You are on page 1of 12

PENGAMATAN VIRUS PADA BAKTERI DENGAN METODE

PLAQUE

Oleh :
Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten

:
:
:
:
:

Dini Darmawati
B1J014058
4
V
Leader Alfason

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian virus menurut Stansfield (2006), adalah entitas nonselular yang
merupakan parasite intaselular obligat. Sedangkan virologi adalah studi ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengna virus. Virus memerlukan sel inang
agar bias bereproduksi. Selain itu, virus memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut :
a. Virus hanya memiliki satu jenis asam nukleat (DNA atau RNA).
b. Virus tidak memiliki sistem penyintesis protein sendiri (tidak memiliki
ribosom) dan tidak memiliki system konversi energi sendiri (tidak
memetabolisme makanan untuk menghasilkan ATP).
c. Virus tiadak diselubungi oleh membran lipid yang dibuatnya sendiri
(walaupun sejumlah virus diselubungi oleh suatu amplop (envelope) yang
merupakan modifikasi membran inang saat virus meninggalkan sel). Selain
itu, virus tidak memiliki membran internal.
d. Virus tidak terpengaruh oleh antibiotik, walaupun sel inangnya mungkin
terpengaruh.
e. Virus tidak memiliki sitoskeleton atau cara-cara untuk bergerak selain
difusi.
f. Virus tidak tumbuh dalam pengertian klasik, yaitu pertambahan massa,
dengan kata lain, begitu virus terbentuk , ukurannya tidak bertambah.
Virus memiliki dua macam siklus hidup, yaitu daur litik dan lisogenik. Daur
hidup litik virus terdiri atas fase adsorbsi (penempelan), fase infeksi (penetrasi), fase
replikasi (sintesis), fase perakitan, dan fase lisis (pembebasan virus baru).

Sedangkan, daur hidup lisogenik terdiri dari fase adsorbsi (penempelan), fase infeksi
(penetrasi), fase penggabungan, dan fase pembelahan (Pelczar dan Chan, 1986).
Prosedur yang paling penting dalam virologi adalah mengukur konsentrasi virus
dalam sampel sel inang. Metode yang paling umum digunakan ialah metode plaque.
Contoh, virus yang umumnya menggunakan metode ini ialah bakteriofag yang
menginfeksi bakteri Escherichia coli. Metode plaque ini digunakan untuk
mengetahui terjadinya lisis pada sel bakteri (Sihombing, 2002).
Plaque merupakan jendela pada lapisan sel inang yang hidup menyebar pada
permukaan media agar. Plaque dapat dilihat apabila partikel virus (bakteriofaga)
dicampur dengan lapisan tipis inang bakteri yang ditumbuhkan dalam media agar.
Plaque dapat juga disebut sebagai zona bening yang timbul akibat adanya sel bakteri
yang dilisiskan oleh virus (Sihombing, 2002).
B. Tujuan
Tujuan praktikum pengamatan virus pada bakteri dengan metode plaque adalah
untuk mengetahui ada tidaknya virus yang melisiskan bakteri, yang terlihat dari zona
jernih atau adanya plaque yang terbentuk di dalam media Luria Bertani yang telah
diinokulasi sampel dan bakteri E. coli.

II.

MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain drugalsky, pembakar
spirtus, korek api, wrapping, pipet ukur 1 mL, filler, botol steril, mikropipet, tip,
Eppendorf, syringe, filter 0,45 m, tabung reaksi, cawan petri, labu Erlenmeyer dan
inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain media Luria
Bertani semi solid, alkohol, air sampel, isolate Eschericia coli, dan Phospat Buffer
Saline (PBS).
B. Metode
Metode Pengkayaan Bakteriofag
1. Sampel air kloset diambil dengan botol steril.
2. 10 ml media LB, 10 ml inokulum E. coli, dan 100 ml sampel air dari setiap
kelompok dimasukkan ke dalam erlenmeyer sehingga dihasilkan sampel air
baru.
3. Sampel air diinkubasi 2x24 jam pada suhu 37oC dengan inkubator.
Metode Isolasi Bakteriofag
1. 50 ml sampel air dalam erlenmeyer disiapkan.
2. 1,5 ml sampel air dimasukkan ke dalam microcentrifuge tube (hingga 10 buah
microcentrifuge tube), kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm
selama 5 menit.
3. Hasil supernatan dikumpulkan dan disaring dengan membran filter milipore
0,45 m sehingga dihasilkan filtrat.
4. Filtrat diencerkan hingga pengenceran 10-6 dengan Phosphate Buffer Saline
(tiap pengenceran 0,9 ml).
5. Sebanyak 0,1 ml hasil pengenceran 10-5 dan 10-6 diambil dan masing masing
dimasukkan dalam microcentrifuge tube baru, kemudian masing masing
pengenceran ditambahkan 0,5 ml E. coli dan selanjutnya diinkubasi 10 menit
pada suhu 37oC.

