You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan
dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat. oleh
karena itu pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan ke masa depan. Perawat harus mau mengembangkan ilmu
pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan masyarakat, dan menjadi
tenaga perawat yang professional.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling
berhubungan,

saling bergantung, saling

mempengaruhi dan

saling

berkepentingan. oleh karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan,


praktek keperawatan, ilmu keperawatan dan kehidupan keprofesian
merupakan

fokus

utama

keperawatan

Indonesia

dalam

proses

profesionalitas. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan


terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh
masyarakat, maka dituntut untuk mengembangkan dirinya dalam sistim
pelayanan kesehataan.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses
mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu: penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan
keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1 Tujuan Umum yaitu: membantu mahasiswa untuk berpikir secara kritis,
serta untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para mahasiswa
tentang ketenagaan.
2

Tujuan Khusus yaitu: setiap mahasisa/i dapat :


a Menjelaskan tentang ketenagaan.
b Menguraikan dan menjelaskan tentang proses perekrutan tenaga
keperawatan.
1

Menyebutkan jenis tenaga keperawatan serta tugas dan tanggung

jawabnya.
Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi tenaga keperawatan di

Indonesia.
Menguraikan perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini
adalah pola deskripsi, yakni mengambarkan, memaparkan serta menjelaskan
kembali apa yang telah kami dapat dan telah kami pelajari sebelumnya dari
berbagai sumber yang telah kami padukan menjadi satu rangkaian
berdasarkan pemahaman kami, agar para mahasiswa juga dapat mengerti
dan memahami tentang salah satu mata kuliah yang kami sajikan dalam
ketenagaan.
Metode penulisan untuk bahan sumber yang kami dapatkan adalah
sebagai berikut:
1

Mencari bahan di perpustakaan berdasarkan sumber yang sesuai dengan


materi.

Mencari buku sumber yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.

Mencari ke internet, dll.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
Bab I

Pendahuluan

Berisikan tentang latar belakang, pembatasan masalah,tujuan penulisan


dan metode penulisan makalah ini.
Bab II Tinjauan Teoritis
Membahas tentang hakekat ketenagaan, jenis tenaga keperawatan,
klasifikasi tenaga keperawatan serta perhitungan kebutuhan tenaga
keperawatan.
Bab III Tinjaun Kasus
Berisikan tentang kasus yang akan dibahas
Bab IV Kesimpulan dan Saran
Berisikan tentang kesimpulan dan saran
Daftar pustaka

BAB II
TINAJAUAN TEORITIS
2.1 Sistem Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MPKP)
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat
unsur, yakni : standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan

menentukan kualitas produksi atau jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak
memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang
independen, maka tujuan pelayanan kesehatan atau keperawatan dalam memenuhi
kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktek keperawatan dapat dibedakan menjadi empat
yaitu, standar, proses keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu
model, keempat hal tersebut harus jadi bahan pertimbangan karena merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Ada beberapa Komponen Model Praktik Keperawatan Profesional antara
lain adalah :
a. Nilai Profesional Pengembangan
Model Praktik Keperawatan Profesional didasarkan pada nilai professional. Nilai
professional merupakan inti dari Model Praktik Keperawatan Profesional, yang
meliputi: nilai intelektual, komitmen moral, otonomi, kendali, dan tanggung
gugat.
b. Pendekatan manajemen
Pendekatan manajemen digunakan untuk mengelola sumber daya yang ada
meliputi:

ketenagaan,

Keperawatan

(SAK).

alat,

fasilitas

Pada

Model

serta

menetapkan

PraktikKeperawatan

Standar Asuhan
Profesional

ini

kemampuan manajemen keperawatan yang dikembangkan terutama dalam hal


mengelola perubahan dan pengambilan keputusan.
c. Sistem pemberian asuhan keperawatan
Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system) merupakan metode
penugasan bagi tenaga perawat yang digunakan dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada klien. Sistem atau metode tersebut merefleksikan falsafah
organisasi, struktur, pola ketenagaan dan populasi klien. Saat ini dikenal lima jenis
metode pemberian asuhan keperawatan, yang terdiri dari: metode kasus,
fungsional, tim, primer dan manajemen kasus.
d. Hubungan professional
Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) memungkinkan
terjadinya hubungan professional di antar perawat dan praktisi kesehatan lainnya.

