You are on page 1of 12

Pangeran itu duduk bersandar lebih dalam dari pada barusan, perbincangannya

dengan Hoseok tak membuahkan hasil yang menyenangkan. Pemikiran bahwa


ada pemberontak dalam lingkup kerajaan bukanlah hal yang bagus.
Ini membuat bayangan di sekitar Yoongi merambat lebih banyak. Pria itu
menggeram pelan, lalu menoleh pada gadis yang sedari tadi diam
mendengarkan pembicaraan para petinggi negara itu dengan tenang.
"Daisy," gadis itu mendongak untuk menatap Tuannya seksama.
"Ya, Tuanku."
Yoongi mengalihkan pandangan dari Daisy ke jemarinya yang kini telah menari
bayangan-bayangan gelap, membuat kontras dengan kulit putihnya.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Cantik."
Gadis itu berdiri, menunduk hormat pada Yoongi. "Apapun yang diperintahkan
Tuanku."
Daisy menegakkan badannya lagi, memandang Hoseok yang lelah dan Jungkook
yang memperhatikannya. Dengan senyum kecil, ia juga membungkuk pamit
sebelum berjalan pelan namun yakin ke pintu Hall utama. Jungkook melepaskan
pandangannya dari Daisy ketika gadis itu menutup pintu, pada Yoongi yang
tengah merenung dengan memainkan bayangan di jemarinya.
"Apa yang kau tugaskan pada Daisy?" Tanya Jungkook. Yoongi tidak menjawab
secara gamblang, tapi Jungkook tau dari senyum berbahaya Yoongi saat
menjawab pertanyaannya adalah sebuah tugas yang besar.
"Oh kau akan tahu, Jungkook. Kau akan tahu.".

Jimin selalu menganggap Daisy adalah gadis yang menakutkan, dan itu tak
berubah sampai sekarang. Ia merasa ada keterikatan tersendiri antara Yoongi
dan Daisy namun Jimin sulit mendeskripsikannya. Dibilang ada hubungan
khusus, karena Yoongi senang menyelipkan panggilan sayang pada gadis itu,
tapi dilihat lagi mereka terlalu jauh kalau dibilang menjalin tali kasih. Daisy
terlalu hormat dan tunduk serta sangat formal berada di sekitar Yoongi.
Dikatakan sebagai pangeran dan pelayan pun tidak pantas, imej pelayan yang
lembut dan lemah tidak berlaku untuk Daisy. Gadis itu gadis yang kuat dan
berbahaya. Ia mengangkat pedang, menarik busur dan melakukan apa pun atas
perintah Yoongi. Ia melindungi Yoongi lebih dari apa pun. Jadi sekarang, Jimin
masih tidak tahu harus menganggap Daisy ini seperti apa.
"Oh. Gampang saja!" Kata Hoseok riang saat Jimin menceritakan
keingintahuannya secara berhati-hati, "kami biasa menganggap Daisy adalah
pengawal pribadi Yoongi."
Sesederhana itu? Jimin malu kalau mengingat ingat dia sangat sibuk memikirkan
hubungan yang sederhana macam itu. Namun karena tak ingin merasa bahwa
dia sia-sia, Jimin mengatakan hal yang ia ingin tahu lainnya.

"Tapi Yoongi kadang memanggil Daisy dengan panggilan sayang," Jimin berusaha
tidak terdengar cemburu. "Seperti... seperti 'Cantik', 'Sayang', sekali waktu
dipanggil 'Sweetheart'..."
"Dan kau cemburu?"
"Tidak!" Jimin terlalu cepat menjawab dan itu membuat Hoseok tertawa.
"Tidak seperti itu... hm... pernahkah kau memperhatikan bahwa Yoongi hanya
memanggilnya demikian pada saat saat tertentu?
Seperti? Jimin mengerutkan keningnya. Hoseok juga melakukan hal yang sama
sambil mengingat-ingat.
Seperti... saat Yoongi ingin Daisy melakukan sesuatu yang kasar. Membunuh
orang misalnya.
Meskipun Jimin tahu apa pekerjaan Daisy disini, tetap saja membayangkan gadis
seperti itu mendapatkan tugas mencincang orang kedengarannya tidak bagus.
Hoseok yang melihat wajah Jimin berubah menjadi terkejut dan takut hanya
tertawa pelan.
Sebagai seorang Pemimpin dia punya banyak orang yang ingin menjungkirkan
dia dari tahtanya. Biasanya kami sudah hafal ketika Yoongi memanggil Daisy
dengan panggilan begitu, seorang pemberontak akan dihukum gantung
keesokan harinya. Kata Hoseok ringan. Terlalu ringan dan membuat Jimin
merinding sendiri.
Itu... menyeramkan. Kata Jimin. Hoseok tidak berhenti sampai disana.
Jungkook berkata ia akan melakukan apapun jika Yoongi menyerahkan Daisy
untuk bergabung dengan militer, tapi Yoongi terlalu menyayanginya. Kata
Hoseok. Jadilah ia masih tetap bertengger di sisi pangeran tersayang kita.
Jimin tidak bergeming, dia melihat Hoseok seperti bisa mengeluarkankedua bola
matanya. Hoseok tertawa lagi.
Daisy anaknya manis dan menyenangkan kalau kau sudah kenal dekat
dengannya, kata Hoseok. Kau sudah mengenalnya kan?
I-iya sih, kata Jimin. Bahkan Daisy membuat kue untuknya dan Taehyung ketika
mereka kelaparan tengah malam. Sebelum Jimin tahu informasi ini, Daisy dengan
label menakutkannya sudah cukup, tapi ternyata kenyataan belum cukup.

