You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Praktik Keperawatan Jiwa

DI SUSUN OLEH:
M. IDUL AKBAR
(20136310139)

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KEPERAWATAN
SINGKAWANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993).
2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh (Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif:

sistem

limbik,

lobus

frontal

dan

hypothalamus.

Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi


atau

menghambat

proses

impuls

agresif.

Sistem

limbik

merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.


Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau

menurunkan

potensial

perilaku

kekerasan.

Adanya

gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu


membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak
sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls

agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya


perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang

menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti

ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti


berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak
terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya.
merupakan

Perilaku

agresif

pengungkapan

secara

dan

perilaku

terbuka

kekerasan

terhadap

rasa

ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.


2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan

orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau


mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan (prespitasi) perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan

eksistensi diri atau simbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,


geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga

yang

terpenting,

kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan


tahap perkembangan keluarga (Yosep, 2007).
3. Tanda dan Gejala

Muka merah

Pandangan tajam

Otot tegang

Nada suara tinggi

Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

Memukul jika tidak senang

4. Rentang Respon
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
c. Pasif

adalah

respons

dimana

individu

tidak

mampu

mengungkapkan perasaan yang dialami.


d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain (Keliat, 1997, hal 6).

5. Penatalaksanaan
a. Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku
agresif antara lain:
1) Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
2) Anti depresan, contohnya Amitriptilin

3) Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.


4) Antipsikotik,

contohnya:

Chlorpromazine,

Haloperidol,

dan

Stelazine
5) Obat lain: Naltrexone, Propanolol
6) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
b. Penanganan Secara Keperawatan
Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan
sejauh mana tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi
tindakan tersebut terdiri dari :
1) Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
2) Startegi

antisipasi,

terdiri

dari

komunikasi,

perubahan

lingkungan, tindakan perilaku dan psikofarmakologi.


3) Strategi

pengekangan,

terdiri

dari

manajemen

krisis,

pengasingan dan pengikatan.


Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku
kekerasan berisi :
a) Bantu klien mengidentifikasi marah
b) Berikan kesempatan untuk marah
c) Praktekan ekspresi marah
d) Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
e) Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah
Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif
a)
b)
c)
d)

yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:


Berkomunikasi langsung dengan orang lain
Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
Mampu menyatakan keluhan
Mengekspresikan apresiasi yang sesuai

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah (Budiana Keliat, 1999)


D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
E. Data yang Perlu Dikaji
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika

sedang kesal atau marah.

3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.


b. Data Obyektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif ;
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data Subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
F. Diagnosis Keperawatan Jiwa
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

G. Rencana Tindakan Keperawatan


NO
1.

Diagnosa
Keperawatan
Perilaku kekerasan

Tujuan
Tujuan Umum : Klien

Perencanaan
Kreteria Evaluasi
1. Klien mau membalas

Intervensi
1.1 Bina

hubungan

saling

terhindar dari mencederai

salam, menjabat tangan,

percaya : salam terapeutik,

diri, orang lain dan

menyebutkan nama,

empati, sebut nama perawat

lingkungan.dengan baik dan

tersenyum, kontak mata.

dan

jelaskan

tujuan

terarah
TUK 1 : Klien dapat

interaksi.
1.2 Panggil klien dengan nama

membina hubungan saling

panggilan yang disukai.


1.3 Bicara
dengan
sikap

percaya.

tenang,

rileks

dan

tidak

menantang.

TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi :
Klien mengungkapkan

penyebab perilaku

perasaannya,

kekerasan

mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/kesal (dari

2.1 Beri

kesempatan

mengungkapkan perasaan.
2.2 Bantu klien mengungkapkan
perasaan jengkel / kesal.
2.3 Dengarkan ungkapan rasa

diri sendiri, lingkungan/orang

marah

dan

perasaan

lain).

bermusuhan klien dengan


sikap tenang.

TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan

tanda-tanda perilaku

perasaan saat

kekerasan.

marah/jengkel,
menyimpulkan tanda-tanda
jengkel/kesal yang dialami.

3.1 Anjurkan

klien

mengungkapkan

yang

dialami dan dirasakan saat


jengkel/kesal.
3.2 Observasi tanda

perilaku

kekerasan.
3.3 Simpulkan bersama

klien

tanda-tanda jengkel / kesal


yang dialami klien.
TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan

perilaku kekerasan yang

perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

biasa dilakukan, bermain


peran dengan perilaku
kekerasan dan dapat
dilakukan cara yang biasa
dapat menyelesaikan

4.1 Anjurkan
perilaku

mengungkapkan
kekerasan

yang

biasa dilakukan.
4.2 Bantu bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3 Tanyakan "apakah dengan
cara

yang

dilakukan

masalahnya selesai?"

TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi

masalah atau tidak.


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat menjelaskan

akibat perilaku kekerasan.

akibat dari cara yang


digunakan klien

5.1 Bicarakan

akibat/kerugian

dari cara yang dilakukan.


5.2 Bersama
klien
menyimpulkan akibat dari
cara yang digunakan.
5.3 Tanyakan apakah ingin
mempelajari cara baru yang
sehat.

TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi:
Klien dapat melakukan cara

cara konstruktif dalam

berespons terhadap

berespon terhadap

kemarahan secara konstruktif

kemarahan.

