Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air dan Syarat syarat Air Bersih
Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun
2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut :
-
Sumber daya air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya.
Air adalah semua air yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan.
- Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hariyang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak
- Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
- Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
- Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
- Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas,
ataupun di bawah permukaan tanah.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia yang penting bagi
semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain.
Air menutupi hampir 71% permukaan bumi.
Saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan.
Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air
sangat berpengaruh pada kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat air
minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik.
Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah
berbahaya dan lain sebagainya.
Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai
Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan
total koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium,
kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut
(TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi,
khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.
2.2 Siklus Air
Air merupakan zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidrologi
yang abadi. Siklus tersebut adalah pertama, penguapan dari laut ke udara sebanyak 502.800
km3 dan penguapan dari daratan sebanyak 74.200 km3 per tahun. Kemudian kedua, curah
hujan (yang berasal dari penguapan air dari laut dan darat , yang jatuh ke laut sebanyak
458.000 km3 dan ke daratan 119.000 km3 per tahun. Ketiga, air daratan berjumlah 44.800
km3 terbagi menjadi 42.700 km3 mengalir di permukaan tanah dan 2,100 km3 mengalir di
dalam tanah selanjutnya semua berkumpul di laut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Krisis Air Bersih di Pulau Jawa
Secara topografi, dapatlah digambarkan bahwa Pulau Jawa adalah sebagai berikut:
Bagian utara Pulau Jawa berupa dataran rendah yang luas, yang umumnya mempunyai
sungai-sungai lebar dan panjang (sampai 50 km) yang bermuara ke Laut Jawa. Sedangkan di
bagian tengah Pulau Jawa terdapat deretan pegunungan yang merupakan tempat hulu-hulu
sungai utama. Di bagian selatan terdapat wilayah yang topografinya bervariasi dari dataran
rendah, pegunungan dan wilayah patahan-patahan. Di wilayah bagian selatan ini terdapat
sungai-sungai besar yang bermuara ke Samudera Hindia, tetapi tidak sebanyak dan sepanjang
sungai-sungai di bagian utara (panjang sungai umumnya hanya antara 20-40 km). Dengan
demikian dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya Pulau Jawa adalah pulau yang
berlimpah air.
Daratan Pulau Jawa adalah seluas 126.700 km2, ini merupakan pulau terluas ke-13 di
dunia. Namun lebih dari 70% areal daratan pulau ini telah menjadi areal pemukiman dan
perindustrian. Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya di Indonesia. Menurut
BPS (Biro Pusat Statistik), jumlah penduduk Pulau Jawa pada tahun 2010, adalah 136 juta
jiwa, dan diperkirakan akan menjadi 150 juta pada tahun 2015. Itu berarti sekitar 60% dari
total jumlah penduduk Indonesia (sekitar 250 juta jiwa). Kepadatan penduduk di Pulau Jawa
adalah sekitar 1.029 orang per km2. Tingginya kepadatan penduduk ini tentu mendorong pula
tingginya kebutuhan air. Setiap tahun populasi di Pulau Jawa semakin meningkat, dan itu
artinya semakin besar pula kebutuhan akan air bersih.Tingginya kebutuhan air di Pulau Jawa
ini dapatlah digambarkan sebagai berikut:
Namun, menurut data yang dilaporkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di Pulau Jawa pada tahun 2000 hanyalah
1.750 m3 per kapita per tahun, dan selanjutnya diperkirakan akan terus menurun hingga 1.200
m3 per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal, standar kecukupan minimal seharusnya
2.000 m3 per kapita per tahun. Ini berarti ketersediaan air di Pulau Jawa tidak mampu
mencukupi kebutuhan hidup masyarakatnya.
Hal ini terjadi, bukan hanya karena penduduk di Pulau Jawa semakin bertambah padat,
namun juga karena jumlah sumber-sumber air di Jawa juga semakin berkurang.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan air yang dilakukan Direktur Jenderal Sumber Daya
Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur telah
mengalami defisit air sejak 20 tahun terakhir, terutama pada musim kemarau. Defisit air ini
akan terus bertambah parah akibat pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan
ekonomi. Data penelitian Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 150 juta
(60%) penduduk Indonesia, yang tinggal di Pulau Jawa, hidup dengan kapasitas kandungan
air yang hanya 4,5% saja. Tentu hal itu tidak menjamin adanya daya dukung kehidupan.
pemanfaatan air tanah merupakan upaya terakhir apabila kita sudah tidak bisa lagi
memanfaatkan air permukaan. Sebab air dalam tanah merupakan sumberdaya alam
yang terbatas, kerusakannya sulit dipulihkan, sehingga segala bentuk penggunaan
air haruslah mengutamakan air permukaan. Pemikiran ini telah dikukuhkan melalui
UU no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri ESDM No.
15 tahun 2012 tentang Penghematan Penggunaan Air Tanah. Jika eksploitasi air
dalam tanah ini berlangsung terus menerus, maka dampak negatif yang
ditimbulkannya adalah: penurunan muka air tanah, intrusi air laut (pergerakan air
asin dari laut ke darat), dan amblesnya tanah. Selanjutnya akibat inilah yang
memicu terjadinya: banjir dan tanah longsor, bahkan yang lebih parah: menipisnya
ketersediaan air bersih.
