You are on page 1of 7

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI ASAM FOSFAT PADA PROSES

PERENDAMAN TULANG SAPI TERHADAP RENDEMEN,


KADAR ABU DAN VISKOSITAS GELATIN
[The Effect of Various Ortho Phosphoric Acid Concentration in Bovine Bone Soaking
Process on the Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin]
H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi asam fosfat pada
perendaman tulang sapi terhadap kualitas gelatin (rendemen, kadar abu dan viskositas). Perlakuan yang
diterapkan adalah perendaman tulang sapi dengan konsentrasi (1,25%; 2,5%; 3,75%; 5% H3PO4) selama 48
jam. Perlakuan yang diterapkan sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan
5 ulangan. Variabel yang diamati adalah rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin. Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,05) antara perendaman berbagai konsentrasi H3PO4 pada
rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin. Rerata rendemen gelatin terendah dicapai pada T 1 (6,97%)
dan tertinggi pada T4 (7,90%), rerata kadar abu gelatin terendah dicapai pada T1 (0,34%) dan tertinggi pada
T3 (0,82%), sedangkan rerata viskositas gelatin terendah dicapai pada T1 (17,23 mPoise) dan tertinggi pada
T3 (21,20 mPoise).
Kata kunci : gelatin, asam fosfat, kualitas gelatin
ABSTRACT
The experiment was conducted to study the effect of various ortho phosphoric acid concentration
in bovine bone soaking process on the quality grade of gelatin (yield, ash content and viscosity). The
treatment was the soaking of bovine bone in the various concentration of H3PO4 [1,25% (T1); 2,5% (T2);
3,75%(T3); and 5%(T4)] for 48 hours. The applied treatments were proper to a completely randomized
design with 4 treatments and 5 replications. Observed variables were yield, ash content and viscosity of
gelatin. The results showed that there were significant effect (P<0.05) between various ortho phosphoric
acid concentration on the yield, ash content and viscosity of gelatin. The lowest yield was obtained at T1
(6,97%) and the highest was at T4 (7.90%). The lowest ash content was obtained at T1 (0.34%) and the
highest was at T3 (0.82%). The lowest viscosity was obtained at T1 (17.23 mPoise) and the highest at T3
(21.20 mPoise).
Keywords : gelatin, ortho phosphoric acid, gelatin quality
PENDAHULUAN
Populasi sapi potong di Indonesia
berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2003) pada
tahun 2002 sebesar 1.044.363.000 ekor, sedangkan
jumlah sapi yang dipotong mencapai jumlah
1.216.637 ekor. Menurut Ockerman dan Hansen
(2000) rata-rata persentase tulang adalah sekitar

15% dari karkas bersih. Berat rata-rata karkas sapi


bersih antara 160 190 kg, dengan demikian pada
tahun 2002 untuk jumlah 1.216.637 ekor sapi yang
dipotong akan tersedia sekitar 34,7 ribu ton. Jumlah
tulang yang besar apabila dimanfaatkan sebagai
bahan baku dalam pembuatan gelatin, dengan
asumsi rendemen sebesar 20% (Hinterwaldner,
1977) maka akan didapatkan gelatin sebesar 6,94

The Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin from Bovine Bone [Yuniarifin et al.]

