You are on page 1of 18

GAGAL GINJAL AKUT SEBUAH UPDATE

Matt Varrier, Richard Fisher, * Marlies Ostermann


Departemen Critical Care & Nefrologi, Rumah Sakit Guy & St Thomas 'NHS Foundation,
London, UK
* Correspondence ke Marlies.Ostermann@gstt.nhs.uk

Pengungkapan: Para penulis telah menyatakan tidak memiliki konflik kepentingan.


Menerima: 05.02.15 diterima: 16.04.15
Citation: EMJ Nephrol. 2015; 3 [1]: 75-82.
ABSTRAK
Sindrom gagal ginjal akut (AKI) sering terjadi pada pasien rawat inap, yang mengakibatkan
peningkatan morbiditas, dan mortalitas. Dalam konteks gangguan baik global dan gangguan
microcirculatory aliran darah ginjal, kerusakan sel tubular, dan aktivasi pro inflamasi yang dapat
menyebabkan gangguan berbagai elemen fungsi ginjal. Dalam sistem pengklasifikasian,
termasuk yang terbaru klasifikasi dari 'Penyakit Ginjal: Meningkatkan Hasil' global (KDIGO),
biasanya mendefinisikan dan tingkatan AKI dalam hal besarnya kenaikan kreatinin serum (SCr)
serta adanya oliguria. Saat ini tidak ada obat untuk AKI dan prinsip-prinsip kunci daalam
management nya dari termasuk deteksi awal, optimasi hemodinamik, koreksi hipovolemia,
menghentikan dan menghindari obat nefrotoksik, dan pengobatan berdasarkan penyebab yang
mendasari. Data terbaru menunjukkan bahwa jenis dan volume terapi cairan dapat
mempengaruhi fungsi ginjal dan bahwa tapi masih perlu penelitian lebih lanjut. Di masa depan
itu diharapkan teknologi baru, termasuk biomarker dan pengukuran real-time dari kadar filtrasi
glomerulus akan memungkinkan identifikasi awal pada pasien dengan AKI, sementara
pemahaman yang lebih besar dari patogenesis AKI sendiri akan mengarahkan kita pada
identifikasi target terapi baru. Meskipun SCr biasanya pulih setelah AKI, ada yang berpendapat
bahwa pasien yang sembuh dari AKI berada pada peningkatan risiko penyakit ginjal kronis
berikutnya, termasuk gagal ginjal stadium akhir dan kematian dini.
Kata kunci: cedera akut ginjal (AKI), terapi cairan, AKI biomarker, AKI e-alert.

PENGANTAR
Gagal ginjal akut (AKI) merupakan komplikasi tersering pada pasien rawat inap. Hal ini
terkait dengan morbiditas yang serius baik pada jangka pendek dan panjang, peningkatan risiko
kematian, dan peningkatan biaya kesehatan yang signifikan. Bahkan sedikit kenaikan dari kadar
serum kreatinin (SCr) sendiri akan memberikan prognosis yang buruk. Ulasan ini berfokus pada
perkembangan terakhir di AKI yang menarik untuk dokter umum.

DEFINISI
AKI adalah sindrom yang meliputi banyak etiologi berbeda dan biasanya ditandai oleh
penurunan fungsi ginjal akut. Penyebab paling umum adalah sepsis, penurunan volume,
ketidakstabilan hemodinamik, dan cedera nefrotoksik. AKI terjadi karena penurunan secara
simultan dari ekskresi limbah nitrogen, ketidakseimbangan cairan dan gangguan regulasi
elektrolit, dan asam-basa homeostasis, yang terjadi pada berbagai tingkat dan memiliki sifat
reversibilitas menurut tingkat keparannya. Alat diagnostik untuk mendiagnosis AKI termasuk
SCr, nitrogen darah urea, produksi urin, kimia urin, urin mikroskopi, dan histologi. Kebutuhan
untuk staridasi definisi AKI sendiri di cakup dalam klasifikasi AKI 'Penyakit Ginjal:
Meningkatkan Hasil global (KDIGO), yang ber evolusi dari 'Risiko, Cedera, Kegagalan,
Kehilangan fungsi ginjal, dan Tahap Akhir penyakit ginjal' (RIFLE) serta kriteria AKI Jaringan
(Tabel 1).

