You are on page 1of 11

MAKALAH

BIOLOGI MOLEKULER
PCR

Polymerase Chain Reaction


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah BIOLOGI MOLEKULER

DISUSUN OLEH :

Agus Riyanto

NIM : P27834110002

Luki Herli Purniawan

NIM : P27834110026

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Program Studi DIV Analis Kesehatan

2010-2011

PCR (Polymerase Chain Reaction)

A.

Tehnik amplifikasi asam nukleat in vitro


Dewasa ini telah berkembang beberapa metode untuk Amplifikasi Asam Nukleat
invitro. Tujuan utama dari tehnik ini adalah untuk memperbaiki sensitifitas uji yang
berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya melalui
automatisasi dan bentuk deteksi non isotopic. Tehnik Amplifikasi invitro sangat beragam
dan secara konstan mengalami transisisi, oleh karena itu perlu klasifikasi untuk
memudahkan pemahaman tehnik ini dan agar flexible bila ada perubahan.
Polymerase Chain Reaction merupakan salah satu tehnik Amplifikasi Asam
Nukleat invitro yang paling banyak dipelajari dan dipergunakan secara luas. Penemu PCR
oleh ilmuwan dari Cetus Corporation, Polymerase Chain Reaction telah berkembang
menjadi tehnik utama dalam laboratorium Biologi Molekuler antara lain untuk transkripsi
invitro dari PCR Template ,recombinant PCR (Polymerase Chain Reaction), DNase I
footprinting, Sequencing dengan Taq DNA polymerase, direct sequencing dengan bantuan
phage promoters, dan sebagainya (Innis et 1990).
Tabel : Beberapa metode Amplifikasi Asam Nukleat in vitro (Persing, 1993a)

Metode amplifikasi

Enzim yang digunakan

Target
PCR

Thermophilic DNA polymerase

TAS

Reverse transcriptase, RNA polymerase

3 SR/nucleic sequence-based

Reverse transcriptase, RNase H, RNA

amplification

polymerase

SDA

Restriction endunocleases, DNA polymerase

Probe
LAR

DNA Ligase

LCR

Thermophilic DNA ligase

Q replication base amplification

Q replicase

Signal

B.

Compound probes

None

bDNA probes

None

PCR (Polymerase Chain Reaction)


Polymerase Chain Reaction adalah suatu metode untuk mengamplifikasi
sekwens gen target secara exponensial in vitro pada reaksi ini dibutuhkan : DNA target,
sepasng primer, polymerase DNA yang thermostabil, Buffer reaksi dan alat termal cycler.
I.

DNA Target

Ukuran target untuk amplifikasi biasanya kurang dari 700-1000 pasangan basa
(bp), tetapi target dari specimen klinik yang efisien untuk diamplifikasi antara 100-400 bp.
Walaupun target panjang dapat juga diamplifikasi namun prosesnya kurang efisien, karena
produknya yang panjang lebih rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim
polymerase, disamping itu waktu untuk amplifikasi jadi lebih panjang (persing 1993).
Sesungguhnya DNA dalam bentuk apapun bisa sebagai template, tetapi semakin
murni DNA tersebut semakin baik sebagai template. Ketidak murnian suspensi DNA
tersebut dapat mengganggu reaksi, menghambat kerja polymerase. Walaupun demikian
PCR biasanya masih bisa bekerja dalam suspense yang kasar seperti suspense bakteri. Kita
dapat mengambil koloni bakteri dan memasukkannya langsung ke PCR mix sebagai
template. Beberapa komponen sel disini tidak menghambat reaksi (persing 1993, Shinsky
and Kwok, 1993).
Dalam memilih target yang akan diamplifikasi, yang paling penting diperhatikan
adalah stabilitas genetic dari target. Perubahan atau hilangnya sekwens target akan berakibat
hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid atau transposon yang membawa sifat firulensi
suatu bakteri adalah salah satu contoh element genetic yang potensial tidak stabil. Pada hal
deteksi sekwens target yang berhubungan dengan virulensi tersebut penting untuk
membedakan antara organism patogen dan non pathogen. Element genitik ini bisa hilang
waktu isolasi primer atau pemindahan serial. Dalam hal ini,

amplifikasi sebaiknya

dilakukan segera setelah isolasi atau langsung dari sampelnya (Persing, 1993).
II.

