furus dan/atau saldo menurun, Berdasarkan pasal 11dan 11A, Ardiantha Saputra (01.01.094) 27 ‘Undang-undang No.17 tahun 2000. Dengan metode garis lurus, besamya beban penyusutan setiap tahun akan sama, sedangkan dengan metode saldo menurun beban penyusutan yang semakin menurun dari tahun ke tahun, Dengan beban penyusutan yang semakin menurun, berarti pada tahun-tahun awal beban penyusutan lebih besar, akibatnya saldo laba kecil, dan pajak penghasilan lebih kecil dibandingkan dengan metode garis lurus. Dengan pembayaran pajak penghasilan yang lebih kecil di awal-awal tahun, memungkinkan tersedianya cash flow yang lebih besar dan kondisi ini sangat berguna bagi operasional perusahaan yang, baru mulai berjalan, Manfaat yang sama yang dapat diperoleh oleh perusahaan yang sudah mapan, apabila menerapkan saldo. menurun, Dengan menerapkan metode saldo menurun, ‘memungkinkan perusahaan untuk menunda pembayaran pajak dan penundaan ini sangat menguntungkan sesuai dengan Konsep time value of money. c. Sewa Guna Usaha Sewa guna usaha (leasing) aktiva tetap juga sangat menguntungkan dari segi beban pembayaran angsuran. Dari segi pemajakan, aktiva tetap sewa guna usaha tidak boleh disusutkan, tetapi beban angsuran lebih besar dari beban penyusutan, maka pembebanan pajaknya dapat menjadi lebih kecil. 4d. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Uraian mengenai kebijakan akuntansi revaluasi aktiva tetap dis sub bab selanjutnya. 2.3. Revaluasi Aktiva Tetap 2.3.1. Pengertian Revaluasi Aktiva Tetap Revaluasi aktiva tetap adalah suatu proses dari pihak perusahaan untuk menghitung atau menilai kembali suatu aktiva tetap / asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut melalui Lembaga Penilai (appraisal company’ yang, ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan revaluasi tersebut, sebagai bagian Ardiantha Saputra (01.01.094) 28 dalam rangka penghitungan penyusutan aktiva tetap tersebut untuk tahun—tahun berikutnya, Selisih harga perolehan dan akumulasi penyusutan yang menjadi nilai buku, menjadi dasar pengurang dari nilai revaluasi (hasil penilaian kembali aktiva tetap) tersebut, yang pada akhimya akan menjadi selisih lebih revaluasi dan menjadi dasar penghitungan objek pajak PPh yang dikenakan tarif final 10%, Sesuai dengan pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 17 tahun 2000. Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan peraturan tentang Revaluasi Aktiva Tetap. Yang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002, serta Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak dalam Keputusan Dirjen Pajak Kep-519/P1/2002 tanggal 2 Desember 2002 2.3.2. Penggolongan Penyusutan Aktiva Tetap Dalam memperoleh nilai buku suatu aktiva tetap setiap tahunnya, maka harus dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan masa manfaat aktiva yang bersangkutan dan mengurangi saldo awal aktiva tetap dengan tarif penyusutan berdasarkan metode yang digunakan oleh perusahaan sehingga didapat nilai buku yang diharapkan untuk tanggal neraca, Dengan berdasarkan Undang-undang No.17 tahun 2000 pasal 11 dan’ Keputusan Menteri-Keuangan No.520/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 jo. No.138/KMK.03/2002 tanggal 2002 dapat diketahui penggolongan jenis-jenis Harta Berwujud (Aktiva ‘Tetap) yang akan disusutkan adalah sebagai berikut: Ardiantha Saputra (01.01.094) Jenis-jen Harta Berwujud Yang Terma: 29 Tabel 2.1 Dalam Kelompok I No. Jenis Usaha 1 | Semua Jenis Usaha Jenis Harta a. Mebel dan peralatan dari Kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan b. Mesin Kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akunting, komputer, printer, scanner dan sejenisnya Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tapelcassette, video recorder, televise dan sejenisnya, telepon seluler. 4. Sepeda motor, sepeda dan beca e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industriijasa yang bersangkutan f. Alat dapur untuk memasak makanan dan minuman g. Dies, jigs dan mould Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan RI, No.138/KMK.03/2002 Jenis-jenis Harta Berwujud Yang Terma: No. Jenis Usaha Tabel 2.2 k Dalam Kelompo Jenis Harta T_| Semiua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, Kursi, almari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya b. Mobil, sedan, bus, truk, speed boat dan sejenisnya €. Container dan sejenisnya Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan RI. No.138/KMK.03/2002 Ardiantha Saputra (01.01.094) Jenis-jenis Harta 30 Tabel 2.3 Yang Termasuk Dalam Kelompok IL No. Jenis Usaha 1 _| Pertambangan selain ‘minyak dan gas 2 | Permintalan, pertenunan dan pencelupan Jenis Harta Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelican a. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk- produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat- serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain, tule) b. Mesin untuk yam preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya ‘Sumber: Surat Kepui No. Jenis Usaha -jenis Harta Yang Ter itusan Menteri Keuangan R.I. No.138/KMK.03/2002 Tabel 2.4 asuk Dalam Kelompok IV Jenis Harta 1 | Konstruksi ‘Mesin berat untuk Kontruksi Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I, No.138/KMK.03/2002 2.3.3. Tujuan dan Prosedu Pelaksanaannya ‘Tujuan dari Revaluasi Aktiva Tetap adalah agar perusahaan dapat menyehatkan posisi keuanganny: ehingga lebih mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenamya, Dalam buku Perencanaan Pajak, Exly Suandy (2003 : 44) menguraikan bahwa revaluasi aktiva tetap bagi perusahaan ‘mempunyai fungsi sebagai berikut Ardiantha Saputra (01.01.094) 31 “1, Perhitungan harga pokok akan menghasitkan nilai yang mendekati harga_pokok yang wajar. 2. Meningkatkan struktur modal sendiri, artinya perbandingan antara pinjaman (debi) dengan modal sendiri (equity) atau Debt to Equity Ratio (DER) menjadi membaik. Dengan membaiknya DER perusahaan dapat menarik dana baik melalui pinjaman dari pihak ketiga atau melalui emisi saham. 3. Pembayaran PPh atas selisih penilaian kembali aktiva tetap sebesar 10% yang bersifat final apakah cukup menarik bagi perusahaan untuk melakukan revaluasi.” Sesuai dengan pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 17 tahun 2000, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan peraturan tentang Revaluasi Aktiva Tetap. Berdasarkan Undang-undang tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Keputusan No. 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002, serta Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak dalam Keputusan Dirjen Pajak Kep-S19/P1/2002 tanggal 2 Desember 2002. Dalam buku Akuntansi Pajak, Gumadi (1998 : 128) menguraikan bahwa syarat bagi perusahaan (Wajib Pajak) untuk dapat melakukan Revaluasi Aktiva Tetap adalah: “1, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua Kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukan revaluasi. Yang dimaksud dengan kewajiban pajak di sini adalah PPh, PPn, PPnBM, dan PBB yang terhutang untuk masa sebelum masa pajak dilakukannya revaluasi dan telah dilumasi oleh wajib pajak. 2. Wajib Pajak yang telah melakukan revalusai sesuai dengan peraturan ini, tidak dapat melakukan revaluasi sebelum lewat jangka waktu 5 tahun”, Ardiantha Saputra (01.01.094) 32 Lebih lanjut, di dalam buku yang sama diuraikan pula mengenai kriteria Aktiva Tetap yang dapat di revaluasi “Aktiva tetap yang dapat di revaluasi adalah semua aktiva tetap berwujud, seperti: tanah, bangunan, mesin-mesin serta peralatan lainnya yang masuk ke dalam kelompok 2.3.4. untuk aktiva bukan bangunan, Selain itu, aktiva tersebut harus memenuhi syarat: 1. Telah dimiliki oleh wajib pajak lebih dari 5 tahun: 2. Terletak atau berada di Indonesia; 3. Masih digunakan di Indonesia untuk mendapatkan, menagih, dan ‘memelihara penghasilan; 4, Tidak bermaksud untuk dijual atau untuk dialihkan (bukan persediaan barang dagangan); 5. Untuk seluruh aktiva yang memenuhi syarat di atas dan tidak boleh dilakukan untuk sebagian aktiv: 6, Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain sebelum lewat jangka waktu: a. 5 tahun setelah dilakukan penilaian kembali untuk aktiva berupa tanah dan / atau bangunan. b. 3 tahun setelah dilakukan penilaian kembali untuk aktiva lainnya, 7. Aktiva yang telah dinilai kembali tidak dapat dilakukan_penilaian kemb: i tanah. (1998 : 130) keeu: Sebagai dasar untuk menentukan nilai aktiva tetap yang dilakukan revaluasi adalah harga / nilai pasar wajar dari aktiva yang bersangkutan berdasarkan Penghitungan menurut Lembaga Penilai yang diakui oleh pemerintah, Pemerintah telah mempercayakan perusahaan penilai (appraisal company) untuk menghitung nilai pasar wajar menurut prosedur, standar penilaian dan tanggung jawab serta integrasi dari perusahaan penilai, Dalam hal penilaian yang dilakukan oleh lembaga penilai ternyata tidak wajar, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar wajar aktiva tersebut. Ardiantha Saputra (01.01.094) 33 2.3.4, Revalusi Aktiva Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Revaluasi aktiva tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK 16 disebutkan bahwa : “penilaian kembali aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan Karena standar akuntansi Keuangan ‘menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran”” Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan_ketentuan pemerintah. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan-mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan_ perusahaan. Selisih revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukukan dalam akun modal dengan nama “selisih penilaian kembali aktiva tetap”. Revaluasi atau pernyataan kembali (restatement) aktiva dan kewajiban menimbulkan Kenaikan atau penurunan ekuitas, Meskipun memenuhi definisi penghasilan dan beban, menurut konsep pemeliharaan modal tertentu, kenaikan dan penurunan ini tidak dimasukkan dalam laporan laba rugi. Sebagai alternatif pos ini dimasukkan ke dalam ekuitas sebagai penyesuaian pemeliharaan modal atau eadangan revaluasi, Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Undang- undang Pajak Selisih revaluasi adalah selisih antara nilai baru aktiva setelah dilakukan revaluasi dengan sisa nilai buku aktiva secara fiskal sebelum penilaian kembali Atas selisih lebih tersebut dikenakan tarif PPh 10% final (Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 486/KMK.03/2002, pasal 5 ayat (1). Untuk ‘menghitung besamya PPh terhutang, dasamnya dibedakan menjadi dua, yaitu: Ardiantha Saputra (01.01.094) 34 1. Jika tidak ada sisa kerugian yang secara fiskal masih dapat dikompensasikan, maka selisih lebih revaluasi_merupakan dasar penghitungan pajak yang harus dibayar. 2. Tika ada kerugian tahu tahun sebelumnya yang secara fiskal masih dapat dikompensasi, maka selisih lebih revaluasi tersebut harus dikompensasi terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tersebut, dan apabila ada kelebihan merupakan dasar penghitungan pajak yang harus dibayar. Yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah jumlah kerugian yang telah dikeluarkan melalui Surat Ketetapan oleh KPP, Dalam hal KPP_belum menetapkan kerugian fiskal tersebut, maka kerugian fiskal dihitung atas dasar laporan keuangan wajib pajak. Apabila setelah dilakukan Pemeriksaan oleh KPP ternyata kerugian fiskal tersebut berbeda dengan kerugian yang sebagaimana dalam laporan keuangan wajib pajak, maka akan diadakan Koreksi atas PPh terhutang. Perlakuan PPh atas selisih lebih revaluasi dibukukan dalam perkiraan tersendiri “Selisih Penilaian Kembali Aktiva” dan termasuk dalam kelompok Modal. Bagi para pemegang saham yang menerima saham bonus akibat pencatatan tambahan modal saham, tidak dikenakan PPh, Perkiraan ini dapat juga digunakan sebagai tambahan modal cadangan. Formulasi penghitungan besarnya pajak penghasilan terhutang wajib pajak badan, atas selisih revaluasi aktiva tetap adalah seperti pada tabel di bawah ini: Ardiantha Saputra (01.01.094) 35 Tabel 2.5 Pajak Pengha Revaluasi Aktiva Tetap Penghitungan Besarn; Nilai Pasar Aktiva Tetap Pada Tanggal Penilaian Kembali xxx Nilai Buku Fiskal Aktiva Tetap Pada Tanggal Penilaian Kembali... Selisih Dikurangi: Kerugian Fiskal Yang Dapat Di Kompensasikan (jika ada)... Selisih Penilaian Kembali Sebagai Dasar Penghitungan Pajak xx Dikalikan Tarif Pajak (bersifat final) 10%. Xxx (0) Pajak Penghasilan Terhutang Sumber : Tjahjono dan Husein (2000 : 248), Perpajakan Dengan adanya revaluasi nilai aktiva dinilai sesuai dengan keadaan yang sebenamya dan mencerminkan nilai rill sesungguhnya, Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.03/2002 mengatur bahwa atas aktiva yang dinilai Kembali tersebut, masa manfaatnya yang baru ditetapkan sesuai dengan masa ‘manfaat menurut kelompok harta masing-masing, sebagaimana dimaksud oleh pasal 11 Undang-undang No.7 tahun 1983 setelah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 tahun 2000. 2.4, Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan 2.4.1.Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan menurut Standar Akuntansi Keuangan Tujuan penya n laporan keuangan seperti yang termuat dalam Kerangka Dasar dan Penyajian Laporan Keuangan adalah menyediakan informasi yang Ardiantha Saputra (01.01.094) 36 menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan Keputusan ekonomi. Menurut Kerangka Dasar dan Penyajian Laporan Keuangan, seperti yang termuat dalam SAK vol.1 (1994 : 26), pengertian penghasilan atau keuntungan adalah sebagai berikut: “Definisi penghasilan (income) meliput baik pendapatan (revenue) ‘maupun keuntungan (gains), Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktiva perusahaan yang biasa dan ekstemal dengan sebutan ing berbeda seperti penjualan, perusahaan jasa (fees). biaya, dan royalti dan sew: “Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan Kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakekatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos tersebut tidak dipandang sebagai unsur terpisah dengan kerangka dasar.” Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa penghasilan (income), menurut SAK meneakup baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains) yang bisa berasal dari aktivitas ekonomi perusahaan, Aktivitas ini sendiri, mencakup aktivitas usaha utama perusahaan atau aktivitas lainnya di dalam suatu periode. Berkaitan dengan aktivitas terscbut, Financial Accounting Standards Boards dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.3 (1983 : 110) dan (1983 : 112) membedakan antara revenve dengan gains “Revenue are inflows or other enhancement of assets of an equity or settlements of its liability (or a combination of both) during a period from delivering or producing goods, rendering services, or other activities that constitute the entity's on going major or central operation” Ardiantha Saputra (01.01.094) 37 ‘Gains are increases in equity (net assets) from peripheral or in ecidental transactions of an entity and from all other transactions and other events and circumstances affecting the entity during a period except those that result from revenues or investments by owners”. Jadi pendapatan (revere) merupakan kejadian yang berkaitan langsung dengan aktivitas normal perusahaan, sedangkan keuntungan (gains) adalah kejadian yang menguntungkan yang tidak berkaitan dengan aktivitas normal perusahaan, Dengan demikian, pendapatan menurut SAK, mengandung arti lebih Juas, yakni mencakup revenue dan gains. Selanjutnya, SAK, mengatur pula mengenai bilamana Penghasilan diakui, seperti yang termuat dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (1994 : 30-31), seperti berikut ini: “Penghasilan diakui dalam laporan keuangan rugi laba kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan handal. Ini berarti pengakuan yang terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban, misalnya, Kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang ‘timbul dari pembebasan pinjaman yang masih belum dibayar™ Pengakuan pendapatan berdasarkan prinsip realisasi ini, umumnya diakui bila telah memenuhi syarat : “(1) the earning process is complete or virtually complete, and (2) an exchange has taken place“. (FASB, 1971 : 30) Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu dimungkinkan untuk melakukan penyimpangan dari ketentuan di atas, yaitu: 1. Pendapatan diakui pada saat selesainya produksi, dengan syarat: a. nilai pasarnya sudah tertent b. pemasarannya terjamin, atau ¢.produk sudah dipastikan akan terjual dengan harga tertentu. 2. Pendapatan diakui secara proporsional selama tahap produksi Ardiantha Saputra (01.01.094) 38 3. Pendapatan diakui pada saat pembayaran diterima 4, Pendapatan dari penjualan konsinyasi, diakui pada saat barang dijual oleh consignee, Kemudian, untuk menghitung laba rugi, pendapatan harus dikurangkan dengan biaya-biaya yang terjadi selama periode yang bersangkutan, Dalam SAK. (1994 : 26), dijelaskan mengenai pengertian biaya atau beban ini, yakni sebagai berikut: “Definisi beban mencakupi baik kerugian maupun beban yang timbul bul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa, Beban yang ti dalam polaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan, Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas (dan setara kas), persediaan dan aktiva tetap” “Kewajiban mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang, biasa, Kerugian tersebut mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dan pada hakekatnya tidak berbeda dari beban Jain, Oleh karena itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar ini Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya yang berhubungan secara langsung di dalam usaha untuk memperoleh pendapatan yang disebut beban, dan biaya Iainnya yang tidak ada hubungan langsung dengan usaha untuk memperoleh pendapatan yang disebut mugi, FASB dalam SFAC No.3 (1983 : 65) dan (1983 : 68), secara tegas membedakan antara beban (expenses) dan kerugian (losses): “Expense are outflows or other using up of assets or incurrences of liabilities (or a combination of both) during a period from delivering or producing goods, rendering services, or carrying out other activities that constitute the entity is on going major or central decrease in eguity”. Ardiantha Saputra (01.01.094) 39 ‘Losses are decrease in equity (net assets) from peripheral or incidental transactions and other events and circumstances