Meskipun pengukuran SCr sudah banyak tersedia dalam praktek klinis, tetapi kadar Scr
sendiri mudah dipengaruhi oleh massa otot dan status cairan, dan dapat berubah kadanyasaat
mengkonsumsi obat tertentu padahal tidak ada pengarunya pada fungsi ginjal, hasil pemeriksaan
Scr juga tidak bermakna pada pasien dengan penyakit hati, dan dan peningkatan kadarnya juga
naik pada 24-36 jam setelah terjadi kerusakan ginjal. Sebaliknya, pasien dengan penyakit ginjal
kronis lanjut (CKD) mungkin mempunyai peningkatan kadar SCr sebagai bagian dari
perkembangan alami atau penurunan yang relatif kecil pada laju filtrasi glomerulus (GFR), yang
mungkin akan membiaskan seingga akan terdiagnosa sebagai AKI. Studi epidemiologis juga
menunjukkan bahwa beberapa pasien memiliki peningkatan kadar Scr yang lambat tapi pasti
adalah bukan kriteria penegakan diagnosa dari AKI. Istilah gagal ginjal akut' sendiri sudah
menggambarkan hal tersebut.
Pengukuran secara akurat pada output urin cukup sulit pada pasien yang tidak
menggunakan kateter urin sehingga adanya oliguria mungkin terlewatkan, terutama daerah di
luar perawatan pasien kritis. Urin output dapat juga dimanipulasi menggunakan diuretik dan
dapat bertahan sampai fungsi ginjal hampir berhenti. Yang penting, oliguria mungkin gejala yang
tepat akan tampak dalam hipovolemia yang tidak terkontrol yang menunjukkan adanya resusitasi
cairan yang buruk daripada sebagai gejala gagal ginjal. Penggunaan kriteria urin berdasarkan
berat badan untuk AKI dapat menyesatkan pada pasien obesitas juga dapat mengakibatkan
overdiagnosis dari AKI sendiri. The European Renal Best Practice (2012) merekomendasikan
menggunakan berat badan ideal dari pasien daripada berat badan yang sesungguhnya saat
menghitung output urin menggunakan ml / menit / kg untuk menghindari misdiagnosis dari AKI.
Sampai

sekarang

masih

terjadi

sendiri.memperpanjang waktu pemantauan

perdebatan

apa

definisi

dasar

dari

Scr

selama 3, 6, dan 12 di rumah sakit akan

menyebabkan banyak pasien yang terdiagnosis sebagai AKI, tetapi akan menyebabkan terjadinya
penurunan di mortalitas di rumah sakit. Dengan keterbatasan tersebut serta adanya potensi
terjebak pada diagnosis yang salah tetap kita dianjurkan untuk menggunakan klasifikasi KDIGO
AKI dalam praktek klinis dan sampai adanya penelitian lebih spesifik serta tes yang lebih sensitif
yang dapat tersedia secara rutin. Penggunaan rumus untuk menghitung kadar GFR tidak
direkomendasikan dalam diagnosis AKI.

EPIDEMIOLOGI
Insiden AKI sendiri terus meningkat seiring dengan waktu karena adanya perubahan
populasi (aging / komorbiditas), perubahan perilaku dalam memnjaga kesehatan (peningkatan
penggunaan obat yang berpotensi nefrotoksik, media kontras, intervensi-intervensi berisiko
tinggi), dan diagonis dini . AKI terdapat pada 7-22% dari pasien rawat inap di rumah sakit.
Pasien yang lebih tua dengan sakit kritis adalah yang paling berisiko. Sebuah penelitian kohort
meta-analisis yang besar serta multi-nasional mengidentifikasi 154 penelitian penelitian yang
dilakukan antara 2004 sampai 2012, yang dimana penelitian besar ini terdiri dari 3,4 juta orang
dewasa di rumah sakit yang menggunakan criteria klasifikasi menurut KDIGO. Insidensi yang
dikumpulkan dan didata dari AKI sendiri adalah 22%. Kejadian tahunan di masyarakat setinggi
1%. Biaya perawatan AKI sendiri sangat besar karena sangat meningkatkan waktu lamanya
tinggal di unit perawatan intensif (ICU) atau di rumah sakit, serta keduanya Biaya pasien AKI
yang dirawat inap di Inggris menghabiskan sekitar 1% dari seluruh anggaran kesehatan, dan
diperkirakan lebih tinggi dari biaya perawatan kempat jenis kanker yang paling umum sekaligus.
DETEKSI DINI
Kesempatan terbaik memperbaiki kerusakan kerusakan di berbagai sektor yang
dikarenakan AKI adalah melalui intervensi dan deteksi dini. Mayoritas kasus AKI muncul pada
pasien yang memiliki penyakit medis atau penyakit bedah akut yang bukan merupakan penyakit
ginjal itu sendiri. The UK National Confidential Enquiry into Patient Outcomes and Death
(NCEPOD) melaporkan tahun 2009 sebuah penelitian berjudul 'AKI - adding insult to injury
yang merupakan penelitian berbasis analisis kasus retrospektif dari pasien yang telah meninggal
dan telah terdiagnosis sebagai pasien AKI. Hanya pada 50% kasus perawatan dianggap 'baik'.
Dan dalam 30% kasus, AKI dianggap telah diprediksi secara baik dan bisa di hindari. Kegagalan
perawatan yang terjadi pada lembaga lembaga non institusi termasuk pada prinsip prinsip dasar
seperti menghentikan nephrotoxins, meresepkan cairan tambahan, dan penundaan tidak dapat
diterima dalam pengakuan. Sistem peringatan elektronik yang menggunakan perubahan kadar
SCr untuk mengidentifikasi AKI dan mengingatkan tim klinis dengan tujuan meningkatkan
review dan rencana manajemen terapi dari AKI. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa
tanda positif sistem peringatan elektronik dapat mempengaruhi perilaku dokter dan
meningkatkan outcomes. Namun, uji coba terkontrol secara acak baru-baru ini (RCT)