6. Masing masing tabung diplatting secara pour plate dengan media Luria
Bertani (LB).
7. Hasil platting diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37oC.
8. Hasil yang didapatkan kemudian diamati plaque yang terbentuk di dalam
media LB.
9. Jumlah plaque dihitung dan dimasukkan ke dalam rumus
Plaque/ml =

Plaque
Pengenceran x Volume

PFUs/ml

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Perhitungan Jumlah Plaque Kelompok 4

Tingkat Pengenceran 10-3


Plaque/ml =

Plaque
Pengenceran x Volume

25
Plaque/ml = 103 x 101
Plaque/ml = 25x104
Plaque/ml = 2,5x105 PFUs/ml

Gambar 1. Hasil plaque


kontrol

Gambar 1. Hasil plaque


pengenceran 10-3

PFUs/ml

B. Pembahasan
Bakteriofag T4 telah lama menjadi model dalam pembelajaran sistem
biologi molekuler. Bakteriofag T4 adalah faga litik yang menggunakan Escherichia
coli sebagai sel inang. Bakteriofag termasuk ke dalam family Myoviridae. Bagian
khas dari bakteriofag ialah adanya ekor kontraktil . virion bakteriofaga T4 memiliki
ukuran dengan panjang 1200 dan lebar kepala 860 dan panjang ekor 1000
yang berisi tabung pusat kaku dikelilingi oleh contractile sheath. Pada bagian
ujung distal ekor , terdapat baseplate multiprotein dengan enam serat ekor pendek
yang melekat (Fokine et al., 2013). Selain itu, menurut Haq et al., (2012),
Bakteriofag mempunyai asam nukleat double-stranded DNA. Bakteriofag memiliki
kapsid yang berbentuk polyhedral dan diselubungi oleh protein. Bakteriofag
memiliki ekor seperti benang,tersusun atas protein, yang dapat mengenali reseptor
pada sel inang pada saat tahap pelekatan.
Tingkat kelimpahan Bakteriofag yang tinggi di alam, menyebabkan
Bakteriofag mampu menginfeksi sebanyak 1023/detik. Hal ini menyebabkan,
Bakteriofag merupakan senjata biologis untuk bakteri patogen. Sifat antibakteri pada
Bakteriofag inilah yang banyak digunakan dalam terapi fag against dan vaksinasi
(Golec et al., 2014).
Studi penelitian mengenai bakteriofaga telah banyak dilakukan, menurut
Putra (2012), Bakteriofag dapat digunakan dalam bidang kesehatan yaitu misalnya
Bakteriofag dapat digunakan pada pasien yang memiliki imunitas yang buruk karena
faga dapat membunuh bakteri secara langsung, Bakteriofag juga dapat membunuh
bakteri penginfeksi yang resisten terhadap antibiotik dan Bakteriofag juga dapat
digunakan sebagai desinfektan. Namun, penggunaan bakteriofag pada kasus-kasus
tersebut menimbulkan efek samping, seperti misalnya meningkatnya suhu tubuh
hingga 38-39 oC dan sakit kepala. Penggunaan bakteriofag sebagai terapi harus
didahului dengan penentuan spesies bakteri penyebab infeksinya. Identifikasi bakteri
patogen dari sumber infeksi membutuhkan waktu beberapa hari, serta tidak selalu
dapat dilakukan.
Menurut Campbell (2004), seperti virus pada umumnya, Bakteriofag
memiliki dua fase hidup, yaitu fase litik dan fase lisogenik. Fase litik terdiri atas
beberapa tahapan/fase dintaranya :