Hubungan ini dapat terjadi melalui sistem pendokumentasian keperawatan, operan


tugas jaga,konferensi awal dan akhir, dan pembahasan kasus.
e. Kompensasi dan Penghargaan
Pada suatu layanan professional, seseorang mempunyai hak atas kompensasi dan
penghargaan. Kompensasi merupakan salah faktor yang dapat meningkatkan
motivasi, pada Model Praktik. Keperawatan Profesional karena masing-masing
perawat mempunyai peran dan tugas yang jelas sehingga dapat dibuat klasifikasi
yang obyektif sebagai dasar pemberian kompensasi dan penghargaan.
f. Aspek Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional
Menurut Sitorus (1996) yang diperkuat oleh Nursalam (2002),berdasarkan tingkat
perkembangan keperawatan di Indonesia untuk dapat menerapkan Model Praktik
Keperawatan Profesional ada tiga aspek yang perlu dikembangkan yang meliputi :
1. Ketenagaan

Dalam

pengembangan

Model

Praktik

Keperawatan

Profesional aspek ketenagaan merupakan komponen pertama yang harus


dipertimbangkan, sehingga tujuan pelayanan dapat dicapai. Menurut
Werdati (2005) dalam penerapan sistem pemberianasuhan keperawatan
terdapat 3 strategi manajemen yang penting dalam mengelola sumber
daya keperawatan yaitu:
a. Sistem klasifikasi pasien
Sistem ini dikembangkan untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu
dan efisisien, karena pelayanan diberikan sesuai dengan tingkat kebutuhan pasien,
merupakan metode untuk memperkirakan dan mengkaji jumlah kebutuhan pasien
terhadap pelayanan keperawatan, sehingga dapat diketahui jam efektif perawat
untuk melakukan pelayanan keperawatan. Depkes (2001) menetapkan indikator
jumlah jam kontak perawat dengan pasien rata-rata selama 4,5 jam/hari.
b. Stafing
Staffing merupakan salah satu fungsi khusus manajemen keperawatan yang terdiri
dari kegiatan-kegiatan :mengidentifikasi jenis dan jumlah dan kategori tenaga
yang dibutuhkan pasien, mengalokasikan anggaran tenaga, merekrut, seleksi dan
penempatan perawat, orientasi danmengkombinasikan tenaga pada konfigurasi
yang baik.

c. Penjadwalan
Penetapan jumlah

tenaga dan penjadwalan adalah merupakan proses

pengorganisasian sumber daya yang berharga untuk menentukan berapa banyak


dan kriteria tenaga seperti apa yang dibutuhkan untuk setiap shift. Sedangkan
menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menyebutkan bahwa agar
pelayanan keperawatan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan seorang Kepala
Ruang harus menyusun jadwal dinas yang dapat mencerminkan

jumlah dan

kategori tenaga yang berkemampuan baik pada setiap shift dan ada penunjukan
perawat sebagai penanggung jawab shift dengan disertai pembagian tugas yang
jelas.
2. Penerapan sistem pemberian asuhan keperawatan
Merupakan

metode penugasan yang dipilih dalam

mem berikan pelayanan

asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi yang ada di Rumah Sakit. Sistem
pemberian asuhan keperawatan harus merefleksikan falsafah organisasi, struktur,
pola ketenagaan dan karakteristik populasi pasien yang dilayani. Untuk
memperoleh gambaran penerapan sistem ini dapat dilihat dari tanggung jawab
pelaksanaan uraian tugas dan tanggung jawab kepala ruang rawat, kepala group,
CI, dan perawat pelaksana.
Tapi ada juga beberapa Faktor-faktor yang berhubungan dalam

perubahan

(MAKP) yaitu kualitas pelayanan keperawatan .Setiap upaya untuk meningkatkan


pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat
diperlukan untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.2

Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien atau konsumen.


Menghasilkan keuntungan atau pendapatan (institusi)
Mempertahankan eksistensi institusi.
Meningkatkan kepuasan kerja.
Meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan.
Menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar.
Analisis SWOT
2.2.1