Semuanya terhenyak sebentar, Jimin masih berusaha untuk mengendalikan


sesuatu yang dia tak tahu bisa kendalikan. Bebatuan besar diangkat oleh Jimin
dengan hanya merentangkan tangannya dan Daisy tahu bahwa pemuda itu
ketakutan, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Minggir kau Darah Campuran! kata tentara itu yang merunduk dan
menggeram berbahaya, Daisy langsung tanggap bahwa dia mungkin adalah
seorang Werewolf.

Batu-batu itu bergetar, sama seperti suara Jimin saat ia berkata. J-jangan
bergerak! Tetap di tempatmu!
Tapi tentara itu akan meloncat, jadi Jimin lalu menubrukkan batu-batuan ke arah
si penyerang, ia tahu kemana tentara itu akan meloncat. Dia akan membunuh
Yoongi dan Jungkook. Namun batu-batuan yang sudah membuat tentara itu jatuh
berdarah tidak sadarkan diri tidak bergerak teratur. Daisy berhenti terpana, ia
tahu Jimin ketakutan.
Jimin! teriaknya pada Jimin. Biarkan lepas! Berhenti!
Maka dengan kecepatan yang sama, Daisy mengangkat tangannya, membiarkan
seperti asap warna merah melesat mengerubungi satu per satu batu. Namun
sepertinya ada yang meleset dan mengiris lengan kanan Daisy hingga ia
berdarah.
Daisy! teriak Jimin. Daisy hanya menggeleng.
Tetap di tempatmu Tuan! teriak Daisy dan mengangkat tangannya yang perih,
mengembalikan bebatuan di tempatnya. Cairan merah mengalir deras di lengan
kanannya.

Ketika semua orang sudah duduk, Daisy masih berkonsentrasi untuk membuat
tentara itu melayang di udara. Yoongi bisa melihat getara tidak stabil karena
tangannya yang terluka. Maka Yoongi menggerakkan jarinya untuk membuat
bayangan hitam melingkupi asap merah dan meletakkan tentara itu di lantai.
Kau terluka, Daisy, kata Yoongi saat gadis itu menundukkan kepalanya
mendengarkan Yoongi dengan seksama. Keluarlah dan rawat lukamu.
Daisy membungkuk dengan satu tangan tertekuk ke dadanya. Ia lalu berjalan
keluar sepelan mungkin, tidak menyadari bahwa sepasang mata mengikuti
kemana langkahnya pergi. Yoongi tersenyum miring pada Jungkook, Jenderal
muda itu memalingkan wajah ke arah lain. Paling tidak, pangeran itu sekarang
sudah menemukan sesuatu untuk menutup mulut Jungkook.

Yoongi tidak bergeming, dia hanya tersenyum melihat komplotan para


pemberontak itu. Jimin ketakutan setengah mati, iya. Jungkook sudah bersiap
untuk melompat dan mematahkan leher mereka tapi Yoongi mencegahnya. Jimin
melirik sebentar pada Daisy, gadis itu tetap seperti biasa, tenang dan siaga.
Jimin bisa melihat dia sudah mengambil satu busurnya.
Ku peringatkan kalian untuk mundur, Pemberontak, kata Yoongi pelan namun
berbahaya. Tak perlu ada pertumpahan darah lagi disini.
Sayangnya kami tak akan mendengarkanmu lagi, Yoongi! Teriak salah satu
pemberontak. Kau bukan raja kami lagi!
Sorak sorai terdengar lagi, Jimin mencengkeram lengan Yoongi lebih erat. Tibatiba Daisy maju selangkah, tepat disamping Yoongi. Pangeran itu