Primer
Factor yang paling penting dlam reaksi PCR adalah karakteristik primer dan

bagaimana mereka secara spesifik berikatan dengan target.


Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yang perlu diperhatiakna dalm
mernacang primer :
a.

Spesifisitas.primer tersebut haruslah hanya mengenal dan berhibridisasi padsa


skewens DNA target yang unik dan tidak berhibridisasi pada DNA non target.
Tujuannya adalah membuat primer yang unik. Primer dengan 9 bp relative tidak
spesifik, dapat anneal pada beberapa bagian dari genome. Primer dengan 16 20 bp
cukup spesifik dan sensistif terhadap adanya perubahan basa tunggal, sedangkan
primer lebih besar dari 30 bp tidak menmbah spesifisitas dan lagi beaya sintesanya
lebih mahal (Bej at al,1991; Sninsky and Kwok, 1990).

b.

Hindari primer yang dapt mengadakan hibridisasi silang stu sama lain atau saling
melipat sendiri . Jadi satu set primer jangan samapai membentuk hair pins atau
dimmers.bila mungkin hindari sekwens yang repetiitif (Thomas, 1993)

c.

Satu set primer hendaknya mempunyai Tm (melting temperature) yang mirip.


Melting temperature adalah tempeiratur dimana separuh dari rantai DNA dalam
cairan

telah

mengalami

dissosiasi.

Tm

ini

dpengaruhi

oleh

konsntrasi

oligonukleotida, komposisi sekwens dan komposisi solven. Tempertur annealing


biasanya 15 C lebih rendah dari Tm.
Tmproduct = 81.5+16.6log ( Na+) + 0.41 ( %G+%C )-0.65(% formamide)675/length-%mismatch.
Formula lain untuk menghitung Tm yang paling sederhana, berdasarkan : 2C
untuk setiap A atau T dan 4C untuk setiap G atau C dari primer. Formula ini
ketepatannya berkurang dengan bertambah panjangnya oligonukleotida. Nilai Tm
untuk kedua primer yang digunakan dalam suatu amplifikasi harus semirip (sedekat)
mungkin, untuk menghindari asimetric priming, dimana satu primer anneal ke
sekwens target dengan afiditas yang lebih besar daripada yang lain dalam kondisi
hibridisasi yang sama (Bej et al, 1991 ; Thomas 1993)
d.

Sekwens dengan kandungan GC 50-60% seperti terlihat pada formula Tm diatas


komposisi nukleotida dari primer akan menentukan temperature Anneling (Thomas,
1993)
Saat ini untuk mendesain primer PCR dengan mudah dibantu oleh seperangkat

lunak computer. Beberapa program komersial computer dapat mempredik adanya selfcomplementary yang dapat membentu hairpin-loops. Jadi yang perlu dipehatikan dalam
merancang primer adalah : panjang oligonukleotida, Tm, Komposisi sekwens, karakteristik
sekwens (Self-annealing), interaksi primer, panjang target dan lokasi pada sekwens target.
III.

Polymerase DNA yang Thermosstabil


Enzim polymerase thermostabil yang didisolasi dari thermos aquatikus (Tag
Polimerase ) merupakan polymerase thermostabil yang pertama kali ditemukan dan saat ini
banyak digunakan. Tag mempunyai aktivitas polymerase DNA 5-3. Aktivitas ensimatik
dari tag polymerase mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95 C,. Enzyme
Polymerase DNA stabil yang lain, sperti pfu, tth, vent dan qwo plymerasa , masing masing
mempunyai sedikit keunggulan disbanding yang lain.

IV.

Buffer reaksi
Buffer reaksi untuk megoptimumkan reaksi.

V.

