You are on page 1of 25

PENDAHULUAN

1|

Sel hidup, dalam melakukan aktivitasnya melibatkan enzim-enzim. Enzimenzim tersebut hanya dapat bekerja pada komposisi dan keadaan intraselular yang
tertentu. Untuk dapat terus beraktivitas, sel akan memelihara kondisi internal sel ada
dalam kisaran tertentu yang sangat sempit. Pemeliharaan keadaan internal tersebut
antara lain pada pH, kadar ion-ion, banyaknya mikro dan makromolekul. Jika kondisi
internal dipelihara disekitar nilai konstan, tidak demikian halnya dengan lingkungan
sel (cairan ekstraselular). Keadaan ekstraselular senantiasa berubah, tidak selalu sama
dari waktu ke waktu.
Membran sel merupakan barrier terhadap perubahan lingkungan sekaligus
penyeleksi lalu lintas bahan dari dan ke luar sel. Membran sel dengan struktur dasar
bilayer lipid hanya permeabel terhadap bahan-bahan yang hidrofobik dan molekulmolekul hidrofilik berkuran kecil, tetapi tidak permeabel terhadap molekul-molekul
polar berukuran cukup besar, molekul-molekul kompleks dan ion-ion. Molekulmolekul polar berukuran cukup besar, molekul-molekul kompleks dan ion-ion dapat
melintas membran melalui protein membran yang membentuk saluran (protein
channel) atau menggunakan protein carrier.
Perpindahan ion-ion dan sifat permeabilitas membran yang berbeda-beda
mengakibatkan distribusi muatan antara bagian luar dan bagian dalam membran.
Perbedaan distribusi muatan menimbulkan beda potensial antara bagian dalam dan
luar membran.
1

2
Stimulus tertentu dapat mengakibatkan perubahan potensial membran.
Perubahan potensial membran dapat menjadi stimulus bagi protein channel tertentu
sehingga permeabilitas membran terhadap ion tertentu

meningkat. Peningkatan

permeabilitas membran tersebut akan mengakibatkan laju ion tertentu tersebut


melintas membran meningkat. Perpindahan ini akan mengubah beda potensial
membran. Jika perpindahan ion tersebut mengakibatkan depolarisasi membran hingga
nilai potensial tertentu, akan menimbulkan lonjakan potensial yang kemudian kembali
ke potensial awal, yang disebut potensial aksi. Pada sel saraf (neuron), potensial aksi
dapat dijalarkan, sehingga stimulus yang diberikan, merupakan informasi yang dapat
ditransmisikan dari organ sensorik (penerima stimulus) ke sistem saraf pusat (untuk
diintegrasikan) dan kemudian ke organ/jaringan sasaran sehingga timbul respons
individu terhadap stimulus tersebut.

MEMBRAN SEL DAN TRANSPOR LINTAS MEMBRAN

2|

Kehidupan sel tergantung pada organisasi molekul di dalam sel. Adanya gangguan
pada kadar molekul-molekul tertentu di dalam sel atau kehadiran bahan yang tidak
sesuai dapat menyebabkan terganggunya aktivitas sel bahkan kematian sel. Kadar
molekul dan ion dipelihara dalam jenis dan jumlah tertentu oleh membran sel, yang
mengatur semua bahan yang masuk dan keluar sel dan antar kompartemen interior
yang berbatas membran (antara lain : retikulum endoplasma, aparatus Golgi, lisosom,
membran inti dan mitokondria).
Sebagai bagian dari pemeliharaan, secara konstan bahan-bahan masuk dan keluar
sel melalui membran sel. Metabolit, termasuk bahan bakar, masuk ke dalam sel, dan
bahan sisa dan produk sel yang disekresikan ke luar sel. Ion-ion mengalir secara
konstan ke kedua arah dan antara kompartemen yang berbeda di dalam sel.

2.1.

Struktur Membran Sel


Membran sel menyelubungi

sel, memisahkan sel (intraselular) dengan

lingkungannya (ekstraselular). Membran sel merupakan barrier antara intraselular dan


ekstraselular. Semua membran biologis, termasuk membran sel dan membran
kompartemen interior sel Eukariotik mempunyai struktur umum sama, tersusun atas
molekul-molekul lipid dan protein yang umumnya berinteraksi secara nonkovalen.
Membran sel berdasar fluid mozaic model merupakan struktur dinamis, berstruktur
fluida, dan molekul-molekul protein dan lipid umumnya yang dapat berpindah dari