menengadahkan dagunya congkak, siap untuk berperang. Katakan pada


pemimpin kalian, aku tak punya niat untuk melakukan apapun yang ia
tuduhkan.
Sudah terlambat, Yoongi, kata pemberontak yang tadi berteriak itu. Kau akan
mati.
Daisy memandang mereka penuh dengan emosi yang tidak bisa diartikan Jimin.
Yoongi, yang membuat Jimin terkejut, menoleh dan mengelus singkat pipi Daisy
dengan punggung jemarinya sambil berbisik.
Mereka membuatku muak, Sayang. Kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?
Daisy mengangguk khidmat, dan langsung menaruh anak panah pada busurnya,
Yoongi berkata sebelum ia berbalik sambil menggeret Jimin.
Kalian telah meminta kematian mendatangi kalian sendiri. Jangan meringik ke
kakiku, Pemberontak.
Saat Yoongi berbalik, komplotan itu meraung marah. Jimin menoleh takut-takut
antara Yoongi dan Daisy serta Jungkook yang ditinggalkan disana. Bisakah kedua
orang itu mengatasi komplotan yang banyak itu?
Kau tak usah khawatirkan Daisy, Jimin, kata Yoongi tergesar memasuki hutan,
teriakan komplotan itu masih terdengar. Dia akan baik-baik saja.
Bagaimana dengan Jungkook? desak Jimin, ia sedikit tidak suka karena Yoongi
hanya berpikir dia mengkhawatirkan Daisy. Maksudnya, lihat apa yang sudah dia
katakana pada Daisy di depannya. Di depannya! Seakan-akan Daisy-lah putrinya.
Namun ketika teriakan itu tidak terdengar lagi, bulu kuduk Jimin merinding.
Terdengar lagi suara Hoseok terngiang di telinganya. Yoongi memanggil Daisy
seperti itu ketika ia membutuhkan Daisy melakukan tugas berat. Membunuh
misalnya. Jimin menoleh ke belakang ketika ada suara langkah kaki mengikuti.
Jimin menarik nafas tajam dan Yoongi seperti tak mau repot-repot untuk menoleh
mengetahui siapa yang datang.
Daisy turun dari gendongan Jungkook sangat anggun dan gesit, namun terlihat
perlahan jadi hampir tidak menimbulkan gesekan di dedaunan yang ia injak.
Baru setelahnya mereka berdua mendekat, Jimin bisa melihat cipratan darah di
sekitar bibir Jungkook atau di gaun cantik Daisy. Yoongi memelankan langkahnya.
Siapa ketuanya? Tanya Yoongi pelan.
Wu Yi Fan, Tuanku. Daisy membalas dengan penuh sopan santun.
Yoongi berhenti tiba-tiba, masih menggenggam Jimin. Yoongi melihat ke
sekitarnya, lalu menoleh sebatas pundaknya, menggeram memerintahkan
Jungkook.
Jungkook, kata Yoongi, tangkap dia.
Jimin hanya memandang senyum Jungkook yang terlihat puas. Ia membungkuk
memberi hormat terakhir sebelum berbalik dan menghilang dalam degupan
jantung. Daisy memandang Yoongi penuh tanya, baru kali ini Jimin melihat
pandangan itu di mata Daisy.

Daisy, kata Yoongi kembali menoleh menatap ke depan. Ikutlah dengan kami.
Aku punya tugas untukmu.
Daisy tersenyum hormat dan mengangguk patuh.
Jimin melepaskan genggamannya di lengan Yoongi, membuat pangeran itu
terkejut dan membalikkan badan. Mendapati Jimin mendekati Daisy yang
menatapnya ingin tahu, kemudian Jimin bertanya dengan pelan.
Apa kau tidak apa-apa? tanya Jimin. Apa ada yang terluka?
Daisy menaikkan kedua alisnya terkejut sambil tersenyum tipis, ia melemparkan
pandangan pada Yoongi. Pangeran itu hanya mengangguk pelan. Daisy kembali
lagi pada Jimin yang menatapnya tak bergeming.
Saya tidak apa-apa, Tuan Jimin, kata Daisy. Jimin menganggu, lalu menggamit
lengan Daisy.
Ayo, lanjutkan perjalanan, Pangeran, kata Jimin berubah menjadi menyebalkan
saat melihat Yoongi. Pangeran itu hanya melihatnya dengan memutar matanya.