menunjukkan tidak ada perbedaan pada angka kematian atau dibutuhkan atau tidaknya pasien
untuk mendapat dialisis.
PATOFISIOLOGI
Ginjal menerima sekitar 20% dari darah cardiac output, dan ekstraksi oksigen ginjal
rendah (sekitar 10-15%), namun mereka sangat rentan terhadap hipoksia jaringan, terutama jika
adanya penyakit akut. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kepercayaan mengenai apakah aki
terjadi karena menurunnya perfusi ke ginjal secara global yang berhubungan dengan tahapan
shok sekarang menjadi pertanyaan. Misalnya, AKI tidak selalu terjadi pada pasien yang sembuh
dari serangan jantung meskipun terjadi adanya hipotensi dalam waktu lama. Ketika sepsis, pada
hewan percobaan menunjukkan bahwa aliran darah ginjal (RBF) dapat dikurangi, meningkat,
atau tidak berubah, yang menyiratkan bahwa adanya faktor lain selain RBF memainkan peran
penting.
Bukti saat ini menunjukkan bahwa asal-usul kebanyakan kasus AKI adalah dari berbagai
segi bukan hanya kerusakan ginjal saja. Beberapa mekanisme berkontribusi bersamaan, termasuk
variasi pada perfusi dan konsumsi oksigen, gangguan autoregulasi, distorsi peritubular dan
mikrosirkulasi glomerulus, kerusakan sel tubular, cedera endotel, trombosis mikrovaskular, dan
shunting pada arteriovenosa, mengakibatkan aktivasi dari proses inflamasi. AKI sekarang
dianggap sebagai kondisi pro-inflamasi. Banyak mediator pro dan anti-inflamasi dan jalur telah
diidentifikasi, yang menjelaskan beberapa gejala sisa klinis dari AKI dan hal ini mungkin juga
dapat berfungsi sebagai target terapi di masa depan.
PENGOBATAN
Managemen terapi dari AKI adalah mendukung dengan fokus pada optimalisasi status
cairan dan hemodinamik, mengobati penyakit yang mendasari, menghindari kerusakan lebih
lanjut karena nefrotoksik, dan terapi pengganti ginjal (RRT) jika diperlukan. Tidak ada obat
untuk AKI. Banyak pengobatan farmakologis telah mencoba dengan hasil yang mengecewakan.
Kelompok ahli KDIGO baru-baru ini meringkas dan menilai manajemen AKI berdasarkan bukti
saat ini (Tabel 2). Jika terdapat kasus di mana bukti yang diperlukan yang hilang, rekomendasi
terapi yang dibuat berdasarkan pendapat ahli.

Menghindari Obat Nefrotoksik


Obat nefrotoksik sering berkontribusi pada munculnya AKI pada pasien dengan penyakit
akut. Sebagai contoh, di Inggris, (ACE)-inhibitors dan angiotensin II receptor blockers adalah
obat kedua tersering yang diberikan dan mungkin bertanggung jawab pada 15% dari kenaikan
jumlah penderita AKI. Selian itu obat anti-inflamasi non-steroid banyak tersedia dan mudah di
dapathal ini mungkin terlibat juga. Meskipun data berbasis bukti dari penelitian RCT hilang,
masuk akal untuk merekomendasikan bahwa selama episode AKI, obat yang berpotensi
memberikan kerusakan ginjal dan bersifat nefrotoksik harus dihindari atau jika memungkinkan
dosisnya disesuaikan.
Optimasi Hemodinamik

Optimalisasi hemodinamik menggunakan terapi cairan dan obat vasoaktif untuk


mencapai output dan perfusi tekanan jantung normal akan mengembalikan / mempertahankan
suplai oksigen yang cukup ke jaringan termasuk ginjal. Optimisation memiliki tiga komponen
utama:
i)

Optimalisasi Preload bertujuan untuk memaksimalkan stroke volume (yang


kemudian cardiac output) dengan menambah volume ventrikel kiri pada end
diastol dengan mengisi intravaskular. Penggunaan tekanan vena sentral untuk

ii)

membawa ekspansi volume tidak direkomendasikan.


Optimasi Afterload bertujuan untuk memastikan adnya perfusi memadai pada
ginjal dan yang terpenting sebagai manajemen pada syok distributif, di mana

iii)

vasopressor dapat meningkatkan hemodinamik ginjal.


Optimasi Kontraktilitas bertujuan untuk meningkatkan pengiriman oksigen jika
syok berlanjut, walaupun preload dan afterload nya optimal. Obat yang paling
sering digunakan adalah jenis inotropik.

Terapi Cairan
I. Jenis cairan:
Jenis yang optimal cairan untuk pencegahan dan pengelolaan AKI belum diketahui
sampai saat ini. Namun, ada peningkatan bukti bahwa koloid berbasis pati dapat
menyebabkan atau memperburuk AKI jika diberikan dalam volume besar dan harus pada
pasien kritis. Penggunaan cairan kaya klorida seperti 0,9% saline berhubungan dengan
adanya asidosis metabolik hiperkloremik dan peningkatan risiko AKI. Ada beberapa bukti
bahwa pemberian cairan kristaloid seperti Ringer Laktat, solusi Hartmann, atau Plasma-Lyte
secara seimbang mungkin lebih memiliki manfaat daripada menggunakan cairan saline.
Analisis dari database besar di AS pasien yang menjalani operasi besar pada abdomen
menunjukkan bahwa pasien yang menerima 0,9% garam memiliki tingkat mortalitas di
rumah sakit lebih tinggi (5,6% berbanding 2,9%) sebagai RRT dibandingkan dengan pasien
yang diobati dengan Plasma-Lyte. Setelah mengoreksi faktor faktor pembaur, peningkatan
laju RRT dari tetap signifikan. Berdasarkan penelitian pada hewan mekanisme yang
mendasari hal tersebut diyakini klorida yang menginduksi vasokonstriksi ginjal
menyebabkan penurunan aliran darah arteri ginjal serta GFR. Penting untuk dicatat bahwa