4
satu tempat ke tempat lain sepanjang membran. Struktur umum membran sel
berdasar fluid mozaic model-terlihat pada Gambar 1.
Bilayer lipid merupakan struktur dasar membran, tersusun terutama atas fosfolipid
dan sebagian kecil kolesterol dan glikolipid. Tiap molekul fosfolipid mempunyai
bagian kepala (head) yang bersifat polar, hidrofilik dan bagian ekor (tail) yang bersifat
nonpolar, hidrofobik. Bagian polar menghadap langsung dengan ekstraselular dan
intraselular, yang terutama tersusun atas air, sedangkan bagian hidrofobik berada di
bagian tengah membran. Dengan struktur fosfolipid yang demikian, menyebabkan sel
tertutup membran, dan mudah menutup kembali jika terjadi kerusakan kecil.
Kolesterol menyusun sekitar 20% lipid membran sel, fungsinya menstabilkan
ikatan antar fosfolipid. Bagian dalam dan luar membran berbeda pada kandungan lipid
khasnya. Sekitar

10% fosfolipid yang menghadap ke ekstraselular merupakan

glikolipid.-lipid yang berikatan dengan gugus gula. Adanya gugus gula menyebabkan
ujung glikolipid bersifat polar. Istilah glikokaliks menunjuk pada bagian permukaan
luar membran sel yang kaya gugus gula (glikokaliks=sugar covering). Bagian
glikokaliks berperan dalam pengenalan antar sel, karena tiap-tiap jenis sel memiliki
glikokaliks khas (sebagai contoh, sperma mengenal sel telur karena sel telur
mempunyai glikokaliks khas).
Protein yang menyusun membran tersusun seperti mozaik (Gambar 1). Protein
membran sel dapat dibedakan menjadi protein integral dan protein periferal. Protein
integral terbenam dalam bilayer lipid, dan beberapa diantaranya hanya tersisip pada
satu permukaan membran, dengan satu ujung menghadap ke ekstraselular atau
intraselular, tetapi yang terbanyak adalah yang merupakan protein transmembran
menyisip mulai bagian yang menghadap ekstraselular sampai intraselular (Gambar 1).

Gambar 1. Struktur membran menurut fluid mozaic model

Protein integral

mempunyai bagian yang hidrofilik, dan hidrofobik. Bagian

hidrofobik diperlukan saat melintasi bagian tengah membran yang hidrofobik.


Sedangkan protein periferal , tidak terbenam pada bilayer lipid, tetapi hanya berikatan
longgar pada permukaan protein integral atau lipid pada bagian membran yang
menghadap ekstraselular atau intraselular.
Protein membran dapat berperan dalam reaksi enzimatik, yang merupakan bagian
dari tahap-tahap berantai reaksi metabolisme sel. Protein yang permukaannya hanya
menghadap ke ekstraselular berfungsi sebagai reseptor hormon atau duta kimia
(chemical messenger) yang lain dan berperan dalam mengirim isyarat dari luar sel ke
intraselular (proses pengiriman ini disebut dengan signal transduction). Sedangkan

Gambar 2. Hubungan antar sel (cell junctions) yaitu tight junctions, desmosomes dan
gap junctions, yang diperankan oleh protein transmembran. Pada tight
junction, sebagian protein transmembran pada dua sel yang berhubungan
berfusi, impermeabel bagi transpor molekul. Desmosome merupakan
hubungan mekanik antar sel. Gap junction menghubungkan satu sel
dengan sel yang lain melalui protein yang membentuk silinder, sehingga
memungkinkan transpor molekul-molekul berukuran kecil melintas.

protein transmembran dapat berperan dalam membentuk hubungan antar sel (cell
junction) (Gambar 2), atau transpor molekul berukuran kecil. Protein transmembran
yang berperan dalam transpor adalah protein channel dan protein carrier. Protein
transpor dapat tersusun oleh satu atau lebih protein integral. Pada protein channel,
protein penyusunnya membentuk terusan/saluran yang menghubungkan ekstraselular
dan intraselular yang memungkinkan molekul-molekul dapat melintas dari dan ke
ekstraselular (Gambar 4). Saluran-saluran tersebut ada yang selalu terbuka (leak

7
channels) dan ada yang membuka hanya jika ada stimulus tertentu (gated channels).
Jika gated channels terbuka sebagai tanggapan atas agen tertentu- suatu ligan- disebut
dengan ligand-gated channels, jika terbuka sebagai tanggapan atas perubahan
potensial membran disebut sebagai voltage- gated channels. Voltage-gated channel
dapat menutup segera setelah terbuka, bahkan saat stimulus yang mampu
membukanya masih ada. Protein carrier dapat memindahkan ion/molekul tertentu
dengan memanfaatkan perubahan konformasi protein.