Daisy selalu menemani Hoseok dan Jimin berlatih. Kekuatan Jimin seperti nenek
moyang yang melahirkan kekuatan milik Daisy. Jimin memang iri karena milik
Daisy bisa mengeluarkan asap warna scarlet merah yang cantik, namun gadis itu
tersenyum manis. Manis sekali hingga Jimin mengerti kenapa Yoongi terkadang
memanggilnya Manis dan Cantik.
Kekuatan Anda lebih kuat, Tuan, kata Daisy. Gadis itu lalu merentangkan kelima
jarinya, membiarkan asap merah itu menari-nari di ruang kosong antara
jemarinya. Lambat laun, kekuatan diturunkan, banyak modifikasi yang
dilakukan. Milik saya hampir mirip tapi lebih lemah dari milik Pangeran. Setahu
saya, baru saya dan Pangeran dengan kekuatan mengedalikan yang punya
warna dan bentuk.
Jimin mengerutkan wajahnya. Punya Yoongi menyeramkan bukan? Milikmu lebih
punya warna dan sepertinya tidak berbahaya jika didekati. Kata Jimin mencoba
menyentuh-nyentuh asap merah itu. Daisy tertawa, seperti denting bel.
Bayangan Pangeran Yoongi sangat berbaya, ya, itu betul. Tapi bukankah itu
esensi dari setiap pemilik kekuatan? Milik mereka harus terlihat superior dan
mematikan, kata Daisy melihat asapnya dengan senyum. Jimin bergumam.
Meskipun aku tak suka dengan kalimat itu, tapi aku harus mengakuinya bahwa
itu benar.

Yoongi menyelipkan jemarinya ke rambut hitam milik Daisy. Yoongi berhenti


sebentar karena terlalu terkejut bagaimana lembutnya surai hitam itu, lebih
lembut dari Jimin. Yoongi tersenyum, dan melanjutkan gerakan lambatnya
mengelus kepala Daisy. Rasa bersalah merambat di dadanya, selama ini hanya
menyuruh Daisy kesana kemari setelah ia diangkat menjadi Pangeran. Tidak ada
waktu berdua hanya dengan Daisy seperti saat ia kecil dulu, namun ia senang
karena Daisy tidak pernah kehilangan senyumnya. Bahwa dia masih seperti
Daisy yang dulu.
Gadis itu tidak bernafas teratur, matanya mulai terbuka. Ia mengerang kecil lalu
terkejut ketika tahu siapa yang berada di atasnya dan mengelusnya lembut.
Oh! katanya serak dan pelan. Tuan!
Yoongi tersenyum. Shush, kau bisa membangunkan Jimin, Yoongi menunjuk
figure yang tertidur di seberang Daisy. Gadis itu menutup mulutnya pelan.
Lagipula, kembalilah tidur, Daisy. Hari masih gelap.
Daisy hanya tersenyum, lalu merebahkan kepalanya lagi namun tidak menutup
matanya. Merasakan bagaimana tangan Yoongi masih setia bermain di atas
kepalanya. Yoongi berharap Jungkook bisa seperti Daisy suatu hari nanti,
menuruti segala kata-katanya bahkan yang teremeh sekalipun.
Anda tidak tidur, Tuan? tanya Daisy. Tuan Jimin sangat kelelahan hari ini.
Daisy, tegur Yoongi. Bisa tidak kau tidak menghawatirkan orang lain sehari
saja? Diantara kita bertiga, kau yang kelelahan, gadis bodoh.
Daisy tertawa, malu.
Tidak ada yang bicara diantara mereka, hanya terdengar suara api merambati
potongan-potongan kayu yang menjadi satu-satunya cahaya mereka diantara
gelap malam. Bayangan Yoongi masih melayang-layang di udara, menjadi
pelindung.
Tuan? Yoongi berdehem. Maafkan saya, tapi saya ingin sekali bertanya dan
mungkin akan sangat bertentangan dengan perintah Anda tadi.
Daisy, aku tidak memberimu perintah. Aku meminta. Kata Yoongi, Daisy
terkekeh. Benar kata Jimin, suaranya masih seperti denting bel.
Tuan, apakah Jenderal Jeon sudah kembali?
Yoongi berhenti mengusap kepala Daisy dan gadis itu terkejut. Oh! Maafkan
saya, Tuan! Saya tidak akan bicara lagi.
Kali ini ganti Yoongi yang tertawa pelan. Aku masih tak akan merestuimu untuk
menikahi Jungkook.
Meskipun hanya diterpa cahaya api, Yoongi bisa melihat semburat merah muda.
Saya tidak
Mungkin kau tidak, Yoongi mendesah berat dan melihat ke langit malam. Tapi
anak kurang ajar itu suatu hari nanti akan menyatakan perasaannya dan disaat
itu lah aku akan mencekik lehernya dengan tanganku sendiri.
Daisy tidak mengatakan apapun, gadis itu hanya tersenyum.

