Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Kawasan perbatasan negara meliputi perbatasan darat dan laut termasuk pulaupulau kecil terluar. Pengertian kawasan perbatasan negara menurut UU 26/2007 dan PP
26/2008 adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan
langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Demikian pula menurut UU 43/2008,
kawasan perbatasan negara adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi
dalam batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di
darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara
tetangga.
Berdasarkan UU 26 tahun 2007 (Penataan Ruang), kawasan perbatasan merupakan
kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan
ruangnya. Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan
dari orientasi ke dalam (inward looking) sebagai wilayah pertahanan, menjadi ke luar
(outward looking), yang menempatkan kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan
dan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian. Kawasan perbatasan sesungguhnya
memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan
keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya.
Sementara dalam UU No 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang menegaskan orientasi pengembangan wilayah
perbatasan dari inward looking menjadi outward looking sebagai pintu gerbang ekonomi
dan perdagangan. Termasuk pendekatan kesejahteraan untuk pulaupulau di wilayah
perbatasan. Selanjutnya disebutkan bahwa pengamanan kedaulatan dan negara kedepan
meliputi peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah.
Pengembangan kawasan perbatasan dengan menggabungkan kedua pendekatan
tersebut sebagai unit yang saling mengisi. Unit kabupaten/kota perbatasan di arahkan pada
aspek pengembangan ekonomi yang mencakup wilayah yang lebih luas dan borderless
dengan orientasi sebagai pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya dan di fokuskan di 26
PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional). Sementara unit kecamatan perbatasan di
arahkan pada penguatan sabuk pertahanan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang
didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar serta pemberdayaan
masyarakat yang difokuskan pada kecamatan perbatasan di 38 kabupaten/kota prioritas.
Pulau Sebatik berada pada 03o1500 LU dan 155o3300 LS dan 4o0924.9 LU,
117o4745.1BT. Luas wilayah pulau ini sekitar 24,6 ribu Ha, berbatasan langsung dengan
negara Malaysia Timur (Tawau, Sabah) dan terletak di ujung utara Pulau Kalimantan.
Pulau ini terbagi dua, yaitu di wilayah utara seluas sekitar 187,2 Km2, milik Malaysia,
sedang wilayah bagian selatan seluas 246 Km2 adalah milik Indonesia. Sebagian besar
pemasaran produk pertanian (seperti ikan, sawit, coklat, pisang) yang dilakukan
masyarakat adalah ke negara tetangga yaitu Malaysia. Sehingga secara ekonomi
masyarakat di kawasan ini sangat bergantung kepada Malaysia khususnya ke Tawau.
Sebaliknya sebagian kebutuhan sehari-hari masyarakat Sebatik dibeli dari Tawau,
Malaysia.
Hasil penelitian Puslitbang Usaha Kesejahteraan Sosial (Puslitbang UKS, 2005)
menyebutkan bahwa berbagai permasalahan sosial yang dihadapi Kabupaten Nunukan
sebagai daerah yang berbatasan dengan Malaysia, antara lain: masih terisolirnya sejumlah
masyarakat yang tinggal di pedalaman dan perbatasan, sehingga sulit atau jauh dari
sentuhan program pembangunan; masih terdapatnya pulau-pulau kecil di wilayah
Kabupaten Nunukan yang belum dimanfaatkan atau belum punya nama; dan masih
rendahnya taraf hidup masyarakat terutama bila dibandingkan dengan taraf kehidupan
warga Malaysia di perbatasan. Perbedaan kebudayaan pada masing-masing komuniti akan
mempengaruhi cara pandangnya terhadap sesuatu. Perbedaan tindakan dan tingkah laku
dalam menanggapi obyek yang sama dapat menimbulkan suatu masalah antara satu
komuniti dengan komuniti lainnya, dan ini merupakan suatu dampak dari adanya masalah
sosial yang terwujud sebagai tindakan kebudayaan. Oleh karena itu, secara umum
kesejahteraan sosial dari masing-masing komuniti akan berbeda, begitu juga dengan
pendefinisian terhadap kesejahteraan dan masalah sosial. Menurut konsep sosial budaya,
masalah sosial hanya dapat diidentifikasi menurut cara pandang komuniti, yakni
bagaimana komuniti tersebut memberikan makna pada gejala yang ada sebagai masalah
sosial atau tidak. Dengan demikian, masalah sosial pada masyarakat tertentu belum tentu
dianggap sebagai masalah sosial oleh masyarakat yang lainnya (Rudito, 2003).
