Professional Documents
Culture Documents
BIOLOGI MOLEKULER
PCR
DISUSUN OLEH :
Agus Riyanto
NIM : P27834110002
NIM : P27834110026
2010-2011
A.
Metode amplifikasi
Target
PCR
TAS
3 SR/nucleic sequence-based
amplification
polymerase
SDA
Probe
LAR
DNA Ligase
LCR
Q replicase
Signal
B.
Compound probes
None
bDNA probes
None
DNA Target
Ukuran target untuk amplifikasi biasanya kurang dari 700-1000 pasangan basa
(bp), tetapi target dari specimen klinik yang efisien untuk diamplifikasi antara 100-400 bp.
Walaupun target panjang dapat juga diamplifikasi namun prosesnya kurang efisien, karena
produknya yang panjang lebih rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim
polymerase, disamping itu waktu untuk amplifikasi jadi lebih panjang (persing 1993).
Sesungguhnya DNA dalam bentuk apapun bisa sebagai template, tetapi semakin
murni DNA tersebut semakin baik sebagai template. Ketidak murnian suspensi DNA
tersebut dapat mengganggu reaksi, menghambat kerja polymerase. Walaupun demikian
PCR biasanya masih bisa bekerja dalam suspense yang kasar seperti suspense bakteri. Kita
dapat mengambil koloni bakteri dan memasukkannya langsung ke PCR mix sebagai
template. Beberapa komponen sel disini tidak menghambat reaksi (persing 1993, Shinsky
and Kwok, 1993).
Dalam memilih target yang akan diamplifikasi, yang paling penting diperhatikan
adalah stabilitas genetic dari target. Perubahan atau hilangnya sekwens target akan berakibat
hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid atau transposon yang membawa sifat firulensi
suatu bakteri adalah salah satu contoh element genetic yang potensial tidak stabil. Pada hal
deteksi sekwens target yang berhubungan dengan virulensi tersebut penting untuk
membedakan antara organism patogen dan non pathogen. Element genitik ini bisa hilang
waktu isolasi primer atau pemindahan serial. Dalam hal ini,
amplifikasi sebaiknya
dilakukan segera setelah isolasi atau langsung dari sampelnya (Persing, 1993).
II.
Primer
Factor yang paling penting dlam reaksi PCR adalah karakteristik primer dan
b.
Hindari primer yang dapt mengadakan hibridisasi silang stu sama lain atau saling
melipat sendiri . Jadi satu set primer jangan samapai membentuk hair pins atau
dimmers.bila mungkin hindari sekwens yang repetiitif (Thomas, 1993)
c.
telah
mengalami
dissosiasi.
Tm
ini
dpengaruhi
oleh
konsntrasi
lunak computer. Beberapa program komersial computer dapat mempredik adanya selfcomplementary yang dapat membentu hairpin-loops. Jadi yang perlu dipehatikan dalam
merancang primer adalah : panjang oligonukleotida, Tm, Komposisi sekwens, karakteristik
sekwens (Self-annealing), interaksi primer, panjang target dan lokasi pada sekwens target.
III.
IV.
Buffer reaksi
Buffer reaksi untuk megoptimumkan reaksi.
V.
Thermal cycler
Alat thermal cycler (mesin PCR) yang secara tepat meregulasi temperature
dan siklus waktu dibutuhkan dan keakuratan dari reaksi amplifikasi. Perbedaan antara
temperature yang telah di-set dan temperature sebenarnya di dalam semua sumuran mesin
PCR tidak boleh lebih dari 1C. seprti diketahui, siklus terdiri dari denaturasi (94C,
selama 30-60 detik), annealing/hibridisasi ( 45C- 60C, 60-120 detik), dan perpanjangan
rantai/extention (72C,60-120 detik). Siklus kemudian diulang 20-35 kali. Biasanya
dibutuhkan denaturasi awal pada 94C selama4-5 menit sebelum siklus dimulai. Hal ini
untuk lebih meyakinkan bahwa sekewens target telah mengalami denaturasi dan dapat
dijangkau oleh primer. Denaturasi yang tidak lengkap merupakan salah satu sebab
kegagalan PCR yang sering terjadi (Hilborne and Grody, 1991; Dragon et al, 1993;
pershing;1993)
Semua reagen , primer dan template dimasukan dalam satu tabung reaksi
untuk kemudian dijalankan dalam siklus temperature seperti digambarkan di atas. Teknik
hot-start dilakukan untuk menhindari pembentukan produk non spesifik, dengan cara tidak
mencampurkan dahulu salah satu komponen esensial dari reaksi, misalnya enzim
polymerase. Hal ini untuk mencegah supaya tidak terjadi polymerasi pada temperature
rendah
(nonstringens).