Aku serius, Daisy.

Kau bisa minggir, Pak Tua. Aku tak punya tempat.


Yoongi tidak berhenti mengusap kepala Daisy. Sana, disamping Jimin masih ada
tempat, kau buta?
Anak itu hanya mendenguskan tawa, lihat? Yoongi benar-benar berharap
Jungkook sekali saja, sekali saja, mendengarkan kata-katanya. Dia tidur seperti
beruang pemeluk, jadi tidak. Sana. Pergi.
Yoongi mendongak, menatap Jenderal yang bertingka seperti anak-anak, berdiri
di salah satu dahan dengan satu alis terangkat. Yoongi hanya tersenyum.
Aku hanya akan memberimu tempat ini, kau tahu? kata Yoongi dan mengelus
kepala Daisy dengan lebih lembut sebelum menarik jemarinya, ia lalu berdiri dan
berjalan menuju Jimin saat Jungkook jatuh dengan lembut ke tanah. Tidak
selebihnya.
Tidak ada suara dari Jungkook. Ia hanya duduk bersandar di pohon tepat diatas
kepala Daisy, Yoongi merebahkan diri tepat dibelakang tubuh kecil Jimin.
Jungkook melihatnya dengan pandangan menghakimi, Yoongi hanya terkekeh
pelan.
Aku akan menutup mata, kata Yoongi memejamkan matanya. Dan berpurapura tidak mendengar apa pun yang akan kau lakukan. Hanya malam ini.
Jungkook mendenguskan tawa. Tapi ia melihat Daisy dengan tatapan merindu,
bagaimana bisa dia hanya berpisah beberapa jam namun perasaannya sangat
membuncah ketika melihat figur gadis yang tidur itu? Jungkook mencuri lirik
pada Yoongi, Pangeran itu tidur. Tidak memperdulikan bayangan Yoongi yang
biasa membisikkan apa pun yang terjadi di sekitar mereka kepada sang pemili,
Jungkook merendahkan kepalanya dan menyarangkan satu kecupan pelan di
kening Daisy sambil berbisik.
Sweet dream, sweetheart.

Semua orang menoleh ke tangga, tidak menyangka siapa yang turun dari
setengah tangga tersebut. Untuk orang-orang yang tidak pernah ke istana dan
tidak tahu siapakah Daisy itu, mereka akan menyangka bahwa Daisy lah yang
akan pendamping pangeran mereka. Gaunnya terlihat menawan namun juga
menyiratkan kegagahan tersendiri, seperti Daisy juga siap berperang. Gadis itu
begitu cantik dengan gaun warna merah dihiasi ornamen cantik warna abu-abu
di setiap pundaknya. Rantai-rantai kecil menyambungkan antara bagian lengan
dan dada membuatnya semakin mewah meskipun Daisy tidak memakai
perhiasan apapun di lehernya. Gaun warna merah darha itu mengingatkan Jimin
akan seseorang.
Tunggu, bisiknya pada Yoongi. Bukankah itu

Gaun yang kau lihat di kamar Jungkook? Ya, kata Yoongi menunjuk Jungkook
yang bergerak perlahan ke arah tangga, tak meninggalkan pandangannya pada
Daisy, lihat siapa pangeran yang menjemputnya di bawah tangga.

Jimin tersenyum senang lalu kembali memperhatikan Daisy, gadis itu tampak
sedikit gugup dan tidak menanggalkan senyumnya. Cincin biru yang tersemat di
jemari Daisy (karena dia gadis itu gugup, ia tak bisa berhenti menyentuhnya)
juga menarik perhatian Jimin.
Cincin itu, kata Jimin pelan dan terdengar biasa, apa kau senang aku
memberikannya pada Daisy?
Yoongi tak menatap Jimin saat ia menjawab, itu keputusanmu, Sayang. Ibu juga
pasti akan senang cincinnya berada di anak gadis yang ia percaya sepanjang
hayatnya.
Jimin memperhatikan Jungkook, yang berdiri tepat di bawah tangga. Pemuda itu
terlihat superior, apalagi dengan seragam tentaranya. Melihat seseorang dengan
pangkat tertinggi, menunggu gadis cantik turun dari tangga membuat Jimin
sedikit iri. Namun ia lalu sadar lengan siapa yang tengah merengkuhnya malam
ini, Jimin tidak punya alasan sedikit pun untuk iri pada Daisy.
Sesampainya Daisy di anak tangga paling akhir, Daisy tersenyum dan menekuk
kakinya sopan memberi salam pada sang Jenderal. Meskipun Daisy sudah berdiri
di satu anak tangga, tinggi Jungkook masih melampauinya sedikit. Selamat
malam, Jenderal Jeon.
Jungkook tersenyum, menaruh satu tangan menyilang di dada dan membungkuk
singkat. Selamat malam, Tuan Putri.
Daisy terkekeh, menaruh tangannya diatas Jungkook yang sudah memintanya.
Anda tidak perlu memanggil saya seperti itu, Jenderal Jeon.
Jungkook tersenyum, dengan bangga, saat ia menaruh tangan Daisy di lekukan
sikunya dan berjalan ke tengah ruangan. Kau juga tak perlu memanggilku
seperti itu, bagaimana, jika hanya malam ini, aku akan memanggilmu Tuan Putri,
dan kau memanggilku dengan hanya namaku, Jungkook menoleh pada Daisy
sambil tersenyum.
Daisy tidak menjawab, hanya turut juga menyunggingkan senyum dan terbersit
warna merah muda di kedua pipinya.