B. METODE
Mengawali hasil penelitian dari Abdul Rahim dan Muszafarshah (2010) yang
mengkaji tentang permasalahan perbatasan antara Thailand dan Malaysia dengan fokus
kepada perbatasan Sadao-Bukit Kayu Hitam. Selain itu peneliti lain juga melakukan kajian
tentang masalah perbatasan antara Thailand-Malaysia, aktivitas ekonomi di wilayah
perbatasan di Indonesia dan Malaysia yang diteliti oleh Husnaidi (2006) Dendy (2009),
Nurul, Lau dan Shazali (2004), Robert (2004), Kasim dan Mori (2008), Ramli dan Ahmad
(2007), Yekti (t.t). Thirunaukarasu, Evelyn dan Sivachandralingam (2013), Abd Hair
Awang et al. (2013), Noor Rahmah (2012), Endi dan Ratnawati (2012), Saru (2012), Ramli
Dollah dan Ahmad (2007), CB Herman (2007) dan Abdul Rahim et al. (2013).
Dalam penelitian tersebut lebih banyak mengkaji pada aspek potensi pembangunan
di kawasan perbatasan berdampingan dengan negara tetangga untuk meningkatkan
pertubuhan ekonomi wilayah masing-masing yang masih rendah, terutamanya di kawasan
perbatasan yang mana objekt keamanan dan pertahanan di kawasan perbatasan lebih
dikedepankan daripada pembangunan.
Dasar dari penulisan artikel ini lebih bersifat deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta dalam
rangka pembahasan masalah dalam tulisan ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan
(library research) yang berupa buku-buku, literature, kamus, artikel-artikel dalam majalah,
jurnal ilmiah, bulletin dan juga dokumentasi atas pengelolaan kawasan perbatasan yang
didapat dari akses internet. Untuk teknik analisis data digunakan teknik analisis data
kualitatif yaitu sebuah analisa yang menggambarkan sebuah persoalan berdasarkan faktafakta yang ada. Untuk kemudian di susun ke dalam satuan-satuan kategori dan langkah
terakhir adalah menafsirkan atau memberikan makna terhadap data-data yang peneliti
sedang teliti. Dalam artikel ini penulis berusaha menggambarkan Pengembangan Pusat
Perdagangan di Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan perbatasan merupakan suatu manifestasi bagi kedaulatan wilayah sebuah
negara. Penanganan masalah perbatasan selama ini memang belum dapat diatasi secara
optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara
berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertical. dan lebih memprihatinkan
lagi keadaan masyarakat sekitar daerah perbatasan negara, seperti lepas dari perhatian.
Sebagai contoh adalah wilayah perbatasan di Indonesia tepatnya di provinsi Kalimantan
Hal ini dapat dilihat dari apa yang mereka lakukan sehari-hari seperti, meraka lebih
suka jika harus berbelanja kebutuhan pokok atau melakukan sebagian kegiatan mereka
seperti bersekolah, berdagang serta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di
wilayah negara tetangga daripada harus melakukannya di wilayah negara sendiri. (Ary
Setiawan, 2013).