Definisi
Analisa SWOT adalah instrument perencanaan strategis yang

klasik. dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan


6

kesempatan eksternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara


sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah
strategi. Instrument ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai,
dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka (New Weave,
2002).
Analisa SWOT adalah evaluasi secara keseluruhan terhadap
kekuatan, kelemahan, kesempatam dan ancama yang dimiliki perusahaan
(Kotler dan Amstrong,2008).
Analisa SWOT merupakan sebuah metode perencanaan strategis
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dan spekulasi bisnis atau
proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut (Haffianto,
2009).
1. Strenght, faktor internal yang mendukung perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Faktor pendukung dapat berupa sumber daya, keahlian, atau
kelebihan lain yang mungkin diperoleh berkat sumber keuangan, citra,
keunggulan dipasar, serta hubungan baik antara buyer dengan supplier.
2. Weakness, faktor internal yang menghambat perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Faktor penghambat dapat berupa fasilitas yang
tidak lengkap, kurangnya sumber keuangan, kemampuan, mengelola,
keahlian pemasaran dan citra perusahaan.
3. Opportunitty, faktor eksternal yang mendukung dalam pencapaian
tujuan dapat berupa perubahan kebijakan, perubahan, persaingan,
perubahan teknologi dan perkembangan hubungan suplier dan buyer.
4. Threat, faktor eksternal yang menghambat perusahan dalam mencapai
tujuannya. Faktor eksternal yang menghambat perusahaan dapat
berupa masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat,
meningkatnya bargaining power daripada supplier dan buyer utama,
perubahan teknologi serta kebijakan baru.

2.2.2

Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT


Pendekatan

kualitatif

matriks

SWOT

sebagaimana

dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua


paling atas adalah kotak faktor eksternal (pelungan dan tangtangan)
sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan
dan kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu
strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktorfaktor internal da eksternal.
Matriks SWOT Kearns
Eksternal
Internal
STRENGTH

WEAKNESS

OPPORTUNITY
Comparative
Advantage
Divestement/Investement

TREATHS
Mobilization

Damage Control

Sumber: Hisyam, 1998


Keterangan :
Sel A : Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang
sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk
bisa berkembang lebih cepat.
Sel B : Mobilization
Sel merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Disini
harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan
kekuatan organisasi untuk memperlunak acaman dari luar tersebut,
bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.
Sel C : Divestment/Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan
peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada
situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan
namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak
8

cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil


adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi
lain atau memaksakan menggarap peluang itu atau investasi.
Sel D : Damage Control
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena
merupakan pertemuan anatara kelemahan organisasi dengan
ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan
membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus
diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian)
sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.
2.3 Matriks IFE dan EFE
2.3.1 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Matriks
perusahaan

IFE

digunakan

berkaitan

dengan

untuk

mengetahui

kekuatan

faktor-faktor

(strengths)

dan

internal

kelemahan

(weaknesses) yang dianggap penting. Data dan informasi aspek internal


perusahaan dapat digali dari beberapa fungsional perusahaan, misalnya dari
aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi, dan
produksi atau operasi.
Tahapan kerja matriks IFE adalah sebagai berikut :
a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weaknessesi).
b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan sakala
yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
c. Beri rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing factor yang
memiliki nilai :
1 = sangat lemah
2 = tidak begitu lemah
3 = cukup kuat
4 = sangat kuat

Jadi rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu


pada industry dimana perusahaan berada.
d. Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing factor untuk
menentukan nilai skornya.
e. Jumlahkan semua skor untuk mendpatkan skor total bagi perusahaan yang
dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5 manandakan bahwa secara internal,
perusahaan adalah lemah, sedangkan nilai yang berda doatas 2,5
menunjukan posisi internal yang kuat.
Matriks IFE terdiri dari cukup banyak faktor. jumlah factor-faktornya tidak
berdampak pada jumlah bobot karena ia selalu berjumlah 1,0
2.3.2

Matriks EFE (External Factor Evaluation)


Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor

eksternal

perusahaan berkaitan dengan opportunities (peluang) dan threat (ancaman)


bagi perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal
menyangkut persoalan ekonomi, social, budaya, demografi, lingkungan,
politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persainagan dipasar industry dimana
perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. hal ini penting karena
factor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
perusahaan. Tahapan kerja dari matriks EFE adalah sebagai berikut :
a. Buatlah daftar critical success factors

(factor-faktor utama yang

menpunyai dampak yang penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha)


untuk aspek eksternal yang mencangkup perihal opportunities (peluang)
dan threat (ancaman) bagi perusahaan.
b. Tentuka weight dan critical success factor tadi dengan skala yang lebih
tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah
seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
c. Tentuka rating setiap critical success factors antara 1-4, dimana ;
1 = dibawah rata-rata
2 = rata-rata
3 = diatas rata-rata
10

4 = sangat bagus
Rating ditentukan berdasarkan efektifitas strategis perusahaan, dengan
demikian nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan.
d. Alikan nilai bobot dengan ratingnya untuk mendaoatkan skor semua
critical success factors
e. Jumlahkan semua skors untuk mendapatkan skors total bagi perusahaan
yang dinilai. Skor total 4.0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon
dengan cara ynag luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan
menghindari ancaman-ancaman dipasar industrinya. semntara itu, skor
total sebesar 1.0 mengindikasikan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan
peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman
eksternal.