Kejadiannya sangat cepat hingga Jimin merasa dunianya berputar.


Ia sudah yakin bahwa semua orang sudah keluar dari Hall dan para pemberontak
sudah tidak sadarkan diri. Ia tak sadar ketika masih ada seseorang yang bangun
dan akan menghujamkan tombak beracun pada Jin. Ketika orang itu tinggal
menancapkan saja tombaknya, Jimin tahu dia sudah terlambat.
Namun keterkejutannya, sama seperti yang digambarkan di wajah rupawan
orang tua Taehyung itu. Bukannya Jin yang jatuh bersimbah darah ketika tombak

itu dicabut kasar oleh si penghujam, tapi seorang gadis, dengan gaun merah dan
ornamen perak di setiap pundaknya. Gadis bercincin biru yang membuat Yoongi
berteriak marah lalu menghujamkan bayangannya ke tubuh si penyerang dan
Jungkook mencopot kepala dari badannya.
Ketika penyerang itu ambruk, tubuh Daisy juga jatuh ke lantai yang dingin
sebelum Jungkook bisa menangkapnya. Jungkook jatuh berlutut, menangkup
kepala Daisy ke dadanya, mencoba menekan lubang bekas tombak dengan
tangannya yang sudah berlumuran darah. Jimin terpaku, terlalu terkejut dengan
kejadian barusan sebelum ia bisa meraih Taehyung untuk meremas tangannya.
Jantungnya berdegup kencang, Daisy tergeltak lemah di pelukan Jungkook.
Hoseok tidak tinggal diam, ia berusaha dengan sihirnya mencegah perdarahan
lebih lanjut dan serigala Namjoon berlari ke luar Hall mencari pertolongan. Jin
mengusir tangan Jungkook dari luka menganga itu dan menekannya lebih akurat
dan kuat, bayangan Yoongi juga ikut membantu Jin namun darah masih terus
keluar.
Kenapa masih ada darah yang keluar?! geram Jungkook, Jin menggelengkan
kepalanya dan tidak memperdulikan air matanya yang menetes.
Racun. Katanya singkat. Jungkook merangkul kepala Daisy lebih dekat hingga
ia dapat menciumi kening gadis itu.
Bertahanlah, kumohon Daisy, bertahanlah.
Daisy masih mengerjapkan matanya lemah, ia tersenyum. Daisy selalu cantik
saat tersenyum, tangannya yang lunglah ia paksakan untuk mengelus wajah
Jungkook.
Anda terlihat tampan malam ini, Jenderal Jeon, katanya lemah. Maaf saya tak
sempat mengatakannya. Saya tak sempat mengatakan banyak hal.
Kau akan punya waktu, kau akan punya waktu, oh Daisyku. Jungkook
menangis, seorang Jenderal berhati baja itu menangis. Jimin meneteskan air
matanya.
Kau masih belum menjawab pertanyaanku, menikahlah denganku, Daisy. Kata
Jungkook di sela-sela tangisnya. Aku mencintaimu. Aku selalu mencintaimu.
Daisy tidak mengatakan apapun, darahnya mengalir sangat deras hingga
mungkin bisa menutupi lantai disekitarnya. Jimin merasa seseorang menarik
dirinya dan ia tahu Yoongi mencoba menutupi penglihatannya dengan memeluk
Jimin ke dadanya. Meskipun tak melihat secara visual, suara menyedihkan
Jungkook tidak membuat air matanya berhenti. Bagaimana jika ia yang berada di
posisi Jungkook? Bagaimana jika ia yang tergeletak tak bernyawa seperti Daisy
sekarang saat Jungkook memanggil nama gadis berulang kali dan tidak ada yang
terjadi?
Suara Yoongi menyebut nama Jungkook dengan terkejut menjadi perhatian Jimin
selanjutnya, ia mendongak menatap pangeran yang masih terpaku pada
kejadian di hadapannya. Jimin lalu menoleh dan melihat Jungkook tengah
menggigit pergelangan tangan Daisy, Jin sudah tidak lagi menutup luka Daisy,
Taehyung memeluknya sekarang.
Setelah meninggalkan tiga gigitan di lengan kanan, Jungkook juga melakukan hal
yang sama di lengan kiri Daisy. Tidak ada ekspresi lain selain sakit dan ketakutan