Setelahtemperaturnya
meningkat,
barulah
enzim
tersebut
ditambahkan. Penambahan Tag Polymerase setelah denaturasi awal, juga bertujuan untuk
memperpanjang fungsi enzim tersebut. Seperti disebutkan di atas, waktu paruh aktivitas
enzimatik dari Tag polymerase hanya 40 menit pada 95C(persing,1993; Thomas,1993).
C.
I.
Macam PCR
Multiplex PCR
Tehnik ini menggunakan beberapa pasang primer yang spesifik untuk target yang
berbeda pada suatu amplifikasi DNA yang sama. Ko Amplifikasi ini mempunyai beberapa
tujuan : I dapat mndeteksi adanya kelainan pada sekwens DNA yang panjang. I dapat untuk
uji sekmen dari target genome yang tidak terkait. Iii sebagai control internal. Iiii untuk uji
multi pathogen dari specimen tunggal, biaya murah. Sebagai contoh dari multiplex PCR
adalah deteksi gen yang spesifik terhadap toksin Staphylococcus Aureus dan Clostridium
Difficile dank o amplifikasi control internal secara kompetitif.
II.
(3 ke 5) jika terjadi mismatch, maka reaksi PCR akan berjalan. ARMS ini dapat
digunakan untuk mendeteksi point mutation yang pada penderita HIV positif yang resisten
terhadap acidothymidine.
III.
Determinasi sekwens
Determratinasi sekwens adari DNA sequencing pada laboorium klinik
memegang peranan yang penting. Sebagai contoh, tehnik ni dapat digunakan untuk
mendetksi mutan dari virus hepatitis B yang berkaitan dengan keprogresifan sampai
dengan full minant hepatic necrosis.
IV.
Nested amplification
Salah satu modifikasi PCR yang popular adalah PCR yang menggunakan nested
set primer dan dikenal sebagai nested amplifikasian. Dalam suatu protocol nested
amplification, pada putaran pertama amplifikasi digunakan sepang primer dan amplifikasi
diguakna sebanyak 15-30 siklus. Produk dari amplifikasi putaran petama ini dipindakhakan
ke tabung lain dan PCR ke dua dijalankan denganmengunakan sepasang primer yang
spesifik terhadap internal sequence dari produk PCR yang dihasilkan pada putaran
pertama. PCR putaran ke dua I ni jga dilakukan sebanyak 15-30 siklus, kemudian produk
dari PCR putaran kedua ini didetksi dnga menggunakan elektroforesis gel. Keuntungan
dari nested amplification ini yaitu memberikan sensitifitas yang sangat tinggi. Kadang
tanpa hibridisasi dengan menggunakan probe single copy dari target dapat terdeteksi.
Dengan mentransfer produk PCR putaran pertama, ini mengencerkan inhibitor yang
mungkin ada pada sampel awal. Untuk laboratorium klinik rutin, tidak dianjurkan adanya
transfer ketabung lain karena dapat terkontaminasi oleh aerosol. Akhir-akhir ini telah
banyak ditemukan beberapa metode nested amplification yang dilakukan dalam satu
tabung, tanpa transfer terbuka yang dikenal dengan istilah single-tube nested PCR (Persing,
1993).
V.
VI.
PCR kwantitatif
Asumsi umum bahwa amplifikasi secara eksponensial dari sekwens asam
nuklead target dengan menggunakan PCR dianggap sebagai prosedur kuantitatif. Tetapi,
sekarang dapat dibuktikan bahwa dengan menggunakan keadaan dan control yang sangat
teliti, level dari produk PCR berkorelasi langsung terhadap jumlah input molekul target.
Hubungan linier antara jumlah copy input dan level dari produk PCR biasanya berkisar
antara pembesaran 3-4 kali. Faktor yang berpengaruh pada PCR kuantitatif ini antara lain :
optimasi dari protocol untuk mendapatkan efikasi maksimal,menghindari siklus yang
berlebih, pemrosesan sampel yang sebaik mungkin untuk menghindari adanya inhibitor
yang dapat menurunkan efikasi dari amplifikasi, serta menyertakan internal coamplified
standard.
D.
I.
Berikut ini hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan specimen untuk
pemeriksaan PCR :
1.
2.
Hanya specimen yang berada di dalam tempat pertama kali ia ditampung yang bisa
diterima. Harus dihindari specimen yang didapat dengan menuang specimen yang
sudah berada dalam tabung atau telah diambil sebagian untuk digunakan dalam
pemeriksamplifikasi asam nukleat lain. Sekali lagi oleh karena sensitifitas yang
tinggi dari uji yang berdasar amplifikasi ini, sedikit saja ada kontaminasi ke dalam
specimen sebelum sampai di laboratorium, dapat menyebabkan hasil positif palsu.