Thermal cycler

Alat thermal cycler (mesin PCR) yang secara tepat meregulasi temperature
dan siklus waktu dibutuhkan dan keakuratan dari reaksi amplifikasi. Perbedaan antara
temperature yang telah di-set dan temperature sebenarnya di dalam semua sumuran mesin
PCR tidak boleh lebih dari 1C. seprti diketahui, siklus terdiri dari denaturasi (94C,
selama 30-60 detik), annealing/hibridisasi ( 45C- 60C, 60-120 detik), dan perpanjangan
rantai/extention (72C,60-120 detik). Siklus kemudian diulang 20-35 kali. Biasanya
dibutuhkan denaturasi awal pada 94C selama4-5 menit sebelum siklus dimulai. Hal ini
untuk lebih meyakinkan bahwa sekewens target telah mengalami denaturasi dan dapat
dijangkau oleh primer. Denaturasi yang tidak lengkap merupakan salah satu sebab
kegagalan PCR yang sering terjadi (Hilborne and Grody, 1991; Dragon et al, 1993;
pershing;1993)
Semua reagen , primer dan template dimasukan dalam satu tabung reaksi
untuk kemudian dijalankan dalam siklus temperature seperti digambarkan di atas. Teknik
hot-start dilakukan untuk menhindari pembentukan produk non spesifik, dengan cara tidak
mencampurkan dahulu salah satu komponen esensial dari reaksi, misalnya enzim
polymerase. Hal ini untuk mencegah supaya tidak terjadi polymerasi pada temperature
rendah

(nonstringens).

Setelahtemperaturnya

meningkat,

barulah

enzim

tersebut

ditambahkan. Penambahan Tag Polymerase setelah denaturasi awal, juga bertujuan untuk
memperpanjang fungsi enzim tersebut. Seperti disebutkan di atas, waktu paruh aktivitas
enzimatik dari Tag polymerase hanya 40 menit pada 95C(persing,1993; Thomas,1993).
C.
I.

Macam PCR
Multiplex PCR
Tehnik ini menggunakan beberapa pasang primer yang spesifik untuk target yang
berbeda pada suatu amplifikasi DNA yang sama. Ko Amplifikasi ini mempunyai beberapa
tujuan : I dapat mndeteksi adanya kelainan pada sekwens DNA yang panjang. I dapat untuk
uji sekmen dari target genome yang tidak terkait. Iii sebagai control internal. Iiii untuk uji
multi pathogen dari specimen tunggal, biaya murah. Sebagai contoh dari multiplex PCR
adalah deteksi gen yang spesifik terhadap toksin Staphylococcus Aureus dan Clostridium
Difficile dank o amplifikasi control internal secara kompetitif.

II.

Deteksi point mutation


The amplification refactory mitition system (ARMS) mengunakan primer
dengan 3 yang mismech dan polymerase yang telah kehilangan aktifitas eksonukleasenya

(3 ke 5) jika terjadi mismatch, maka reaksi PCR akan berjalan. ARMS ini dapat
digunakan untuk mendeteksi point mutation yang pada penderita HIV positif yang resisten
terhadap acidothymidine.
III.

Determinasi sekwens
Determratinasi sekwens adari DNA sequencing pada laboorium klinik
memegang peranan yang penting. Sebagai contoh, tehnik ni dapat digunakan untuk
mendetksi mutan dari virus hepatitis B yang berkaitan dengan keprogresifan sampai
dengan full minant hepatic necrosis.

IV.

Nested amplification
Salah satu modifikasi PCR yang popular adalah PCR yang menggunakan nested
set primer dan dikenal sebagai nested amplifikasian. Dalam suatu protocol nested
amplification, pada putaran pertama amplifikasi digunakan sepang primer dan amplifikasi
diguakna sebanyak 15-30 siklus. Produk dari amplifikasi putaran petama ini dipindakhakan
ke tabung lain dan PCR ke dua dijalankan denganmengunakan sepasang primer yang
spesifik terhadap internal sequence dari produk PCR yang dihasilkan pada putaran
pertama. PCR putaran ke dua I ni jga dilakukan sebanyak 15-30 siklus, kemudian produk
dari PCR putaran kedua ini didetksi dnga menggunakan elektroforesis gel. Keuntungan
dari nested amplification ini yaitu memberikan sensitifitas yang sangat tinggi. Kadang
tanpa hibridisasi dengan menggunakan probe single copy dari target dapat terdeteksi.
Dengan mentransfer produk PCR putaran pertama, ini mengencerkan inhibitor yang
mungkin ada pada sampel awal. Untuk laboratorium klinik rutin, tidak dianjurkan adanya
transfer ketabung lain karena dapat terkontaminasi oleh aerosol. Akhir-akhir ini telah
banyak ditemukan beberapa metode nested amplification yang dilakukan dalam satu
tabung, tanpa transfer terbuka yang dikenal dengan istilah single-tube nested PCR (Persing,
1993).

V.