tersirat di wajah rupawan Jungkook, ia terus mengiggit, merebahkan kepala


Daisy di lantai dan merobek gaun Daisy di bagian paha, lalu menggigit disana.
Terakhir, Jungkook merobek tepat di atas dada kiri Daisy dan menggigitnya lama.
Y-Yoongi, kata Jimin, perasaan di dalam dadanya berkecamuk. Apa yang
sedang Jungkook lakukan? Apa dia mau menghisap semua darah di tubuh Daisy?
Jungkook tengah menyebarkan racunnya, Yoongi mendesah dan melepaskan
lengannya dari tubuh JImin yang mana membuat pemuda mungil itu sedikit
kecewa. Racun vampire dipercaya dapat menyembuhkan
Tapi sudah terlambat, Jungkook, kata Hoseok, berlutut satu kaki, tidak peduli
darah Daisy mengotori celana. Sudah terlambat.
Baru kali ini, setelah sekian lama saat Jimin dan Taehyung terjatuh dari lubang di
langit Netherlands, Jungkook meraung sedih. Bersumpah akan membunuh siapa
pun yang memimpin pemberontakan. Bersumpah membalaskan dendam
gadisnya yang bersimbah darah.

Jimin tak pernah melihat Daisy di balut dengan gaun bewarna putih. Gadis itu
suka warna warna cerah dan tenang, sama seperti kepribadiannya.
Menyenangkan, tapi menenangkan. Seperti kembang api yang indah, tapi tanpa
suara yang memekakkan. Laut yang bergelombang nyaman, tapi tidak dengan
badainya. Jimin duduk di bangku kedua di seberang Jungkook yang masih setia
untuk memandang Daisy berbaring di atas meja pualam yang indah itu.
Daisy seperti hanya tertidur, dan Jimin berharap ia akan cepat bangun.
Jimin akhirnya memantapkan pikirannya, ia berdiri dan berjalan menuju meja
pualam itu, akan meletakkan buket bunga yang Jimin tahu Daisy akan
menyukainya. Jimin akan meletakkan bunga itu dibawah kedua tangan Daisy
yang telripat rapi di perutnya, sebelum keanehan terjadi.
Kulit wajah Daisy yang pucat itu lambat laun menunjukkan warnanya. Jimin
mengerutkan kening dan menoleh ke arah Jungkook yang juga melihat keanehan
tersebut. Jimin memekik dan mundur beberapa langkah ketika Jungkook justru
melakukan hal yang sebaliknya ketika jemari Daisy bergerak lemah dan akhirnya
benar-benar bergerak sebagaimana mestinya.
Daisy? panggil Jungkook. Jimin berbalik dan berjalan cepat keluar dari Hall
ketika mata gadis itu terbuka.

Daisy duduk berlutut di bawah kedua ujung tombak yang di arahkan prajurit.
Jungkook tahu ini hanya formalitas biasa tapi dia tidak bisa melepaskan
pandangan dari kedua prajurit tersebut tersebut, jika mereka tidak sengaja
menggoreskan tombak itu ke kulit Daisy, Jungkook akan mengoyak leher mereka.

Siapa namamu? tanya Yoongi, tak bisa membendung kebahagiaan di wajahnya


namun tetap berwibawa.
Daisy, Yang Mulia. Jimin lega mendengar suara dan bahasanya, ini Daisy yang
ia tahu.
Siapakah engkau dan kenapa kau bisa berada di istana ini?
Daisy, masih dengan kepatuhan yang tinggi, hanya menunduk dan memandang
karpet merah di bawahnya. Saya Daisy, seorang pengendali kekuatan, berada
di tempat saya terbangun setelah semalam di pesta dansa perayaan pernikahan
Yang Mulia terjadi keributan dengan para pemberontak. Seseorang menancapkan
tombak ke dada saya dan membuat saya jatuh tidak sadarkan diri.
Apa yang membuatmu bangkit dari kematian?
Daisty mengangkat kepalanya, lalu menoleh ke arah Jungkook yang tersenyum
padanya. Racun Jeneral Jeon menyelamatkan saya, Yang Mulia.
Yoongi tidak melanjutkan sisa pertanyaannya, ia turun dari singgasananya dan
menyuruh kedua prajurit itu untuk menyingkir sebelum memeluk Daisy yang
masih duduk di lantai.
Ini kau Daisy, ini kau. Yoongi memeluk Daisy lebih erat.

