You are on page 1of 30

BAB I

LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari kamis, 31 Maret 2016
pukul 17.30 WIB di ruang kebidanan RSD Demang Sepulau Raya Lampung Tengah.
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama

: Ny.K

Usia

: 32 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Lampung

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Mesuji

MRS

: Kamis, 31 Maret 2016 pkl 15.30 WIB

Identitas Suami
Nama

: Tn.E

Usia

: 40 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Lampung

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Tani

Alamat

: Mesuji

Keluhan Utama:
Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat penyakit sekarang
OS datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu,
darah yang keluar berupa darah segar, os ragu adanya gumpalan darah, dalam
sehari OS mengatakan 2x ganti pembalut. OS menyangkal adanya nyeri perut
dibagian bawah, riwayat jatuh/ terpeleset (-) , OS juga mengeluh mual tanpa
disertai muntah, pusing dan badan terasa lemas. OS sudah tidak mendapatkan
0

menstruasi dalam 2 bulan terakhir dan Os mengaku telah melakukan tes kehamilan
dan hasilnya positif. HPHT 25 januari 2016
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya dan pasien menyangkal
memiliki penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.
Riwayat menstruasi

menarche usia 14 tahun

lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut

siklus haid 28 hari

Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 21 tahun, dan lama menikah 10 tahun
Riwayat obstetrik
1. 2006. Laki-laki (sehat). BB 3600 gram. Aterm. Spontan. Bidan.
2. Hamil ini
Ante Natal Care
Pasien belum pernah memeriksakan kehamilannya ke dokter dan bidan
sebelumnya.
Kontrasepsi
KB suntik 3 bulan dan sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.
2.2 Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 50 kg, tinggi badan : 147 cm
Keadaan Umum : baik
Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4V5M6

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi

: 104x/menit,

Frekuensi Nafas

: 24x/menit, regular

Suhu

: 36,9oC, aksiler
1

Status Generalis
Kepala
Mata

: Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor

(3

mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)


Hidung

: Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)

Telinga

: Gangguan pendengaran (-)

Mulut

: Sianosis (-), Pucat (-)

Leher

: Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Paru
Inspeksi

Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-),

Pelebaran ICS (-)


Palpasi :
Gerakan dada simetris.
Perkusi

:
D
Sonor
Sonor
Sonor

Jantung
Inspeksi

S
Auskultasi
Sonor
Sonor
:
Sonor
vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), Suara Nafas (+)
: Ictus cordis tampak
Palpasi
:
Ictus cordis teraba
Perkusi
:
batas jantung kanan : axilaris anterior line

dekstra, batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra


Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi
:
Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+)
Perkusi
:
timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior :
Hangat (+), edema (-)
Inferior
:
Hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi

: tinggi fundus uteri (TFU) sulit dievaluasi


2

Leopold I : tidak teraba


Leopold II: tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ

:-

Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi

: fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri goyang


portio (-), pengeluaran darah (+) berwarna merah segar.
Inspekulo : tidak dilakukan
2.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan
G2P1A0 gravid 9-10 minggu + Suspect Abortus imminens
DD : Abortus Inkomplit
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
DARAH LENGKAP
Tanggal
Hb

31-03-2016
5,8 g /dl

Hct
Eritrosit

16 %
1, 8 juta / mm3

Leukosit
Trombosit

7.500 / mm3
153.000 / UL

Gol. Darah

B rh +

KIMIA DARAH
Tanggal
GDS

31-03-2016
127 mg/ dl

URINE LENGKAP
Tanggal

31-03-2016

Warna

Kuning, jernih
3

Ph
Berat Jenis
Glukosa
Keton
Bilirubin
Darah Samar

6
1020
(-)
(-)
(-)
+2

Protein
Leukosit

(-)
+2

Nitrit

(-)

SEDIMEN
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Bakteri

10 15
9 10
(+)
(-)
(-)
(-)

Teks Kehamilan : ( + ) positif


Lain lain : Hbs Ag ( - ) Non reaktif
2.5 Observasi di ruangan
Waktu
31 3 2016

Observasi
Menerima pasien baru dari IGD dengan diagnosa G2P1A0 gravid
9-10 minggu + Suspect Abortus Imminens, DD : Abortus
Inkomplit
Keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS. Nyeri
perut (-), gumpalan darah (ragu),riwayat jatuh (-), pusing, lemas.
Tanda vital :
TD : 110/70 mmhg, N: 104x/menit, RR : 24x/menit, T: 36,5oC
Anemis (+/+)
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut datar
Palpasi
fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi, nyeri tekan +
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan,
nyeri goyang portio (- ), pengeluaran darah (+) berwarna segar.
Tanggal