2.2. Transpor Lintas Membran


Tidak semua bahan yang berpindah dari dan ke intraselular tergantung pada
transpor langsung melalui membran sel. Beberapa bahan , terutama molekul besar atau
molekul kompleks berpindah melalui pembentukan vesikula atau fusi membran
plasma. Perpindahan

demikian, ke dalam sel disebut endositosis, sedangkan

perpindahan ke luar disebut eksositosis. Eksositosis dan endositosis tidak dibahas


dalam bahan ajar ini.
Ion-ion dan molekul kecil dapat masuk dan ke luar sel melalui dua cara, yaitu
transpor pasif dan transpor aktif. Transpor pasif tergantung pada gradien kadar antara
intraselular dan ekstraselular. Jika suatu molekul lebih tinggi kadarnya di dalam sel,
maka arah transpor ke luar sel. Transpor pasif ion-ion selain dipengaruhi kadar, juga
dipengaruhi perbedaan muatan antara kedua sisi membran (gradien elektrokimia).
Karena tergantung gradien kadar, transpor pasif tidak memerlukan energi. Pada
transpor aktif, bahan-bahan berpindah melawan gradien kadar. Tak sama dengan
transpor pasif, transpor aktif memerlukan energi. Transpor aktif tak akan terjadi tanpa
tersedianya energi dalam sel.

8
Sifat hidrofobik pada interior membran sel hanya memungkinkan beberapa
kelompok molekul dengan mudah dapat melintas membran yaitu molekul-molekul
yang hidrofobik, dan molekul-molekul polar berukuran kecil tak bermuatan. Molekulmolekul polar berukuran besar dan ion seberapapun ukurannya-tidak dapat melintas
membran tanpa adanya bantuan protein membran (Gambar 3).

Transpor lintas

membran tanpa bantuan protein membran, hanya tergantung pada gradien kadar
disebut dengan difusi biasa/ simple diffusion (merupakan transpor pasif), sedangkan
jika dengan bantuan protein membran dan tergantung gradien kadar (pasif) disebut
dengan difusi terfasilitasi (facilitated diffusion). Transpor aktif memerlukan bantuan
protein membran (protein carrier) dan energi, karena melawan gradien kadar (Gambar
4). Perubahan konformasi protein carrier akan memindahkan ion/molekul dari satu
sisi ke sisi lain membran.

Tabel 1. Kadar beberapa jenis ion di dalam dan di luar akson cumi dan sel mamalia
Jenis ion

K+ (mM)
Na+(mM)
CL(mM)
Ca2+ (mM)

Akson cumi
Sel
Darah
(intraselular) (ekstraselular)
400
50
40-150
0,0003

20
440
560
10

Mamalia
Sel
(intraselular)

Darah
(ekstraselular)

139
12
4
<0,0002

4
145
116
1,8

Kadar ion-ion dan molekul intraselular tidak selalu sama dengan ekstraselular.
Kadar ion potasium (K+) cairan intraselular dipertahankan lebih besar dibanding
kadarnya dalam cairan ekstraselular. Sedangkan kadar ion sodium (Na+), klorida (Cl-),
dan kalsium (Ca2+) lebih tinggi di cairan ekstraselular. Dengan keadaan tersebut ion

9
potasium cenderung ke luar sel dan ion sodium (juga ion klorida dan kalsium)
cenderung masuk ke sel melalui protein channel (pasif).

Gambar 3. Permeabilitas relatif bilayer lipid artifisial (tanpa protein) terhadap


berbagai kelompok molekul. Semakin kecil ukuran molekul, semakin
cepat berdifusi melintas bilayer. Ion-ion tidak dapat melintas bilayer
lipid

Gambar 4. Diagram skematik transpor pasif dan aktif. Difusi biasa (simple diffusion)
dan difusi terfasilitasi (facilitated diffusion) merupakan transpor pasif,
tidak memerlukan energi. Sedangkan transpor aktif memerlukan energi

10

Gambar 5. Perbandingan kinetika difusi biasa dengan difusi terfasilitasi

Untuk mempertahankan kadar ion potasium tetap tinggi dan pada kisaran kadar
tertentu di intraselular dan sodium tetap tinggi di ekstraselular, protein membran
Na+K+-ATPase (sodium potassium ATPase/ sodium potassium pump) mengkatalisis
ATP (adenosin triphosphate) menjadi ADP (adenosin diphosphate), dijadikan sumber
energi mengeluarkan kelebihan ion sodium ke ekstraselular dan mengambil
kekurangan potasium dari ekstraselular ke intraselular secara aktif karena melawan
gradien elektrokimia.

Tiap mentranspor 3 Na+ ke luar sel, pompa sodium

memasukkan 2 K+ ke dalam sel.


