Professional Documents
Culture Documents
penggunaan, dan teman-teman yang menggunakan obat adalah faktor prediki masalah
ketergantungan obat dan alcohol di kalangan remaja.
Dari sudut pandang yang diterima, permasalahan adiksi dapat akibat sekunder dari
permasalahan atau kondisi psikologs. Permasalahan psikologis yang utama menyebabkan nyeri
emosional dan alcohol atau obat-obatan lain membantu mengurangi rasa sakit ini. John
Bradshow (1988) menjelaskan kebiasaan kompulsif termasuk adiksisi alcohol dan obat-obatan
sebagai refleksi usaha individu sesieorang untuk melarikan diri dari rasa malu. Dukungan
penjelasan psikologis pada adiksi dapat dipercaya bahwa adanya addictive personality yang
dapat diidentifikasi bahwa mengapa individu dengan ketergantungan alcohol dan obat-obatan
sering bermasalah dengan kebiasan adiksi diluar obat (judi, makanan, pekerjaan, sex).
Tambahan penjelasan teori psikologis adiksi untuk menjelaskan kebiasaan adiksi sebagai
teori pembelajaran social. Alan Marlatt menyatakan bahwa dari sei pembelajaran social,
kebiasaan adktif menggambarkan kebiasaan yang buruk termasuk kebiasaan minum alcohol,
merokok, penyalahgunaan obat, makna berlebihan, judi. Dalam konsep ini, penggunaan obat
dipicu adanya stressor lingkungan atau permodelan dari yang lain yang diperkuat dengan efek
segera obat terhadap perasaan yang ditmbulkan akibat stressor. Dalam pembelajaran social,
faktor sosiokultural berperan penting terhadap tipe obat yang dikonsumsi, kapan
menggunakannya, dan bagaimana cara menggunakannya. Model pembelajaran social telah
digunakan dalam pengembangan strategi pencegahan kekambuhan.
Konsep Penyakit Adiksi
E.M Jelline (1960) memperkenalkan konsep penyakit adiksi sebagai model penyakit yang
komprehensif. Model ini menjadi komponen implisit dari program Alcoholics Anonymous dan
Narcotic Anonymous dan program pemulihan lainnya. Penyakit adiksitampak sebagai penyakit
primeruang berdiri sendiri bukan akibat sekunder dari kondisi lainnya. Jellinek (1952)
menjelaskan bahwa tahap progresif dari penyakit alkoholik dan gejala yang khas di setiap
tahapan. Fase awal/ prodromal ditanda dengan meningkatnya toleransi alcohol, penurunan
kesadaran, curiga, sering meneguk minuman, dan perasaan bersalah terhadap kebiasaan minum
dan lainnya. Fase selanjutnya, fase pertengahan atau krusial ditandai dengan kehilangan control
terhadap minum yang berlebihan, perubahan personality, kehilangan teman dan pekerjaan,
keasyikan dengan suplai alcohol. Fase akhir atau kronik ditandai dengan minum di pagi hari,
pelanggaran etika standar, tremor, dan halusinasi. Tahapan ini terjadi berurutan maju progresif
dalam model penyakit adiksi. Kecepatan progresivitas tergantung dari usia, pilihan obat, jenis
kelamin, kondisi predisposisi psikologis. Sebagai contoh remaja lebih cepat daripada dewasa,
wanita lebih cepat dari pria, pengguna stimulant lebih cepat daripada alcohol. Progresivitas
konsep penyakit adiksi tidak terpengaruh olehperiode ketenangan. Dari konsep ini, dapat
dinyatakan bahwa penyakit adiksi merupakan penyakit kronik dan tidak dapat sembuh. Ada
beberapa implikasi terhadap konsep penyakit adiksi. Pertama, penyakit
Adiksi adalah progresif, kronik, dan tidak dapat disembuhkan, ada asumsi logis yang
muncul bahwa orang seperti initidak akan masuk dalam fase recovery atau bahkan mati.
Kematian terjadi akibat kecelakaan atau efek terhadap tubuh akibat konsumsi berlebihan. Kedua,
jika seseorang mengalami penyakit adiksi, akan menunjukkan gejala penyakit ini jika dia
menghentikan mengonsumsi obat atau zat yang pernah dikonsumsi. Penggunaan zat psikoaktif
apapun biasanya akan menuntun kembali pada obat awal yang dipakai atau ketergantungan
sekunder terhadap obat yang baru dipakai. MC Charty (1998) menyatakan satu-satunya cara
teraman adalah abstinen total dari semua zat psikoaktif.
Keuntungan Konsep Penyakit Adiksi
Keuntungan dari konsep penyakit Adiksi adalah menghilangkan stigma negative terhadap
ketergantungan zat kimiawi dan menggantinya menjadi empati untuk pemulihan. Mendefinisikan
Adiksi sebagai penyakit mendorong perusahaan asuransi untuk menjangkau pembayaran
program perawatannya. Menarik minat para peneliti untuk melakukan penelitian konsep penyakit
adiksi. Dengan pemahaman Penyakit Adiksi serupa dengan Penyakit Kronis memudahkan pasien
untuk mampu dengan bijak mengontrol diri agar tidak sampai mengonsumsi zat psikoaktif
kembali.
Kerugian Konsep Penyakit Adiksi
Gagasan penyakit adiksi menghapus pertanggungjawaban seorang adiksi atas
perilakunya.Individu dengan permasalahan alcohol dan obat yang membutuhkan intervensi
perawatan akan menghindari bantuan ketika mereka merasa tidak sesuai dengan kriteria Model
Penyakit. Konselor cenderung tidak mendukung pasien yang tidak sesuai dengan konsep klasik
Model Penyakit.
Bukti yang mendukung Konsep Penyakit
Bukti yang mendukung Konsep Penyakit Adiksi adalah adanya kemiripan antara adiksi obat dan
alcohol dengan penyakit kronik lainnya terhadap perubahan kimiawi otak dan struktur otaknya.
Kemiripan dari segi karakteristik penyakit kronis seperti asma, diabetes, hipertensi dengan
penyakit adiksi. Pertama, Mc Lellan, Lewis, OBrien dan Kleber (2000) mereview literature
bahwa keduanya dipengaruhi genetic keturunan, berdasarkan pengamatan terhadap jumlah
penyakit yang timbul pada kembar identic ataupun fraternal. Jika perawatan diabaikan penyakit
adiksi bisa bertambah berat. Bagaimanapun permasalahan ini dapat dikedalikan dengan
perawatan yang tepat dan perawatan harus diikuti sepanjang hidup.
Mc Lellan mendiskusikan masalah faktor voluntary dalam penyakit adiksi dan penyakit kronis.
Diet, aktivitas fisik, level stress adalah semua faktor control voluntary terhadap hipertensi,
sedangkan faktor yang non voluntary nya adalah respon fisiologis yang dipengaruhi oleh
faktor genetic. Jadi penyakit adiksi mirip dengan penyakit kronis yang mana penatalaksanaannya
membutuhkan control terhadap faktor voluntary.
and