semua data menunjukkan bahwa pemberian cairan yang seimbang lebih baik daripada 0,9%
saline dan didasarkan pada studi observasional. Namun penelitian RCT masih ditunggu.
II. Volume cairan:
Secara klasik, pada pasien yang kehabisan cairan dengan fungsi tubular utuh, sangat
membutuhkan adanya retensi natrium reversibel dengan terapi cairan dan perbaikan dari
oliguria. Kekurangan volume berkepanjangan berbahaya bagi fungsi ginjal; pemberian
cairan hingga melampaui fase resusitasi pada pasien dengan AKI tidak hanya efektif tetapi
juga berbahaya dan juga berhubungan dengan kemungkinan berkurangnya pemulihan ginjal
dan peningkatan mortalitas. Kelebihan cairan dapat mnyebabkan edema jaringan, obstruksi
aliran darah kapiler dan drainase limfatik, gangguan difusi oksigen, dan terganggunya
interaction sel sel. Disfungsi organ secara progresif dapat terjadi. Efek nya dapat dikatakan
berada pada organ yang dikemas seperti ginjal, yang tidak dapat menampung volume yang
ekstra tanpa terjadninya peningkatan tekanan interstisial dan sanagt mudah mempengaruhi
aliran darah dari organ. Meskipun keduanya pada saat resusitasi cairan pemberian yang
tidak memadai dan terlalu berlebihan akan berbahaya pada pasien AKI, saat ini tidak ada
alat yang dapat diandalkan untuk mendiagnosa euvolemic. Keputusan kapan harus
menghentikan terapi cairan didasarkan terutama hanya pada penilaian klinis rutin pasien.
MANAJEMEN TEKANAN DARAH
Hipotensi dan rendahnya curah jantung akan sangat merugikan bagi fungsi ginjal tapi
target hemodinamik yang optimal untuk pasien dengan AKI pada belum diketahui. Data
dalam literatur saling bertentangan. Sebuah studi besar di Finlandia menunjukkan bahwa
pasien sepsis yang terkena AKI dalam waktu 5 hari dari masuk ICU memiliki mean arterial
pressure (MAP) (74 mmHg) dibandingkan dengan pasien sepsis tanpa AKI (MAP: 79
mmHg). Sebaliknya, Bourgoin dkk. Melaporkan bahwa meningkatkan MAP untuk> 85
mmHg pada pasien dengan syok tidak mengakibatkan peningkatan pengeluaran urin atau
SCr. Demikian pula, sebuah RCT membandingkan MAP target 80-85 mmHg dibandingkan
65-70 mmHg pada pasien dengan syok septik menunjukkan tidak ada perbedaan pada angka
mortalitas (meskipun kedua kelompok mencapai MAP lebih besar dari target mereka tidak
memberikan perbedaan yang menonjol di antara kedua kelompok). Menariknya, pasien
dengan hipertensi kronis secara acak pada kelompok MAP tinggi lebih jarang membutuhkan
RRT. Rekomendasi saat ini adalah untuk menyesuaikan target MAP per individu. Hal ini

wajar karna bertujuan untuk mencapai MAP lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi
kronis dengan oliguria persisten atau peningkatan kadar SCr.

MENYINGKIRKAN KASUS OBSTRUKSI GINJAL


Pencitraan USG pada saluran kemih dianjurkan pada pasien dengan risiko tinggi
obstruksi atau di mana tidak ada diketahui jelas penyebab dari AKI. Ini juga akan
mengidentifikasi variasi anatomi penting yang sudah ada sebelumnya, seperti ginjal tunggal
atau ginjal kecil dalam kasus CKD.

PERAWATAN AKI secara PAKETAN


Sekarang telah menjadi tren dalam perawatan penyakit kritis terhadap penggunaan
perawatan paketan, yang merupakan cara yang terstruktur untuk meningkatkan proses
perawatan dan hasil pasien melalui serangkaian kecil praktik berbasis bukti bahwa, bila
dilakukan secara kolektif, meningkatkan outcomes perawatan pasien. Perawatan pasien
secara paketan tadi telah berhasil diintegrasikan ke dalam manajemen pasien yang
memiliki kondisi berpotensi mengancam nyawa seperti sepsis atau pneumonia yang
tergantung pada ventilator.
PENCEGAHAN PEMBERIAN MEDIA KONTRAS YANG MENYEBABKAN NEFROPATI
Media kontras yang teriodinasi dapat menyebabkan AKI yang disebabkan oleh beberapa
mekanisme termasuk toksisitas tubular langsung dan vasokonstriksi ginjal. Hal ini jarang terjadi
pada pasien yang stabil tanpa faktor risiko 44 tapi sering memberikan kontribusi untuk terjadinya
AKI pada pasien dengan CKD penyakit akut atau yang sudah ada, terutama jika prosedur yang
memerlukan volume kontras tinggi diperlukan. Faktor risiko lain yang usia lanjut, diabetes
dengan CKD, gagal jantung, dan penggunaan bersamaan obat nefrotoksik. Satu-satunya strategi
pencegahan yang terbukti efektif adalah untuk mengoptimalkan status volume cairan pasien
dengan pemberian garam atau natrium bikarbonat isotonik sebelum prosedur yang untuk
sementara dapat menangani pada penyakit akut.