effecting the entity during period except those that result from expenses or distribution to owners”. Kedua unsur biaya ini mempunyai pengaruh yang sama dalam menentukan besamya laba perusahaan dalam suatu periode. Perbedaan antara beban dan kerugian menjadi penting dalam penyajian ini dalam laporan keuangan. Laba bersih mencerminkan semua pos rugi dan laba selama suatu periode, kecuali koreksi masa lalu disajikan sebagai penyesuaian atas saldo awal laba yang ditahan, Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan di sini bahwa perhitungan besamya laba usaha harus mengikuti “all inclusive concept”, dimana penyajian laba bersih. dilakukan dengan cara memasukkan semua biaya yang, ‘mempengaruhi pendapatan bersih modal selama suatu periode pembukuan, 2.4.2. Penghitungan Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan menurut Undang- undang Perpajakan Laporan keuangan komersial di susun berdasarkan prinsip akuntansi yang Jazim, demikian juga halnya dengan laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi, namun disesuaikan dahulu dengan keputusan- keputusan peraturan perpajakan. Menurut Peraturan Perpajakan, penyesuaian dilakukan pada biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan tethadap pendapatan, Dengan demikian, penghitungan pajak terhutang wajib pajak badan adalah a, Menentukan laba bruto yang diperoleh perusahaan dalam suatu tahun pajak; b. Menentukan laba bruto dengan biaya-biaya yang menurut Peraturan Perpajakan dapat dikurangkan; . Mengkoreksi kemungkinan pembebanan biaya yang _ bersifat ‘menambah / mengurangi penghasilan kotor, 4. Hasil pengurangan biaya-biaya tersebut mempunyai laba netto sebelum pajak atau disebut juga dengan laba kena pajak atau Penghasilan Kena Ardiantha Saputra (01.01.094) terhutang, 40 Pajak (PKP). PKP ini mempunyai dasar penghitungan besarnya pajak Dengan demikian bahwa perencanaan pajak mencakup hal-hal seperti meminimalkan tari pajak dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta memaksimalkan penghasilan yang difangguhkan atau dikecualikan dari pengenaan pajak. Dengan mengacu pada buku Petunjuk Pengisian SPT PPh yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Skema Penghitungan PPh Wajib Pajak Badan, yang mencakup pula penghitungan Laba Kena Pajak atau PKP menurut Undang-undang Perpajakan No.17 tahun 2000, adalah sebagai berikut: Tabel 2.6 Skema Penghitungan PPh Wajib Pajak Tumlah seluruh penghasilan Penghasilan yang tidak objek Pajak Penghasilan Penghasilan Bruto Biaya fiskal dapat dikurangkan (Koreksi Biaya fiskal tidak dapat dikurangkan) Penghasilan Netto Kompensasi Kerugian (bila ada) Penghasilan Tidak Kena Pajak (WP Perseorangan) Penghasilan Kena Pajak Tarif Pasal 17 Pajak Penghasilan terutang Kredit Pajak Pajak Penghasilan Lebih Bayar / Kurang Bayar / Nihil Sumber : DJP, Petunjuk Pengisian SPT PPh 2000 Ardiantha Saputra (01.01.094) 4 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan, item-item di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1, Jumlah Seluruh Penghasilan Yang dimaksud dengan penghasilan, sesuai dengan pasal 4 Undang-undang No.17 tahun 2000 adalah: 1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a 4. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, Kecuali ditentukan lain dalam undang- undang ini; hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha; keuntungan Karena penjualan atau Karena pengalihan harta termasuk: 1, keuntungan Karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya Karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; 3. keuntungan Karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga Ardiantha Saputra (01.01.094) 42 sedarah dalam garis keturunan lurus 1 (satu) derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak- pihak yang bersangkutan: €. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; f bunga term: suk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi: h. royalti; i, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j- penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan Karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah: 1. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n._ premi asuransi ©. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas: p. tambahan Kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenalsan pajak 2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau Ardiantha Saputra (01.01.094) bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Penghasilan yang ditangguhkan / dikecualikan pengenaan pajaknya. Penghasilan yang ditangguhkan / dikecualikan pengenaan pajaknya tercantum pada pasal 4 ayat (3) Undang-undang No. 17 tahun 2000, yaitu: 3) Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: a 1) bantuan sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemer ah dan para penerima zakat yang berhak: 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis Keturunan lurus 1 (satu) derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha keeil termasuk Koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jjasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Ardiantha Saputra (01.01.094) 44 Usaha Mi Daerah dari ‘Negara, atau Badan Usaha Mi ikan dan penyertaan modal pada badan usaha yang didi bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan viden, Badan Usaha Milik Daerah yang menerima di kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di Juar kepemilikan saham tersebut; iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, h. penghasilan dari modal yang ditambahkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam huruf g dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan; i, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha: k.penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian Iaba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan Ardiantha Saputra (01.01.094) 45 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 3. Penghasilan (laba) Bruto Pengha biaya-biaya flan bruto adalah jumlah seluruh penghasilan sebelum dikurangi 4. Biaya fiskal dapat dikurangkan Biaya fiskal dapat dikurangkan adalah biaya-biaya sesuai pasal 6 ayat (1) hhuruf a sid h Undang-undang No.17 tahun 2000, yakni sebagai berikut: a biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, j gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya Jain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 1A; iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki__ untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan: kerugian dari selisih kurs mata uang asing: biaya penelitian dan pegembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya bea siswa, magang, dan pelatihan: piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: Ardiantha Saputra (01.01.094) 46 1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya —perjanjiantertulis. _ mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dengan debitur yang bersangkutan; 3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan 4) wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak 5. Penghasilan (laba) Netto acbiaya Penghasilan netto adalah penghasilan bruto dikurangi dengan bi yang diperkenakan oleh Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan. 6. Kompensasi kerugian dan / atau Penghasilan Tidak Kena Pajak (bagi Wajib Pajak Perseorangan) Kompensasi kerugian adalah rugi tahun sebelumnya sampai dengan 5 tahun ke belakang berturut-turut dapat diperhitungkan sebagai pengurang laba netto sesuai pasal 6 ayat (2) Undang-undang No.17 tahun 2000 adalah Lapisan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan Undang-undang No.17 tahun 2000 pasal 7 terdapat Lapis in Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang kemudian selanjutnya dirubah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.L ‘No.564/KMK.03/2004 Tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak tanggal 29 November 2004, maka Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak pada Undang-undang sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi dan Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tahun 2005, yaitu: Ardiantha Saputra (01.01.094) 47 Tabel 2.7 if Penghasilan Ti ‘Lapisan Penghasilan Tidak Kena Pajak Tarif Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp. 12.000.000.- Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.200.000,- Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya | Rp. 12.000.000.- digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Tambahan untuk setiap anggota Keluarga sedarah dan | Rp.1.200.000.- Keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga ‘Sumber : Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.564/KMK.03/2004 7. Penghasilan (laba) Kena Pajak Penghasilan atau aba kena pajak adalah penghasilan netto dikurangi Kompensasi. Kerugian bagi Badan Usaha dan Orang Pribadi dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak. 8. Tarif ‘Tarif adalah prosentase untuk menetapkan Jumlah Pajak Terhutang, yaitu sesuai Pasal 17 Undang-undang No.17 tahun 2000, yaitu sebagai berikut: Ardiantha Saputra (01.01.094) 48 Tabel 2.8 Pajak Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) n Neger Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta 10% rupiah) (sepuluh persen) Di atas Rp 50.000,000,00 (lima puluh juta rupiah) sd. 15% Rp 100.000,000,00 (seratus juta rupiah) (lima belas persen) Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen) ‘Sumber : Pasal 17, Undang-undang No.17 tahun 2000 9. Pajak (PPh) Terhutang Sesuai Pasal 1 angka (9) Undang-undang No. 16 tahun 2000, pajak terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak dalam ‘Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perudang-undangan perpajaks 10. Kredit Pajak Sesuai Pasal 1 angka (22) Undang-undang No.16 tahun 2000, Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak Karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri, dikurangi pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, dikurangkan dari pajak yang terhutang, Ardiantha Saputra (01.01.094) 49 11. Pajak Penghasilan Kurang / Lebih Bayar / Nihil Adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih besar restitusi yang dapat dimintakan kembali, apabila lebih kecil daripada jumlah kredit pajak atau apabila pajak yang terhutang besamya sama dengan jumlah kredit pajak. Ardiantha Saputra (01.01.094) 50 BABII OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian itian adalah Dalam penulisan skripsi ini, yang menjadi objek pen Laporan Keuangan sejumlah perusahaan industri manufaktur di Bandung, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh pihak manajemen perusahaan ke Kanwil DIP Jawa Bagian Barat II Bandung. Laporan Keuangan tersebut merupakan laporan yang sudah di audit dan berakhir per tanggal 31 desember 2002. Perusahaan-perusahaan ini antara lain bergerak di bidang industri rextile, pertenunan, pemintalan benang dan kapas. Status kepemilikan perusahaan bervariasi, tetapi umumnya dimiliki oleh swasta (nasional ataupun asing) joint venture, dan beberapa diantaranya sudah listing di Bursa Bfek Jakarta Pertimbangan utama pemilihan objek penelitian ini didasarkan pada ketersediaan data, bidang usaha dan skala usaha perusahaan-perusahaan tersebut yakni industri manufaktur, yang tentu saja memiliki aktiva-aktiva tetap baik berupa mesin-mesin, tanah dan bangunan, yang memang representatif untuk dijadikan objek penelitian revaluasi aktiva tetap. Pertimbangan lainnya adalah kondisi perekonomian akhir-akhir ini yang kurang menguntungkan bagi dunia usaha, sehingga perlu dilakukan restrukturisasi modal Revaluasi aktiva tetap mempunyai salah satu solusi untuk ini, dan apabila dilakukan dengan mengacu pada Kep. Menteri Keuangan No.486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, maka diharapkan dapat menghemat pengeluaran pajak. Ardiantha Saputra (01.01.094) 1 3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Metode yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, dengan uraian metode deskriptif analisis dan dilanjutkan dengan verifikatif analisis atas kasus-kasus di sejumlah perusahaan industri manufaktur di Bandung, Berdasarkan metode ini, aspek- aspek tertentu. yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, diamati secara seksama sehingga diperoleh data primer maupun data sekunder yang mendukung penulisan skripsi ini, Data yang diperoleh kemudian diolah dan diproses lebih lanjut dengan alat bantu berupa teor teori yang telah diperoleh dan dipelajari sebelumnya, sehingga dari data tersebut dapat dilakukan analisis untuk kemudian ditarik kesimpulan mengenai masalah yang sedang diteliti 3.2.2. Operasional Variabel Dalam skripsi ini, penelitian dilakukan terhadap empat Laporan Keuangan Perusahaan Industri Manufaktur, strategi perencanaanya adalah merevaluasi aktiva tetap yang sudah memenubi persyaratan untuk di revaluasi Selain itu, titik fokus perencanaanya adalah penghindaran tarif 15% final (PPh pasal 23) menjadi 10% final atas selisih nilai aktiva setelah di revaluasi (SK. Menteri Keuangan No.486/KMK.03/2002). Selanjutnya, guna mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal besarnya pajak terhutang Wajib Pajak Badan apabila dilakukan dan tanpa dilakukan revaluasi aktiva tetap. digunakan uji selisih rata-rata (uji beda) dan uji t. Strategi perencanaan pajak yang diterapkan ini, mempunyai titik fokus pereneanaan dan pendekatan statistik yang digunakan dalam membuktikan kebenaran hipotesis yang. diajukan Komponen-komponen dari formula umum disebut sebagai “variable-variabel” petencanaan pajak dan hampir seluruh komponen-komponen yang terdapat di dalamnya merupakan "variable kritis” yang akan diolah dalam perencanaan pajak. Dapat dikatakan bahwa pereneanaan pajak mencakup hal-hal seperti Ardiantha Saputra (01.01.094) ‘meminimalkan tarif pajak, memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan dan memaksimalkan penghasilan yang tidak objek pajak Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan atau selisih rata-rata_yang signifikan antara Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan sebelum dan sesudah dilakukannya Perencanaan Pajak melalui Revaluasi Aktiva Tetap. Untuk it , variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1, Besarnya pajak terhutang wajib pajak badan, sebagai variable X:, yang diukur dengan menghitung besamya pajak terhutang _sebelum dilakukannya perencanaan pajak revaluasiaktiva tetap. Skala pengukuramnya ratio, 2, Perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap, sebagai variabel yang diukur dengan penghitungan besamya pajak terhutang wajib pajak badan melalui revaluasi aktiva tetap. Skala pengukurannya ratio. 3.2.3. Tehnik Pengump Penelitian ini sepenuhnya menggunakan data sekunder, yang diperoleh Data dengan cara-cara sebagai berikut: 1, Mendapatkan dan mengumpulkan data laporan keuangan empat perusahaan industri manufaktur yang diteliti, serta data hasil olahan il DJP Jawa Bagian Barat 11 Bandung, Jalan Asia Afrika No.114 Bandung. lainnya yang ada di Kam 2. Melakukan wawa icara dengan para pejabat yang berwenang di Kanwil DsP Jawa Bagian Barat I Bandung, guna mendapatkan keterangan dan data lain yang dibutubkan serta berkaitan dengan masalah penelitian. 3. Mendapatkan, mempelajari dan menganalisa dokumen-dokumen dan catatan-catatan Jainnya yang berhubungan dengan penelitian. Ardiantha Saputra (01.01.094) 3.24, Populast Populasi penelitian ini adalah laporan keuangan yang berakhir per 31 n Sampel Desember 2002 dari semua perusahaan industri manufakwur yang sudah diaudit dan dilaporkan ke Kanwil DJP Jawa Bagian Barat Il Bandung. Berdasarkan wawaneara dengan pihak berwenang di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II Bandung tersebut, didapat informasi bahwa jumlah laporan keuangan wajib pajak badan yang berakhir per 31 Desember 2002 dan telah dilaporkan dalam SPT adalah 4 (empat) buah. Dari jumlah 4 (empat) buah laporan tersebut, kesemuanya adalah merupakan perusahaan industri manufaktur. Dengan demikian, jumlah popula ini, kesemuanya dapat ditetapkan sebagai sampel dan diambil secara purposive i (N) dalam penentuan ini adalah 4 (empat) bush, Dari jumlah populasi sampling (sampling bertujuan). Penetapan jumlah sampel ini dilakukan dengan mengacu pada pendapat Arikunto (1993 ; 113) dalam Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, yang menyatakan bahwa: “pada prinsipnya tidak ada peraturan yang terkait dalam menentukan berapa persen sampel harus diambil dari populasi, dan menentukan antara 10 — 30% dianggap cukup reprensentatif asalkan diambil secara “purposive sampling”. lebih lanjut Arikunto menyatakan pula bahwa meskipun cara ini diperbolebkan, tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: A. Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Tes Statistik Menurut Sugiyono (1997 : 158), dalam buku Metode Penelitian Admini rasi, menyebutkan bahwa : “untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara 2 (dua) variabel yang diuji, digunakan uji hipotesis selisih rata-rata (uji beda), karena data rata-rata berasal dari dua yang berhubungan (related) dan berasal dari dua anggotanya sama”. Hipotesis selisih rata-rata ini menggunakan sifat distribusi sampling rata-rata yang berdistribusi normal. Ardiantha Saputra (01.01.094) 54 Menurut Dajan (1981 : 252), dalam buku Pengantar Metode Statistik, statistik yang digunakan dirumuskan sebagai berikut hime ~ Sebaran t sent = Ratacrata sampel 1 (satu), yaitu besamya pajak terhutang Wajib Pajak Badan sebelum dilakukan perencanaan pajak revaluasi aktiva tetap. Rata-rata sampel 2 (dua), yaitu besamya pajak terhutang Wajib Pajak Badan setelah dilakukan perencanaan pajak revaluasi aktiva tetap. }1) = Rata-rata populasi darimana sampel 1 diambil 2 = Rataerata populasi darimana sampel 2 diambil nm = Banyaknya sampel 1 nm; = Banyaknya sampel 2 Menurut Dajan (1981 : 252;255), dalam buku yang sama menyebutkan bahwa : “karena dalam pengisian hipotesis ini, Ho : [U1 = (2, maka rumus uji hipotesis selisih rata-rata dapat disederhanakan menjad Ardiantha Saputra (01.01.094) 55 Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam uji hipotesis ini adalah : wR YD a Menentukan hipotesis NO (Ho) dan hipotesis.altematif (Ha), yang, secara ‘matematis dapat dirumuskan sebagai berikut Ho= f= p> Ha= “i #f2 ‘Memilih dan menentukan taraf nyata yang dikehendaki Menentukan batas-batas wilayah kritis Menghitung nilait jane (t peettian/ dengan menggunakan rumus diatas) Mebandingkan