You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik
(Hawari, Dadang. 2001).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada
panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar / terbangun,
dasarnya fungsional psikotik maupun histerik (Maramis, 2004).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
perubahan dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekati (baik yang
dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang
berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsangan tertentu
(Toesend, 1998).
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal
serta tanpa melibatkan sumber dari luar meliputi semua sistem panca
indera.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan
c.
d.
e.
f.
g.

merasa sesuatu yang tidak nyata.


Menggerakan bibir tanpa suara
Pergerakan mata cepat
Respon vebal lambat
Menarik diri dari orang lain
Berusaaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan

h.
i.
j.

dengan orang lain


Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
sikat gigi, memakai pakaian dan berias dengan rapi
1

k.

Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri sulit membuat keputusan


ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah

tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal dan banyak keringat
l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh
Nasution (2003), seseorang yang, mengalami halusinasi biasanya
memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu :
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata abnormal
d. Resp[on verbal yang lambat
e. Diam
f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang menyakitkan
g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya,
h.
i.
j.

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah


Penyempitan kemampuan konsentrasi
Dipenuhi dengan pengalaman sensori
Mengkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halisinasi

k.

dengan realitas
Lebih cenderung

l.
m.
n.
o.
p.
q.

halusinasinya dari pada menolaknya.


Menarik diri atau katatonik
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
Tremor
Perilaku menyerang teror atau panik
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
Kegiatan fisik yang mereflesikan isi halusinasi seperti amuk atau

r.
s.

agitasi
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

mengikuti

petunjuk

yang

diberikan

oleh

3. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:
a. Halusinasi pendengaran
Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya
dengan stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang
berada disekitar klien tidak mendengar suara / bunyi yang didengar
b.

klien.
Halusinasi penglihatan
2

Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya
stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
c.

kompleks.
Halusinasi penciuman
Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang muncul dari sumber

d.

tertentu tanpa stimulus yang nyata.


Halusinasi pengecapan
Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya

e.

merasakan rasa yang tidak enak.


Halusinasi perabaan
Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang

f.

nyata.
Cenestetik
Merasakan funisi tubuh seperti aliran darah dari vena dan arteri,

g.
h.

i.

pencernaan makan atau pembentukan urine.


Kinistetik
Merasakan gerakan sementara berdiri tegak.
Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia
dengan waham kebesaran terutama menjadi organ-organ.
Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu pada tubuhnya.

4. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Jika kecemasan
datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
b.

namun intensitas persepsi meningkat.


Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
3

sumber yang dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tanda-tanda sistem


saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital.
Asyik dengan pengalaman sensori danb kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu
berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya
dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi
c.

datang dari orang lain atau tempat lain.


Fase III
Klien menghentikan perlawanan

terhadap

halusinasi

dan

menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan


dengan orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien
menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya.
Kadang halusinasi tersebut memberi kesenangan dan rasa aman
sementara.
d.

Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat
membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan
selamanya.

5. Level Of Intensity Of Halusinations (Stuart & Sundeen, 1998)


Level
I : comporting
Cemas sedang
Halusinasi

Characteristic
Observable Patien behaviora
Non psikotik
Tersenyum / tertawa sendiri,
Merasa
cemas,
bicara tanpa suara, pergerakan
4

merupakan

kesepian,

bersedih, mata cepat, bicara pelan, diam

kesenangan

sehingga

mencoba dan asyik sendiri.

berfikir hal-hal yang


menyenangkan
Halusinasi masih dapat
II : comdemning
Cemas berat
Halusinasi menjadi
repulsif

dikontrol
Non psikotik
Pengalaman

aktivitas

saraf

otonom : peningkatan TTV


menakutkan, Perhatian terhadap lingkungan

menjadi
klien

Peningkatan
sensori

merasa

hilang menyempit dan tidak dapat

dan

merasa membedakan halusinasi dengan

kontrol

dilecehkan
pengalaman

oleh realita
sensori

tersebut serta menarik


diri dari orang lain.
III : controlling
Psikotik
Mengikuti
perintah
Cemas berat
Klien
menyerah
halusinasinya
Halusinasi
tidak
terhadap halusinasinya Sulit berhubungan dengan
dapat ditolak
Halusinasi
menjadi
orang lain
lebih mengancam dan Perhatian terhadap lingkungan
klien