Penggunaan N-acetylcysteine oral adalah rekomendasi KDIGO, namun rekomendasi


tersebut lemah dan tergantikan oleh guideline terbaru oleh The National Institute for Health and
Care Excellence di inggris

TERAPI PENGGANTIAN GINJAL


RRT harus dipertimbangkan ketika manfaat lebih besar daripada risiko potensial, hasil
independen tertentu dari urea dan kreatinin, tapi sebelum terjadinya kegawatdaruratan karena
uremia. Pemberian RRT berlanjut direkomendasikan untuk pasien dengan hemodinamik tidak
stabil atau pasien yang memiliki kondisi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial. Dialisis peritoneal adalah pilihan tapi jarang digunakan pada orang dewasa di
negara maju.
PROGNOSIS JANGKA PANJANG
Beberapa penelitian epidemiologi besar telah menunjukkan bahwa prognosis AKI
(bahkan dengan pemulihan yang baik dari SCr) tidak sepenuhnya aman. Selamat dari AKI
membuat pasien berada pada peningkatan risiko kematian dan CKD termasuk perkembangan
stadium akhir gagal ginjal, yang memiliki dampak besar pada harapan hidup pasien dan
memberikan kontribusi biaya kesehatan yang besar. Pasien dengan diabetes, penyakit pembuluh
darah kronis, dan CKD sangat beresiko. Ada beberapa alasan untuk ini, termasuk komorbiditas
umum serta faktor yang berhubungan langsung dengan proses perbaikan AKI selanjutnya.
Sebuah studi berpusat pada observasional tunggal di Pennsylvania, Amerika Serikat menemukan
bahwa pasien dengan AKI 50% lebih mungkin meninggal dan hampir dua kali lebih mungkin
jatuh kepada CKD. Proteinuria baru-baru ini diidentifikasi lebih sering terjadi pada pasien yang
selamat dari AKI dan berhubungan dengan adanya progresi menjadi CKD. Penelitian lain
menemukan hubungan antara AKI memiliki resiko untuk memberbesar angka kemungkinan
kejadian koroner, stroke, patah tulang, dan mengurangi kualitas hidup. Ada protap yang biasa
dilakukan dengan cara melakukan follow up pasien yang sembuh dari AKI untuk meningkatkan
prognosis jangka panjang nya, namun stategi pencegahan yang paling efektif sampai saat ini
belum ada.
Penilaian fungsi sisa ginjal setelah penyakit akut masih dirasa sulit. Hasil SCr mungkin
menyesatkan karena perubahan massa otot dan metabolisme, pengeluaran cairan di jaringan yang
berlebihan, dan penghentian sementara obat yang mempengaruhi GFR, seperti ACE-inhibitors.
'Pseudonormalisation' ini dapat menjadi jelas hanya dilakukan pengukuran kadar SCr setelah
sembuh dari penyakit kritis. AKI dan CKD adalah hal yang kompleks, keduanya saling
berhubungan.

Studi longitudinal prospektif pada pasien yang sembuh dari AKI sedang dilakukan saat
ini dan akan penelitian tersebut akan berharga untuk menentukan pedoman pengambilan
keputusan selanjutnya.
MANAGEMEN TERHADAP DIRI SENDIRI
Disarankan bahwa pasien yang berisiko AKI diberitahu tentang kondisi kondisi yang dapat
menyebabkan AKI (yaitu diare dan muntah) dan untuk dihindari penggunaan obat-obatan selama
sakit. Ini juga relevan untuk pasien dengan CKD.
PERKEMBANGAN di MASA DEPAN
Sekarang sedang berlangsung pencarian tes yang lebih sensitive untuk mendiagnosis AKI
sebelum terjadinya peningkatan kadar Scr, yang juga dapat memfasilitasi penemuan terapi yang
lebih potensial.
Biomarker Baru
Biomarker baru dari AKI bervariasi menurut asal mereka, fungsi, distribusi, dan
waktuberdasarkan gagal ginjalnya. Mereka dapat dibagi menjadi:
i) Penanda fungsi glomerulus: molekur berberat jenis kecil selalu ada dalam sirkulasi
sistemik dan melalui filtrasi glomerulus (yaitu cystatin C). Dalam kasus mengurangi
kadar GFR konsentrasi plasma mereka biasanya naik.
ii) Penanda fungsi tubular: Molekul yang disaring dan melewati reabsorpsi tubular (yaitu
protein pengikat retinol) biasanya muncul dalam urin pada kasus kerusakan di tubular.
iii) Penanda cedera tubular, kerusakan, atau perbaikan: Molekul yang dilepaskan ke dalam
urin atau plasma sebagai akibat dari kerusakan langsung sel ginjal, aktivasi inflamasi,
atau mengikuti upregulation gen, yaitu kidney injury molecule-1 (KIM-1, )interleukin-18
(IL-18), metalloproteinase-2 di jaringan, dan insulin-like growth factor-binding protein.