Ukuran partikel

mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran, dan

harus diingat bahwa ion-ion dalam cairan tubuh ada dalam keadaan terhidrasi. Jadi,
meskipun berat atom potasium (39) lebih besar dari sodium (23), tetapi ion sodium
terhidrasi lebih besar dari ion potasium terhidrasi. Namun jelas bahwa ion dapat
melintas membran melalui channel dan bukan hanya melalui pori sederhana.
Konfigurasi muatan di sekitarnya dan variabel-variabel yang mempengaruhinya
mengakibatkan channel tersebut relatif spesifik, sehingga ada channel terpisah untuk
Na + , Cl- dan K+.

11

POTENSIAL MEMBRAN SEL

3|

Fenomena transpor ion-ion melintas membran dan upaya pemeliharaan kadar ionion tertentu di dalam sel berbeda dengan di luar sel, mengakibatkan perbedaan
distribusi muatan antara bagian dalam membran yang berbatasan dengan cairan
intraselular dan bagian luar yang berhadapan dengan cairan ekstraselular. Besarnya
beda potensial membran dapat diukur dengan jalan menyisipkan satu elektroda di
dalam sel dan satu elektroda di luar sel dan menghubungkannya dengan recorder.

3.1. Potensial Membran Istirahat (Resting Membrane Potential= RMP)


Besarnya potensial membran saat tidak ada stimulus yang diberikan ke sel (saat
sel istirahat) disebut dengan potensial membran istirahat (resting membrane potential
= RMP). Pada umumnya ada bagian dalam relatif negatif

terhadap bagian luar

membran. Oleh karena itu RMP disepakati ditulis negatif. Nilai RMP antar jaringan
bervariasi antara -9 hingga -100 mV. Nilai RMP khas untuk jenis sel tertentu. Sel otot
mempunyai RMP = -90 mV, dengan E Cl-= -86 mV, EK=-100 mV, dan E Na+ = +55
mV. Sel darah merah mempunyai RMP yang rendah (-9mV), sedangkan potensial
membran istirahat giant axon pada mantel cumi sekitar -60 mV.
Gaya yang mendorong ion untuk melintas membran dapat dianalisis. Ion Cl - ada
dalam kadar lebih tinggi di cairan ekstraselular daripada di dalam sel, sehingga Cl cenderung berdifusi mengikuti gradien kadar ke dalam sel. Kesetimbangan dicapai
saat influks Cl- sama dengan efluks Cl-. Potensial membran

saat kesetimbangan

12
disebut potensial kesetimbangan, yang kekuatannya dapat dihitung berdasar
persamaan Nersnt sebagai berikut.

[Cl- i ]
Eq = 61,5 ----------pada 37 0 C,
[Cl- o]
dengan [Cl- i ] = kadar Cl- di dalam sel, dan
[Cl- o ]= kadar Cl- di luar sel
Jika [Cl- i ] = 9,0 mmol/ l H 2O, dan [Cl- o ] = 125,0 mmol/ l H 2O, akan
didapatkan nilai potensial kesetimbangan sebesar -70 mV, identik dengan RMP sel
terukur.
Dengan menggunakan rumus yang sama, dapat dihitung pula potensial
kesetimbangan untuk ion-ion yang lain. Ion K+ akan berdifusi ke luar sel mengikuti
gradien kadar dan masuk ke sel mengikuti gradien elektrik. Pada neuron motorik
spinal Mammalia, Ek= -90 mV. Karena RMP = -70 mV, maka banyaknya K + di dalam
sel hasil pengukuran akan lebih banyak dibandingkan dengan hasil hitung berdasar
gradien kadar dan gradien elektrik.
Berbeda dengan dua jenis ion tersebut terdahulu, berdasar gradien kadar, Na +
akan masuk ke sel, demikian pula berdasar gradien elekriknya. E Na + = + 60 mV.
Eksperimen menggunakan Na+ radioaktif menunjukkan bahwa permeabilitas membran
terhadap Na+ lebih rendah dibanding dengan permeabilitas membran terhadap K+, oleh
karena itu jika hanya terjadi gaya pasif berdasar gradien kadar dan elektrik, sel akan
secara bertahap mendapat tambahan Na+ dan kehilangan K+.
Ion kalsium (Ca2+ ) pada cairan ekstraselular Mammalia ada pada kadar sekitar
1,2 mmol/L, dan kadarnya di dalam sel sangat rendah, jadi Ca 2+ cenderung masuk ke