31-03-2016
4

Hb

5,8 g /dl

Hct
Eritrosit

16 %
1, 8 juta / mm3

Leukosit
Trombosit

7.500 / mm3
153.000 / UL

Gol. Darah
GDS

B rh +
127 mg / dl

17. 30 WIB

Lapor dr. Indrawan, Sp. OG, advis :


- IVFD RL 20 tetes/mnt
- Inj. Ceftazidime 1 gram / 12 jam
- Inj. Asam Traneksamat 250 mg/ 8 jam
- Transfusi PRC 2 kantong perhari sampai HB 10
- Besok Rencana USG
- Rencana Kuret jika HB 10

1 4 2016

Keluhan : Keluar darah dari jalan lahir (+), nyeri perut (+) kadang
kadang, pusing (+), 3x ganti pembalut.

08.30 WIB

Tanda vital :
TD : 100/60 mmhg, N: 112x/menit, RR : 22x/menit, T: 36,5oC
Anemis (+/+)
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut datar
Palpasi
fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi, nyeri tekan +
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan,
nyeri goyang portio (- ), pengeluaran darah (+) berwarna segar.
16.22 WIB

USG dr. Indrawan, Sp.OG :


Tidak tampak adanya hasil konsepsi di cavum uteri
Teradapat cairan bebas diluar cavum uteri
Tampak massa hidrokel di luar cavum uteri
Kesan : KET
Advice dr. Indrawan , Sp.OG :
IVFD RL 30 tetes/ mnt
Injeksi Ceftazidime 1 gram
Injeksi Asam Traneksamat 3 x 1 amp
Injeksi Ranitidine 2 x 1 amp
Transfusi samapai Hb 10 ( 2-3 kantong)
Puasa

23.00

Dilakukan Laparotomi
5

2.6 Laporan operasi


Laporan Operasi

Nama Ahli Bedah:

dr. Indrawan Y, Sp.OG

Diagnosis Pre operasi

G2P1A0 gravid 9-10 minggu + KET

Diagnosis Post operasi

Post Laparotomi et causa KET

Tanggal
31/03/2016

Jam operasi dimulai


23.00

Tindakan /macam operasi

Salpingooforektomi dekstra

Jam operasi selesai


01.00

Laporan operasi
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
Incisi mediana, tampak darah dan bekuan darah sekitar 1000 cc
Tampak massa konsepsi yang terbungkus dalam omentum dari fimbriae
saluran tuba uterine dextra
Diputuskan untuk mengeluarkan massa konsepsi dengan melakukan jahitan
hemostasis pada omentum yang menyelubunginya.
Dilakukan salpingooforektomi dekstra
Setelah diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan NaCl
750 cc
Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
Perdarahan selama operasi 200 cc
Terapi post-Operasi

Rawat di Ruang HCU


Observasi Vital Sign dan Perdarahan
IVFD RL 30 tetes/ menit + tramadol 1 amp (drip)
Injeksi Ca Glukonas 1 amp
Injeksi Ceftazidime 2 x 1 gr
Injeksi Gentamycin 2 x 1 amp
Injeksi Ketorolac 2 x 1 amp
Injeksi Asan Traneksamat 250 mg / 8 jam
Cek DL ulang post op, jika HB < 8 Transfusi ulang, dan jika HB 8 Boleh
pindah ke ruang rawat kebidanan

FOLLOW UP RUANGAN HCU


6

Tanggal

OBSERVASI

1 4 2016
01.30 WIB

KU : TSB
Kesadaran : CM
S : Nyeri Luka Post Op (+),
Perdarahan dari jalan lahir (+),
lemas (+), pusing (+) , mual (-) ,
muntah (-) ,mobilisasi miring kanan
/ kiri ( - )