Biomarker sedang dipelajari adalah neutrofil gelatinase yang berhubungan dengan lipocalin,
cystatin C, KIM-1, dan IL-18. Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan biomarker baru
dalam situasi tertentu dapat menunjukkan terjadinya AKI lebih awal daripada SCr atau urin
output, hal ini juga berkorelasi dengan tingkat keparahan AKI, dan / atau meramalkan kebutuhan
penggunaan RRT. Namun, hasilnya bervariasi dan tergantung pada kasus, penyebab AKI, gejala
klinis, komorbiditas yang terkait, dan waktu pengukuran biomarker. Sampai saat ini, biomarker
baru AKI belum terintegrasi ke dalam praktek klinis rutin.
Pengukuran GFR secara Real-Time
Mengetahui kadar GFR yang sebenarnya tidak hanya akan menentukan dan tahap AKI
lebih awal dan lebih akurat, itu juga dapat meningkatkan manajemen klinis, misalnya
memfasilitasi dosis obat yang benar. Beberapa peneliti telah membuat kemajuan dalam teknik
GFR real-time. Misalnya, radioaktivitas seluruh jaringan eksternal diukur setelah injeksi
intravena Tc-label asam diethylenetriaminepentaacetic yang memungkinkan cara yang akurat,
cepat, dan nyaman untuk mengukur total dan individu ginjal GFR. Beberapa perusahaan
komersial sedang dalam proses pengembangan yang cepat, sensitif, reproduksi, dan teknik
terjangkau untuk mengukur real-time GFR.
Strategi Kuratif
Terapi baru termasuk terapi stem cell mesenchymal, agen anti-inflamasi, dan pengobatan
dengan alkali fosfatase saat ini sedang diselidiki dan hasil penelitian ini ditunggu.
KESIMPULAN
Manajemen andalan AKI tetap diagnosis yang cepat diikuti dengan optimasi awal
hemodinamik, koreksi penurunan volume, menghindari nephrotoxins, dan pengobatan penyebab
yang mendasari. Pengembangan alat diagnostik baru, termasuk biomarker dan teknik untuk
mengukur GFR secara real time, menawarkan peluang baru dan prospek mendiagnosis AKI lebih
awal dan lebih akurat. Sampai saat itu, strategi untuk meningkatkan perawatan AKI cenderung
mencakup pendekatan yang terkoordinasi untuk pendidikan, sistem peringatan elektrik, dan
perawatan paketan. Adanya laporan meningkatnya komplikasi jangka panjang menegaskan
bahwa AKI tidak lagi hanya sebuah penyakit akut dan layak untuk dilakukan follow up jangka
panjang.

Daftar Pustaka
1. Kao SS et al. Variability in inpatient serum creatinine: its impact upon short- and long-term
mortality. QJM. 2015;pii:hcv020. [Epub ahead of print].
2. KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International.
2012;suppl.(2):1-138.
3. Bellomo R et al. Acute renal failure - definition, outcome measures, animal models, fluid
therapy and information technology needs: the Second International Consensus Conference of
the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Crit Care. 2004;8(4):R204-12.
4. Mehta RL et al. Acute Kidney Injury Network: report of an initiative to improve outcomes in
acute kidney injury. Crit Care. 2007;11(2):R31.
5. Fliser D et al. A European Renal Best Practice (ERBP) position statement on the Kidney
Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) clinical practice guidelines on acute kidney
injury: part 1: definitions, conservative management and contrast-induced nephropathy. Nephrol
Dial Transplant. 2012;27(12): 4263-72.
6. Lafrance JP, Miller DR. Defining acute kidney injury in database studies: the effects of
varying the baseline kidney function assessment period and considering CKD status. Am J
Kidney Dis. 2010;56(4):651-60.
7. Hsu RK et al. Temporal changes in incidence of dialysis-requiring AKI. J Am Soc Nephrol.
2013;24(1):37-42.
8. Hsu CY et al. Community-based incidence of acute renal failure. Kidney Int. 2007;72(2):20812.
9. Lewington AJ et al. Raising awareness of acute kidney injury: a global perspective of a silent
killer. Kidney Int. 2013;84(3):457-67.
10. Susantitaphong P et al. World incidence of AKI: a meta-analysis. Clin J Am Soc Nephrol.
2013;8(9):1482-93.
11. Xu G et al. Identifying acute kidney injury in the community - a novel informatics approach.
J Nephrol. 2015;pii:hcv020. [Epub ahead of print].