Deteksi target RNA


Template RNA dapat dideteksi dengan PCR jika ekstrak RNA terlebih dahulu
diubah menjadi c-DNA dengan menggunakan enzim reserve transcriptase .

VI.

PCR kwantitatif
Asumsi umum bahwa amplifikasi secara eksponensial dari sekwens asam
nuklead target dengan menggunakan PCR dianggap sebagai prosedur kuantitatif. Tetapi,

sekarang dapat dibuktikan bahwa dengan menggunakan keadaan dan control yang sangat
teliti, level dari produk PCR berkorelasi langsung terhadap jumlah input molekul target.
Hubungan linier antara jumlah copy input dan level dari produk PCR biasanya berkisar
antara pembesaran 3-4 kali. Faktor yang berpengaruh pada PCR kuantitatif ini antara lain :
optimasi dari protocol untuk mendapatkan efikasi maksimal,menghindari siklus yang
berlebih, pemrosesan sampel yang sebaik mungkin untuk menghindari adanya inhibitor
yang dapat menurunkan efikasi dari amplifikasi, serta menyertakan internal coamplified
standard.
D.

Model Laboratorium untuk PCR dan Arus kerjanya


Salah satu keunggulan dari amplifikasi asam nuklead seperti PCR adalah
sensitivitasnya yang sangat tinggi. Dilain fihak, sensitivitas yang tinggi ini membuat kita
harus berhati-hati terhadap kemungkinan positif palsu yang dapat timbul akibat
kontaminasi oleh produk amplifikasi dari specimen terdahulu. Perhatian terutama ditujukan
pada desain laboratorium dan pengoperasian dari laboratorium di mana pengerjaan
amplifikasi asam nuklead tersebut dilakukan.
Penerimaan Spesimen

I.

Berikut ini hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan specimen untuk
pemeriksaan PCR :
1.

Specimen diterima di tempat yang terpisah dari tempat pengerjaan.

2.

Hanya specimen yang berada di dalam tempat pertama kali ia ditampung yang bisa
diterima. Harus dihindari specimen yang didapat dengan menuang specimen yang
sudah berada dalam tabung atau telah diambil sebagian untuk digunakan dalam
pemeriksamplifikasi asam nukleat lain. Sekali lagi oleh karena sensitifitas yang
tinggi dari uji yang berdasar amplifikasi ini, sedikit saja ada kontaminasi ke dalam
specimen sebelum sampai di laboratorium, dapat menyebabkan hasil positif palsu.

3.

Gunakan baju praktek dan sarung tangan selama penyortiran specimen.

4.

Simpan specimen dalam temperature (-20)C-(-70)C. Hindari freeze-thawing.


Bila segala hal yang berhubungan dengan penerimaan specimen telah selesai,

personel lain dari tempat mengerjakan akan mengambil specimen tersebut. Personal yang
baru melakukan penerimaan specimen seharusnya tidak memasuki area pengerjaan.
II.

Mendesain Laboratorium untuk PCR


Prinsip tata ruang untuk pengerjaan PCR adalah :

1. Area preamplifikasi dan Post amplifikasi.


2. Arus kerka satu arah.
Laboratorium yang ideal untuk PCR berupa ruangan-ruangan yang terpisah
untuk setiap proses pada uji klinik dari uji amplifikasi PCR yaitu ruangan untuk penyiapan
reagen, penyimpanan speesimen, amplifikasi dan analisis produk. Arus kerja harus satu
arah dimulai dengan ruangan preparasi reagen dan berakhir diruangan analisis produk PCR.
Masing-masing ruangan harus terpisah dari udara yang terkontaminasi, yaitu dengan
menggunakan ruang depan sebelum masuk kemasing-masing ruang kerja, air udara yang
terkontrol, serta penggunaan sinar ultra Violet yang terpasang diatas. Lihat gambar dibawah
ini.

III.

