Professional Documents
Culture Documents
HIndia Belanda
Perkotaan di Indonesia pada zaman kolonial sangat memperhatikan tentang
transportasi yang dapat menjangkau seluruh bagian wilayah nusantara. Karena
luas wilayah Indonesia sangat luas diperlukan berbagai transportasi, yaitu
transportasi darat, laut dan udara (namun pada zaman colonial transportasi
udara belum ditemukan). Namun dalam bacaan Engineers of Happy Land oleh R.
Mazek berfokus pada transporatasi darat yang digunakan di wilayah pulau jawa
dan sumatera. Diawali dengan penemuan kereta api. Pemerintah Hindia Belanda
pada masa itu ingin menerapkan jenis transportasi darat ini agar dapat
memudahkan rakyatnya berpergian ke seluruh bagian pulau jawa dan sumatera.
Pada saat itu sudah terdapat jalan raya besar yaitu jalan pos Daendels yang
membentang dari Anyer ke Panarukan. Jalan pos Daendels ini sangat berarti
untuk rakyat Hindia Belanda yang menempati pulau Jawa, karena dapat
memudahkan dalam berpergian ke satu kota ke kota lainnya. Namun meskipun
jalan raya ini membentang dari barat ke timur pulau Jawa, masyarakat masih
kerepotan karena transportasi yang digunakan masih memerlukan waktu yang
cukup lama.
Pada zaman colonial banyak masyarakat yang tergolong berdarah campuran
antara belanda dan pribumi. Banyak sekali surat terhormat untuk koloni yang
mengingatkan, bahwa orang belanda tenggelam di Hindia Belanda.
bagi setiap orang yang boleh jadi berhasil melaksanakannya, ada ratusan
orang yang terjebak di Hindia Belanda, tanpa peluang untuk melihat Eropa
lagi. Belanda akan dijangkau lagi hanya oleh mereka yang benar-benar
dicintai oleh nasib; sebagian terbesar mereka yang dari tahun demi tahun,
berangkat ke wilayah tropis, akan mati di situ pula, dilupakan oleh tanah
air mereka (van Sandick. 1891)
Karena pada zaman kolonial sebagian besar rakyatnya lahir,, tumbuh dan
berkembang hingga meninggal di Hindia Belanda yang tropis ini. Sehingga
banyak rakyat Hindia Belanda yang kurang bisa menggunakan bahasa Belanda
yang merupakan bahasa tanak air mereka, yaitu Negara Belanda. Tahun demi
tahun semakin banyak rakyat Negara Belanda yang pindah ke wilayah Hindia
Belanda. Dikarenakan kabar tentang wilayah Hindia Belanda yang kaya akan
Dinda Ayu Prameswari
1306403674
sumber daya, indah dan beriklim tropis menyebar secara cepat di Negara asal
mereka, yaitu Negara Belanda.
Di tahun 1900, sekitar 60.000 orang Eropa,, kebanyakan orang Belanda, tinggal
di Hindia Belanda. Di tahun 193-ketika sensus terakhir di jajahan itu dilakukanjumlah tadi telah berkembang menjadi 208.000. Namun itu hanya 0.34% dari 60
juta jumlah seluruh penduduk (R.Mrazek.2006) 1
Dengan semakin bertambahnya penduduk di wilayah Hindia Belanda ini,
semakin sulit rakyat Hindia Belanda untuk berpergian, karena transportasi yang
sudah ada sebelumnya tidak dapat mengangkut orang dengan jumlah yang
banyak dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam perjalanannya. Oleh
karena itu diterapkan jenis transporatsi baru, yaitu kereta api. Kereta api yang
digunakan terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas 1,2 dan 3. Kelas 1 diperuntukan untuk
Eropa, kelas 2 untuk orang Eropa yang berpendapatan rendah dan pribumi kelas
atas sedangkan kelas 3 untuk pribumi bahkan terkadang disebut kelas kambing.
Penggunaan transporatsi kereta api ini beragam, antara lain:
A. Alasan-alasan berpergian yang sifatnya ekonomis; pasar, mencari
kerja:69,5%
B. Alasan-alasan berpergian yang sifatnya pribadi:
30,5%
C. Kunjungan kepada anggota keluarga lain:
20,8%
D. Hukum dan tatanan; panggilan ke kantor pemerintah atau pengadilan:
3,6%
E. Iman dan tradisi; kunjungan ke makam dan tempat suci lain:
3%
F. Bersenang-senang:
3,1% (R. Mrazek. 2006)2
1 Mrazek, R. (2006). Engineers of Happy Lands. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
2 Mrazek, R. (2006). Engineers of Happy Lands. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Dinda Ayu Prameswari
1306403674
pengurangan penjualan tiket kereta api kelas 3 ini, transportasi darat lainnya
dapat berkembang, yaitu seperti delman, trem dan lainnya.