2.3.3 Matriks Internal Eksternal (IE)


Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan suatu SBU perusahaan
ke dalam matriks yang terdiri dari 9 sel dengan memperhatikan nilai total
EFE dan IFE. Matriks IE menempatkan berbagai divisi dari organisasi
dalam diagram skematis, sehingga disebut matriks portofolio. Matriks IE
dengan sumbu horizontal X adalah nilai IFE yang dibagi menjadi 3 daerah
S

yaitu
:
KKuatSedangLemah
O4,03,0-4,0
1,0
1,99
= IFE 3,0
lemah
RTinggi

2,0
2,99
3,0-4,0

= IFE rata-rata

T3,0
3,0
4,0

= IFE kuat

2,0-2,99

2,0

1,0-1,99

1,0

O
Matriks IE dengan sumbu vertikal Y adalah nilai EFE yang dibagi
TSedang
menjadi
3 daerah, yaitu :
A2,0-2,99
L2,0
1,0
1,99
= EFE rendah

II

III

2,0
2,99 (1,0-1,99)
= EFE rata-rata
ERendah
F1,0
3,0
4,0

= EFE kuat
IV
T O T

ES K O R

VII

A L

I F E

VIII

VI
IX

11

2.4 Perioritas Masalah


Proses

untuk

memprioritaskan

masalah

dengan

metode

pembobotan yang memperhatikan aspek :


a. Magnetude (Mg)

Kecenderungan besar dan seringnya

masalah terjadi.
b. Severy (Sv)

: Besarnya kerugian yang ditimbulkan dari

masalah ini.
c. Manageability (Mn) : Berfokus pada keperawatan sehingga dapat
diatur untuk perubahan.
d. Nursing Consent (Nc) : Melibatkan pertimbangan dan perhatian
perawat.
e. Affability (Af)

: Ketersediaan sumber daya

Rentang nilai yang digunakan adalah 1- 5 :


1. Sangat penting

:5

2. Penting

:4

3. Cukup penting

:3

4. Kurang penting

:2

12

5. Sangat kurang penting

:1

2.5 Fish bone Analisis


Langkah-langkah dalam penyusunan Diagram

Fishbone dapat

dijelaskan sebagai berikut:


1. Membuat kerangka Diagram Fishbone.
Kerangka Diagram Fishbone meliputi kepala ikan yang
diletakkan pada bagian kanan diagram. Kepala ikan ini nantinya akan
digunakan untuk menyatakan masalah utama. bagian kedua merupakan
sirip, yang akan digunakan untuk menuliskan kelompok penyebab
permasalahan. bagian ketiga merupakan duri yang akan digunakan
untuk menyatakan penyebab masalah. Bentuk kerangka Diagram
Fishbone tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Merumuskan masalah utama


Masalah merupakan perbedaan antara kondisi yang ada dengan
kondisi yang diinginkan (W. Pounds, 1969). Masalah juga dapat
didefinisikan sebagai adanya kesenjangan atau gap antara kinerja
sekarang dengan kinerja yang ditargetkan. Masalah utama ini akan

13

ditempatkan pada bagian kanan dari Diagram Fishbone atau


ditempatkan pada kepala ikan. Berikut contoh rumusan masalah utama
3. Langkah berikutnya
Mencari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat
pada permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan teknik
brainstorming. Menurut Scarvada (2004), penyebab permasalahan
dapat dikelompokkan dalam enam kelompok yaitu materials (bahan
baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower
(sumber daya manusia), methods (metode), Mother Nature/environment
(lingkungan), dan measurement (pengukuran). Gaspersz dan Fontana
(2011) mengelompokkan penyebab masalah menjadi tujuh yaitu
manpower (SDM), machines (mesin dan peralatan), methods (metode),
materials (bahan baku), media, motivation (motivasi), dan money
(keuangan). Kelompok penyebab masalah ini kita tempatkan di
Diagram Fishbone pada sirip ikan.
4. Menemukan penyebab
Masing-masing kelompok penyebab masalah. Penyebab ini
ditempatkan pada duri ikan. Berikut disajikan contoh penyebab
masalah rendahnya kualitas lulusan diklat.
5. Langkah selanjutnya
Setelah masalah dan penyebab masalah diketahui, kita dapat
menggambarkannya dalam Diagram Fishbone. Contoh Diagram
Fishbone berikut terkait dengan permasalahan rendahnya kualitas
lulusan diklat seperti yang telah dijelaskan di atas.