nilai t jase dengan t jap (batas wilayah kritis) Mengambil dan atau membuat kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap 5 (lima) B, Penetapan Tingkat Signifikansi Pengujian hipotesis yang dilakukan menggunakan taraf nyata atau tingkat signifikansi 0,05 Karena jumlah data yang diteliti merupakan sampel dan juga Karena tingkat signifikansi ini menunjukkan adanya hubungan variabel_ yang cukup nyata, Ardiantha Saputra (01.01.094) 56 C. Penetapan Penerimaan Hipotesis Di dalam hipotesis ini, hipotesis tandingan atau hipotesis alternatif (Ha) akan diterima jika nilai t ping lebih kecil dari nilai negatif t susn tingkat signifikan atau nilai t yung yang diperoleh lebih besar dari nilai positif t engin tingkat signifikan. Sedangkan jika nilai t pime yang diperoleh terletak diantara nilai negatif t ana tingkat signifikan dan nilai positif t wea, tingkat signifikan, maka Ha akan ditolak. Secara matematis hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut Ha diterima jika = t yiagg <~ t1/ 2oataut >t / 2a Ha ditolak jika :-t) / 2a S thiung S=t1/ 20 Ardiantha Saputra (01.01.094) BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian, Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa, penelitian ini dilakukan, di Kanwil DIP Jawa Bagian Barat I. Guna mengetahui bagaimana penerapan perencanaan pajak melalui kebijakan Revaluasi Aktiva Tetap dan berapa besar perencanaan tersebut_mampu menghemat pengeluaran pajak, maka dilakukan penelitian dan pembahasan tehadap laporan keuangan delapan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan (manufacturing) dan terdafiar sebagai Wajib Pajak di Kanwil DJP Jawa Bagian Barat I, Pemilihan objek penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa dalam pengolahan bahan mentah atau setengah jadi menggunakan produk akhir atau siap pakai, para wajib pajak tersebut menggunakan sejumlah aktiva tetap, seperti mesin-mesin, tanah dan bangunan, serta aktiva-aktiva lain yang dalam hal ini dianggap layak sebagai objek penelitian revaluasi aktiva tetap para wajib pajak ini bergerak di bidang industri textile, pertenunan, pemintalan benang dan kapas. Dengan demikian, Karena sifat usahanya yang relatif sama (industri pengolahan) dan laporan keuangannya dibuat dengan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang sama (perpajakan dan SAK), serta i audit oleh lembaga auditor yang masing-masing sudah diakui dan terdaftar di Departemen Keuangan, maka kebijakan akuntansi dari masing-masing. wajib pajak tersebut dapat dikatakan tidak banyak berbeda Dalam penulisan skripsi ini, kebijakan akuntansi para wajib pajak berikut data laporan keuangan serta pembahasannya, “diwakili” oleh PT.”A”, yang bergerak di bidang industri pertenunan ‘extile, sementara itu, data lengkap berikut hasil pembahasan dan perhitungan untuk wajib pajak lainnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel di bagian pembahasan dan lampiran. Ardiantha Saputra (01.01.094) 4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan dan Kebijakan Akuntansi PT."A” yang bergerak di bidang industri pertenunan textile ini, diditikan di Bandung pada bulan Mei 1988 berdasarkan Akta Notaris Liana Nugraha, 8.H., No.6 tanggal 2 Mei 1988 dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Keputusan No.2-332.8-HT-01.01 tanggal 14 April 1989, dan juga telah diumumkan dalam Tahunan Berita Negara Republik Indonesia No. 94 tanggal 24 November 1988. Adapun maksud dan tujuan diditikannya PT. adalah: a, Bergerak dalam bidang-bidang sebagai berikut: - Berusaha di bidang Industri pertenunan textile. = Perdagangan dalam hasil produksi tersebut, baik lokal_maupun interinsulair = Impor / ekspor dalam arti kata seluas-luasnya yang berhubungan dengan pertenunan tersebut. b, Menjalankan perdagangan umum, baik atas tanggungan sendiri_ maupun untuk perhitungan pihak lain secara komisi. Industri textile PT.”A” mulai beroperasi pada akhir tahun 1988 dengan kapasitas 200.000 bal per bulan dan mempunyai 2 (dua) line produksi dan 1.850 orang. Saat ini, PT."A” sudah berkembang dan mampu memanfaatkan efisiensi produksi dengan memproduksi sekitar 15.000 bal per hari dengan 5 (lima) line produksi. Pada tahun 2000 PT."? mesin produksi yang hanya dijual kepada mitra dagangnya. Walaupun menambah mulai memproduksi spare parts untuk mesin- jumlah produksi, perusahaan berusaha menghemat pengeluaran akan pemakaian sumber daya manusia dan hanya memperkerjakan 3.460 orang. Waktu kerja dari kegiatan produksi PT.”A” adalah 6 hari kerja, terdiri dari 7 (tujuh) jam kerja dan 1 (satu) jam istirahat, yang dalam seharinya 24 (dua puluh empat) jam terbagi dalam ‘A” adalah 126 (seratus dua puluh enam) jam kerja per minggu. Industri fextile PT."A” hanya mempunyai satu 3 shift. Total jam kerja normal yang dilakukan PT. Iokasi kegiatan baik itu pabrik dan Kantor pemasarannya. Ardiantha Saputra (01.01.094) Sebagai perusahaan industri textile, PT."A” melakukan proses produksi untuk menghasilkan kain dan benang untuk keperluan/pemakaian sehari-hari masyarakat pada umumnya, Sebagaian besar produk kain dan benang yang dihasitkan PT.”/ adalah pesanan yang digunakan sebagai bahan_penolong industri-industri tekstil lainnya dari mitra dagangnya di Iuar negeri, yakni mencakup jenis jenis produk yang dihasilkannya, yaitu: Kain Grey, Kain BS, Kain Lokal, dan Kain Ekspor. Mutu produk kain dengan tipe-tipe tersebut di atas adalah menengah ke atas (Good Quality Midhigh Class), karena selain dipasarkan di luar negeri (ekspor) produk-produk benang dan kapas ini juga di pasarkan langsung kepada konsumen di seluruh wilayah Indonesia. Status perusahaan adalah joint venture swasta lokal dan swasta asing. Selanjutnya, gambaran mengenai kebijakan akuntansi yang dianut oleh PT."A” dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Dasar Penyajian Laporan Keuangan + Laporan keuangan ini telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yaitu Standar Akuntansi Keuangan, peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan peraturan lainny * Laporan keuangan disusun dengan dasar harga perolehan, kecuali beberapa akun tertentu disusun berdasarkan pengukuran lain sebagaimana diuraikan dalam kebijakan akuntansi masing-masing akun tersebut * Laporan arus kas disusun dengan menggunakan metode tidak langsung dan arus kas dikelompokkan atas dasar kegiatan operasi, investasi dan pendanaan, Untuk tujuan laporan arus kas, kas meneakup kas, bank, inyestasi jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang, setelah dikurangi cerukan, + Penjabaran mata wang asing ‘Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal transaksi pada tanggal neraca, aktiva dan kewajiban, Moneter dalam mata uang asing dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada tanggal neraca, Keuntungan dan kerugian selisih kurs yang timbul Ardiantha Saputra (01.01.094) 60 dari tansaksi dalam mata wang asing dan penjabaran aktiva dan kewajiban moneter mata uang asing diakui pada laporan laba rugi. b. Kebijakan Akuntansi yang menyangkut transaksi tertentu 1) Piutang Usaha Piutang usaha disajikan dalam jumlah netto setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tidak tertagih yang diestimasi berdasarkan review atas kolektibilitas saldo piutang. Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih. 2) Persediaan Barang jadi, bahan baku, perlengkapan dan barang dalam proses dicatat atas dasar harga perolehan dengan metode rata-rata tertimbang. Harga perolehan barang jadi dan barang dalam proses terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja serta alokasi biaya overhead yang dapat diatribusi secara langsung, baik yang bersifat tetap maupun variabel. 3) Aktiva Tetap dan Penyusutannya Aktiva tetap dinilai berdasarkan biaya perolehan (nilai realisasi) setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan, Semua aktiva tetap disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method). Persentase penyusutan setiap tahunnya adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 ‘Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Uraian Masa Manfaat ‘Tarif Penyusutan (straight-line method) Golongan I 4 tahun 25% Golongan II 8 tahun 12.50% Golongan IIT 16 tahun, 6.25% Golongan IV 20 tahun 3% Sumber: Catatan Atas Laporan Keuangan PT.”A” Per 31 Desember 2002 Ardiantha Saputra (01.01.094) 61 Biaya perbaikan dan pemeliharaan diakui sebagai beban pada saat terjadinya pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat aktiva atau yang memberikan manfaat ekonomis berupa peningkatan kapasitas atau mutu produksi, dikapitalisasi dan disusutkan sesuai dengan tarif yang sesuai. Apabila aktiva tetap tidak digunakan lagi atau dijual, maka nilai tercatat dan akumulasi penyusutannya dikeluarkan dari laporan keuangan atau kerugian yang timbul diakui dalam laporan laba rugi, Akumulasi biaya konstruksi bangunan atau pabrik dan pemasangan mesin dikapitalisasi sebagai aktiva dalam penyelesaian. Biaya_tersebut direklasifikasi ke akumulasi aktiva tetap pada saat proses konstruksi atau pemasangan selesai, Penyusutan nilai dibebankan pada saat aktiva tertentu mulai digunakan. Biaya bunga dan biaya pinjaman lain, seperti diskonto dan keuntungan atau kerugian selisih kurs, baik yang secara langsung maupun yang tidak secara langsung digunakan untuk mendanai proses pembangunan aktiva tertentu, dikapitalisasi sampai dengan saat proses pembangunan tersebut selesai Untuk pinjaman yang terjadiselama periode berjalandikurangi pendapatan sebesar biaya pinjaman dari seluruh pinjaman yang secara khusus digunakan untuk pemerolehan aktiva tersebut. Untuk pinjaman yang tidak seeara khusus digunakan untuk pemerolehan aktiva tertentu, jumlah biaya jaman yang dikapitalisasi ditentukan dengan mengalikan tingkat kapitalisasi dengan pengeluaran untuk waktu tertentu, Tingkat kapitalisasi adalah rata-rata tertimbang biaya pinjaman dari seluruh pinjaman terkait dalam periode tertentu, dengan mengalikan jumlah pinjaman yang secara khusus untuk pemerolehan aktiva tertentu. 