55

ribu ton. Potensi besar tersebut akan


menguntungkan apabila kita dapat mengolah
tulang menjadi gelatin untuk konsumsi industri
dalam negeri maupun ekspor.
Manfaat gelatin yang sangat luas
diantaranya pada industri pangan yaitu : permen,
coklat, yogurt, es krim, minuman dan produk
daging. Diluar industri pangan gelatin juga
digunakan antara lain pada produk kosmetik,
kapsul, bahan perekat (lem), pelapis kertas dan
pembuatan film untuk fotografi. Sampai saat ini
gelatin merupakan bahan impor bagi Indonesia
yang berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika
dengan jumlah 2000-3000 ton pertahun dengan
nilai 7-10 juta US$ (Saleh et al., 2002).
Penelitian mengenai metode terbaik dalam
proses pembuatan gelatin perlu dilakukan sehingga
dapat menghasilkan gelatin dengan kualitas yang
baik dan tingkat efisiensi tinggi. Penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya mengenai pembuatan
gelatin menggunakan variabel berbagai
konsentrasi asam klorida (HCl) pada perendaman
tulang sapi telah menyimpulkan bahwa metode
terbaik adalah konsentrasi sebesar 5% HCl dengan
hasil rendemen sebesar 8,32%. Adanya sifat volatil
dari HCl yang cukup tinggi, HCl yang merupakan
asam yang kuat dan harga yang relatif lebih mahal
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai penggantian zat asam yang digunakan
dalam perendaman. Asam fosfat (H3PO4) dipilih
sebagai pengganti HCl karena asam fosfat tidak
memiliki sifat volatil dibandingkan dengan HCl
sehingga diharapkan dapat mengurangi bahaya
penggunan HCl pada proses perendaman. Selain
itu asam fosfat (H3PO 4) juga lebih murah
dibandingkan dengan HCl sehingga dapat
meningkatkan efisiensi biaya produksi gelatin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh berbagai konsentrasi asam fosfat pada
perendaman tulang sapi terhadap rendemen, kadar
abu dan viskositas dari gelatin yang dihasilkan
yang merupakan beberapa indikator untuk
menunjukkan kualitas gelatin. Hasil penelitian ini
nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh
produsen gelatin domestik dalam proses
pembuatan gelatin.
MATERI DAN METODE
Tulang sapi yang digunakan adalah bagian

56

paha atau femur diperoleh dari Rumah


Pemotongan Hewan Penggaron Kota Semarang,
berjumlah satu pasang. Sebelum dilakukan
pembuatan gelatin dilakukan analisis proksimat
terhadap tulang sapi, untuk mengetahui komposisi
dari tulang sapi antara lain analisis kadar air, kadar
abu dan kadar protein. Tulang yang akan
digunakan untuk pembuatan gelatin terlebih
dahulu dibersihkan dari sisa-sisa daging yang
masih menempel pada tulang dan dilakukan proses
penghilangan lemak (degreasing) dengan cara
memasak selama 3 jam pada suhu 800 C. Setelah itu
dilakukan pengecilan ukuran berkisar 2 4 cm2.
Tulang yang telah mengalami degreasing dan
pengecilan ukuran kemudian direndam dalam
larutan 5% HCl selama 10 hari. Setiap dua hari
sekali dilakukan penggantian larutan 5% HCl
untuk menghindari perubahan konsentrasi larutan
HCl. Tulang yang telah direndam dalam larutan
asam ini disebut ossein dan dipisahkan dengan
cara penyaringan. Selanjutnya dilakukan
pencucian dengan air. Ossein yang dihasilkan dari
proses demineralisasi direndam dalam larutan asam
fosfat dengan konsentrasi 1,25%; 2,5%; 3,75%; dan
5% (empat perlakuan) selama 48 jam. Selama
perendaman kadang-kadang dilakukan
pengadukan. Selanjutnya ossein dinetralkan
dengan cara dicuci menggunakan air, dilanjutkan
menggunakan larutan NaOH 0,1N dan terakhir
dicuci kembali menggunakan air. Setelah itu ossein siap diekstraksi dengan menempatkan ossein
dalam gelas beker dan ditambahkan air. Kemudian
dipanaskan secara bertahap menggunakan
waterbath pada suhu 650 C; 750 C; dan 850 C
masing-masing selama 4 jam. Larutan gelatin yang
diperoleh dikumpulkan menjadi satu dan dilakukan
pendinginan dalam refrigerator dengan tujuan untuk
memadatkan gelatin. Gelatin yang telah berbentuk
padat (gel) selanjutnya dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 600 C, selama 24
jam. Diagram alir pembuatan gelatin dapat dilihat
pada Ilustrasi 1.
Variabel yang diamati adalah rendemen
(AOAC, 1970), kadar abu (Yudiono, 2003) dan
viskositas (Yudiono, 2003). Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis ragam, jika terdapat
pengaruh perlakuan yang nyata dilanjutkan
dengan dengan uji jarak ganda Duncan untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan (Gomez dan
Gomez, 1995).