14

2.6

Alternative Pemecahan Masalah


Prioritas masalah didapatkan maka suatu seleksi penyelesaian atau
strategi-starategi eksternal dan eksternal guna mendapatkan strategi yang
akan digunakan terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah dengan
mempertimbangkan kemampuan, kemudahan, kesiapan dan daya ungkit
strategi. Seleksi penyelesaian masalah menggunakan pembobotan CARL
yaitu:
C: Cappability = Kemampuan melaksanakan alternative
A: Acceability = Kemudahan menggunakan alternative
R: Readiness = Kesiapan dalam melaksanakan alternative
L: Leverage = Daya ungkit alternative dalam penyelesaian masalah
Rentang penilaian 1-5 yaitu
5 = Sangat mampu
4 = Mampu
3 = Cukup mampu
2 = Kurang mampu
1 = Tidak mampu

15

BAB III
TINJAUAN KASUS
Ruang Dahlia, ruang perawatan anak dengan 30 tempat tidur BOR 50%, jumlah
perawat 17 orang, dengan kualifikasi SPK: 10 orang, D3: 4 orang, S1 3 orang,
kepala ruangan S1 keperawatan, pengalaman kerja 1 tahun, belum punya sertifikat
pelatihan manajemen kepala ruangan. Ruangan tampak kotor, pekerjanya malas.
Ns. Sari (perawat senior/mantan kepala ruangan) merasa kedudukannya digeser
Ns. Juwita (kru saat ini) sehingga sering tidak mendukung kebijakan kepala
ruangan. Alat-alat keperawatan kurang lengkap, kecuali alat tenun yang cukup
banyak.
3.1 Kajian Analisis dan Situasi Kasus
a. Ruang Dahlia, ruang perawatan anak dengan 30 tempat tidur BOR 50%,
jumlah perawat 17 orang, dengan kualifikasi SPK: 10 orang, D3: 4 orang,
b.
c.
d.
e.

S1 3 orang, kepala ruangan S1 keperawatan


Kepala ruangan belum punya sertifikat pelatihan manajemen kepala ruangan
Ruangan tampak kotor
Pekerja kebersihannya malas
Alat-alat keperawatan kurang lengkap, kecuali alat tenun yang cukup
banyak.

16

f. Adanya persaingan kedudukan


3.2 Analisis SWOT
Strength
1. Perawat

Weekness
1. Perawat

lulusan

berjumlah
orang

Opportunity
Threats
1. Kebijakan RS 1. Persaingan

lulusan

untuk

antar

pendidikan

melanjutkan

semakin ketat

SPK

pendidikan

dalam

dan

tingkatan

berjumlah

pendidikan D3
berjumlah
orang
2. Sarana

4
dan

prasarana
mencakup

30

10

orang
2. Ruangan

kebijakan

tampak kotor
3. Kebijaksanaan

banyak

cukup

depkes RI
3. Kebijakan RS

kepala

terhadap

ruangan yang

mobilisasi

kurang
tempat tidur,
4. Tata tertib RS
BOR 50% dan
yang kurang
alat
tenun 5. Unit
sudah

bagi SPK
2. Dukungan

fungsional
belum

dapat

menampilkan
kinerja

struktur modal
seperti
renumerasi
4. Kebijakan RS
terhadap
struktur
ruangan

yang

bangunan
optimal dalam 5. Adanya
pelayanan,

demonstrasi

karena belum

pembangunan

punya

kesehatan

sertifikat

yang

pelatihan

diwujudkan

manajemen

dalam

kepala

kemitraan

ruangan

RS

pelayanan
kesehatan
2. Infeksi
nosokomial
akibat
kurangnya
kebersihan
disetiap

unit

ruangan
3. Kunjungan
menurun
akibat
pelayanan
medis

yang

kurang
memadai
4. Prosedur

dan

pengelolaan
keuangan yang
menjadi
kendala dalam
pengadaan
peralatan serta
penyediaan
untuk