Terapi

Observasi Vital Sign dan


Perdarahan
IVFD RL 30 tetes/ menit +
tramadol 1 amp (drip)
Injeksi Ca Glukonas 1 amp
Injeksi Ceftazidime 2 x 1 gr
Injeksi Gentamycin 2 x 1
amp
O : TD : 141 / 74 mmhg, HR : 98
Injeksi Ketorolac 2 x 1 amp
x/mnt, Rr : 24 x/mnt , SpO2 : 98 %
Injeksi Asam Traneksamat
250 mg / 8 jam
Mata : CA (+/+) SI (-/-)
Cek DL ulang post op, jika
Paru : I : Simetris
HB < 8 Transfusi ulang, dan
A: Vesikular (+/+) Rh (-/-)
jika HB 8 Boleh pindah ke
Jantung : S1S2 Regular
ruang rawat kebidanan
Abdomen : Luka Operasi tertutup
perban , Bising usus ( + ) normal
OUE
: Terpasang kateter, urine
1000 cc/ 12 jam, warna kuning
jernih
Ektermitas : Pitting edema (-/-)
A : Post Laparotomi ec KET hari ke
0

2 4 2016
09.00 WIB

KU : TSS
Kesadaran : CM
S : Nyeri Luka Post Op (+),
Perdarahan dari jalan lahir (+)
sedikit, lemas (+) berkurang,
pusing ( - ) , mual ( -), muntah (-) ,
mobilisasi miring kanan / kiri ( - )

Observasi Vital Sign dan


Perdarahan
IVFD RL 30 tetes/ menit +
tramadol 1 amp (drip)
Injeksi Ca Glukonas 1 amp
Injeksi Ceftazidime 2 x 1 gr
Injeksi Gentamycin 2 x 1
amp
O : TD : 122 / 74 mmhg, HR : 90
Injeksi Ketorolac 2 x 1 amp
x/mnt, Rr : 20 x/mnt , SpO2 : 98 %
Injeksi Asam Traneksamat
250 mg / 8 jam
Mata : CA (+/+) SI (-/-)

Pindah
Ruang
Rawat
Paru : I : Simetris
Kebidanan
A: Vesikular (+/+) Rh (-/-)
Jantung : S1S2 Regular
Abdomen : Luka Operasi tertutup
perban , Bising usus ( + ) normal
OUE
: Terpasang kateter, urine
1000 cc/ 12 jam, warna kuning
jernih
Ektermitas : Pitting edema (-/-)
Laboratorium :
7

HB
: 10, 0 g/ dl
Eritrosit : 3,2 juta / mm3
Leukosit : 7.800 / mm3
Trombosit : 128.000 / UL
Hematokrit : 29 %
A : Post Laparotomi ec KET hari
ke 1

FOLLOW UP RUANG RAWAT KEBIDANAN


Tanggal
3 4 2016

OBSERVASI
S : Os mengeluh perutnya
kembung, nyeri luka post op (+),
Perdarahan dari jalan lahir (+) sedikit
dari hari sebelumnya, lemas ( -)
pusing ( - ) , mual ( -), muntah (-) ,
mobilisasi Mika/ miki ( + )

Terapi
IVFD RL 20 tetes / mnt
Injeksi Ceftazidime 1 gr/ 12 jam
Injeksi Gentamycin 2 x 1 amp
Injeksi Ketorolac 2 x 1 amp
Injeksi Calnex 250 mg/ 8 jam
Mobilisasi Bertahap

O : TD : 110 / 70 mmhg, HR : 84
x/mnt, Rr : 20 x/mnt T : Afebris
Mata : CA (-/- SI (-/-)
Paru : I : Simetris
A: Vesikular (+/+) Rh (-/-)
Jantung : S1S2 Regular
Abdomen : Luka Operasi tertutup
perban , Bising usus ( + ) normal
Ektermitas : Pitting edema (-/-)
A : Post Laparotomi ec KET hari ke
2
4 4 - 2016

S : Nyeri luka post op (+)

Ciprofloxacin tab 2 x 1

berkurang, pusing (-), lemas (-),

Asam Mefenamat tab 3 x 1

kembung (-) mobilisasi bangun

SF tab 2 x 1

dari bed, berjalan (+)

OS boleh pulang, dan kontrol

O : TD : 110 / 70 mmhg, HR : 88
x/mnt, Rr : 20 x/mnt T : Afebris

sesuai jadwal yang ditentukan

Mata : CA (-/- SI (-/-)


Paru : I : Simetris
A: Vesikular (+/+) Rh (-/-)
Jantung : S1S2 Regular
Abdomen : Luka Operasi tertutup
8

perban , Bising usus ( + ) normal


Ektermitas : Pitting edema (-/-)
A : Post Laparotomi ec KET hari ke
3

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1.

Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan

tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Istilah
kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga
banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang

berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan
pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri.5
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan
ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter
menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4
2.2.

Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita

tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan gejala
bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens kehamilan ektopik yang
sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET
berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam
dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak
kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan
prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin,
bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen dosis rendah.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan
ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in
vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.1
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada
wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan
keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang
berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di
Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada golongan
pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat
kurang.1

10

2.3.

Faktor resiko
Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk dalam
meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang kuat antara
kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat migrasi sel telur yang
telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan pada tuba falopi dari penyakit
radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan ektopik, dan operasi tuba sebelumnya,
termasuk ligasi tuba sebelumnya. Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya
integritas tuba ini yang mungkin menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan
ektopik pada pasien dengan infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah lemah
terhadap

peningkatan

risiko

kehamilan

ektopik.

Tidak

jelas

kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi oral,
keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:
1. Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah mengalami
kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi lagi.
Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien
melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang
serupa. 1
2. Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai
riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO
(gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang menderita
keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya
adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis. 1
11

3. Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik. Pada
kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik
dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita
yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom.
Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi
terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 46% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi
perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1
4. Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
5. Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden kehamilan
ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor
andrenergik dalam tuba. 1
2.4.

Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan, dan
35%

kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi

kehamilan ektopik:
1.

Pars interstisialis

2.

Isthmus

3.

Ampulla

4.

Infudibulum
12

5.

Fimbria
b. Uterus

1.

Kanalis servikalis

2.

Divertikulum

3.

Kornua

4.

Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

2.5.

Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudia akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka
pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
13

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh


villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.3

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat,
ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisa
ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3

14

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg
amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.

Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

2.6.

Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi akhir bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian. 3

15

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi


kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana
tuba pars interstisialis berada. 3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined
ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000 persalinan.
Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang
membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan
ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya
terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil
konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi
rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu
16

dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran


konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hour-glass uterus.3
5. Kehamilan ektopik kronik
Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin
dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin cukup
besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini merupakan
komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi
dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila kita menemukan
kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan sampai genap bulan.
Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah tegak harus dilakukan
laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3
2.7.

Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejalagejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit
pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di samping gangguan haid, keluhan
yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan
ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada
17

lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat
unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di
bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa
pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam
kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun
perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas
bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum
peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang
bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna
coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5
sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1
2.8.

Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang

Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan atau
hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda dan gejala
hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan perdarahan
pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan ektopik harus
dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri pada pelvis, dan
perdarahan uterus abnormal.8

18

Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan
rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit membesar dan kadangkadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum
douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematocele retrouterina.
Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
1

Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-tumor
adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan yang negatif
tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari setelah
meninggalnya mudigah.5
Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan
abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam rongga
perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa
di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

19

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu. Kuldosintesis
diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

2.9.

Diagnosis Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5

2.10. Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
20

pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat
dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan
dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan
ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan
ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan
menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui
dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang
meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan
dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen.
Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara
umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba.
Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi
forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada
mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi
pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan
pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa
pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot
dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada
sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja
dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya
perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
21

implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang
absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus
tambahan. 4
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan
tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di
daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras
angka delapan dengan benang intrauteri digunakan untuk menutup myometrium
pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan
sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini
22

adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan


medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin, menghilangkan risiko
pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya
serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan
dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum tulang sementara.
Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau
citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada
enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan selsel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50
2
mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG,
fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian
MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari
kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak
berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap
2
selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m kedua. Stoval
dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%.
Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis
atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria

untuk

terapi

Methotrexate

adalah

sebagai

berikut:

Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan risiko


23

pecah

atau

memerlukan

lebih

dari

satu

dosis

metotreksat).

Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan lanjut
dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis tunggal)
Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
hemodinamik stabil
Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan tidak
diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba kontra-lateral)
Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan Pasien dapat diandalkan dan
bersedia untuk kembali control
Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
+ / - Serum -hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa
Teori

Kasus
24

Definisi

Terjadi implantasi pada omentum yang

Kehamilan ektopik terganggu :

berasal dari fimbriae tuba uterina

Suatu keadaan dimana implantasi hasil dekstra


konsepsi

terjadi

diluar

cavum

endometrium

Faktor resiko :
-

Trisemester pertama
Faktor Resiko :
-

Penggunaan kontrasepsi suntik


selama lebih dari 5 tahun

kerusakan dan disfungsi tuba,


riwayat

operasi,

sterilisasi,
riwayat

riwayat
penggunaan

riwayat
infeksi,
hormon

progesterone dan AKDR.


-

Riwayat

kehamilan

ektopik

sebelumnya
-

Umur tua

perokok

Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini kurang begitu jelas. Hanya ditemukan
faktor resiko berupa penggunaan kontrasepsi suntik selama lebih dari 5 tahun

Teori

Kasus

Keluhan :

Keluhan :

Amenorea

Amenorea

Nyeri perut bawah bersifat tajam, Perdarahan pervaginam 2 hari


hampir diseluruh regio.

Mual

Perdarahan pervaginam

Darah berwarba merah segar, dan

Darah berwarna coklat/kehitaman

Keluhan gastrointestinal

Pusing

Nyeri saat menarik nafas dan sesak

Lemas

Pusing

ragu adanya gumpalan

25

Pada anamnesis pasien ini amenorea, perdarahan pervaginam berwarna merah


segar, serta keluhan gastrointestinal yaitu adanya mual.
4.2 Pemeriksaan Fisik
Teori
Pemeriksaan fisik

Kasus
Pemeriksaan fisik :

Anemis

Anemis (+), Hb : 5,8 g/ dl

Nyeri tekan abdomen

Nyeri tekan abdomen sebelah kanan

Uterus membesar

VT : nyeri goyang porsio (+), Tinggi fundus sulit dievaluasi

bawah

forniks posterior menonjol dan VT : vulvovagina normal, tidak ada


pembukaan, nyeri goyang portio

nyeri pada penekanan.

(-),pengeluaran darah (+) berwarna


merah segar
Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik terganggu.
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori
Pemeriksaan penunjang :

Kasus
Pemeriksaan penunjang :

Darah Lengkap

Test kehamilan

HCG-

USG

Dilatasi /kerokan

Kuldosintesis

Laparoskopi

Darah lengkap
Tanggal
Hb

31-03-2016
5,8 g /dl

Hct
Eritrosit

16 %
1, 8 juta / mm3

Leukosit
Trombosit

7.500 / mm3
153.000 / UL

Gol. Darah

B rh +

Test kehamilan : (+)

USG :

Tidak tampak adanya hasil konsepsi di cavum


uteri
Teradapat cairan bebas diluar cavum uteri
26

Tampak massa hidrokel di luar cavum uteri

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan ektopik


pasien ini adalah adanya penurunan Hb, tes kehamilan positif dan USG
4.4 Penatalaksanaan
Teori
Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi
2) Medikamentosa

Methotrexate

Fakta
Penatalaksaan :
Dilakukan

pembedahan

yaitu

laparotomi dengan pengeluaran massa


konsepsi pada omentum dan serta
salpingooforektomi
Medikamentosa

dekstra
tidak

dilakukan,

kondisi pasien tidak sesuai kriteria.


Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi KET yang
sesuai yaitu pembedahan.

BAB IV
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.
27

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian


maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering mengalami implantasi
ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny. 32 tahun datang dengan kuhan perdarahan pervaginam 2 hari SMRS
disertai , lemas, pusing dan mual . Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang di tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu,
diputuskan untuk dilakukan Laparotomi, dan ditemukan kehamilan abdominal. Massa
konsepsi terselubung dalam omentum. Diputuskan untuk membuang massa kehamilan
pada omentum dan dilakukan salpingooforektomi dekstra . Pasien dipulangkan dengan
kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara umum, alur
penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in Williams Obstetry 23rd
Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
4. Universitas
Sriwijaya.

Kehamilan

Ektopik.

Diakses

dari

http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21 April


2013.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.

28

6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert Series
in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American College of
Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

29

You might also like