3. Aspek strategis
Mengingat Malaysia juga mulai berkonsentrasi di daerah perbatasan dengan kita
Pulau Sebatik (Malaysia) yang berdekatan dengan Tawau yang direncanakan dijadikan
Pusat Perdagangan Sempadan. Ia adalah sebagai salah satu strategi untuk
membangunk ekonomi sempadan Tawau-Nunukan melanjutkan banjir produk dan
rantai aktivitas ekonomi. Pusat Perdagangan Sempadan termasuk CIQ itu akan
dibangun di Tanjung Arang, Pulau Sebatik (Malaysia) dengan keluasan 100 hektar. Di
Pulau Sebatik (Indonesia), Pusat Perdagangan Sempadan sedang dibangun di
Lamijung. Tanjung Arang-Lamijung adalah pekan yang aktif dengan perdagangan
sempadan kerana Nunukan mempunyai pangsa pasar dengan jumlah penduduk
penduduk sekitar 150.000 orang dan merupakan get laluan kepada Tarakan, Celebes
dan Java (Muammar, 2006)
Pada bulan Maret 2007, Kerajaan Kerajaan Malaysia merencakan Tawau
dijadikan sebagai zon perdagangan bebas kerana kedudukan strategiknya dalam
perdagangan antarabangsa dan berdekatan dengan Kalimantan Timur dan Filipina
Selatan (Tawau To Be Made, 2007). Sehubungan itu, Tawau berpotensi untuk
dibangunkan sebagai hab perdagangan sempadan antarabangsa Malaysia-Indonesia
berikutan cadangan penubuhan zon perdagangan bebas (Tawau Berpotensi Jadi, 2012).
4. Pengembangan Pusat Perdagangan di Pulau Sebatik
BAPPENAS menawarkan 5 model pengembangan wilayah perbatasan yang
dapat menjadi rujukan (Bappenas. 2003), yaitu : Pertama, Model Pusat Pertumbuhan;
Penerapan model ini mengharuskan ditetapkannya terlebih dahulu suatu lokasi
strategis sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, sehingga berimplikasi terhadap
pengembangan beberapa kawasan khusus, dengan pelbagai insentif sarana/prasarana
penunjang, pembiayaan, kelembagaan dan SDM. Beberapa kawasan khusus yang
dibutuhkan adalah pos pemeriksaan lintas batas (PPLB), kawasan berikat, kawasan
industri, welcome plaza dan kawasan pemukiman. Penyediaan beberapa fasilitas
kawasan khusus tadi berdasarkan teori gravitasi yang dikembangkan oleh Carey dan
Ravenstein (Robinson Tarigan, 2009); dapat diprediksi besarnya daya tarik suatu
potensi kawasan, sehingga mampu menarik sektor/ kegiatan lainnya untuk masuk ke
wilayah tersebut. Daya tarik potensi dapat terjadi karena faktor alami (given) maupun
faktor buatan, sehingga dilihat dari aspek perencanaan wilayah dalam kaitannya
dengan penerapan model pusat pertumbuhan, maka penetapan wilayah pertumbuhan
sudah memperhitungkan ketersediaan potensi ekonomi dan eksistensi fasilitas yang
ada saat ini, untuk pengembangan lebih lanjut penyediaan fasilitas kawasan khusus.
Kedua, Model Transito; penerapan model ini tidak membutuhkan penyediaan
fasilitas
kawasan
khusus
yang
cukup
kompleks
sebagaimana
halnya
model pusat pertumbuhan, kecuali fasilitas PPLB. Ini mengingat bahwa wilayah
bersangkutan hanya sebagai transit pergerakan orang lintas antar Negara. Intensitas
pergerakan orang lintas antar negara yang cukup tinggi berpeluang untuk
disediakannya fasilitas welcome plaza.
Ketiga, Model Station Riset dan Wisata Lingkungan; Apabila suatu wilayah
memiliki potensi sumber daya alam berupa keindahan alamiah flora yang eksotik,
keindahan lingkungan yang menantang jiwa petualangan (ovunturir), fauna endimik
local dan budaya khas etnik setempat, maka berpeluang besar untuk menerapkan
model ini. Konsekwensinya adalah keharusan untuk melengkapi fasilitas riset biologi
(station research), terutama bersifat outdoor serta menyatu dengan pemukiman dan
budaya penduduk setempat. Fasilitas lainnya adalah kawasan wisata lingkungan,
dengan penetapan obyek wisata yang dapat dijangkau; menggunakan rute-rute
perjalanan yang menjamin keselamatan wisatawan, disamping ketersediaan fasilitas
penginapan bagi para wisatawan. Terakhir, berupa fasilitas PPLB. Penerapan model ini
lebih efektif, apabila ada sarana/prasarana transportasi yang terkoneksi antar Negara.