3.
4.
personel lain dari tempat mengerjakan akan mengambil specimen tersebut. Personal yang
baru melakukan penerimaan specimen seharusnya tidak memasuki area pengerjaan.
II.
III.
menghalangi
amplifikasi
DNA
yang
mengandung
E.
Aplikasi Klinik
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti ; berbagai
penyakit menular (deteksi berbagai macam bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan
PCR
juga
bisa
ditentukan
macam-macam
tipe
dari
suatu
mikroorganisme, misalnya untuk menentukan tipe Human Papilloma Virus (HPV) dan sub
tipe virus hepatitis C (HCV). Seperti diketahui HPV tipe 16 dan 18 erat hubungannya
dengan Carcinoma cervic uteri dan sub tipe dari HCV ada hubungannya dengan
keberhasilan terapi dengan interferon.
Dibidang kedokteran kehakiman : dengan kempuan PCR untuk mengidentifikasi
sekwens DNA pada sampel yang jumlahnya sangat kecil bahkan sudah mongering
memungkinkan penyidik untuk menjawab kasus yang dulu yang tidak mungkin terjawab.
Masih banyak lagi contoh kegunaan PCR dibidang kedokteran.
Pengembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) kuantitatif dengan standar internal
untuk kuantitasi DNA mitokondria
Ruang Lingkup dan Metode Penelitian : Mitokondria mempunyai fungsi sangat penting
dalam menyediakan energi yang diperlukan sel untuk fungsi normalnya. Energi sel yang berupa
adenosine triphosphate (ATP) dibentuk melalui proses fosforilasi oksidatif. Di dalam organel ini
terdapat DNA mitokondria (mtDNA) yang bertanggung jawab dalam proses fosforilasi oksidatif
mtDNA per mitokondria pada dasarnya tetap dalam semua tipe set, tetapi jumlah mtDNA dalam
tiap sel somatik manusia sangat bervariasi pada sel yang berbeda. Dewasa ini analisis kuantitatif
DNA mempunyai peranan penting dalam penelitian biologi dan aplikasi klinis. Tujuan penelitian ini
adalah mengembangkan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal yang dapat dipercaya,
efektif, dan akurat, untuk kuantitasi jumlah salinan mtDNA pada berbagai jaringan manusia. Dalam
metode penelitian ini, dilakukan konstruksi standar internal dengan mengamplifikasi fragmen DNA
menggunakan primer L8655 dan H10952* (2298 pb). Juga dilakukan konstruksi standar normal
dengan mengamplifikasi fragmen DNA pada daerah yang berada di dalam fragmen standar internal.
Standar internal dan standar normal diklon di dalam bakteri Lscherichia coli. Reliabilitas standar
internal diuji dengan mengkoamplifikasi standar internal dan standar normal menggunakan primer
L10348 dan H 10943 pada daerah gen yang menyandi subunit tRNAArg, ND4L, dan ND4.
Penelitian dilakukan pada sampel jaringan otopsi dari lima orang mayat dengan jumlah masingmasing 15 jaringan. Kuantitasi mtDNA berbagai jaringan dilakukan dengan mengkoamplifikasi
cetakan standar internal di atas dan cetakan DNA target menggunakan primer L10348 dan H10943
(596 pb). Hasil amplifikasi didigesti dengan enzim restriksi Bgl I, selanjutnya dipisahkan secara
elektroforesis, direkam pada foto hitam putih dan dianalisis menggunakan densitometer. Hasil
analisis kuantitatif mtDNA dari berbagai jaringan manusia akan bermanfaat untuk mengetahui
peranan variasi jumlah salinan mtDNA terhadap kapasitas jaringan dalam proses fosforilasi
oksidatif dan akan memberikan referensi penting untuk penelitian lebih lanjut niengenai berbagai
macam penyakit akibat mutasi mtDNA. Hasil dan Kesimpulan : Hasil uji reliabilitas standar
internal memberikan rata-rata hasil akhir sebesar 1,05 ng dari konsentrasi standar normal awal 1 ng
(sebelum diamplifikasi). Dari hasil tersebut menunjuukan bahwa teknik PCR kuantitatif dengan
standar internal merupakan teknik yang akurat dan efisien. Dari hasil penelitian yang relatif awal
menggunakan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal menunjukkan indikasi bahwa jumlah
salinan mtDNA pada jaringan ginjal, jantung, serebelum, hati, basal ganglia, dan kortek serebri
lebih banyak dari jaringan yang lain. Hal ini sesuai dengan fungsi metabolisme energi yang tinggi
dari jaringan tersebut.