J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006

Tulang
(bersih dari daging)

Pengujian kadar air,


abu dan protein tulang

Degreasing
(3 jam, suhu 80 0C)

Lemak

Pengecilan ukuran
(2 - 4 cm)

Demineralisasi
(HCl 5% selama 10 hari)

Ca3(PO 4)2

Pencucian
(dengan H 2O)
Proses Asam
(1,25%; 2,5%; 3,75%; 5% H 3PO4
selama 48 jam )

Penetralan
(H 2O; NaOH 0,1 N; H2 O)

Ekstraksi Bertahap
(suhu 650C, 750C dan 850C
selama 4 jam)

Larutan Gelatin

Penyaringan

Pendinginan
(dalam refrigerator)

Pengeringan
(suhu 60 0C selama 24 jam)

Gelatin Kering

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran
Rendemen

Pengukuran Kadar Abu

Pengukuran
Viskositas

Analisis Data

Ilustrasi 1. Diagram Alir Penelitian Gelatin Tulang Sapi (Modifikasi dari Rose, 1992)
The Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin from Bovine Bone [Yuniarifin et al.]

57

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Analisis Tulang
Data hasil pengukuran analisis proksimat
pada tulang femur sapi disajikan pada Tabel 1.
Komposisi tulang selain tergantung pada spesies
dan umur sapi, juga tergantung pada tipe tulang
yang digunakan. Tulang femur sapi termasuk
tulang yang kompak. Jenis tulang ini dipilih dengan
alasan pada tulang yang kompak komposisinya
relatif stabil dan mudah dipisahkan dari jaringan
yang ada di sekitarnya sehingga baik digunakan
sebagai sumber kolagen (Johns, 1977). Tulang femur diperoleh dari rumah pemotongan hewan,
karena menurut Hinterwaldner (1977), tulang jenis
ini termasuk dalam slaughterhouse bone
merupakan tulang yang diperoleh dari tempat
pemotongan hewan, lebih sedikit kontaminasinya
dan cocok untuk produksi gelatin.
Tahap demineralisasi dilakukan dengan
penambahan 5% HCl berdasarkan metode
Hinterwaldner (1977), sebab kerusakan minimal
kolagen terjadi bila tulang didemineralisasi
menggunakan 5% HCl. Untuk menghindari
perubahan larutan 5% HCl, setiap hari larutan HCl
diganti. Demineralisasi dilakukan dalam waktu 10
hari berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Setyorini (1994), peningkatan waktu pelarutan tidak
mempengaruhi jumlah garam yang terlarut,
sehingga waktu yang dipilih adalah 10 hari. Jumlah
mineral yang tersisa dapat mempengaruhi sifat fisik
dan kimia gelatin yang dihasilkan.
Untuk menghasilkan gelatin tipe A, setelah
proses demineralisasi dengan larutan 5% HCl
dilakukan perendaman dalam larutan asam
anorganik. Penggunaan asam fosfat berdasarkan
Imeson (1992), yaitu proses asam dilakukan
dengan perendaman bahan baku larutan asam
anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam
sulfit atau asam fosfat.
Rendemen Gelatin
Rendemen merupakan salah satu nilai