12. Chertow GM et al. Acute kidney injury, mortality, length of stay, and costs in hospitalized
patients. J Am Soc Nephrol. 2005;16(11):3365-70.
13. Kerr M et al. The economic impact of acute kidney injury in England. Nephrol
Dial Transplant. 2014;29(7):1362-8.
14. NCEPOD. Adding insult to injury a review of care of patients who died in hospital with a
primary diagnosis of acute kidney injury (acute renal failure). June 2009. http://www.ncepod.org.
uk/2009report1/Downloads/AKI_report. pdf. 10 January 2015.
15. McCoy AB et al. A computerized provider order entry intervention for medication safety
during acute kidney injury: a quality improvement report. Am J Kidney Dis. 2010;56(5):832-41.
16. Rind DM et al. Effect of computerbased alerts on the treatment and outcomes of hospitalized
patients. Arch Intern Med. 1994;154(13):1511-7.
17. Colpaert K et al. Implementation of a real-time electronic alert based on the RIFLE criteria
for acute kidney injury in ICU patients. Acta Clin Belg Suppl. 2007;(2):322-5.
18. Selby NM et al. Use of electronic results reporting to diagnose and monitor AKI in
hospitalized patients. Clin J Am Soc Nephrol. 2012;7(4):533-40.
19. Selby NM. Electronic alerts for acute kidney injury. Curr Opin Nephrol
The most-studied biomarkers are neutrophil gelatinase-associated lipocalin, cystatin C, KIM-1,
and IL-18. Studies have shown that the use of novel biomarkers in certain situations may
indicate the onset of AKI earlier than SCr or urine output, correlate with severity of AKI, and/or
prognosticate the need for RRT. However, the results are variable and depend on the case-mix,
cause of AKI, clinical setting, associated comorbidities, and timing of biomarker
measurements.63 To date, novel AKI biomarkers have not been integrated into routine clinical
practice. Real-Time GFR Measurement Knowing the actual GFR would not only define and
stage AKI earlier and more accurately, it may also improve clinical management, for instance
facilitating correct drug dosing.62 Some investigators have made progress in real-time GFR
techniques. For instance, external whole-tissue radioactivity measured after intravenous injection
of Tc-labelled diethylenetriaminepentaacetic acid allowed an accurate, fast, and convenient way
to measure total and individual kidney GFR.64 Several commercial companies are in the process

of developing rapid, sensitive, reproducible, and affordable techniques to measure real-time


GFR. Curative Therapies Novel strategies including mesenchymal stem cell therapy, antiinflammatory agents, and treatment with alkaline phosphatase are currently being investigated
and the results of these studies are awaited. CONCLUSION The mainstay of AKI management
remains prompt recognition followed by early optimisation of haemodynamics, correction of
volume depletion, avoidance of nephrotoxins, and treatment of the underlying cause. The
development of new diagnostic tools, including biomarkers and techniques to measure GFR in
real time, offers new opportunities and the prospect of diagnosing AKI earlier and more
accurately. Until then, strategies to improve AKI care are likely to include a co-ordinated
approach to education, electronic alerts, and care bundles. Increasing recognition of the longterm complications confirms that AKI is no longer just an acute illness and deserves long-term
follow-up.
NEPHROLOGY July 2015 EMJ EUROPEAN MEDICAL JOURNAL 82
Hypertens. 2013;22(6):637-42. 20. Wilson FP et al. Automated, electronic alerts for acute kidney
injury: a single-blind, parallel-group, randomised controlled trial. Lancet. 2015;doi:10.1016/
S0140-6736(15)60266-5. [Epub ahead of print]. 21. Prowle J et al. Renal blood flow, fractional
excretion of sodium and acute kidney injury: time for a new paradigm? Curr Opin Crit Care.
2012;18(6):585-92. 22. Gomez H et al. A unified theory of sepsis-induced acute kidney injury:
inflammation, microcirculatory dysfunction, bioenergetics, and the tubular cell adaptation to
injury. Shock. 2014;41(1):3-11. 23. Chua HR et al. Acute kidney injury after cardiac arrest.
Resuscitation. 2012;83(6):721-7. 24. Togel F, Westenfelder C. Recent advances in the
understanding of acute kidney injury. F1000Prime Rep. 2014;6:83. 25. Kinsey GR, Okusa MD.
Role of leukocytes in the pathogenesis of acute kidney injury. Crit Care. 2012;16(2):214. 26.
Fenhammar J et al. Toll-like receptor 4 inhibitor TAK-242 attenuates acute kidney injury in
endotoxemic sheep. Anesthesiology. 2011;114(5):1130-7. 27. Grams ME, Rabb H. The distant
organ effects of acute kidney injury. Kidney Int. 2012;81(10):942-8. 28. Tomlinson LA et al.
ACE inhibitor and angiotensin receptor-II antagonist prescribing and hospital admissions with
acute kidney injury: a longitudinal ecological study. PLoS One. 2013;8(11): e78465. 29. Marik
PE, Cavallazzi R. Does the central venous pressure predict fluid responsiveness? An updated
metaanalysis and a plea for some common sense. Crit Care Med. 2013;41(7):1774-81. 30. Di