17

mendukung
pelayanan
kesehatan
5. Dibukanya
investor
bidang
pelayanan
kesehatan
3.3 Matriks SWOT
Strength (S)
1. Mutu
SDM

internal

tingkat

pendidikan S1 berjumlah
3

orang

dan

tingkat

pendidikan D3 berjumlah
4 orang
2. Sarana dan
mencakup

prasarana
30

tempat

tidur, BOR 50% dan alat


tenun

sudah

cukup

banyak

Eksternal

Weakness (W)
1. Mutu SDM

dengan

tingkat pendidikan SPK


berjumlah 10 orang
2. Ruangan tampak kotor
3. Kebijaksanaan
kepala
ruangan yang kurang
4. Tata tertib RS yang
kurang
5. Unit fungsional belum
dapat
kinerja

menampilkan
yang

optimal

dalam pelayanan, karena


belum punya sertifikat
pelatihan
Opportunity (O)
1. Kebijakan

untuk

melanjutkan pendidikan
bagi SPK
2. Dukungan

kepala ruangan
WO Strategy

SO Strategy
RS

1. Kebijakan

R.S

melanjutkan
pendidikan

kebijakan

depkes RI
3. Kebijakan RS terhadap

sehingga

manajemen

untuk
tingkat
SPK

mutu

SDM

1. Kebijakan R.S dalam hal


sertifikat

pelatihan

manajemen
Ruangan

medis meningkat

18

Kepala

mobilisasi

struktur

modal seperti renumerasi


4. Kebijakan RS terhadap
struktur

ruangan

bangunan
5. Adanya

demonstrasi

2. Kebijakan
2. Kebijakan R.S terhadap
struktur

bangunan

sehingga

sarana

dan

prasarana memadai

R.S

untuk

meningkatkan tata tertib


dalam

setiap

unit

pelayanan
3. Kebijaksanaan

R.S

pembangunan kesehatan

terhadap

mobilisasi

yang diwujudkan dalam

terhadap struktur modal

kemitraan

yang

dapat

mempengaruhi kebijakan
Kepala Ruangan
Threats (T)

ST Strategy

1. Persaingan
semakin

antar
ketat

Rs

dalam

pelayanan kesehatan
2. Infeksi
nosokomial
akibat

kurangnya

kebersihan disetiap unit


ruangan
3. Kunjungan

menurun

akibat pelayanan medis


yang kurang memadai
4. Prosedur
dan
penmgelolaan keuangan
yang menjadi kendala
dalam
peralatan

pengadaan
serta

penyediaan

untuk

mendukung

pelayanan

kesehatan
5. Dibukanya
bidang
kesehatan

WT Strategy

1. Meningkatkan
SDM

mutu

tenaga

medis

sehingga

mampu

bersaing

dalam

pemberian

pelayanan

kesehatan
2. Prosedur
pengelolaan

1. Ruangan tampak kotor


dapat

meningkatkan

terjadinya INOS
2. Belum

mempunyai

sertifikat
manajemen

dan
keuangan

Kepala

Ruangan

dapat

mempengaruhi

harus optimal agar dapat

persaingan

mendukung penyediaan

dalam

sarana dan pra sarana

kesehatan

R.S

pelatihan

antar

unit

pelayanan

pelayanan

3. Masih banyaknya SDM


dengan

tingkat

pendidikan SPK dapat


digeser

seiring

dibukanya
investor

R.S

investor

bidang

pelayanan

kesehatan untuk tingkat


Internasional
19

yang

dipengaruhi oleh faktor


keterlambatan
menguasai

bahasa,

IPTEK dan lain-lain

3.4 Perumusan Masalah


Proses untuk memprioritaskan masalah dengan metode pembobotanyang
memperhatikan aspek :
1. Magnetude (Mg)

:Kecenderungan besar dan seringnya masalah

terjadi
2. Severy (Sv)
:Besarnya kerugian yang ditimbulkan dari masalah
3. Manageability (Mn) :Berfokus pada keperawatan sehingga dapat diatur
untuk perubahan
4. Nursing consent (Nc) :Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
5. Affability (Af)
:Ketersediaan sumber daya alam
Rentang nilai yang digunakan adalah 1-5
1.
2.
3.
4.
5.
No
1.

Sangat penting
:5
Penting
:4
Cukup penting
:3
Kurang penting
:2
Sangat kurang penting : 1

Masalah
Belum

Mg
5

Sv
5

Mn
5

Nc
5

Af
2

Skor
22

Ket
I

21

II

21

IV

optimalnya
Manjemen
2.

kepemimpinan
Resiko
tinggi
infeksi

3.

nosokomial
Pelayanan

4.

kurang optimal
Alat-alat

20

keperawatan

20

IV

kurang optimal
3.5 Prioritas Masalah
1.
2.
3.
4.