penting dalam pembuatan gelatin. Semakin besar


rendemen yang dihasilkan maka semakin efisien
perlakuan yang diterapkan dengan tidak
mengesampingkan sifat-sifat lain. Rendemen
merupakan perbandingan berat kering gelatin yang
dihasilkan dengan berat tulang sebagai bahan baku.
Data hasil pengukuran rendemen gelatin hasil
penelitian disajikan pada Tabel 1.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap
rendemen gelatin yang dihasilkan (P<0,05). Hasil
uji lanjut menggunakan Uji Jarak Ganda Duncan
seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2
diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang
nyata (P<0,05) antara konsentrasi H3PO4 yang
digunakan dengan rendemen gelatin yang
dihasilkan. Uji Jarak Ganda Duncan menunjukkan
bahwa T1 berbeda nyata (P<0,05) dengan T4, tetapi
tidak berbeda nyata dengan T2 dan T3; T2 berbeda
nyata (P<0,05) dengan T4, tetapi tidak berbeda
nyata dengan T1 dan T3; T4 berbeda nyata (P<0,05)
dengan T 1 dan T 2, tetapi tidak berbeda nyata
dengan T3. Pengaruh konsentrasi H3PO4 yang jelas
pada konsentrasi lebih dari 3,75% H3PO4 dan
tertinggi pada konsentrasi 5% H3PO4.
Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan,
penggunaaan konsentrasi kurang dari 3,75%
H3PO4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap rendemen gelatin yang dihasilkan.
Kenaikan rendemen gelatin terjadi pada
pengunaan konsentrasi diatas 3,75% H3PO 4.
Kenaikan rendemen gelatin pada proses asam
terjadi karena proses pembukaan struktur kolagen
yang mengakibatkan struktur kolagen menjadi
semakin mengembang dan terbuka, seiring dengan
kenaikan konsentrasi H3PO4 yang digunakan.
Tingkat pembukaan struktur kolagen yang semakin
tinggi menyebabkan jumlah kolagen yang
terekstrak semakin banyak. Saleh et al (2002)
menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen
gelatin yang didapatkan dipengaruhi oleh lamanya
proses perendaman dan konsentrasi larutan asam
perendaman.

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Tulang Sapi


Komponen
Air
Abu
Protein
*)
Johns (1977)

58

Kandungan (%)
Tulang Sampel
12,31
53,25
11,30

Referensi *)
14 44
16 33
1 27

J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006

Berdasarkan hasil analisis tulang


didapatkan kadar protein sebesar 11,30%. Kadar
protein tulang yang digunakan memiliki peranan
penting terhadap tinggi rendahnya rendemen yang
dihasilkan serta kualitas sifat fisik dan kimia gelatin yang diinginkan. Menurut Ockerman dan
Hansen (2000), komposisi dan kondisi tulang
sebagai bahan baku sangat berpengaruh terhadap
hasil akhir dari proses produksi gelatin.
Pada proses asam, kolagen yang merupakan
prekursor pembentuk gelatin akan mengalami
pembengkakan tetapi tidak mengalami denaturasi.
Menurut Bennion (1980), pelarut asam
menyebabkan kolagen mengembang dan
menyebar, yang sering dikonversikan menjadi gelatin. Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi
enzim dan kimia. Menurut Ward dan Court (1977),
proses asam mampu mengubah serat kolagen yang
memiliki struktur tripel heliks menjadi rantai tunggal.
Proses konversi kolagen menjadi gelatin terjadi
saat kolagen yang telah membengkak mengalami
proses ekstraksi. Kolagen yang telah membengkak
akan dapat larut dalam air. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa kolagen yang telah mengalami perendaman
asam atau basa dapat larut dalam air, dan gelatin
terbentuk saat kolagen dipanaskan. Stuktur tripel
heliks dari kolagen tersebut akan terpengaruh oleh
panas, dan ketika didinginkan hidrogel tersebut
akan memperoleh kembali pasangan tripel helik
secara acak.
Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan
rendemen gelatin dari T1 sampai T4 dipengaruhi
oleh konsentrasi H3PO4, pengaruh yang tampak
nyata terdapat pada perendaman diatas kosentrasi
3,75% H3PO4 dan tertinggi pada konsentrasi 5%
H3PO4. Pada perendaman 1,25%; 2,5%; 3,75% dan
5% H3PO4 menghasilkan rerata rendemen sebesar
6,97%; 7,18%; 7,59%, dan 7,90%.
Kadar Abu Gelatin
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara konsentrasi H3PO4