Kontrol Kualitas Pada PCR


Pentingnya penggunaan control dalam PCR untuk membuktikan :
1. PCR yang kita kerjakan tersebut telah dikerkajan atau berjalan dengan benar.
2. Yang diamplifikasi adalah target yang memang diinginkan dan bukan kontaminan atau
carry-over.
Penggunaan control positif yang telah dengan hati-hati diseleksi merupakan
salah satu langkah yang sangat penting. Sebaiknya gunakan control positif yang telah
diketahui benar mengandung kurang dari 50 kopi target namun lebih dari 10 kopi (the lowcopy-number positive control) (dragon et al, 1993).
Untuk mengetahui kompetensi PCR pada suatu specimen, digunakan intrinsic
control. Misalnya untuk specimen klinik yang mengandung sel, dapat diuji kualitas
preparasi DNA dengan menggunakan amplifikasi gen -globulin atau HLA-DQ_.
Bila suatu specimen klinik tidak teramplifikasi dsan diduga ada inhibitor PCR
dalam specimen, masukkan sekwens control dengan low copy number (missal 20 kopi)
kedalam specimen klinik tersebut, kemudian jalankan PCR lagi.

Kontol terhadap amplicon carry over (carry-over control) dapat dilakukan


dengan 2 cara :
a. Enzimatik

Enzimatik : menggunakan Uracil N- glycosilase (UNG).


Cara ini berdasarkan sifat UNG yang pada temperature kamar memotong DNA
pada residu Urasil dan tak aktik pada temperature tinggi. Penggunaaan secara
rutin dUTP sebagai ganti TTP pada master mix, menghasilkan produc PCR yang
mengandung di lingkungan laboratorium. Pemberian UNG sebelum amplifikasi
akan

menghalangi

amplifikasi

DNA

yang

mengandung

(amplicon/kontaminan), akan tetapi tak berpengaruh terhadap amplifikasi DNA


yang mengandung T (DNA target). UNG tidak aktif selama reaksi amplifikasi
sehingga molekul yang baru dibentuk tidak berpengaruh (Leong, 1992 ; Dragon
et al, 1993 ; Pershing, 1993 ; Sninsky and Kwok, 1993).
b. Kimiawi
Kimiawi : menggunakan foto kimiawi isopsoralen.
Prosedur inaktifasi secara fotokimiawi untuk DNA yang sudah diamplifikasi di
sini menggunakan derifat isopsoralen. Setelah amplifikasi, tabung reaksi diirradiasi dengan sinar UV dan isopsoralen akan memodifikasi DNA didalamnya.
Bila DNA modifikasi tersebut dibawa pada amplifikasi berikutnya, ia tidak
berfungsi sebagai template untuk amplifikasi (Dragon et al, 1993 ; Pershing,
1993 ; Sninsky and Kwok, 1993).
Kedua cara control diatas dimaksudkan untuk menekan kontaminasi oleh
amplified DNA. Namun yang lebih penting adalah pencegahan kontaminasi dengan cara
pemisahan fisik baik tempat kerja maupun segala peralatan, antara pre-PCR dan post-PCR.
Disamping itu, cara kerja kita akan berpengaruh langsung, tidak saja pada hasil PCR, tetapi
juga pada hasil kerja personal laboratorium yang lain. Sekali suatu reagen terkontaminasi,
satu-satunya alternative adalah membuangnya dan mulai dengan yang baru. Yang sering,
kita tidak tahu pasti reagen yang mana yang terkontaminasi dan kapan kontaminasi itu
terjadi.

E.

Aplikasi Klinik
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti ; berbagai

penyakit menular (deteksi berbagai macam bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan

(misalnya carcinoma, limfoma, leukemia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell


anemia,-hemophilia A, Tay-sachs disease dan phynilketonuria) dan kedokteran kehakiman
(Innis, 1990; Bej et al, 1991; White,1992; Pershing, 1993).
Pengerjaan PCR untuk HIV merupakan indikasi dalam hal ; 1). Uji western bood
hasilnya meragukan, 2). Menentukan status HIV pada neonates yang lahir dari ibu dengan
HIV posif dan 3). Tidak sengaja terpapar karena tertusuk jarum.
PCR merupakan cara yang lebih sesitif untuk deteksi chlamydia trachomatis
disbanding kultur dan uji imunofluoresens, terutama dari sampel penderita dimana jumlah
mikroorganismenya rendah (misalnya urine penderita pria).
PCR dapat mempercepat waktu diagnosis M. Tuberculosis dari 4 minggu
menjadi hanya 1-2 hari, sehingga terapi yang tepat bisa segera dimulai.
Pada kasus yang diduga sebagai encephalitis karena herpes simplex, PCR
dengan cepat bisa membantu klinisi dengan informasi : ada/ tidaknya virus Herpes simplex
(HSV), oleh karena HSV tidak bisa dengan mudah dikultur dari cairan cerebrospinal.
Dengan