4) Pajak Penghasilan Pajak penghasilan pada laporan laba rugi ditentukan herdasarkan laba kena pajak dalam tahun yang bersangkutan setelah diadakan penyesuaian antara prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan peraturan dan undang-undang perpajakan. Ardiantha Saputra (01.01.094) 62 Perseroan menghitung pajak penghasilan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan, yaitu aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui atas konsekuensi pajak periode mendatang yang timbul dari perbedaan jumlah tercatat aktiva dan kewajiban menurut Iaporan keuangan dengan dasar pengenaan pajak aktiva dan kewajiban. 5) Aktiva Sewa Guna Usaha. Aktiva tetap dengan sewa guna usaha pembiayaan disajikan sejumlah nilai ‘tunai dari jumlah pembayaran minimum sewa guna usaha ditambah harga opsi pada awal periode sewa. Kewajiban yang terkait juga diakui dan setiap pembayaran angsuran dialokasikan sebagai pelunasan hutang dan pembayaran beban bunga. Aktiva telap sewa guna usaha disusutkan dengan metode yang ia dengan aktiva yang dimilki. 6) Penjualan Bersih Penjualan bersih adalah pendapatan yang diperoleh dari penjualan produ barang dan jasa, setelah dikurangi retur, cadangan_penjualan, pajak penjualan barang mewah dan pajak pertambahan nilai, Pendapatan diakui pada saat barang dikirim ke pelanggan, Selanjutnya, berdasarkan kebijakan akuntansi yang telah dijelaskan di atas, pihak manajemen PT."A” menyusun laporan keuangan, baik laporan keuangan interim maupun laporan keuangan akhir tahun yang telah di audit oleh Akuntan Publik, sebagaimana terlampir dalam SPT yang diajukan PT."A” ke Kantor Pajak. Laporan keuangan ini terdiri dari a. Neraca Neraca PT, disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai posisi keuangan perusahaan secara keseluruhan selama tahun fiskal 2002, seperti disajikan berikut ini Ardiantha Saputra (01.01.094) 63 b. Perhitungan Laba Rugi Perhitungan laba rugi PT.”A” disusun dalam bentuk multiple step, yaitu mengelompokkan setiap jenis pendapatan dan biaya berdasarkan prosedur yang, digunakan secara umum dan current operating performance, yaitu. suatu pendekatan dimana hasil operasi dicantumkan secara lazim, biasa dan teratur pada suatu periode tertentu. Pengkoreksian dilakukan untuk keadaan keuangan masa alu, sebagai penyesuaian atas saldo awal yang belum terbagikan. Secara berturut-turut, laporan keuangan PT.” sebagai contoh, disajikan seperti berikut ini Sebelum Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT.“A” NERACA TANGGAL 31 DESEMBER 2002 KTIVA 31 DESEMBER 2002 235.330.734 220.308.046.380, 453. 184.625, 449.316.412.243 JUang Muka Pembelian 487.234.085 IBiaya dan Pajak Dibayar Di Muka 2.925.197.875 73.706.405.942 102.813.561.948 35.376.044.670 534.070.845 138.910.942.744 152.634.620.207 226.340.026.149 ‘Sumber : Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II, Telah diolah. Ardiantha Saputra (01.01.094) 64 Tabel 4.3 Sebelum Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT. “A” NERACA TANGGAL 31 DESEMBER 2002 JKEWAJIBAN DAN EKUITAS ‘31 DESEMBER 2002 IKEWAJIBAN JANGKA PENDEK : ICeruken - JHutang Usaha 31.936 .420.610 IBiaya dan Pajak Yang Masih Harus Dibayar 438.921 350 lUang Muka Penjualan 438.048 312 [Hutang Sewa Guna Usaha Pembiayaan 13.967 673.871 IPinjamian Bank Yang Akan Jtun Tempo Dalam satu Tahun 213.831.219.510 JPembiayaan Lainnya Yang Jatuh Tempo 3.177.279.356 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 263.833.563.008 IKEWAJIBAN JANGKA PANJANG lHutang Sewa Guna Usaha Pembaayaan 148.378.978.296 IPinjaman Bank, Setelah dikurang) Bagian Yang Akan Jatuh Tempo 7.077,510.458 25.456.488.754 Modal dasar, citempatkan dan disetor penuh sebanyak 1.324 lsahamn biasa dengan nilai nominal Rp. 4.000.000,00 per saham 4.924.000.000 [Defist Tahun-tahun Lalu 46.393 920,629 |Laba (detisit) Tanun-tahun Berjaian 17.880.104985 jumiah Ekuitas 62.950.025.614 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS. 226.340.026.149 ‘Sumber : Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II, Telah diolah, Ardiantha Saputra (01.01.094) 65 Tabel 4.4 Sebelum Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT.“A” LAPORAN LABA RUGI UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGAL 31 DESEMBER 2002 IPENDAPATAN : IPerjualan Bersih 270.511.519.330 IHarga Pokok Penjualan 231.620.353.962 LABA/(RUG!) KOTOR 38.891.165.268 IBEBAN USAHA 26 302.953.514 JLABA(RUG!) USAHA 12.588.211.854 [Beban Bunga dan Keuangen Laba (rugi) Usaha [Setelah Beban Bunga dan Keuangen 708.226 544 |PENDAPATANABEBAN) LAIN-LAIN : IKeuntungan (Kerugian) Selisih Kurs, 20.446 647 215 lLaba (rugi) Penjualan Aktiva Tetap 4.162.754.614 |Perdapaten (biaya) Lain-lain 4.437 523.389 |Pendapatan (beban) Lain-tain - bersih 417.174.878.440 lLaba (rugi) Sebelum Pajak Penghasilan 417.880.104.985 Sumber ; Data dari Kanwil DIP Jawa Bagian Barat Il, Telah diolah. Dari informasi di atas, dapat diketahui bahwa laba (rugi) perusahaan atau Kena Pajak (PKP) PT."A” selama tahun 2002 adalah (Rp.17.880,104.985). Dengan demikian besarnya PPh Terhutang PT.”A” adalah, Penghasi NIHIL. Adapun untuk meneari PPh Terhutang PT.”A* guna mendapatkan selisih PPh ‘Terhutang dalam menghitung penghematan pajak akibat revaluasi aktiva tetap ini adalah sebagai berikut Ardiantha Saputra (01.01.094) 66 10% «Rp. 50,000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% Rp. 50,000,000,- 30% * Rp.17.880.104.985,- = Rp.5.364.031.494.- Jumlah PPh Terhutang —=(Rp.5.376.531.494,-) Rp. 7.500.000,- 4.2. Pembahasan 4.2.1. Penerapan Pereneanaan Pajak Revaluasi Aktiva Tetap Untuk mengetahui berapa besar penghematan terhutang PT.”A” melalui perencanaan pajak revaluasi aktiva tetap, perlu dilakukan analisis terhadap Laporan Keuangan Perusahaan. Analisis dilakukan dengan cara menerapkan strategi-strategi perencanaan pajak tanpa harus melanggar ketentuan dan Undang- undang Perpajakan, Cara ini dimaksudkan agar pengeluaran pajak terhutang yang menjadi kewajiban perusahaan tidak lagi melebihi dari jumlah yang seharusnya, dan sekaligus agar pihak perusahaan terhindar dari kemungkinan tuduhan menyelundupkan pajak (tax evasion), baik karena ketidaktahuan akan ketentuan peraturan perpajakan, kesalahan dalam —penghitumganpajak _terhutang, kesalahpahaman dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan, maupun karena kealpaan dalam meneatat dan menyimpan bukti-bukti pendukung transaksi secara lengkap, dan lain-lain. Idealnya, suatu perencanaan pajak sudah dimulai sejak rencana pendirian perusahaan, Karena pada tahap ini pihak manajemen sudah__harus memperhitungkan bentuk badan usaha yang hendak didirikan, bidang usaha yang akan digeluti, dan bagaimana pola investasi atas setiap aktiva tetap perusahaan yang akan digunakan, Semua ini, meskipun hanya merupakan sebagian dari variabel-variabel kritis. da lam penghitungan pajak, tetapi apabila direncanakan dengan baik akan memberikan dampak positif bagi besamya pengeluaran pajak di masa yang akan datang, Dalam hal laporan keuangan PT."A, dari hasil penelitian yang dilakukan dan juga didukung dengan hasil pemeriksaan pihak fiskus, dapat dikatakan bahwa penghitungan pajak terhutang PPh Wajib Pajak Badannya sudah memenuhi Ardiantha Saputra (01.01.094) 67 peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dimaklumi mengingat laporan keuangan PT."A” yang terlampir dalam SPT sebelumnya sudah di audit oleh lembaga auditor dan telah dilakukan rekonsiliasi dari laporan keuangan Komersial ke laporan keuangan fiskal, Meskipun demikian, apabila diteliti lebih lanjut, dalam penghitungan PPh terhutang tersebut, PT."A” belum secara optimal menerapkan peluang-peluang, (loopholes) yang ada, sebagaimana dimaksud dalam perencanaan pajak. Hal ini dapat diketahui dari catatan atas laporan keuangan PT."A” yang pada bulan desember 2002 telah melakukan revaluasi atas beberapa aktiva tetap perusahaan berupa tanah, bangunan, mesin, kendaraan bermotor, inventaris kantor, inventaris pabrik. Surat Keputusan Ment 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak nomor KEP-519/P1/2002 tanggal 2 Desember 2002 — belum talasi pabrik dan manfaat dari revaluasi ini — sebagaimana diatur dalam Keuangan Republik Indonesia nomor dimasukkan dalam penghitungan PPh Wajib Pajak Badan, Revaluasi aktiva tetap itu sendiri dilakukan oleh Appraisal Independent PT. Karmindo Apprakon No.02.06./KA/LP/WHY/HS/02 tanggal 27 Februari 2002, yang berkedudukan di Bandung. Dengan demikian, dalam pembahasan skripsi ini, pola perencanaan pajak yang layak diterapkan pada PT Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk adalah memanfaatkan aturan Surat Keputusan Tujuan Perpajakan, Aktiva PT."A” yang direvaluasi adalah aktiva tetap perusahaan yang berupa tanah, bangunan, mesin, kendaraan bermotor, inventaris, Kantor, inventaris pabrik dan instalasi pabrik yang telah dimiliki oleh perusahaan tahun 1984, 1985, 1989, 1990 dan atas penilaian kembali aktiva tetap untuk tanggal 31 Desember 2002. Kondisi aktiva-aktiva tersebut sebelum dan sesudah revaluasi secara berturut-turut disajikan pada tabel 4.5 dan 4.6 berikut ini, Ardiantha Saputra (01.01.094) 68 Tabel 4.5 Aktiva Tetap PT.”A” Sebelum dilakukan Revaluasi (alam Rupiah) Aktiva Nilai Perolehan Akumulasi ‘Nilai Buku Penyusutan 31/12/2002 Tanah 65.700.000 - 65.700.000 Bangunan 1.449,905.860 768.317. 