dengan kadar abu gelatin yang dihasilkan. T 1


berbeda nyata (P<0,05) dengan T3 dan T4, tetapi
tidak berbeda nyata dengan T2; T2 berbeda nyata
(P<0,05) dengan T3, tetapi tidak berbeda nyata
dengan T 1 dan T 4; T 3 berbeda nyata (P<0,05)
dengan T 1 dan T 2, tetapi tidak berbeda nyata
dengan T4; T4 berbeda nyata (P<0,05) dengan T1,
tetapi tidak berbeda nyata dengan T2 dan T3. Dari
T1 sampai T3 terjadi kenaikan kadar abu secara
nyata, tetapi dari T3 ke T4 terjadi penurunan kadar
abu secara tidak nyata.
Perlakuan perendaman H 3 PO 4 yang
digunakan pada T1 sampai T3 menunjukkan bahwa
terjadi kenaikan kadar abu sesuai dengan kenaikan
konsentrasi yang diberikan. Perendaman 1,25%
H3PO4 menghasilkan kadar abu sebesar 0,34%,
mengalami kenaikan pada perendaman 2,5% H3PO 4 menjadi 0,52%. Demikian pula pada
perendaman 3,75% H3PO4 terjadi kenaikan tertinggi
menjadi 0,82%, dan perendaman 5% H3PO 4
mengalami penurunan menjadi 0,71%.
Kenaikan kadar abu gelatin yang
dihasilkan, berbanding lurus dengan peningkatan
konsentrasi H3PO4. Hal ini disebabkan makin tinggi
konsetrasi H3PO4 makin banyak PO43- (garam
fosfat) yang terikat pada molekul kolagen selama
proses asam, dan ikut terekstrak bersama kolagen
saat proses ekstraksi. Kandungan abu yang
terdapat pada gelatin yang dihasilkan berasal dari
garam-garam mineral yang terkandung pada tulang
sapi yang digunakan. Menurut Ockerman dan
Hansen (2000), kadar abu sangat ditentukan oleh
bahan baku yang digunakan dan metode
pembuatan gelatin.
Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata hasil
kadar abu gelatin berkisar 0,34% sampai dengan
0,82%. Kadar abu menunjukkan banyaknya mineral yang terikat dalam suatu bahan. Kadar abu
yang diperoleh dari semua perlakuan memenuhi
standar mutu gelatin berdasarkan SNI 06. 3735.
1995, yaitu maksimum 3,25%, dan sesuai dengan
kadar abu gelatin komersial Amerika yaitu sebesar

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rendemen Gelatin


Perlakuan
Rerata Rendemen (%)
T1
6,97 a
T2
7,18 a
T3
7,59 ab
T4
7,90 b
Huruf superskrip kecil yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).
The Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin from Bovine Bone [Yuniarifin et al.]

59

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Abu Gelatin


Perlakuan
Rerata Kadar Abu (%)
T1
0,34 a
T2
0,52 ab
T3
0,82 c
T4
0,71 bc
Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).

0,3 2% (GMIA, 2001).


Viskositas Gelatin
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada
perendaman dengan konsentrasi 1,25%; 2,5%;
3.75%; dan 5% H3PO4 menghasilkan viskositas
gelatin sebesar 17,23 mPoise; 18,38 mPoise; 21,20
mPoise; dan 18,93 mPoise.
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa terdapat
perbedaan yang nyata (P<0,05) antara konsentrasi
H3PO4 dengan viskositas gelatin yang dihasilkan.
Dari T1 sampai T3 terjadi kenaikan viskositas gelatin (P<0,05), tetapi dari T3 ke T4 terjadi penurunan
viskositas gelatin (P<0,05). Uji Jarak Ganda Duncan
menunjukkan bahwa T1 berbeda nyata (P<0,05)
dengan T 3 dan T 4, tetapi tidak berbeda nyata
denganT2; T2 berbeda nyata (P<0,05) dengan T3,
tetapi tidak berbeda nyata dengan T1 dan T4; T3
berbeda nyata (P<0,05) dengan T1, T2 dan T4; T4
berbeda nyata dengan T1 dan T3, tetapi tidak bereda
nyata dengan T2.
Perlakuan yang diberikan pada T1 sampai
T3 menunjukkan kenaikan viskositas yang nyata.
Penggunaan asam H3PO 4 pada proses asam
memberikan pengaruh terhadap perubahan struktur
kolagen menjadi menyebar atau membengkak,
sehingga viskositas yang dihasilkan mengalami
perubahan. Semakin tinggi konsentrasi H3PO4 yang
digunakan, rantai asam amino strukturnya semakin
terbuka menyebabkan rantai tersebut semakin
pendek dan terjadi penurunan viskositas.
Penggunaan H3PO4 menyebabkan struktur tripel
heliks kolagen berubah menjadi struktur rantai
tunggal. Berubahnya struktur rantai kolagen
menyebabkan penurunan berat molekul gelatin.

