You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kavitas kelas I merupakan kavitas atau restorasi pada pit
dan fissure gigi posterior Kavitas ini dimulai dengan kerusakan pada pit
dan fissura yang terdapat pada permukaan oklusal gigi molar dan premolar,
permukaan bukal dan lingual/palatal semua gigi di daerah 2/3 ke arah oklusal
atau incisal, dan foramen caecum gigi anterior atas. Pit dan fissura merupakan
hasil perpaduan yang tidak lengkap dari enamel dan sangat rentan terhadap
karies. Dengan menggunakan cairan resin viskositas rendah, daerah ini dapat
ditutup dengan cara melakukan etsa asam pada dinding-dinding pit dan fissura
serta beberapa milimeter permukaan enamel yang berbatasan dengan daerah
tersebut (Summit, et.al., 2006. Hlm 340-344).
. Restorasi pada kelas I ini paling banyak menggunakan
bahan tambal amalgam karena amalgam merupakan bahan
tambal yang paling ekonomis.

Tambalan amalgam kelas I

yang besar bisa merestorasi permukaan restorasi permukaan


oklusal email dan dentine yang hilang atau rusak pada proses
karies. Tambalan amalgam akan sangat efektif dan email di
dekatnya bisa

dipertahankan bila prinsip-prinsip tertentu

diikuti dalam desain kavitas. (Summit, et.al., 2006. Hlm 340344).


Kavitas ini dapat di kelompokkan menjadi 3 bagian
(Summit,

et.al.,

2006.

Hlm

340-344)

yaitu

a.

Kavitas/restorasi pada permukaan oklusal gigi premolar atau


molar, b. Kavitas/restorasi pada 2/3 oklusal dari permukaan
bukal/lingual gigi molar. Umumnya kavitas ini melibatkan
developmental groove gigi molar, baik di bagian bukal atau
lingual, c. Kavitas/restorasi pada permukaan lingual gigi insisif
rahang atas

Indikasi untuk preparasi amalgam kelas I yakni karies struktur gigi di


fisura daerah oklusal (atau di daerah fasial atau di pit daerah lingual pada gigi
posterior) yang diketahui secara klinis maupun dengan bite wing radiografik.
Tujuan dari preparasi kelas I adalah untuk menghilangkan lesi karies, untuk
membuang enamel yang telah undermined oleh proses karies, untuk memelihara
sebanyak mungkin gigi yang masih sehat, dan untuk membuat restorasi yang kuat
dimana meniru struktur gigi normal dan tidak ada atau mungkin ada sedikit
marginal leakage (Summit, et.al., 2006. Hlm 340-344).
Biasanya pada preparasi amalgam kelas I, oklusal fissure atau
developmental groove, juga terkena preparasi meskipun daerah tersebut tidak
terkena karies. Suatu kedalaman atau noda pada fissure bukan merupakan tanda
adanya penempatan suatu restorasi. Bila ada kekhawatiran bahwa dentine di dasar
celah bisa menjadi karies , fissure sebaiknya ditutup dengan resin fissure sealant
atau flowable resin composite material. Selain itu, sisa-sisa fissure yang
diperkirakan dapat mudah terkena karies, sebaiknya juga ditutup dengan resin
sealant (Summit, et.al., 2006. Hlm 340-344).
Namun disamping itu terdapat beberapa kekurangan amalgam yang
sampai saat ini terus menjadi perdebatan. Menurut Anusavice (2004) kekurangan
amalgam adalah sebagai berikut : 1. Secara estetik kurang baik karena warnanya yang kontras
dengan warna gigi, sehingga tidak dapatdiindikasikan untuk gigi depan atau dimana
pertimbangan estetis sangat diutamakan, 2. Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus
dimana tepi-tepi tambalan yang berbatasan langsungdengan gigi dapat menyebabkan perubahan
warna pada gigi sehingga tampak kehitaman, 3. Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang
ternyata alergi dengan logam yang terkandungdalam bahan tambal amalgam.
Bahan restorasi yang digunakan untuk menggantikan struktur jaringan
keras gigi yang hilang harus memiliki karakteristik yang mendekati gigi asli
(Gladwin & Bagby, 2001). Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan
yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang
dari aspek kualitas dan penyederhanaan prosedur (Kugel & Ferrari, 2000). Hal ini