Giantomasso D et al. Intrarenal blood flow distribution in hyperdynamic septic shock: Effect of
norepinephrine. Crit Care Med. 2003;31(10):2509-13. 31. Haase N et al. Hydroxyethyl starch
130/0.38-0.45 versus crystalloid or albumin in patients with sepsis: systematic review with metaanalysis and trial sequential analysis. BMJ. 2013;346:f839. 32. Zarychanski R et al. Association
of hydroxyethyl starch administration with mortality and acute kidney injury in critically ill
patients requiring volume resuscitation: a systematic review and meta-analysis. JAMA.
2013;309(7): 678-88. 33. Perel P et al. Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in
critically ill patients. Cochrane Database Syst Rev. 2013;2:CD000567. 34. Yunos NM et al.
Association between a chloride-liberal vs chloride-restrictive intravenous fluid administration
strategy and kidney injury in critically ill adults. JAMA. 2012;308(15):1566-72. 35. Shaw AD et
al. Major complications, mortality, and resource utilization after open abdominal surgery: 0.9%
saline compared to Plasma-Lyte. Ann Surg. 2012;255(5):821-9. 36. Hansen PB et al. Chloride
regulates afferent arteriolar contraction in response to depolarization. Hypertension.
1998;32(6):1066-70. 37. Chowdhury AH et al. A randomized, controlled, double-blind crossover
study on the effects of 2-L infusions of 0.9% saline and plasma-lyte(R) 148 on renal blood flow
velocity and renal cortical tissue perfusion in healthy volunteers. Ann Surg. 2012;256(1):18-24.
38. Wilcox CS. Regulation of renal blood flow by plasma chloride. J Clin Invest.
1983;71(3):726-35. 39. Grams ME et al. Fluid balance, diuretic use, and mortality in acute
kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2011;6(5):966-73. 40. Prowle JR et al. Fluid management
for the prevention and attenuation of acute kidney injury. Nat Rev Nephrol. 2014;10(1):37-47.
41. Poukkanen M et al. Hemodynamic variables and progression of acute kidney injury in
critically ill patients with severe sepsis: data from the prospective observational FINNAKI study.
Crit Care. 2013;17(6):R295. 42. Bourgoin A et al. Increasing mean arterial pressure in patients
with septic shock: effects on oxygen variables and renal function. Crit Care Med.
2005;33(4):780-6. 43. Asfar P et al. High versus low bloodpressure target in patients with septic
shock. N Engl J Med. 2014;370(17): 1583-93. 44. NICE. Acute kidney injury: Prevention,
detection and management of acute kidney injury up to the point of renal replacement therapy.
NICE guidelines [CG169]. 2013. Available at: http:// www.nice.org.uk/guidance/CG169. Last
accessed: 14 May 2015. 45. Horner D. Care bundles in intensive care. Contin Educ Anaesth Crit
Care Pain. 2012;12(4):199-202. 46. Hoste EA, De Corte W. Implementing the Kidney Disease:
Improving Global Outcomes/acute kidney injury guidelines in ICU patients. Curr Opin Crit Care.

2013;19(6):544-53. 47. McCullough PA. Contrast-induced acute kidney injury. J Am Coll


Cardiol. 2008;51(15):1419-28. 48. Chionh CY et al. Use of peritoneal Dialysis in AKI: A
Systematic Review. Clin J Am Soc Nephrol. 2013;8:1649-60. 49. Harel Z et al. Predictors of
progression to chronic dialysis in survivors of severe acute kidney injury: a competing risk study.
BMC Nephrol. 2014;15:114. 50. Coca SG et al. Chronic kidney disease after acute kidney injury:
a systematic review and meta-analysis. Kidney Int. 2012;81(5):442-8. 51. Bucaloiu ID et al.
Increased risk of death and de novo chronic kidney disease following reversible acute kidney
injury. Kidney Int. 2012;81(5):477-85. 52. Horne KL et al. The effects of acute kidney injury on
long-term renal function and proteinuria in a general hospitalised population. Nephron Clin
Pract. 2014;128(1-2):192-200. 53. Wu VC et al. Long-term risk of coronary events after AKI. J
Am Soc Nephrol. 2014;25(3):595-605. 54. Wu VC et al. The impact of acute kidney injury on
the long-term risk of stroke. J Am Heart Assoc. 2014;3(4): e000933. 55. Wang WJ et al. The
impact of acute kidney injury with temporary dialysis on the risk of fracture. J Bone Miner Res.
2014;29(3):676-84. 56. Johansen KL et al. Predictors of health utility among 60-day survivors of
acute kidney injury in the Veterans Affairs/ National Institutes of Health Acute Renal Failure
Trial Network Study. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5(8):1366-72. 57. Goldstein SL et al. AKI
transition of care: a potential opportunity to detect and prevent CKD. Clin J Am Soc Nephrol.
2013;8(3):476-83. 58. Prowle JR et al. Serum creatinine changes associated with critical illness
and detection of persistent renal dysfunction after AKI. Clin J Am Soc Nephrol. 2014;9(6):101523. 59. Go AS et al. The assessment, serial evaluation, and subsequent sequelae of acute kidney
injury (ASSESS-AKI) study: design and methods. BMC Nephrol. 2010;11:22. 60. ISRCTN ISRCTN25405995: The Aki Risk In Derby (ARID) study. Available at: http://www.isrctn.com/
ISRCTN25405995. Last accessed: 16 April 2015. 61. Ostermann M et al. Clinical review:
Biomarkers of acute kidney injury: where are we now? Crit Care. 2012;16(5):233. 62.
Ostermann M. Diagnosis of acute kidney injury: Kidney Disease Improving Global Outcomes
criteria and beyond. Curr Opin Crit Care. 2014;20(6):581-7. 63. Ostermann M, Joannidis M.
Biomarkers for AKI improve clinical practice: no. Intensive Care Med. 2015;41(4):618-22. 64.
Rabito C et al. Accurate, fast, and convenient measurement of glomerular filtration rate in
potential renal transplant donors. Transplantation. 2010;90(5):510-7.

You might also like