Di Batavia, tahun 1909, dalam satu bulan, di jalur-jalur trem listrik, sebanyak
10.404 penumpang berpergian dari kelas utama, 72.632 di kelas dua, dan
255.197 di kelas tiga. (R.Mrazek. 2006)
Dari data tersebut dapat diketahui ternyata transportasi lain selain kereta api
juga ikut berkembang dengan semakin bertambahnya penduduk yang tinggal
dan menetap di wilayah Hindia Belanda ini. Namun lama kelamaan penduduk
yang tinggal dan menetap di wilayah Hindia Belanda ini semakin bertambah
padat dan hamper tidak terkendali. Hal ini mengakibatkan transportasi yang ada
pada zaman itu semakin tidak dapat menyanggupi kebutuhan rakyat wilayah
Hindia Belanda dalam berpindah ke satu kota ke kota lainnya, maka diperlukan
lagi mencari transportasi baru yang dapat menyanggupi kebutuhan rakyat
wilayah Hindia Belanda dari kelas bawah hingga kelas atas.
Pada tahun 1939, terdapat 51.615 mobil di Hindia Belanda, 37.500 ada di Jawa,
7.557 di Batavia, 4.945 di Bandung, dan 675, misalnya di Jepara-wilayah
Rembang, tempat Kartini tinggal dan meninggal. (R.Mrazek. 2006) 3
Dengan semakin bertambahnya transportasi baru, yaitu mobil, semakin banyak
pula jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Hindia Belanda,
terutama di pulau pusat wilayah Hindia Belanda, Pulau Jawa. Karena transportasi
ini sangat berbeda dengan transportasi baru sebelumnya, kereta api, yang
mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dan bergantung pada satu orang
yaitu juru kemudi yang bertugas untuk memegang kendali atas kereta api. Pada
mobil setiap orang harus bisa mengendarai kendaraan tersebut dengan
tangannya sendiri. Bahkan tidak jarang ada pribumi yang duduk dibelakang
kemudi mobil. Karena adanya kecerobohan yang dilakukan pengemudi, maka
jumlah kecelakaan di darat semakin bertambah banyak jumlahnya.
Pada tiga bulan pertama tahun 1928, sebagai contoh di Surabaya terjadi 524
kecelakaan lalu lintas serius, 24% disebabkan oleh mobil, 23% disebabkan oleh
kereta api atau trem, 17% disebabkan oleh motor. Pengemudi yang terlibat
3 Mrazek, R. (2006). Engineers of Happy Lands. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Dinda Ayu Prameswari
1306403674
dalam kecelakaan itu, 11% adalah orang Eropa, 6% orang Cina dan Arab. Dan
sebanyak 83% pribumi. (R.Mrazek.2006)4
Pada zaman kolonial ini, rakyat pribumi atau rakyat asli Indonesia menggunakan
bahasa daeranh asalnya masing-masing. Karena begitu banyak suku danbudaya
yang ada di wilah Hindia Belanda ini, sedikit sulit untuk berkomunikasi dengan
orang yang berbeda daerah asal. Maka dari itu dibutuhkan bahasa induk atau
bahsa ibu yang dapat menyatukan seluruh rakyat pribumi dalam berkomunikasi,
sehingga digunakan bahasa Indonesia, yang merupakan perkembangan dari
bahasa Melayu yang ditinggikan dan dibakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda dan Volkslectuur (Bacaan Rakyat) serta penerbit Balai Poestaka miliki
pemerintah.
Menurut Sarmidi Mangunsarkoro, seorang guru di Taman Siswa, dalam tulisannya
di tahun 1939, beliau melukiskan sulitnya dalam berbicara dan menulis. Namun
beliau mendukung adanya bahasa campuran karena di wilayah Hindia Belanda
ini begitu banyak suku dan budaya yang bermacam-macam:
Orang-orang tertentu, begitu tampaknya, menutup mulut mereka dan
diam, sekadar untuk tidak berbicara dalam bahsa Indonesia gado-gado.