memerlukan pemahaman dan penguasaan ilmu serta ketrampilan dari dokter gigi,
agar bisa memberikan estetik yang alami seperti gigi asli (Aschheim & Dale,
2001). Salah satu bahan restorasi estetik yang mendekati gigi asli adalah resin
komposit (Anusavice, 2003). Resin komposit merupakan bahan restorasi adhesive
yang dapat berikatan dengan jaringan keras gigi melalui mechanical interlocking
(Powers & Sakaguchi, 2006).
Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan
untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang dan mampu memodifikasi warna
serta kontur gigi sehingga meningkatkan faktor estetik restorasi (Craig dan
Powers, 2006). Resin komposit dapat digunakan untuk beberapa macam aplikasi,
antara lain untuk merestorasi gigi anterior dan posterior yang patah atau terkena
karies, penyesuaian oklusi, sementasi dari restorasi indirect (tidak langsung),
perekat braket ortodontik, dan mentransformasi gigi secara estetik (Schneider
dkk., 2010).
Berdasarkan jumlah volume bahan pengisi, resin komposit diklasifikasikan
menjadi resin komposit packable dan resin komposit flowable. Resin komposit
packable yaitu resin dimetakrilat yang memiliki jumlah volume bahan pengisi
sebesar 66 - 70 % dengan ukuran partikel 0,7 - 2 m. Komposisi filler yang tinggi
dapat menyebabkan kekentalan atau viskositas menjadi meningkat sehingga sulit
untuk mengisi celahkavitas yang kecil. Akan tetapi, dengan semakin besarnya
komposisi filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan
selama polimerisasi dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.
Resin komposit packable diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dan klas VI
(MOD) (Craig dan Powers, 2002).
Penggunaan komposit resin untuk restorasi gigi posterior semakin
berkembang. Namun sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan, kebocoran
tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada restorasi yang telah
lama maupun yang masih tergolong baru. Kebocoran mikro didefinisikan sebagai
celah mkroskopik anatara dinding kavitas dan tumpatan yang dapat dilalui mikro
organisme, cairan, molekul, dan ion. Kebocoran tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya karies sekunder, sensitivitas pulpa dan diskolorasi margin (Kubo,

et.all., 2001). Terjadinya kebocoran mikro merupakan akibat kegagalan adaptasi


tumpatan terhadap dinding kavitas. Kegagalan restorasi resin komposit dapat
disebabkan oleh, perbedaan masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara
resin komposit, dentin, dan enamel, penggunaan oklusi dan penguyahan yang
normal, dan kesulitan karena adanya kelembaban, mikroflora yang ada, dan
lingkungan mulut bersifat asam (Indriani, 2007).
Kebocoran tumpatan paling banyak terjadi pada gigi molar kemudian
premolar sedangkan. Tumpatan kavitas kelas I merupakan tumpatan yang paling
banyak diikuti kelas 4, kelas 5, kelas 3, dan kelas 2. insisivus merupakan yang
paling sedikit. Adapun tumpatan kavitas kelas I merupakan tumpatan yang paling
banyak dan diikuti kelas IV, kelas V, kelas III, dan kelas II.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh penggunaan resin packable pada restorasi Klas I
dengan berbagai tekanan terhadap kebocoran mikro ?
2. Apakah ada perbedaan penggunaan resin packable pada restorasi Klas I
dengan berbagai tekanan terhadap kebocoran mikro?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya kebocoran mikro resin komposit packable pada
restorasi Klas I dengan berbagai tekanan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Sebagai upaya untuk mengetahui besar tekanan maximal yang dapat
diterima resin komposit packable pada restorasi Klas I.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan bahan
resin komposit yang dapat menghasilkan adaptasi retorasi yang lebih baik.

2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai kebocoran mikro resin


komposit packable dengan berbagai tekanan pada restorasi Klas I.
3. Sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi
masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi untuk mempertahankan
kesehatan gigi dan mulut.

You might also like