Sebelum Yifan bergerak lebih, Daisy sudah berada di depannya, dengan pedang
teracung berbahaya ke leher Tetua tersebut. Matanya berkelit tak senang, penuh
dengan amarah dan kebencian. Yifan hanya menarik satu sudut bibirnya ke atas.
Gadis yang kembali dari kematian, kata Yifan. Begitu mereka menyebutmu
sekarang.
Daisy menaikkan pedangnya lebih dekat dan Yifan tidak bergeming.
Daisy, minggir. Kata Yoongi mengerti akan kemarahan gadis itu. Tapi gadis itu
tidak bergerak, sama sekali.
Menyingkirlah, Cantik. Kali ini Yoongi berusaha untuk menyingkirkan Daisy. Jadi
dengan hembusan nafas berat, Yoongi dengan suaranya yang berbahaya.
Hwang Saeng Gang, Jimin menoleh pada Yoongi, pandangan pemuda itu mulai
tidak menyenangkan pada Daisy. Pergi dari sini.
Jimin mengerti kenapa Yoongi begitu marah, tidak biasanya Daisy tidak
mendengarkan Yoongi. Daisy selalu mendengarkan Yoongi dan menuruti
perintahnya hanya dengan sekali kata. Namun hingga Yoongi sampai perlu
menyebutkan nama asli gadis itu tentu saja, Yoongi pasti sangat jengkel.
Daisy mengangkat pedang dari arah Yifan dengan sangat anggun, gadis itu lalu
membalikkan badan dan menghadap Yoongi. Wajahnya terlihat sangat terganggu
dan marah, saat ia membungkuk dalam dan berjalan pergi.

Daisy? Apa yang kau lakukan disini?


Gadis itu menoleh, mendapati Hoseok yang menatapnya ingin tahu. Saat
Warlock itu mendekat, Daisy membungkuk memberi salam.
Eh Saya belum pernah berjalan-jalan ke bagian ini, kata Daisy agak bingung
dan menatap dinding-dinding batu di sekitarnya. Jadi saya hanya berjalanjalan.
Hoseok memandang Daisy dengan satu alis terangkat. Kau tidak biasanya raguragu dengan ucapanmu, Daisy?
Daisy menghembuskan nafas, takut akan melakukan kesalahan. Jadi ia akhirnya
berkata jujur. Tuan Hoseok, maukah Anda merahasiakan apa yang saya akan
katakan pada Anda ini?
Hoseok mengangkat pundaknya. Kalau kurasa apa yang kau katakan adalah
sesuatu hal yang seharusnya tidak kau simpan, Daisy
Saya mohon, Tuan! kata Daisy putus asa. Saya juga tidak tahu apakah yang
saya lihat ini adalah kenyataan atau tidak.
Apa yang kau lihat Daisy?
Saat saya tidak sadarkan diri, saya mendapat mimpi, Daisy berpikir sebentar,
atau penglihatan.
Ceritakan, Daisy.
Saya berjalan di sebuah lorong, di istana ini. Saya yakin bahwa itu adalah suatu
tempat di istana ini karena ada lukisan Yang Mulia Raja, Ayah dari Pangeran,
tergantung di Throne Hall. Saya berjalan menjauh, dan menjauh, melihat lukisan
Yang Mulia Ratu, dan petak bunga merah disekitarnya. Itu lalu menuntun saya
menuju ke lorong bawah tanah ini. Daisy melihat sekitarnya bingung. Hanya
saja, ini satu-satunya lorong. Saya ingat betul, lima langkah setelah masuk, saya
berbelok ke kanan, dan saya melihat ruangan penuh harta dan perkamen.
Perkamen?
Tuan, kata Daisy mengerutkan kening pada Hoseok yang juga memperhatikan
sekitar. Saya takut, bahwa itulah yang dicari oleh para pemberontak. Saya
melihat salah satu isi perkamen itu, peta harta di salah satu bagian di pulau ini.
Tuan! Bagaimana jika para pemberontak menyakiti Pangeran, mengira Pangeran
tahu dimana keberadaan harta itu?

You might also like