6.1 Beri pujian jika mengetahui


cara lain yang sehat.
6.2 Diskusikan cara lain yang
sehat.Secara fisik : tarik
nafas dalam jika sedang
kesal,

berolah

raga,

memukul bantal / kasur.


6.3 Secara verbal : katakan
bahwa anda sedang marah
atau kesal / tersinggung
6.4 Secara spiritual : berdoa,
sembahyang,

memohon

kepada Tuhan untuk diberi

kesabaran.

TUK 7 :
Klien dapat
mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku
kekerasan,

Klien dapat
mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku
kekerasan : fisik (tarik nafas
dalam, olahraga, pukul
kasur/bantal), verbal
(mengatakan secara
langsung dengan tidak
menyakiti), spiritual
(sembahyang, berdoa).

7.1. Bantu klien memilih cara


yang paling

tepat

untuk

klien
7.2. Bantu klien mengidentifikasi
manfaat cara yang telah
dipilih.
7.3. Bantu

klien

menstimulasikan

tersebut

(role play).
7.4. Beri reinforcement
atas

keberhasilan

positif
klien

menstimulasi cara tersebut.


7.5. Anjurkan
klien
untuk
menggunakan
telah

cara

dipelajari

jengkel/marah
7.6. Susun jadwal

yang
saat

melakukan

cara yang telah dipelajari

TUK 8 : Klien dapat

Klien dapat menyebutkan

8.1. Jelaskan

menggunakan obat dengan

obat-obat yang diminum dan

benar,

kegunaannya, klien dapat

yang diminum klien.


8.2. Diskusikan manfaat minum

minum obat sesuai dengan


program pengobatan

jenis-jenis

obat

obat dan kerugian berhenti


minum obat tanpa seizing
dokter.
8.3. Jelaskan

prinsip

benar

minum obat.
8.4. Jelaskan manfaat minum
obat dan efek obat yang
diperhatikan.
8.5. Anjurkan klien minta obat
dan

minum

obat

tepat

waktu.
8.6. Anjurkan klien melaporkan
pada

perawat/dokter

jika

merasakan efek yang tidak


menyenangkan.
8.7. Beri pujian jika klien minum
TUK 9 :
Klien mendapat dukungan

Keluarga klien dapat :


menyebutkan cara merawat

obat dengan benar.


9.1. Identifikasi
kemampuan
keluarga

dalam

merawat

keluarga mengontrol perilaku

klien yang berperilaku

klien dari sikap apa yang

kekerasan,

kekerasan, mengungkapkan

telah

rasa puas dalam merawat


klien.

dilakukan

keluarga

terhadap klien selama ini.


9.2. Jelaskan
peran
serta
keluarga

dalam

klien.
9.3. Jelaskan

merawat
cara-cara

merawat klien :
a. Terkait dengan cara
mengontrol

perilaku

marah

secara

konstruktif.
b. Sikap tenang, bicara
tenang dan jelas.
c.
Membantu
mengenal
marah
9.3. Bantu

penyebab
keluarga

mendemostrasikan
merawat klien.
9.4. Bantu

klien

cara

keluarga

mengungkapkan
perasaannya

setelah

melakukan demonstrasi.
TUK 10 :
Klien mendapat perlidungan
dari lingkungan untuk
mengontrol perilaku
kekerasan

10.1.

Bicara tenang, gerakan

tidak

terburu-buru,

suara

rendah,

nada

tunjukkan

kepedulian.
10.2. Lindungi agar klien tidak
mencederai orang lain dan
lingkungan.
10.3. Jika tidak dapat diatasi
lakukan

pembatasan

gerak atau pengekangan.

H. Strategi Pelaksanaan Tindakan


Risiko
Perilaku
Kekerasan

Pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

SP Ip
Mengidentifikasi penyebab PK
Mengidentifikasi tanda dan
gejala PK
Mengidentifikasi
PK
yang
dilakukan
Mengidentifikasi akibat PK
Menyebutkan cara mengontrol
PK
Membantu
pasien
mempraktekkan
latihan
cara
mengontrol fisik I
Menganjurkan
pasien
memasukkan
dalam
kegiatan
harian

Keluarga
SP I k
1.
Mendiskusikan
masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat
pasien
2.
Menjelaskan
pengertian PK, tanda
dan gejala, serta proses
terjadinya PK
3.
Menjelaskan
cara
merawat pasien dengan
PK

SP II k
1.
Melatih
keluarga
mempraktekkan
cara
SP IIp
merawat pasien dengan
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
PK
harian pasien
2.
Melatih
keluarga
2.
Melatih pasien mengontrol PK
melakukan
cara
dengan cara fisik II
merawat
langsung
3.
Menganjurkan
pasien
kepada pasien PK
memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP III k
1.
Membantu keluarga
SP IIIp
membuat jadual aktivitas
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
di
rumah
termasuk
harian pasien
minum obat (discharge
2.
Melatih pasien mengontrol PK
planning)
dengan cara verbal
2.
Menjelaskan follow
3.
Menganjurkan
pasien
up
pasien
setelah
memasukkan dalam jadwal kegiatan
pulang
harian
SP IVp
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2.
Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3.
Menganjurkan
pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP Vp
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2.
Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan minum obat

3.

Menganjurkan
pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian

Daftar Pustaka
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Jakarta.

You might also like