Menurut Stainsby (1977), viskositas berhubungan


dengan berat molekul rata-rata gelatin (mendekati
linear). Sedangkan berat molekul rata-rata gelatin
berhubungan langsung dengan panjang rantai
asam aminonya.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata
viskositas gelatin yang dihasilkan berkisar antara
17,23 sampai dengan 21,20 mPoise. Viskositas yang
diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan standar
gelatin komersial Amerika yaitu berkisar antara 15
sampai 75 mPoise (GMIA, 2001).
KESIMPULAN
Konsentrasi H3PO4 berpengaruh terhadap
rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin yang
dihasilkan. Rerata rendemen gelatin tertinggi
sebesar 7,90% diperoleh dari perendaman 5%
H3PO4, rerata kadar abu terendah sebesar 0,34%
diperoleh pada perendaman 1,25% H3PO4 dan
rerata viskositas terbaik sebesar 21,20 mPoise
diperoleh dari perendaman 3,75% H3PO4. Dengan
membandingkan hasil analisa secara keseluruhan
maka perlakuan yang terbaik adalah perendaman
H3PO4 5% karena menghasilkan rendemen sebesar
7,90%; kadar abu 0,71% dan viskositas 18,93
mPoise.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1970. Official Method of Analysis of The
Association of Analytical Chemist. AOAC,
Washington, DC.
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia

Tabel 4. Hasil Pengukuran Viskositas Gelatin


Perlakuan
Rerata Viskositas (mPoise)
T1
17,23 a
T2
18,38 ab
T3
21,20 c
T4
18,93 b
Huruf superskrip kecil yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).

60

J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006

2002. Badan Pusat Statistik, Jakarta.


GMIA. 2001. Raw Material and Production of Edible Gelatins. (http //: www.gelatin.gmia.com/
gelatin/application/edible_gelatin/ diakses
22 November 2004)
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur
Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi
II. UI Press, Jakarta (Diterjemahkan oleh E.
Sjamsuddin dan J. S. Baharsjah).
Hinterwaldner, R. 1977. Raw material. In : A. G. Ward
dan A. Courts (Eds.). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New
York.
Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for
Food. Blackie Academic and Profesional,
London.
Johns, P. 1977. The Structure and compositions of
collagen containing tissues. In : A. G. Wards
and A. Courts (Eds.). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, London.
Ockerman, H.W., and C. L. Hansen. 2000. By-product Processing Utilization. CRC Presss.
Rose, P. I. 1992. Inedible gelatin and glue. In :
A.M. Pearson and T. R. Dutson (Eds.). Inedible Meat By-Product. Advances in Meat

Research. Elsevier Applied Science, London.


Saleh, A. R., D. Setiawan, E. Rosihin, R. Wahyudin,
S. Rahayu dan Abidin. 2002. Gelatin. Tekno
Pangan dan Agroindustri. 1 (9) : 133-135.
Setyorini, D. 1994. Kajian Proses Deminerlisasi dan
Liming dalam Ekstraksi Gelatin dari Kolagen
Tulang. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor (Skripsi
Sarjana Pertanian).
Stainsby, G. 1977. The physical chemistry of gelatin in solution. In : A. G. Wards and A.
Courts (Eds.). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, London.
Standar Nasional Indonesia. 06. 3735. 1995. Mutu
dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Yudiono, H. 2003. Karakteristik Fisikokimia Gelatin
Hasil Perendaman Tulang Sapi dalam
Campuran Ca(OH) 2 -CaCl 2. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor, Bogor (Skripsi
Sarjana Sains)
Ward, A. G. dan A. Courts. 1977. The Science and
Technology of Gelatin. Academic Press,
London.

The Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin from Bovine Bone [Yuniarifin et al.]

61

You might also like