Keempat, Model Kawasan Agropolitan; Diterapkannya model ini diawali oleh
adanya kesepakatan antar Negara untuk memanfaatkan lahan pertanian lintas Negara.
Agropolitan menerapkan sistem manajemen dalam suatu wilayah
ditetapkan
sebagai
pusat
pertumbuhan
ekonomi
berbasis
sektor
yang telah
pertanian
obat/vaksin ternak; (b) Sub sektor agrobisnis hilir; berupa industri pengolahan
pertanian dan usaha perdagangannya; dan (c) Sub sektor usaha tani, mencakup
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Demikian pula sektor lainnya yang terkait (off farm agrobisnis) dalam wilayah
tersebut akan ikut mengalami perkembangan, seperti perkreditan dan usaha angkutan.
Ketersediaan fasilitas utama berupa infrastruktur transportasi sangat diperlukan, untuk
menciptakan koneksitas antara wilayah agropolitan dengan wilayah hinterland.
Kelima, Kawasan Perbatasan Laut; Model ini terbentuk dari cluster kegiatan
ekonomi yang memanfaatkan ketersediaan potensi sumber daya laut dan pesisir di
sekitarnya sebagai keunggulan wilayah, sehingga fasilitas yang dibutuhkan
berorientasi pada pemenuhan fasilitas pengawetan dan pengolahan hasil budidaya
laut/pesisir (aquaculture) bernilai ekonomis. Fasilitas yang selayaknya disediakan
adalah kawasan berikat, kawasan industri, kawasan aquakultur dan kawasan wisata
pantai, termasuk fasilitas PPLB.
Pertanyaannya; dari kelima model pengembangan diatas, model mana yang
relevan untuk diterapkan di wilayah (Kecamatan) perbatasan Kabupaten Nunukan,
khususnya di Pulau Sebatik; sejalan dengan rencana BNPP yang menetapkan Sebatik
sebagai wilayah pengembangan agroindustri dan jasa maritim.
Sebatik yang semula hanya terdiri 2 wilayah administrasi Kecamatan, yaitu
Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat; Saat ini, berdasarkan hasil pemekaran, sudah
menjadi 5 Kecamatan, yaitu Sebatik, Sebatik Tengah, Sebatik Barat, Sebatik Timur
dan Sebatik Utara. Dari aspek pemerintahan, khususnya jumlah Kecamatan yang ada,
maka peluang untuk ditingkatkan statusnya Sebatik menjadi "Kota" dimungkinkan,
dengan harapan kedepan bahwa kelengkapan infrastruktur perkotaan yang harus
disediakan, dapat mengimbangi pembangunan Kota Tawao (Sabah). Sejalan dengan
rencana menjadikan Sebatik sebagai wilayah pengembangan agrobisnis dan jasa
maritim. Konsekwensinya, Pemerintah Kabupaten Nunukan perlu untuk membenahi
kekurangan infrastruktur ekonomi, sosial, pemerintahan dan fisik yang ada.
Diperlukan pembiayaan relatif besar, sejalan dengan dinamika perkembangan
penduduk Sebatik.
Pendekatan pengembangan pusat perdagangan bisa dilakukan dengan tiga aspek,
yaitu : (CB Herman Edyanto, 2007)
masyarakat akan meningkat, dan tentu saja memaksa semua pihak terutama Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan untuk melakukan semua yang
diperlukan guna memacu kemajuan kehidupan masyarakat Sebatik, diperlukan upaya
perbaikan dan peningkatan infrastruktur yang ada, terutama sarana pendidikan,
komunikasi, dan transportasi/perhubungan dalam pulau dan antar pulau. Diharapkan
dengan mudahnya akses pendidikan dan transportasi/perhubungan bagi penduduk akan
mempunyai dampak terhadap peningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial
masyarakat.
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengembangan pusat perdagangan di
Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara, agar dalam
pengambilan kebijakan bisa lebih akurat dan komprehensip.