1. Fase adsorpsi dan infeksi, pada fase ini Faga akan melekat dan menginfeksi
bagian tertentu dari dinding sel hospes, daerah inilah yang disebut daerah
reseptor. Selanjutnya, enzim lisozim virus akan merusak atau melubangi
dinding sel hospes. Setelah dinding sel hospes terhidrolisis oleh lisozim,
maka seluruh isi faga masuk ke dalam hospes. Faga kemudian merusak dan
mengendalikan DNA hospes.
2. Fase replikasi (fase sintesa), pada fase ini DNA faga akan mengadakan
replikasi (menyusun DNA) dengan menggunakan DNA hospes sebagai bahan
dan membentuk selubung protein, maka terbentuklah molekul DNA baru
virus yang lengkap dengan selubungnya.
3. Fase lisis atau Fase pembebasan virus (faga-faga baru), pada fase ini sel
hospes akan pecah (lisis), sehingga keluarlah virus atau faga yang baru.
Jumlah virus baru ini dapat mencapai sekitar 200.
Sedangkan, fase lisogenik terdiri atas :
1. Fase adsorpsi dan infeksi, pada fase ini faga akan menempel pada tempat
yang spesifik. Kemudian, virus akan melakukan penetrasi pada hospes dan
mengeluarkan DNA ke dalam tubuh hospes.
2. Fase penggabungan (biosintesis), pada fase ini DNA virus akan bersatu dengan DNA
hospes membentuk profaga yang memiliki sebagian besar gen yang tidak
aktif. Namun, sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen yang aktif
tersebut mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian
gen profaga tidak aktif.
3

Fase pembelahan, pada fase ini bila sel hospes membelah diri, maka juga profaga
ikut membelah. Hal ini akan menghasilkan dua sel anakan hospes juga
mengandung profaga di dalam selnya. Hal ini akan berlangsung terus-

menerus selama sel bakteri yang mengandung profaga membelah.


Ada berbagai macam teknik untuk mendeteksi virus,
yaitu misalnya
menggunakan PCR. Teknik PCR dalam mendeteksi virus memiliki kelebihan ialah
lebih akurat. Teknik PCR pernah digunakan untuk mendeteks virus yang digunakan
pada

kasus

ancaman bioteroris, yaitu pengkontaminasian minuman dengan virus

secara sengaja. Namun, teknik PCR memiliki kekurangan ialah sulitnya melakukan
sentrifugasi pada virus. Sehingga, teknik PCR ini menggunakan Viro-Adembeads
atau sebuah

sistem penangkap virus dengan cepat menggunakan manik-manik

magnetik anion berlapis polimer, sehingga, didapatkan virus-virus dari minuman

yang terkontaminasi secara sengaja, yaitu Vaccinia virus dan Herpesvirus 8 pada
manusia. PCR berhasil menunjukkan bahwa laju pemulihan dari virus kontaminan
pada teh hijau dan jus jeruk lebih rendah dari pada virus dalam susu dan air (Hatano
et al, 2010).
Selain metode PCR, pendeteksian virus juga dapat dilakukan dengan
menggunakan mikroskop elektron. Mikroskop elektron dapat digunakan untuk
menghitung kuantitas atau jumlah partikel virus. Namun, kekurangan dari
penggunaan mikroskop ini untuk penelitian rutin akan memakan biaya yang sangat
tinggi (Brock and Madigan, 1991).
Pada praktikum ini digunakan metode plaque. Plaque merupakan campuran
partikel virus dengan lapisan tipis inang bakteri yang ditumbuhkan dalam media
agar. Metode plaque diperkenalkan pada tahun 1952 oleh Rennato Dulbecco. Plaque
merupakan uji virologis yang diperkenalkan untuk menghitung dan mengukur
infektivitas Bakteriofag. Uji plaque digunakan untuk melihat dan mencatat kematian
sel dalam kultur sel yang terinfeksi. Virus yang menginfeksi bakteri (bakteriofage)
adalah agen kematian substansial bakteri, sehingga mempengaruhi proses
biogeokimia global dan fluks energi (Haq et al., 2012).
Menurut Matrosovich et al., (2006), metode plaque ini sering digunakan pada
standar laboratorium dikarenakan lebih mudah dan sederhana. Cara mendeteksi virus
dengan metode ini dilakukan dengan melihat zona jernih dari biakan bakteri yang
ditumbuhkan. Zona jernih tersebut diakibatkan lisisnya bakteri akibat virus.
Kekurangan metode plaque ialah hasilnya tidak terlalu akurat, karena susah
membedakan antara plaque yang terbentuk dengan media yang digunakan.
Pada praktikum pengamatan virus pada bakteri dengan metode plaque ini
menggunakan sampel air kloset. Air kloset diindikasikan memiliki kandungan
Escherichia coli yang tinggi. Escherichia coli merupakan bakteri coliform yang
sering ditemukan pada tinja atau air yang tercemar. Penggunaan air kloset ini
diharapkan didapatkan konsentrasi Escherichia coli yang tinggi, sehingga plaque
yang terbentuk akan semakin banyak (Armon & Kott, 1993).
Hasil dari praktikum pengamatan virus pada bakteri dengan metode plaque ini
terlihat bahwa pada pengenceran 10-3 didapatkan 2,5x105 PFUs/ml, hasil ini dapat
dianggap positif. sedangkan pada pengenceran 10-2 tidak didapatkan hasil, hal ini
tidak dapat diindikasikan negatif. Hal ini dikarenakan tidak adanya plaque bukan
dikarenakan tidak adanya bakteri yang lisis, namun, disebabkan oleh kekeliruan saat
praktikum. Interpretasi hasil positif dan negatif, menurut Armon & Kott (1993),