13
sel mengikuti gradien kadar

maupun gradien elektrik. Meskipun permeabilitas

membran sel neuron terhadap Ca2+ 100 kali lebih rendah dibanding permeabilitasnya
terhadap Na+, tetapi tetap saja ada Ca2+ yang masuk. Ca2+ intraselular tetap rendah
oleh adanya transpor aktif Ca2+ ke luar sel.
Membran sel secara praktis impermeabel terhadap protein intraselular dan
anion organik lain yang menyusun sebagian

besar anion intraselular (A -), agak

permeabel terhadap Na+ dan lebih permeabel lagi terhadap Cl- dan K+. Jika K+
berdifusi ke luar sel mengikuti gradien kadar, sedangkan anion yang tidak dapat
berdifusi tetap tinggal di dalam sel, dan permeabilitas membran terhadap K+ lebih
tinggi dibanding terhadap Na+, akan menyebabkan perbedaan potensial sepanjang
membran sel. Terjadi sedikit kelebihan kation di luar sel dan sedikit kelebihan anion di
dalam sel, sehingga bagian dalam membran lebih negatif dibanding di luar membran
(oleh karena itu RMP bernilai negatif).
Ion-ion yang berperan dalam potensial membran merupakan fraksi yang sangat
kecil dari total ion yang ada. Masuknya Na+ ke dalam sel tidak dapat diimbangi oleh
keluarnya K+ karena permeabilitas membran saat istirahat lebih tinggi terhadap Na+
dibanding terhadap K+. Cl- berdifusi ke dalam sel mengikuti gradien kadar, tetapi
perpindahan tersebut diimbangi oleh gradien elektriknya. Pompa sodium potasium
mempunyai konntribusi terhadap potensial membran, tetapi fungsi utamanya pada
konteks ini adalah untuk memelihara gradien kadar. Potensial membran tergantung
pada gradien kadar. Jika pompa terhenti saat diberikan inhibitor metabolik, Na+ akan
masuk ke sel, K+ akan ke luar sel, dan potensial membran menurun. Laju penurunan
tersebut bervariasi menurut ukuran sel. Pada sel berukuran besar, dapat berlangsung

14
berjam-jam, tetapi pada serabut saraf dengan diameter kurang dari 1 um, depolarisasi
lengkap dapat terjadi kurang dari 4 menit.
Kekuatan potensial membran pada waktu tertentu tergantung pada distribusi
Na+, K+ dan Cl- dan permeabilitas membran terhadap ion-ion tersebut Persamaan
Goldman (Goldman constant-field equation) dapat digunakan untuk menggambarkan
hubungan antar variabel tersebut.

Karena saat sel istirahat, PNa+ relatif lebih rendah dibanding dengan PK+ ,
peran Na+ dalam menentukan potensial membran istirahat hanya kecil. Oleh karena
itu perubahan Na+ eksternal hanya akan menghasilkan sedikit perubahan RMP,
sedangkan peningkatan K+ eksternal akan menurunkan RMP.
Pada sel otot dan saraf, menurunnya potensial membran justru akan memacu
peningkatan permeabilitas membran terhadap Na+. Sifat khas ini memungkinkan
timbulnya penjalaran informasi (impuls) sepanjang membran sel.

3.2. Potensial Aksi (Action Potential)


Saat stimulus diberikan, terjadi defleksi terhadap baseline (RMP) yang disebut
stimulus artifact. Artifact ini disebabkan hilangnya arus dari elektroda penstimulasi
hingga elektroda pencatat (Gambar 6.). Stimulus artifact diikuti oleh interval
isopotensial yang disebut periode laten. Periode laten berakhir saat terjadi perubahan

15
potensial lebih lanjut seiring penjalaran impuls dari tempat diberikannya stimulus ke
elektroda pencatat. Durasinya berbanding lurus dengan jarak antara elektroda
penstimulasi - elektroda pencatat dan kecepatan konduksi akson. Jika durasi periode
laten dan jarak antara elektroda penstimulasi hingga elektroda pencatat diketahui,
kecepatan konduksi akson dapat dihitung. Jika jarak elektroda penstimulasi - elektroda
pencatat (lihat Gambar 6) 4 cm, periode laten 2 mdet, maka kecepatan konduksi 4 cm/
2 mdet atau 20 m/det.
Membran akson yang diberi stimulasi cukup, akan mengalami depolarisasi
(Gambar 6). Depolarisasi awal sekitar 15 mV, kemudian terjadi peningkatan laju
depolarisasi. Titik terjadinya peningkatan laju depolarisasi disebut dengan firing level.
Peningkatan laju depolarisasi, hingga potensial membran mencapai + 35 mV akan
diikuti oleh terjadinya repolarisasi cepat menuju RMP. Saat repolarisasi mencapai 70
%, laju repolarisasi menurun hingga nilai RMP. Peningkatan laju depolarisasi dan
repolarisasi yang cepat disebut dengan spike potential akson, dan proses penurunan
laju repolarisasi pada saat-saat menuju nilai RMP disebut dengan after-depolarization
(negative after-potential), setelah mencapai nilai RMP, terjadi

proses after-

hyperpolarization (positive after-potential) yang berlangsung lambat. Seluruh proses


perubahan potensial yang terjadi disebut dengan potensial aksi (action potential).
Potensial aksi merupakan aksi monofase karena berlangsung searah.