1
Kebijakan pemerintah yang kurang baik. Salah satu kebijakan pemerintah yang
kurang baik ini adalah berkenaan dengan Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, pasal 6 ayat 4, pasal 8 ayat 2 dan pasal 9 ayat 1. Dalam undangundang itu diatur bahwa siapapun (perseorangan atau badan usaha) diperbolehkan
memiliki hak guna pakai air, asalkan telah mendapatkan izin dari pemerintah
daerah. Sejak lahirnya peraturan tersebut pada tanggal 19 Februari 2004, Peraturan
Daerah (Perda) yang terkait privatisasi air kian menjamur, sebab berdasarkan
peraturan tersebut ada peluang privatisasi di sektor penyediaan air bersih, dan
penguasaan sumber-sumber air (air tanah, air permukaan, dan sebagian badan
sungai) oleh badan usaha swasta dan individu. Akibatnya, yang terjadi adalah
komersialisasi air, siapapun yang memiliki dana dan mampu mengurus perizinan
merekalah yang akan mampu menguasai lahan-lahan sumber daya air. Eksploitasi
air secara berlebihan ini pada umumnya adalah untuk kepentingan industri (pabrikpabrik), pertambangan, dan pariwisata (hotel-hotel dan kolam renang). Sedangkan
masyarakat kalangan menengah ke bawah akhirnya justru mengalami defisit air
bersih.
Selain menipisnya jumlah sumber-sumber air yang ada, masalah lain yang turut
menyebabkan kelangkaan air bersih adalah: polusi air. Terjadinya pencemaran air
di Pulau Jawa ini umumnya diakibatkan oleh adanya :
a. Kebiasaan hidup penduduk yang buruk. Penduduk yang bermukim di
perumahan-perumahan di sepanjang bantaran sungai masih memiliki
kebiasaan hidup yang buruk, yakni: mandi dan mencuci di sungai. Akibatnya,
pencemar
mengandung
unsur/bahan
kimia
berbahaya
seperti
alkohol/aseton dan esternya serta logam berat seperti krom, cobalt, mangan
dan timah. Industri sablon di daerah Monjali Yogyakarta adalah salah satu
penghasil limbah cair sablon yang cukup tinggi.
a
Intrusi air laut ke daratan. Proses intrusi (perembesan) air laut ini dapat terjadi
karena kegiatan penyedotan air dalam tanah yang terjadi secara besar-besaran
untuk kepentingan industri (pabrik-pabrik), pertambangan, dan pariwisata
(hotel-hotel dan kolam renang). Sebab ketika cadangan air dalam tanah mulai
menipis, penyedotan yang kuat itu akan menarik rembesan air laut menuju ke
daratan. Inilah yang pada akhirnya justru dapat mengontaminasi sumber air
bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Dapat kita bayangkan bahwa
sampai dengan tahun 2015, jumlah seluruh hotel di Kota Yogyakarta adalah
128 lokasi, 64 buah di antaranya adalah termasuk kategori hotel berbintang 1
sampai 5. Pada umumnya hotel-hotel mewah ini pasti mempunyai fasilitas
kolam renang dan pemandian air hangat, dimana airnya mereka dapatkan
dengan jalan melakukan penyedotan dengan sumur-sumur pompa berskala
besar ke dalam tanah. Belum lagi, kawasan perumahan di kota ini pada
umumnya mendapatkan sumber airnya juga dari sumur-sumur pompa listrik.
Memang pompa listrik di perumahan adalah pompa berskala kecil, namun jika
jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu, hal ini pun mampu menjadi pencetus
bencana yang besar.
3.2.2 Dampak Air Bersih
Indeks Penggunaan Air (IPA) di Jawa dan Bali antara pengggunaan dengan
dependable flow semakin meningkat. Kekeringan yang terjadi di beberapa tempat di
Pulau Jawa sekarang menyebabkan tempat tersebut cenderung tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan air sendiri, kata Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sutopo Purwo Nugroho di
Jakarta. Ketersediaan air di Indonesia masih mencukupi hingga 2020 untuk kebutuhan
rumah tangga, perkotaan, irigasi, industri dan lainnya. Namun secara per pulau,
ketersediaan air tidak mencukupi seluruh kebutuhan khususnya di Pulau Jawa,Bali dan
Nusa Tenggara. Surplus air hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar lima
bulan sedangkan pada musim kemarau terjadi defisit selama tujuh bulan. Kebutuhan
air secara nasional terkonsentrasi pada Pulau Jawa dan Bali untuk penggunaan air
minum, rumah tangga, perkotaan dan lainnya.
Selain terjadinya defisit air, perubahan iklim global juga memberikan dampak
terhadap ketersediaan air. Di Jawa curah hujan cenderung menurun pada musim
kemarau sedangkan di musim hujan secara spasial bervariasi. Hujan pada musim
kemarau mempunyai tren menurun bervariasi dari 1-9 mm per musim per tahun,
sedangkan hujan pada musim hujan lebih bervariasi dengan tren menurun 1-50 mm per
musim per tahun.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Ketersediaan air di dunia ini
begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air
minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia
sebagai air minum. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya
ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar
pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang.
Penyebab dari terjadinya krisis air bersih ini antara lain : perilaku manusia yang kurang,
Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata, kerusakan
lingkungan, manajemen pengelolaan air yang buruk, global warming, anggaran yang tidak
mencukupi, serta buruknya kinerja PAM PDAM. Kemudian krisis air bersih ini juga
memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat diantaranya dampak
bagi kesehatan yaitu timbulnya berbagai macam penyakit dan dampak ekonomi yaitu sulitnya
air bersih didapatkan terutama bagi rakyat miskin. Upaya yang harus dilakukan pemerintah
adalah mendorong warga untuk mampu menggalang kerja sama dengan pemerintah, ataupun
organisasi masyarakat swasta dalam upaya pelestarian sumber-sumber air bersih alami sesuai
dengan kondisi daerah masing-masing, Pemanfaatan teknologi penyaringan air hujan,
Penyadaran mengenai pentingnya air bersih dan upaya melestarikannya melalui program
kegiatan pembinaan, dan Mengupayakan pola hidup sederhana dan hemat air.