788 618.588.072 Mesin 114.821.914.152 | 24.970.742.442 | 89.851.171.710 Kendaraan Bermotor | 1.651.739.493 1,054.650.266 597.089.227 Inventaris Kantor 1.872.663.005 1,097.417.122 775.245.883 Inventaris Pabrik 6.654.538.257 3.770.743.176 2.883.795.081 Instalasi Pabrik 5.705.762.182 3.365.288.0857 2.340.474.125 Jumlah_ 132.222.222.949 | 35.026.558.851 | 97.195.664.098 Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat Il, Telah diolah. Tabel 4.6 Aktiva Tetap PT.”A” Setelah dilakukan Revaluasi (alam Rupiah) Aktiva Selisih Revaluasi | Penyusutan Nilai Buku Selisih Revaluasi | Setelah Revaluasi Tanah 8.046.495.000 = 8.112.195.000 Bangunan| 11.088, 598.928 554.429.946 | 11.770.187.000 Mesin 90.234.190.817 | 5.639.636.926 | 184.704.480.000 Kendaraan Bermotor | 2.453,052.197 306.631.525 3.758.950.000 Inventaris Kantor 1.391.964.116 173.995.3514 2.167.210.000 Inventaris Pabrik 19.075.669.919 | 2.384.458.739 | 21.959.465.000 Instalasi Pabrik 16.735.854.075 | 1.045.990.879 | 19.366.900.000 Jumlah 149.025.825.052 | 10.105.143.529 | 251.839.387.000 Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat Il, Telah diolah. Ardiantha Saputra (01.01.094) 69 Berdasarkan informasi yang didapat dari catatan atas laporan keuangan PT."A", dapat dijelaskan bahwa perhitungan revaluasi aktiva tetap di atas, selain mengacu pada Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 486/KMK..03/2002 tanggal 28 November 2002, tentang Penilaian Kembali Aktiva ‘Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan dan Tata Cara Penilaian dalam rangka Penialian Kembali Aktiva Tetap yang dikeluarkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Dalam hal ini, pendekatan penilaian aktiva tetap dilakukan atas dasar Nilai Pasar Wajar, dan nilai pasar wajar ditentukan dengan pendekatan yang lazim dilakukan oleh Penilai serta tergantung pada data yang tersedia. Selanjutnya, dari tabel 4.5 dan 4.6 di atas, dapat diketahui hahwa dengan melakukan revaluasi aktiva tetap, maka biaya penyusutan atas aktiva tetap tersebut pada tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar Rp.10.105.143.529.-, sedangkan nilai buku aktiva tetap setelah direvaluasi dan dikurangi dengan selisih revaluasi, mengalami peningkatan sebesar Rp.149,025.825.052,-. Peningkatan biaya penyusutan ini pada gilirannya akan mengurangi laba kena pajak (PKP) dan PPh terhutang PT.” diperlakukan sebagai tambahan modal perusahaan, dan dikenakan PPh 10% final, , sementara di sisi lain, peningkatan nilai aktiva dapat atau apabila dikonversikan menjadi dividen dan dibagikan kepada para pemegang saham, akan dipotong PPh 15% final. Dalam pembahasan skripsi ini — karena tujuannya adalah untuk mengetahui berapa besar perencanaan tersebut mampu menghemat pengeluaran pajak — maka peningkatan nilai aktiva tetap tersebut diperlakukan sebagai tambahan modal para pemegang saham (saham bonus), Atas selisih. revaluasi aktiva tetap ini — setelah dikurangi dengan komponsasi kerugian (jika ada) PT."A” hanya perlu membayar PPh 10% final, Selanjutnya, pada tahun fiskal 2002, selisih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak perlu dilaporkan sebagai penghasi an. Ada beberapa proses pencatatan dan jurnal yang perlu diperhatikan pada saat nilai aktiva tetap dihitung ke dalam laporan Keuangan tahun 2002. Sebagai Ardiantha Saputra (01.01.094) 70 contoh berikut ini disajikan perhitungan dan jurnal untuk revaluasi aktiva tetap bangunan - Nilai Perolehan (tahun 1984 - 1990) Rp. 1.449.905.860,- - Akumulasi Penyusutan (Rp. 768.317.788,-) = Selisih Revaluasi (tahun 2002) Rp.11.088.598.928.- - Akumulasi Penyusutan (atas selisih revaluasi) (Rp. 554.429.946,-) Jumnal yang diperlukan untuk mencatat kejadian di atas adalah sebagai berikut Pada saat Revaluasi Aktiva tetap Dr. Aktiva tetap (kenaikan nilai) Rp. 11.088.598.928,- Cr. Selisih revaluasi aktiva tetap Rp. 11.088.598.928,- Kenaikan nilai aktiva tetap akan menambah kembali buku aktiva, sedangkan pos selisih revaluasi aktiva tetap dimasukkan ke sisi modal dengan nama perkiraan Selisih Revaluasi Aktiva Tetap “ Penyusutan Selisih Revaluasi Aktiva Tetap Dr. Penyusutan (atas selisih revaluasi) Rp. $54.429.946,- Cr. Akumulasi Penyusutan (atas selisih revaluasi) Rp. 554.429.946,- Pos penyusutan atas selisih revaluasi akan masuk ke dalam laporan laba rugi, sedangkan akumulasi penyusufan atas selisih akan digabungkan dengan akumulasi penyusutan aktiva semula, 4.2.2. Penghematan Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan Melalui Realuasi Aktiva Tetap Agar besarnya penghematan pajak terhutang wajib pajak melalui revaluasi aktiva tetap dapat diketahui, maka pada bagian ini lebih dulu akan dihitung besamnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh PT.”A” sebagai akibat dari diterapkannya perencanaan pajak revaluasi aktiva tetap. Dari hasil pembahasan pada bagian sebelumnya, diketahui bahwa dampak dari diterapkannya revaluasi adalah munculnya biaya penyusutan (atas selisih, revaluasi) yang dapat ditambahkan ke pos akumulasi penyusutan pada tahun fiskal 2002. Pos ini akan masuk ke laporan laba rugi dan menambah besarnya biaya fiskal yang dapat dikurangkan dan akan mengurangi besarnya Penghasilan Kena Ardiantha Saputra (01.01.094) mn Pajak (PKP) PT.”A”, serta akan memperkecil jumlah PPh Tethutang Wajib Pajak Badan, Selain itu, PT."A” juga memperoleh tambahan penghematan pajak dari tarif PPh 10% final atas selisih revaluasi, yang apabila dilakukan tanpa perencanaan pajak akan dikenakan PPh 15% final. Adanya selisih revaluasi akan merubah jumlah modal pada neraca PT.”A”, Perubahan pada neraca dan laporan Taba rugi PT."A’ ebagai akibat dilakukkannya revaluasi aktiva tetap, secara berturut-turut disajikan pada hal berikut ini ‘abel 4.7 Setelah Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT.“A" NERACA TANGGAL 31 DESEMBER 2002 KTIVA 31 DESEMBER 2002 235.330.734 20.308 046.380 453,184,625 49,316 412.243 lUang Muka Pembelian 467.234.085 IBiaya dan Pajak Dibayar Di Muka 2.925 197.875 773.705.405.942 251.839.387.000 35.376.044,670, lAktiva Dalam Penyelesaian 534.070.8456, aminen Sewa Guna Usaha 2.925.197. 875, 301.660.445.259 375.365.851.201 ‘Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II, Telah diolah. Ardiantha Saputra (01.01.094) 2 Tabel 48 Setelah Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT. “A” NERACA TANGGAL 31 DESEMBER 2002 JKEWAJIBAN DAN EKUITAS ‘31 DESEMBER 2002 IKEWAJIBAN JANGKA PENDEK : ICeruken - JHutang Usaha 31.936 .420.610 IBiaya dan Pajak Yang Masih Harus Dibayar 438.921 350 lUang Muka Penjualan 438.048 312 [Hutang Sewa Guna Usaha Pembiayaan 13.967 673.871 IPinjamian Bank Yang Akan Jtun Tempo Dalam satu Tahun 213.831.219.510 JPembiayaan Lainnya Yang Jatuh Tempo 3.177.279.356 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 263.833.563.008 IKEWAJIBAN JANGKA PANJANG lHutang Sewa Guna Usaha Pembaayaan 148.378.978.296 IPinjaman Bank, Setelah dikurang) Bagian Yang Akan Jatuh Tempo 7.077,510.458 25.456.488.754 Modal dasar, citempatkan dan disetor penuh sebanyak 1.324 lsahamn biasa dengan nilai nominal Ro. 4.000.000,00 per saham 4.924.000.000 [Selisih Perilaisn Kembali Aitiva Tetap 149.025.825.052 Jbetisit Tahun-tahun Lalu 46 393 920.629 |Laba (detisit) Tahun-tahun Berjaian 17.880.104985 Jumiah Ekuitas 186.075.799.438 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS. ‘375.365.851.201 ‘Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II, Telah diolah, Ardiantha Saputra (01.01.094) 73 Tabel 4.9 Setelah Revaluasi dan Perencanaan Pajak PT. “A” LAPORAN LABA RUGI UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGAL 31 DESEMBER 2002 TAHUN 2002 IPENDAPATAN = IPerjualan Bersih 270.511.519.330 IHarga Pokok Penjualan 231,620 353.962 LABA((RUGI) KOTOR 38,891.165.368 JBEBAN USAHA 26.302.953.514 ILABA/(RUGI USAHA 12.688.211,854 JBeban Bunga dan Keuangan Laba (rugi) Usaha [Setelah Beban Bunga dan Keuangan 708 226544 PENDAPATANABEBAN) LAIN-LAIN : JPenyusutan (atas selisih revaluasi aitiva tetap) 10,105.143.529 IKeuntungan (Kerugian) Selisin Kurs 20.446,647.215 JLaba (rugi) Penjualan Aktiva Tetap 1.162.754.6814 IPendapatan (biaya) Lain-lain 4.437.523.389 |Pendapatan (beban) Lain-lain - bersih lLaba (rugi) Sebelum Pajak Penghasilan 127.985.248.523, Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat Il, Telah diolah. Berdasarkan laporan laba rugi di atas, perhitungan PPh Terhutang PT.”A” adalah sebagai berikut : 10% «Rp. 50,000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% Rp. 50,000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% = Rp.27.985.248.523,- = Rp.8.395.574.550.