Sebagian orang, tampaknya, khawatir kalau mereka berbicara dalam
bahas itu, mereka kehilangan rasa hormat dari orang lain.
namun, siapa saja yang mempelajari sejarah bahasa inggris, misalnya
tahu bahwa bahasa mereka pun adalah bahasa campuran, mengeltaal,
Mischsprache. Dan, siapa yang akan mengatakan bahwa bahasa Inggris
tidak pantas dihormati. (Mangunsarkoro. 1939)5
Karena semakin digunakannya bahasa Indonesia diseluruh penjuru wilayah
Hindia Belanda, sehingga semakin bberkembangnya gerakan-gerakan nasionalis
yang ada di wilayah Hindia Belanda. Banyak terdapat kelompok-kelompok yang
bertujuan sebagai wadah komunitas terhadap sekelompok orang yang memiliki
kesamaan dalam perkerjaan maupun dalam hal lainnya, seperti komunitas Sopir,
HCM, dan lain lain.
4 Mrazek, R. (2006). Engineers of Happy Lands. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
5 Mangunsarkoro, S. (1939). Bahasa Campuran. Keboedajaan dan Masjarakat.
Batavia
Dinda Ayu Prameswari
1306403674
dengan prinsip New Indies StyIe. Pada bagian fasad depannya terdapat 3 pintu
masuk, seudah terdapat teras depan yang berfungsi untuk mendinginkan udara
sebelum masuk ke dalam ruangan. Dengan ukuran jendela yang besar dan
memiliki banyak ventilasi8.
Kunstkring Art Gallery ini terletak di jalan Teuku Umar 1, Menteng, Jakarta Pusat.
Tepatnya di sebuah sudut jalan antara jalan Teuku Umar 1, Jalan Cut Meutia dan
Jalan Cut Nyak Dien. Lokasi ini menguntungkan sekali, karena dilewati oleh tiga
jalan besar yang sehari-hari ramai dilewati banyak kendaraan dari berbagai arah.
Bangunan Kunstkring Art Gallery ini juga sudah menjadi Landmark dari
daerahnya, yaitu kawasan Menteng, sebuah kawasan yang dikenal sebagai
kawasan elit sejak zaman kolonial, karena pada zaman pemerintahan kolonial
Hindia Belanda, kawasan ini merupakan kawasan pemukiman orang-orang
Belanda kalangan atas, dan sekarang kawasan ini menjadi kawasan pemukiman
untuk orang-orang yang berhubungan dengan kedutaan besar dari negaranegara yang bekerja sama dengan Indonesia.
Multatuli Room
Terletak dibelakang The Pangeran Diponegoro Room. Sebuah ruang makan VIP.
Ruangan ini didedikasikan untuk Eduard Dower Dekker, pengarang novel
multatuli, sebuah novel satir yang mengkritik kekerasan di dalam pemerintahan
kolonial Hindia Belanda, dengan nama samaran Max Havelar. Ruangan ini
didekorasi oleh beberapa foto dan lukisan tentang Eduard Dower Dekker dan
dapat menampung 12 orang tamu.
Soekarno 1950
Sebuah ruang makan VIP berukuran cukup besar, didekorasi dengan berbagai
foto dan lukisan tentang Soekarno, presiden pertama Indonesia. Ruangan ini
terinspirasi dari kehidupan presiden Soekarno ketika berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia. Ruangan ini dibuat untuk menghormati Soekarno.
Selain terdapat ruang-ruang makanan dengan berbagai jenis dan ukuran,
bangunan ini juga memiliki sebuah art space yang terletak di lantai atas. Di
ruangan ini sering diadakan pameran seni , sebagaimana fungsi awal dari
dibangunnya bangunan Kunstkring Art Gallery.
Daftar Pustaka
Mrazek, R. (2006). Engineers of Happy Lands. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Mangunsarkoro, S. (1939). Bahasa Campuran. Keboedajaan dan
Masjarakat. Batavia
Diningrat, N. (1919). Oertype bij alle standen. Batavia
Wikipedia.org, (2016). HermanThomas Karsten. [Online] Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Herman_Thomas_Karsten [Accessed 29
Mei.2016]
Wikipedia.org, (2016). Kunstkring Art Gallery. [Online] Available at:
https://en.wikipedia.org/wiki/Kunstkring_Art_Gallery [Accessed 29 Mei.
2016]
Owly, D. (2012). Bataviasche Kunstkring Majelis Islam Ala Indonesia
Eks Imigrasi Cafe. [Blog] Journey to The Moonlight. Available at:
https://dhydyan.wordpress.com/2012/02/22/bataviasche-kunstkring-