ditandai dengan ada tidaknya zona jernih pada media dengan bentuk bulat penuh
(lingkaran). Plaque terbentuk akibat lisisnya sel bakteri oleh bakteriofag. Sampel
dapat dikatatakan memiliki konsentrasi yang tinggi, jika plaque yang terbentuk
banyak. Sedangkan, tidak adanya plaque yang terbentuk menunjukan hasil yang
negatif, dengan kata lain tidak terdapat sel bakteri yang lisis akibat terinfeksi virus
yang terkandung dalam sampel air kloset. Reseptor pada sel Eschericia coli diduga
tidak sesuai dengan virus yang terkandung dalam sampel air kloset praktikum ini.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Metode plaque merupakan metode sederhana yang digunakan dalam
pendeteksian adanya bakteriofag yang melisiskan bakteri.
2. Hasil positif dan negaif pada metode plaque ditandai dengan
terbentuknya dan tidak terbentuknya zona jernih (plaque) berbentuk
lingkaran penuh dengan tepi rata.
3. Hasil praktikum pengamatan virus pada bakteri dengan metode plaque
didapat hasil positif pada pengenceran 10-3.
B. Saran
Seharusnya dalam pengerjaan praktikum dilakukan dengan cermat dan teliti,
sehingga akan didapat hasil yang bagus.

DAFTAR REFERENSI

Armon., R dan Kott., Y. 1993. A simple, rapid and sensitive presence/absence


detection test for bacteriophage in drinking water. Journal of applied
bacteriology, 74(4), pp. 490-496.
Brock, T.D. and Madigan, M.T. 1991. Biology of Microorganisms. Prentice-Hall
International, New Jersey.
Campbell, N. A. 2004. Biologi. Erlangga : Jakarta.
Fokine, Andrei, Zihihong Zhang, Shuji Kanamaru, Valorie D. Bowman, Anastasia
A. Aksyuk, Fumio Arisaka, Venigalla B. Rao and Michael G. Rossmann.
2013. The Molecular Architecture of The Bacteriophage T4 Neck. J. Mol.
Vol. 32 : 1732-1743.
Golec, Piotr., Joanna Karczewska-Golec., Marcintos., and Grzegorz Wegrzyn.2014.
Bacteriophage T4 can Produce Progeny Virions in Extremely Slowly
Growing Escherichia coli host: Comparison of a Mathemathical Model
With The Experimental Data. FEMS Microbiolgy Letters, 351, pp. 156-161.
Haq, A., Irshad, U.l., W.N. Chaudhry, M.N. Akhtar., S. Andleeb, and I. Qadri. 2012.
Bacteriophages and Their Implications on Future Biotechnology
: A Review. Virology Journal, 9 (9), pp. 1-12.
Hatano, Ben, A. Kojima, T. Sata, and H. Katano. 2010. Virus detection using viro
adembeads, a rapid capture system for viruses, and plaque assay
in intentionally virus-contaminated beverages. J. Infect. Dis. 63: 52-54.
Matrosovich, M., T. Matrosovich, W. Garten and H. D. Klenk. 2006. New
Lowviscosity overlay Medium for Viral Plaque Assays. Virology Journal.,
3 (63), pp. 1-7.
Pelczar., M.J and Chan., E.C.S. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press:Jakarta.
Putra, B.E. dan Karuniawati A. 2012. Bakteriofag sebagai Potensi Baru Tata
Laksana Infeksi Bakteri Resisten. J Indon., Med., Assoc., 62(3). pp 113-117.
Sihombing, D. T. H. 2002. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha
Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian IPB :
Bogor.
Stansfield, William D and Susan L. Elfrod. 2006. Genetics fourth edition. Jakarta :
Erlangga.

You might also like