16

Gambar 6. Potensial aksi yang tercatat pada CRO (Cathode-ray oscilloscope) jika
stimulasi diberikan pada akson

Gambar 6 dibuat untuk menunjukkan adanya berbagai komponen potensial


aksi dengan distorsi terutama pada waktu. Jika dibandingkan dengan Gambar 7 (dibuat
dengan proporsi tanpa distorsi), akan nampak bahwa proses awal terjadinya potensial
aksi berlangsung cepat, dan sulit untuk menunjukkan secara jelas adanya perubahan
depolarisasi pada firing level, juga amplitudo pada proses after-hyperpolarization
yang hanya 1-2 mV (meskipun berlangsung sekitar 40 mdet). Waktu yang diperlukan
untuk proses after-depolarization hanya sekitar 4 mdet (neuron lain banyak yang lebih
cepat). Proses after-polarization dapat terjadi tanpa mencapai RMP. Sebagai contoh,
jika saraf dikonduksi berulang pada jangka waktu lama, after hyperpolarization
menjadi cukup besar. Potensial tersebut lebih menunjukkan adanya proses pemulihan
(recovery) dibandingkan dengan responsnya terhadap terjadinya spike potential.

17
Dengan menggunakan CRO (Gb. 6), dapat diamati intensitas minimal arus
yang digunakan untuk menstimulasi (treshold intensity/ intensitas ambang) agar
dihasilkan potensial aksi. Nilai ambang tersebut beragam sesuai dengan kondisi
eksperimen dan jenis akson, tetapi sekali dicapai, akan terjadi potensial aksi lengkap.
Peningkatan intensitas stimulus tidak menghasilkan atau perubahan lain potensial aksi
sepanjang kondisi eksperimen yang lain tidak berubah. Potensial aksi tidak akan
terjadi jika stimulus yang diberikan di bawah nilai ambang, dan hanya terjadi dengan
amplitudo dan bentuk yang tetap jika kekuaran stimulus sama atau di atas nilai

ambang. Dengan demikian potensial aksi bersifat all or none, atau dengan kata lain
bahwa potensial aksi tunduk pada hukum all or none.

Gambar 7. Diagram potensial aksi lengkap serabut saraf Mammalia berukuran besar
dan berselubung mielin.

Stimulus dengan durasi yang sangat pendek tak akan mengakibatkan akson
tereksitasi meskipun intensitasnya cukup. Jika durasi pemberian stimuli lama,

18
intensitas ambang berkaitan dengan durasi/ lamanya stimulus diberikan. Stimuli yang
lemah, meskipun waktu pemberian lama, tak akan mampu menimbulkan respons.

Meskipun stimuli di bawah nilai ambang tidak dapat menghasilkan potensial


aksi, tetapi tetap mempunyai pengaruh pada potensial membran. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan jalan memasang elektroda pencatat beberapa milimeter dari
elektroda penstimulasi dan memberikan stimuli dengan kekuatan di bawah nilai
ambang selama waktu tertentu, yang ternyata mengakibatkan perubahan potensial
(depolarisasi) lokal yang timbul cepat dan menghilang secara eksponensial seiring
waktu. Kekuatan respons tersebut akan menurun jika jarak antara elektroda pencatat
dan penstimulasi ditingkatkan. Sebaliknya, dalam jangka waktu yang sama jika
diberikan arus anoda akan menghasilkan perubahan potensial hiperpolarisasi.
Perubahan potensial tersebut disebut dengan potensial elektrotonik, dengan
katelektronik (jika dihasilkan pada katoda) dan anelektronik (jika dihasilkan pada
anoda). Perubahan potensial tersebut merupakan perubahan polarisasi membran secara
pasif yang diakibatkan oleh penambahan atau substraksi muatan oleh elektroda
tertentu. Intensitas arus rendah akan menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi
hingga 7 mV, perubahan potensial ini berbanding lurus dengan kekuatan stimulus.
Sedangkan dengan stimuli yang lebih kuat, hubungan tersebut tetap konstan untuk
respons anelektrotonik, tetapi tidak berlaku untuk respons katelektrotonik yang
ternyata lebih besar dari perkiraan. Ternyata, stimulasi katodal yang cukup untuk
menghasilkan depolarisasi sekitar 15 mV (misalnya potensial membran menjadi - 55
mV), mengakibatkan potensial membran akan turun drastis, dan terjadi potensial aksi
yang dijalarkan. Respons terhadap stimulus lebih besar yang tidak lagi berbanding