PCR

juga

bisa

ditentukan

macam-macam

tipe

dari

suatu

mikroorganisme, misalnya untuk menentukan tipe Human Papilloma Virus (HPV) dan sub
tipe virus hepatitis C (HCV). Seperti diketahui HPV tipe 16 dan 18 erat hubungannya
dengan Carcinoma cervic uteri dan sub tipe dari HCV ada hubungannya dengan
keberhasilan terapi dengan interferon.
Dibidang kedokteran kehakiman : dengan kempuan PCR untuk mengidentifikasi
sekwens DNA pada sampel yang jumlahnya sangat kecil bahkan sudah mongering
memungkinkan penyidik untuk menjawab kasus yang dulu yang tidak mungkin terjawab.
Masih banyak lagi contoh kegunaan PCR dibidang kedokteran.

Pengembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) kuantitatif dengan standar internal
untuk kuantitasi DNA mitokondria

Ruang Lingkup dan Metode Penelitian : Mitokondria mempunyai fungsi sangat penting
dalam menyediakan energi yang diperlukan sel untuk fungsi normalnya. Energi sel yang berupa
adenosine triphosphate (ATP) dibentuk melalui proses fosforilasi oksidatif. Di dalam organel ini
terdapat DNA mitokondria (mtDNA) yang bertanggung jawab dalam proses fosforilasi oksidatif
mtDNA per mitokondria pada dasarnya tetap dalam semua tipe set, tetapi jumlah mtDNA dalam
tiap sel somatik manusia sangat bervariasi pada sel yang berbeda. Dewasa ini analisis kuantitatif
DNA mempunyai peranan penting dalam penelitian biologi dan aplikasi klinis. Tujuan penelitian ini
adalah mengembangkan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal yang dapat dipercaya,
efektif, dan akurat, untuk kuantitasi jumlah salinan mtDNA pada berbagai jaringan manusia. Dalam
metode penelitian ini, dilakukan konstruksi standar internal dengan mengamplifikasi fragmen DNA
menggunakan primer L8655 dan H10952* (2298 pb). Juga dilakukan konstruksi standar normal
dengan mengamplifikasi fragmen DNA pada daerah yang berada di dalam fragmen standar internal.
Standar internal dan standar normal diklon di dalam bakteri Lscherichia coli. Reliabilitas standar
internal diuji dengan mengkoamplifikasi standar internal dan standar normal menggunakan primer
L10348 dan H 10943 pada daerah gen yang menyandi subunit tRNAArg, ND4L, dan ND4.
Penelitian dilakukan pada sampel jaringan otopsi dari lima orang mayat dengan jumlah masingmasing 15 jaringan. Kuantitasi mtDNA berbagai jaringan dilakukan dengan mengkoamplifikasi
cetakan standar internal di atas dan cetakan DNA target menggunakan primer L10348 dan H10943
(596 pb). Hasil amplifikasi didigesti dengan enzim restriksi Bgl I, selanjutnya dipisahkan secara
elektroforesis, direkam pada foto hitam putih dan dianalisis menggunakan densitometer. Hasil
analisis kuantitatif mtDNA dari berbagai jaringan manusia akan bermanfaat untuk mengetahui
peranan variasi jumlah salinan mtDNA terhadap kapasitas jaringan dalam proses fosforilasi
oksidatif dan akan memberikan referensi penting untuk penelitian lebih lanjut niengenai berbagai
macam penyakit akibat mutasi mtDNA. Hasil dan Kesimpulan : Hasil uji reliabilitas standar
internal memberikan rata-rata hasil akhir sebesar 1,05 ng dari konsentrasi standar normal awal 1 ng
(sebelum diamplifikasi). Dari hasil tersebut menunjuukan bahwa teknik PCR kuantitatif dengan
standar internal merupakan teknik yang akurat dan efisien. Dari hasil penelitian yang relatif awal
menggunakan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal menunjukkan indikasi bahwa jumlah
salinan mtDNA pada jaringan ginjal, jantung, serebelum, hati, basal ganglia, dan kortek serebri
lebih banyak dari jaringan yang lain. Hal ini sesuai dengan fungsi metabolisme energi yang tinggi
dari jaringan tersebut.

You might also like