Belum optimalnya manajemen kepemimpinan


Resiko tinggi infeksi nosokomial
Pelayanan kurang optimal
Alat alat keperawatan kurang lengkap

3.6 Fish Bone Analisis


MAN
MONEY
MATERIAL
Belum optimalnya manajemen kepemimpinan
- Alat alat keperawatan kurang lengkap

PROBLEM

Belum
ENVIRONMENT
optimalnya
METHODE
MACHINE
Resiko
tinggi
infeksi
nosokomial
karena
lingkungan
kotor
managemen
Pelayanan yang kurang optimal
kepemimpinan
Masalah

21

3.7 Alternatif Penyelesaian Masalah


Setelah prioritas masalah didapatkan maka suatu seleksi penyelesaian atau
strategi-starategi eksternal dan eksternal guna mendapatkan strategi yang akan
digunakan

terlebih

dahulu

untuk

menyelesaikan

masalah

dengan

mempertimbangkan kemampuan, kemudahan, kesiapan dan daya ungkit strategi.


Seleksi penyelesaian masalah menggunakan pembobotan CARL yaitu:
C: Cappability = Kemampuan melaksanakan alternative
A: Acceability = Kemudahan menggunakan alternative
R: Readiness = Kesiapan dalam melaksanakan alternative
L: Leverage = Daya ungkit alternative dalam penyelesaian masalah
Rentang penilaian 1-5 yaitu
5 = Sangat mampu
4 = Mampu
3 = Cukup mampu
2 = Kurang mampu
1 = Tidak mampu
No
1.

Alternatif penyelesaian masalah


C
Diadakan pelatihan dalam manajemen 4

A
3

R
3

L
2

Skor
72

Ket
IV

192

108

II

96

III

kepemimpinan.
2.

Mengarahkan
untuk

petugas

bergiat

dalam

kebersihan 4
kebersihan

lingkungan.
3.
Mengarahkan tentang pelayanan yang
kebersamaan dalam mengoptimalkan
dalam pelayanan.
4.
Pengajuan

proposal

pengadaan

kelengkapan peralatan.

22

Hasil scoring diatas merupakan penyelesaian masalah dari yang tertinggi sampai
yang terendah didapatkan, yaitu :
I

Mengarahkan petugas kebersihan untuk bergiat dalam kebersihan

II

lingkungan.
Mengarahkan

III
IV

mengoptimalkan dalam pelayanan


Pengajuan proposal pengadaan kelengkapan peralatan.
Diadakan pelatihan dalam manajemen kepemimpinan

tentang

pelayanan

yang

kebersamaan

dalam

23

3.8 Planf Of Action


No Masalah
1
Belum

Sub kegiatan
Mengadakan

tujuan
Sasaran
Umum : dengan Direktur

metode
Proposal

optimalnya

pelatihan

adanya

Manjemen

manajemen

yang dibuat akan

minggu

kepemimpinan

kepemimpinan

meningkatkan

pertama

pelatihan

Waktu
dana
Bulan januari Kas ruangan

p.j
Kepala

2014

ruangan

pada

kinerja manajemen
di

rumah

lebih

baik

sakit
dan

optimal
Khusus : pekerjaan
diruangan

lebih

teratur

dan

terstruktur
Umum
:

agar Perawat

Resiko

tinggi Membuat

infeksi

kebijakan

perawat di ruangan ruangan

nosokomial

standar

lebih

oprasional

meningkatkan

kerja

kebersihan

dapat

Pembinaan

Minggu KE II Kas ruangan

Kepala

setiap ruangan

bulan

ruangan

januari

2014

24

Khusus : perawat
dan pasien tidak
terpapar

infeksi

nosokomial dalam
Merekrut

ruangan.
Umum :

Agar Direktur

petugas

ruangan

lebih

cleaning

terjaga

service

kebersihannya

tambahan

Khusus

Proposal

Minggu
bulan

III Kas ruangan


januari

Kepala
ruangan

2014
:

mengurangi infeksi
nosokomial
3

Pelayanan

Mengadakan

kurang optimal

pelatihan

di

ruangan.
Umum

: Direktur

dan meningkatkan

pendidikan

mutu

pelayanan

lanjut

seoptimal mungkin

proposal

Minggu
bulan

I Kas ruangan

febuari

Kepala
ruangan

2014

Khusus : perawat
lebih

merasa

bertanggung jawab
25

akan pekerjaannya
sehingga pelayanan
yang
lebih
4

diberikan
baik

dan

Alat-alat

Melengkapi

optimal
Umum

keperawatan

peralatan

dengan

kurang

ruangan sesuai kelengkapan alat di

lengkap

standar

ruangan

operasional

pelayanan baik

yang berlaku

Khusus : dengan

Agar Direktur

proposal

Minggu ke I Kas ruangan

Kepala

februari 2014

ruangan

mutu

lengkapnya

alat

tindakan pelayanan
akan maksimal

26

3.9 Manajemen Konflik


Konflik yang terjadi dalam kasus diatas yaitu:
Ns. Sari (perawat senior/mantan kepala ruangan) merasa kedudukannya digeser Ns.
Juwita (kru saat ini) sehingga sering tidak mendukung kebijakan kepala ruangan.
Menyelesaikan konflik di atas maka dilakukan dengan tiga metode pendekatan
manajemen konflik yaitu:
a) Penyelesaian Konflik (conflik resolution)
Pengendalian konflik antara Ns Sari dengan Ns Juwita dapat dilakukan melalui
pendekatan musyawarah, campur tangan pihak ke tiga, tawar menawar dan
kompromi.
Musyawarah dilakukan agar pihak yang bertentangan dapat mencari
penyelesaian terbaik bagi masalah yang sedang dihadapi dan bukan mencari
kemenangan satu pihak.
Pengendalian konflik melalui campur tangan pihak ketiga diperlukan apabila
pihak-pihak yang bertentangan tidak ingin berunding atau telah mencapai jalan
buntu. Pihak ketiga sebagai penengah membantu kedua belah pihak mencapai
kesepakatan yang memuaskan kedua puhak, dalam penyelesaian masalah, pihak
ketiga tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengakhiri perselisihan.
Pendekatan kompromi dilakukan untuk mengatasi konflik dengan cara
pencarian jalan tengah yang dapat di terima oleh pihak-pihak yang
bertentangan. Sikap yang diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi
adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan mengeti pihak lain.
Tawar menawar yaitu pengendalian konflik melalui proses persetujuan dengan
maksud mencapai keuntungan kedua pihak yang sedang konflik, dalam tawar
menawar kedua pihak tidak mendapatkan secara penuh apa yang diinginkan
akan tetapi tujuan dapat dicapai dengan mengorbankan sedikit kepentingan.

27

b) Stimulasi Konflik (stimulating conflict)


Konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara cara yang lebih
baik dalam melaksananakan kegiatan kerja kelompok. Situasi dimana konflik
terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan menjadi
pasif. Ciri-ciri pada situasi seperti ini adalah: Kejadian, perilaku dan informasi
yang dapat mengarahkan orang orang bekerja lebih baik diabaikan, Para
anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan
pelaksanaan kerja. Konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian
cara cara yang lebih baik dalam melaksananakan kegiatan kerja kelompok.
Situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut
berinisiatif dan menjadi pasif. Ciri-ciri pada Konflik dapat menimbulkan
dinamika dan pencapaian cara cara yang lebih baik dalam melaksananakan
kegiatan kerja kelompok. Situasi dimana konflik terlalu rendah akan
menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif, sehingga
Manajer dari kelompok ini perlu merangsang timbulnya persaingan dan
konflik yang dapat mempunyai efek penggemblengan. Metode ini dapat
dilakukan dengan cara: memasukan atau menempatkan orang luar kedalam
kelompok penyusunan kembali organisasi penawaran bonus, pembayaran
insentif dan penghargaan untuk mendorong persaingan pemilihan manajer
yang tepat perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan
c) Mengurangi Konflik (Reducing conflict)
Beberapa yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik diatas diantaramya:
memisahkan kelompok yang sedang berkonflik, menerapkan peraturan baru
dalam organisasi, meningkatkan imteraksi yang sedang berkonflik

28

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang
bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan
kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan
menurut kontribusinya masing-masing dan identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Penentuan prioritas masalah berawal dari pendekatan kualitatif guna
untuk mengumpulkan informasi tentang invetarisasi determinan prioritas,
menentukan sumber-sumber yang ada, berkolaborasi dengan kalangan
profesionalisme, penguna pelayanan, dan pengambil kebijakan, adanya
assessment, inventarisasi determinan dan sumber-sumber daya, alternative
berbagai tawaran pemecahan masalah.
4.2 Saran
Para pembaca diharapkan dapat membaca dan melengkapi makalah ini
karena makalah ini jauh dari sempurna, dan juga dengan adanya makalah ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui apa itu Manajemen dalam Keperwatan

29

You might also like