19
lurus dengan kekuatan stimulus dan mengakibatkan depolarisasi

7-15 mV

menunjukkan adanya partisipasi membran, dan respons tersebut disebut dengan


respons lokal (local response)(Gambar 8.). Titik saat spike potential timbul disebut
dengan firing level. Jadi arus katodal yang menghasilkan depolarisasi membran hingga
7 mV memiliki efek pasif pada membran yang disebabkan oleh penambahan muatan
negatif.

Sedangkan arus katodal yang menghasilkan depolarisasi 7-15 mV

mengakibatkan perubahan membran yang sedikit aktif, dan berperan dalam proses
depolarisasi. Meskipun demikian kekuatan repolarisasi masih lebih kuat dari
depolarisasi, sehingga tidak timbul potensial aksi. Saat depolarisasi membran hingga
15 mV, kekuatan depolarisasi relatif kuat dibanding repolarisasi, sehingga timbul

potensial aksi. Dengan demikian jelas bahwa pada depolarisasi sebesar 15 mV, terjadi
beberapa perubahan mendasar yang mengakibatkan depolarisasi lebih lanjut terjadi di
membran.

Gambar 8. Potensial elektrotonik dan respons lokal. Grafik menunjukkan adanya


perubahan potensial membran suatu neuron yang diberi stimuli 0,2, 0,4,
0,6, 0,8, dan 1 kali intensitas ambang. Respons di bawah aksis dicatat
dekat anoda, sedangkan di atas aksis di dekat katoda

20
Pemberian stimulus umumnya dilakukan di dekat katoda, karena stimuli
katodal menghasilkan depolarisasi, sedangkan arus anodal justru malah menjauhkan
membran dari keadaan firing level (menghambat terjadinya potensial aksi).
Selama potensial aksi, potensial katelektrotonik dan anelektrotonik dan respons
lokal berlangsung, terjadi perubahan pada nilai ambang neuron terhadap stimulasi.
Respons katelektrotonik mengakibatkan keadaan potensial membran mendekati firing
level. Tetapi saat penurunan pada fase spike potential, neuron ada dalam keadaan
refraktori terhadap stimulasi.

Gambar 9. Perubahan relatif eksitabilitas membran neuron selama terjadinya


potensial aksi
Periode refraktori tersebut dapat dibedakan menjadi periode refraktori absolut
yang dimulai dari saat dicapainya firing level hingga repolarisasi berlangsung sekitar
1/3 lengkap, dan periode refraktori relatif- mulai akhir periode refraktori absolut
hingga dimulainya after-depolarization. Selama periode refraktori absolut, tak ada
satupun stimulus, berapapun kekuatannya yang mampu membuat neuron tereksitasi,

21
tetapi pada periode relatif, stimulus yang lebih kuat dari stimulus normal dapat
mengakibatkan eksitasi. (Gambar 9).
Saat istirahat, membran sel saraf terpolarisasi dengan muatan positif sepanjang
permukaan luar, dan negatif di permukaan dalam membran. Saat potensial aksi,
polaritas tersebut untuk waktu yang amat singkat menjadi berlawanan dengan saat
istirahat. Muatan positif membran di depan dan di belakang potensial aksi mengalir ke
area negatif. Dengan menarik muatan positif, aliran arus ini akan menurunkan
potensial membran di dekatnya.
Potensial membran, baik saat aktif maupun istirahat, ditentukan oleh
permeabilitas membran. Dengan mengubah permeabilitas membran terhadap sodium
dan potasium membran secara selektif, potensial membran dapat bergeser antara -75
mV hingga +55 mV. Dalam kaitannya dengan potensial membran, perpindahan ion
klorida diabaikan karena pengaruhnya sangat kecil dan yang terutama, permeabilitas
membran terhadap ion klorida tidak berubah selama potensial aksi.
Perubahan permeabilitas terjadi sangat cepat dan berlangsung hanya dalam
hitungan mikrodetik. Kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam eksperimen yaitu
mengukur kekuatan alir ion dalam waktu yang sedemikian singkat, dapat diatasi
dengan menggunakan voltage clamp method. Dengan menjaga potensial membran
tetap konstan (clamped) pada nilai tertentu yang diinginkan, dapat ditentukan aliran
langsung berbagai ion

melintas membran. Dari hasil tersebut dapat diestimasi

permeabilitas membran terhadap ion tertentu sebagai

fungsi potensial membran.