- Jumlah PPh Terhutang —-=(Rp.8.408.074.550,-) Ardiantha Saputra (01.01.094) 14 Apabila dibandingkan dengan besamya PPh terhutang sebelum dilakukan perencanaan pajak (Rp.5.376.53 1.494,-), maka PT.”A” memperoleh penghematan pajak terhutang sebesar Rp.3.061.543.056,-. Dalam PPh terhutang ini dapat diartikan sebagai suatu beban/biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan terhadap Kantor pajak, tetapi dalam hal ini PPh tehutang bemilai negatif, maka PPh tchutang tersebut merupakan sebagai suatu pengurangan terhadap PPh terhutang yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan (semakin besar nilai negatif yang didapat, semakin besar pula penghematan terhadap PPh terhutang), yang pada dasamya dalam laporan laba rugi akan mengurangi jumlah ilan, dan akhimnya akan mengurangi jumlah Penghasilan Kena h PPh final dari 15% pendapatan/pengh: Pajak (PKP) itu sen menjadi 10% yang dikenakan terhadap selisih revaluasi aktiva tetap. Gambaran Jumlah ini belum termasuk sel Jengkap mengenai besamya penghematan pajak yang didapat PT."A*, sebagai dampak dilakukannya revaluasi aktiva tetap dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini Tabel 4.10 enghematan Pajak PT.”A” Tahun 2002 Melalui Rekapitulas Perencanaan Pajak Revaluasi Aktiva Tetap alam Rupiah) PPh Sebelum Perencananaan Setelah Perencanaan Pajak ak Pasal 25 (5.376.531.4094) (8.408.074.5350) Final - (4.779.072.4885) Pasal 23 C 240.780.703) = < PPh (5.617.312.197) (13.187.147.035) Selisih (7.569.834.838) % Penghematan 37,40 Sumber ; Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II. Telah diolah. Ardiantha Saputra (01.01.094) 5 Dari tabel 4.10, dapat diketahui bahwa dengan melakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap, PT."A” mampu menghemat pengeluaran pajak selama tahun fiskal 2002 sebesar Rp.7.569.834.838,- atau 57.40%, Selanjutnya, pembahasan akan dilanjutkan dengan menyajikan data hasil penghitungan 4 (empat) perusahaan manufakturing lainnya yang menjadi objek penelitian dan terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di Kanwil DIP Jawa Bagian Barat II Bandung. Analisis dan penghitungan terhadap perusahaan-perusahaan ini dilakukan dengan cara yang sama terhadap PT. dan rekapitulasi_ hasil penghitungan disajikan pada tabel 4.11 dan 4.12 berikut ini Tabel 4.11 Rekapitulasi Penghematan Pajak Wajib Pajak Badan Melalui Perencanaan Pajak Revaluasi Aktiva Tetap alam Rupiah) PLA” PTB” Sebelum Setelah Revaluasi Sebelum Setelah Revaluasi Revaluasi Revaluasi Pasal 25, (5.376.531.494) | ( 8.408.074,550) | (4.732.055.878) | (4.012.857.500) Final 7 (47D 072A) > (.133.875.500) Pasal 23 ( 240,780.703) - (233.579.3423) = EPPA (5.617.312.197) | (13.187.147.035) | (4.965.635.220) | (7.146.733.000) Selisih PPh (7,369. 834.838) (@.181.097.780) % 37.40 30,51 Penghematan Sumber ; Data da Ardiantha Saputra (01.01.094) i Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II. Telah diolah, Tabel 4.12 Rekapitulasi Pen ik Wajib Pajak Badan Melalui Perencanaan Pajak Revaluasi Aktiva Tetap Dalam Rupiah) PPh PTC” PT.” Sebelum | Setelah Revaluasi | Sebelum Setelah Revaluasi Revaluasi Revaluasi Pasal 25 (2.668.990.029) | (5.728.314.523) | (2.852.978.4053) | (3.996.813.5373) Final : (2.676.460.170) - (3.337.091.0352) Pasal 23 ( 906.267.330) - ( 224.727.368) = > PPh (3.575.257.359) | (8.404.774.693) | (3,077.705.773) | (7.333.904.625) elisih PPh (4.829.517.334) (4.256.198.852) % 57.46 58,03 Penghematan ‘Sumber : Data dari Kanwil DJP Jawa Bagian Barat II. Telah diolah Dari tabel 4.11 dan 4.12 tersebut, dapat diketahui bahwa dengan melakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap, keempat Wajib Pajak Badan tersebut mampu menghemat pengeluaran pajak dengan rata-rata sebesar 50,85%, Berdasarkan fakta ini, dapat pula diambil kesimpulan sementara bahwa memang terdapat perbedaan rata-rata sebesar 50,85% antara PPh terhutang, yang dihitung tanpa perencanaan pajak dan melalui perencanaan pajak revaluasi aktiva tetap. Apakah perbedaan 50.85% ini merupakan besaran yang signifikan dan berlaku untuk perusahaan-perusahaan lain yang sejenis, perlu dilakukan pengujian hipotesis melalui uji selisih rata-rata (uji beda) dan uji t 4.2.3. Pengujian Hipotesis Sebelum dilakukan pengujian hipotesis selisih rata-rata (uji beda), perlu penulis jelaskan bahwa agar pengujian ini tidak menyimpang dari tujuannya, maka data 4 (empat) perusahaan (Wajib Pajak) yang diteliti tidak perlu Ardiantha Saputra (01.01.094) 17 diklasifikasikan terlebih dahulu, karena jumlah data yang terbatas dan memili besarnya PPh terhutang yang relatif sama. Pengklasifikasian tersebut sebenarnya didasarkan pada besarnya aktiva tetap atau X; , ; maupun jumlah PPh setelah dilakukan revaluasi aktiva tetap atau Xz, 1. Besarya “range” akan berakibat besarnya deviasi ( S ), sehingga perhitungan selisih rata-rata cenderung akan memberikan_hasil yang bias, jika tidak dilakukan pemisahan sesuai dengan kelompok besamya jumlah PPh. Selain agar pendekatan uji hipotesis selisih rata-rata ini tidak memberikan hasil yang menyesatkan, perhitungan dilakukan dengan menggunakan timbangan — baik terhadap X; , ; maupun terhadap X) . ‘Timbangan yang digunakan adalah nilai Asset masing-masing Wajib Pajak, seperti tercantum pada Neraca perusahaan yang terlampir pada setiap SPT Wajib Pajak. Dasar pemikiran digunakannya timbangan adalah besarnya perbedaan “investasi” yang ditanamkan dalam usaha atau “skala” usaha antar perusahaan aang diteliti, meskipum perusahaan-perusahaan tersebut sama-sama bergerak di bidang pemprosesan (manufakturing). Kondisi ini, pada gilirannya akan berdampak pada besamya “range” antar PPh. Ardiantha Saputra (01.01.094) Ardiantha Saputra (01.01.094) 8 79 Dimana, Xi = Variabel / sampel 1, yaitu jumlah PPh yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sebelum dilakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap. X2 = Variabel / sampel 2, yaitu jumlah PPh yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah dilakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap. W_ = Timbangan, yakni nilai asset masing-masing Wajib Pajak n= Banyaknya sampel, yakni nasing-masing n untuk setiap variabel. Rata-rata tertimbang untuk variabel 1 = 4.240,66 Rata-rata tertimbang untuk variabel 2 = 8.931,68 S, = Standar deviasi untuk kelompok variabel X; = 1.182,83 S2 = Standar deviasi untuk kelompok variabel Xz = 2.834,05 Besamya Si dan $2 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut zw Zw 7.079.678.678 _ 114.911.220.006 1,669.474,29 ~1.669.474,29 = 4.24066 = 8.931,68 fax? ea “Vn -1 4-0 _ [78.466,302,79 _297.075.904,10 Sean ya a= = 2.834.05 |-301.228.142 44-1) = 1.399.108,92 = 1.18283 Ardiantha Saputra (01.01.094) 80 Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa uji_hipotesis dengan pendekatan selisih rata-rata ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaan jumlah PPh yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sebelum dilakukan perencanaan pajak ( 4,240.66) dan jumlah PPh setelah dilakukan perencanaan pajak melalui revaluasi aktiva tetap (X= 8.931,68), merupakan perbedaan yang berarti atau signifikan, Untuk itu, perlu dilakukan pengujian signifikansi dengan langkah- Jangkah sebagai berikut 1. Menentukan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), sebagai berikut: Ho = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besarnya pajak terhutang Wajib Pajak Badan tanpa perencanaan pajak dengan melalui pereneanaan pajak. Ha = Terdapat perbedaan yang signifikan antara besarnya pajak terhutang Wajib Pajak Badan tanpa perencanaan pajak dengan melalui perencanaan pajak. Secara matematis, hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut Ho= => Ha= ites 2. Memilih dan menentukan taraf nyata yang dikehendaki. Taraf nyata (a ) yang digunakan pada pengujian hipotesis ini adalah 0,05 atau tingkat keyakinan 95%, 3. Menentukan batas-batas wilayah kritis Dengan menggunakan taraf nyata 0,05 dan dengan derajat kebebasan ( ap ) sebesar 6 (m + nz -2:), maka dari tabel t — sade diperoleh nilai kritis sebesar 2.447. Dengan diketahuinya nilai kritis, maka dapat ditentukan batas-batas daerah kritis pens Ho diterima , jika : -2.447 < thinng < 2447 Ho ditolak jika + t ying < -2,447 atau thinne > 2447 maan atau penolakan hipotesis yaitu Ardiantha Saputra (01.01.094) 81 4. Menghitung nilai t piune (1 data pexettian) Besamya t hitung dapat dipeoleh dengan menggunakan rumus f pitang = sjtet mm, Nilai $ diperoleh dengan menggunakan rumus (nm, — DS, + (my -)S? \ n+n,-2 2 4 _ |)0.182,83) +90 834,05) __~4.691,02 '4.197.260,42 OBSSI 21 See = ee & _ = 4.691,02 1.535 48 471546310 : is = ~3,0550 171,51 5. Membandingkan nila t yinne dengan t ape (batas wilayah kritis) Dari hasil perhitungan pada tahap 4 (empat) diketahui bahwa nilai t pine adalah -3,0550; sedangkan dari tahap 3 (tiga) diketahui bahwa batas-batas ksitis adalah sebagai berikut Ho diterima, jika : -2.447 © thiang < 2447 Ho ditolak . jika : t ytung < -2447 atau t pinng > 2447 Karena t hiang

You might also like