IV : conquering
Panik
Klien dikuasai oleh
halusinasi

merasa hanya beberapa detik / menit


Gejala fisik cemas berat seperti
kehilangan
jika
berkeringat, tremor, tidak dapat
halusinasinya berakhir
mengikuti perintah.
Psikotik
Perilaku panik
Pengalaman
sensori Resti mencederai diri sendiri /
menjadi

menakutkan orang lain


Aktivitas menggambarkan isi
dan mengancam jika
halusinasi seperti perilaku
klien tidak mengikuti
kekerasan, gelisah, isolasi
perintahnya
Halusinasi
dapat sosial, atau katatonia
bertahan berjam-jam /
berhari-hari jika tidak
segera di intervensi
5

B. Rentang Respon (Stuart dan Lardia, 2001)


Respon

Respon

Adaptif
Maladaptif

Pikiran Logis
Pikiran
kadang
Persepsi akurat
menyimpang
Emosi
konsisten Ilusi
emosional
dengan pengalaman Reaksi
Perilaku sesuai
berlenihan
atau
Hubungan sosial
kurang
Perilaku ganjil atau

Kelainan

pikiran

delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan
untuk

mengalami

emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial

tak lazim
Menarik diri
Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren
Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indera
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada didalam maupun diluar dirinya
Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu manifestasi perasaan yang
konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan
biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku
Hubungan sosial harmonis : hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dalam bentuk kerjasama
Proses pikir kadang terganggu (ilusi) : manifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik
pada area tertentu di otak, kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian
yang telah dialami sebelumnya.
Emosi belebihan atau kurang : manifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang
6

Perilaku tidak sesuai atau biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku
Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku
Menarik diri : percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain
Halusinasi merupakan respon persepsi yang paling maladaptif. Jika
klien

sehat,

persepsinya

akurat

mampu

mengidentifikasi

dan

menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui


panca indera, sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tidak ada.
C. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas otak dapat menyebabkan respon neuro biologik yang
maladptif, misal adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbik yang
paling berhubungan dengan munculnya perilaku psikotik. Perubahanperubahan kimia di otak juga dapat dikaitkan dengan skizoprenia seperti
kelebihan neurotransmiter dopamin, ketidakseimbangan dopamin dengan
neurotransmiter lain dan masalah pada reseptor.
2. Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun skizoprenia diyakini sebagai penyakit yang
dapat disebabkan oleh keluarga dan sebagian oleh karakter individu itu
sendiri. Ibu yang selalu cemas, over protektif, dingin dan tidak
berperasaan ayah yang tidak dekat dengan anaknya atau terlalu
memanjakan, konflik pernikahan juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Skizoprenia juga dipandang sebagai kaegagalan membangun tahap
awal perkembangan psikososial. Skizoprenia dipandang sebagsi contoh
paling berat dari ketidakmampuan mengatasi stress. Gangguan identitas,
ketidakmampuan untuk mengontrol insting-insting dasar diduga sebagai
teori kunci dari skizoprenia.
3. Sosial budaya

Beberapa ahli menyimpulkan bahwa kemiskinan, ketidakmampuan


sosial budaya dapat menyebabkan skizoprenia. Ilmuan lain menyatakan
bahwa skizoprenia di sebabkan terisolasi dikota atau segera tempat
tinggalnya. Walaupun stress yang terakumulasi berhubungan dengan faktor
lingungan berkontribusi untuk munculnya skizoprenia dan untuk
kekambuhannya,

penemuan

neurobiologis

mengembangkan

proses

terjadinya gangguan psikotik ini.


D. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan
dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif
misalnya lingkungan yang penuh kritik (rasa bermusuhan), kehilangan
kemandirian dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kerusakan dalam
hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.
Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang
terhadapa terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.
E. Mekanisme koping (Stuart dan Sundeen, 1998)
1. Regresi : merupakan upaya klien untuk menanggulangi ansietas
2. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
mengalihkan tangguang jawab
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
F. Proses terjadinya masalah
Klien yang mengalkami halusinasi dapoat kehilangan kontrol dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase keempat, dimana klien
mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Masalah
yang mnenyebabkan halusinasi adalah harga diri rendah dan isolasi sosial
akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi
menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
G. Masalah keperawatan dan data fokus pengkajian
1. Perilaku kekerasan : resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
2. Halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
8

Data Fokus Pengkajian


No
1

Masalah

Data mayor

Data minor

keperawatan
Resiko perilaku Ds:
Ds :
Klien mengatakan marah Mengatakan ada yang
kekerasan
dan jengkel kepada orang
mengejek

Mendengar suara yang


lain, ingin membunuh, ingin
membakar tau mengacakngacak

lingkungannya,

mengancam,

mengumpat

dan berbicara keras dan


kasar
Do:
Agitasi
Meninju
Membanting
Melempar
Ada tanda / jejas
Perilaku kekerasan pada
anggota tubuh
9

menjengkelkan
Merasa
orang

lain

mengancam dirinya
Do :
Menjauh dari orang lain
Katatonia
Mendengar suara-suara
Merasa
orang
lain
mengancam

Halusinasi

Ds:
Klien

Ds:
mengatakan Klien mengatakan kesal dan

mendengar suara bisikan / klien


melihat bayangan
Do:
Bicara sendiri
Tertawa sendiri
Marah tanpa sebab
3

Isolasi

sosial

menarik diri

: Ds:
Klien

mengatakan

juga

mengatakan

senang mendengar suarasuara


Do:
Menyendiri
Melamun
Ds:
malas Curiga dengan orang lain,

berinteraksi dengan orang mendengar suara / melihat


lain, juga mengatakan orang bayangan,

merasa

tidak

lain tidak mau menerima berguna


Do:
dirinya, merasa orang lain
Mematung
tidak selevel
Mondar-mandir
tanpa
Do:
arah
Menyendiri
Tidak
berinisiatif
Mengurung diri
Tidak mau bercakapberhubungan
dengan
cakap dengan orang lain

10

orang lain

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa
Keperawatan
Halusinasi

Tujuan
Pasien mampu :
Mengenali

Perencanaan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Setelah ....x pertemuan, Sp 1
pasien
pasien
dapat Bantu

mengenal didalamnya saat ini, jadi perawat


halusinasi (isi, waktu, frekuensi, membantu pasien mengenalkan
situasi pencetus, perasaan saat tentang apa yang sedang ia alami

halusinasi

yang menyebutkan :
Isi, waktu frekuensi,
dialaminya
Mengontrol
situasi
pencetus,
halusinasinya
Mengikuti

perasaan
Mampu

program

memperagakan cara

pengobatan

dalam

Rasional
Pasien tidak mengetahui apa yang

mengontrol

terjadi halusinasi)
Latih mengontrol

halusinasi

sehingga pasien mengerti dengan

keadaannya. Cara yang diajarkan


dengan cara menghardik :
Jelaskan cara menghardik perawat ialah dengan menghardik
suara-suara itu cepat hilang.
halusinasi
Peragakan cara menghardik
Minta pasien memperagakan

halusinasi

ulang
Pantau cara penerapan cara
ini,

beri

pengetahuan

perilaku pasien
Masukan dalam jadwal kegiatan

pasien
Setelah ...x pertemuan, Sp 2
Klien mampu memperlihatkan
Evaluasi kegiatan yang lalu perkembangannya dengan cara
pasien mampu :

11

Menyebutkan
kegiatan yang sudah

dilakukan
Memperagakan cara
bercakap-cakap

(Sp1)
Latih
dengan

berbicara
orang

latih berbicara dengan orang lain


bercakap sehingga
menghilangkan
lain
saat halusinasinya
dan untuk

halusinasi muncul
pendokumentasian
Masukan dalam jadwal kegiatan

pasien
dengan orang lain
Setelah ...x pertemuan, Sp 3
Kegiatan
yang
lalu
dapat
Evaluasi kegiatan yang lalu memperlihatkan
pasien mampu :
perkembangan
Menyebutkan
(Sp1 dan Sp 2)
pasien, memaksimalkan aktivitas

Latih
kegiatan
agar
halusinasi
kegiatan yang sudah
dapat
meringankan
gejala
tidak
muncul
dilakukan
halusinasi dan membantu pasien
Membuat
jadwal Tahapannya :
Jelaskan
aktivitas
yang agar tidak terjadi halusinasi yang
kegiatan sehari-hari
teratur
untuk
mengatasi berkelanjutan
dan
mampu
halusinasi
memperagakannya
Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
Latih pasien menentukan
aktivitas
Susun
jadwal
sehari-hari