Diungkapkan oleh Hodgkin, Huxley dan Katz (Inggris) bahwa penurunan potensial
membran (depolarisasi) dapat meningkatkan permeabilitas membran terhadap
sodium.

22
Depolarisasi juga menyebabkan perubahan permeabilitas membran terhadap
potasium, tetapi lebih lambat. Jika permeabilitas terhadap potasium dan sodium
meningkat secara simultan, tidak akan ada potensial aksi, dan potensial membran ada
dalam nilai antara tertentu. Namun, karena permeabilitas terhadap potasium berubah
setelah permeabilitas terhadap sodium menurun., maka pengaruhnya adalah
mengembalikan potensial ke nilai mula-mula yang disebut sebagai repolarisasi
membran (Gambar 10).
Selama potensial aksi, ion mengalir melalui membran sel mengikuti gradien
kadar. Perpindahan tersebut dibantu oleh protein channel .
Diketahui bahwa saat potensial aksi, terjadi aliran berlawanan dari ion sodium
dan potasium melintas membran. Tetapi keduanya melewati voltage-gated channel
yang berbeda. Pernyataan tersebut dibuktikan dari eksperimen menggunakan
tetrodoksin/ TTX (racun berasal dari ikan buntal, sangat toksik), yang ternyata hanya
menghambat

voltage-gated sodium channels dan tidak pada potasium channels.

Demikian pula halnya dengan menggunakan TEA (tetra methyl amonium ion), hanya
memblok potassium channels tanpa berpengaruh terhadap sodium channels.
Saat potensial membran pada nilai potensial istirahat, hanya sedikit sodium
masuk ke dalam akson, menunjukkan bahwa sodium channels tertutup. Jika potensial
membran berubah menjadi sedikit lebih negatif dari nilai normal, voltage-gated
sodium channels terbuka, dan ion sodium akan mengalir masuk ke dalam sel menurut
gradien kadar karena kadar di luar sel lebih tinggi.

23

Gambar 10. Perubahan konduktansi sodium dan potasium selama potensial aksi pada
giant axon cumi

Aliran ion sodium akan mencapai maksimum hanya dalam waktu milidetik,
dan kembali lagi ke nol meskipun membran masih dalam keadaan terdepolarisasi.
Voltage-gated channels tetap tertutup hingga tercapai potensial istirahat, dan akan
terbuka lagi sebagai tanggapan atas depolarisasi membran.

24

KESIMPULAN

4|

(1) Membran sel memelihara kondisi intraselular pada kisaran tertentu yang tidak
selalu sama dengan komposisi cairan ekstrasel dengan jalan mengatur keluar
masuknya bahan/molekul-molekul/ ion-ion.
(2) Potensial membran istirahat dipelihara tetap pada nilai tertentu oleh adanya protein
integral yang disebut Na+K+ATP-ase yang dapat membuang kelebihan ion sodium
keluar dan mengambil potasium ke dalam sel secara aktif.
(3) Potensial aksi terjadi jika stimulus menyebabkan depolarisasi membran mencapai
nilai ambang. Stimulus dengan kekuatan di bawah nilai ambang tidak dapat
menimbulkan potensial aksi dan di atas nilai ambang tidak berkorelasi dengan
kekuatan potensial aksi

24

25

DAFTAR PUSTAKA

Albert, Bruce, Dennis Bray.Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, James D.
Watson. 1994. Molecular Biology of The Cell. New York: Garland Publishing,
Inc.
Ganong, W.F. 2001. Review of Medical Physiology. 18 th. ed. Prentice Hall Inc.
Schmidt Nielsen, Knut. 1991. Animal Physiology: Adaptation and Environment. 4th.
ed. Cambridge University Press
Wolfe, Stephen L. 1993. Molecular and Cellular Biology. California : Wadsworth
Publishing Company.
-----.2005. The Action Potential Sending Information: Theory and Reality.
http:/www.isr.syr.edu/den/course/neu211/lecture_notes/lec04.html. downloaded
Feb,14th,2005
-----. 2005. EFB325 Cell Physiology: Ion Channels and The Nervous System.
File://bio2/D/htm. downloaded Feb,14th,2005
-----. 2005. Nervous System. http:/www.bioweb.uncc.edu/humanphys/resting.htm.
downloaded Feb,14th,2005
-----.

2005. Resting Potential. http:/distance.stcc.edu/A and


pages/nervssys/unit 10/resting.htm. downloaded Feb,14th,2005

-----.

2005. Voltage Gated Sodium Channels. http:/courses.washington.


edu/conj/membrane/nachan.htm. downloaded Feb,14th,2005

25

/AP/AP1

You might also like