12

sesuai

aktivitas
dengan

aktivitas yang telah dilatih


(dari bangun sampai tisur
malam)
Pantau pelaksanaan

jadal

kegiatan,

berikan

penguat

terhadap

perilaku

pasien

yang positif
Setelah ...x pertemuan, Sp 4
Kegiatan
yang
lalu
dapat
Evaluasi kegiatan yang lalu memperlihatkan
pasien mampu :
perkembangan
Menyebutkan
(Sp1 dan Sp 2 dan Sp 3)
pasien.
Mengkaji
tingkat

Tanyakan
program
pengobatan
kegiatan yang sudah
Jelaskan
pentingnya kesadaran pasien , mendorong
dilakukan
penggunaan obat pada gangguan agar pasien mau minum obat yang
Menyebutkan
telah diresepkan dan menjelaskan
jiwa
manfaat
dari
Jelaskan akibat bila tidak sesuatu akan membuat pasien
program pengobatan
lebih percaya tebuka, mendorong
digunakan sebagai program
Jelaskan akibat bila putus obat
paisen mampu meminum obat
Jelaskan cara mendapatkan
dan
menjalankan
peratawan
obat / berobat
sehari-hari,
pasien
mampu
Latih pasien minum obat
Masukan dlam jadwal harian meminum obat sendiri tanpa
pasien

13

ditemani

perawat

dan

untuk

Keluarga mampu:
Setelah ...x pertemuan Sp1
Merawat
pasien
keluarga
mampu Identifikasi maslah keluarga
dirumah dan menjadi
dalam merawat pasien
menjelaskan
tentang
Jelskan tentang halusinasi:
sistem
pendukung
halusinasi
Pengertian halusinasi
yang efektif untuk
Jenis halusinasi yang dialami
pasien

pendokumentasian
Mengkaji maslah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien
halusinasi,

dapat

memberikan

pemahaman pada keluarga tentang


halusinasi

sehingga

keluarga

pasien
mampu menghadapi pasien saat
Tanda dan gejala halusinasi
terjadi halusinasi
Cara
merawat
pasien
halusinasi
berkomunikasi,

(cara
pemberian

obat & pemberian aktivitas

kepada pasien)
Sumber-sumber

kesehatan yang bisa dijangkau


Bermain peran cara merawat
Rencana tidak lanjut keluarga,

pelayanan

jadwal keluarga untuk merawat


pasien
Setelah ...x pertemuan Sp 2
Mengkaji kemampuan keluarga
keluarga
mampu Evaluasi kemampuan keluarga dalam merawat pasien, latihan

14

menyelesaikan kegiatan

yang sudah dilakukan,

memperagakan
cara

(Sp1)
akan
membiasakan
diri
Latih keluarga merawat pasien
meningkatkan
kemampuan
RTL keluarga / jadwal keluarga
keluarga dalam merawat pasien
untuk merawat pasien

merawat pasien
Setelah ...x pertemuan Sp 3
Meningkatkan
kemampuan

Evaluasi
kemampuan
keluarga
keluarga
mampu
keluarga merawat pasien secara
(Sp 2)
menyebutkan kegiatan
mandiri
Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan, RTL keluarga / jadwal keluarga
memperagakan
cara
untuk merawat pasien
merawat pasien serta
mampu membuat RTL
Sp 4
Evaluasi kemampuan keluarga
Evaluasi kemampuan pasien
RTL keluarga :
Follow up
rujukan

15

Mengkaji sejauh mana kemajuan


kemampuan keluarga dan pasien
dalam mengatasi halusinasi

Daftar Pustaka
Maramis, W.E. 2004. Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya : Airlangga
Stuart dan Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna, 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Towsend, M.C, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri
Edisi 3, Jakarta : EGC
Hawari, Dadang, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Skizoprenia, Jakarta : FKUI
Stuart dan Landia. 2001. Principle and Practicew Of Psychiatric Nursing Edisi 6. St.
Louis Mosby Year Book
Hamid, Achir Yani, 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1. Keperawatan
Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Depkes RI

16

You might also like