You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN STEMI


RUANG 5 CVCU RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal

Oleh :
Tan Nina Fibriola
NIM. 105070200111016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)

DEFINISI
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh
kerusakan aliran darah koroner miokard (Carpenito, 2001).Infark miocard akut
(IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot
jantung mati.Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan
koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) adalah suatu keadaan infark
miocard atau kerusakan pada sel miokardium dan merupakan sindroma koroner
akut diserta dengan adanya elevasi kenaikan segmen ST yang menetap.
Keadaan ini menggambarkan bahwa ada oklusi total akut pada arteri koroner.
Mortalitas yang terjadi di rumah sakit sekitar 7%. Infark mokard akut dengan
elevasi ST (ST elevation myocardial infrarction = STEMI) merupakan bagian dari
spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu penyakit dalam, 2006).

IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu


ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard

(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan
area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai
dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan
oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu.Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar,
yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat
dirubah.
a. Faktor yang tidak dapat dirubah :
Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat
(Kumar, et al., 2007).
Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat

diabetes,

hiperlipidemia,

dan

hipertensi

berat.Setelah

menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis


meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria.
Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner


(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
b. Faktor resiko yang dapat dirubah :
Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita (Kumar, et al., 2007). Efek rokok adalah
menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin
banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun.
Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih
besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan
tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi,
sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses
aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum
di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan
resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko
penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko

ischemic heart disease

(IHD) sekitar 60%

dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar


50% pasien hipertensi dapat meninggal karena gagal jantung kongestif,

dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al.,


2007). Mekanisme hipertensi berakibat IHD:

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk


jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung
dari berat dan lamanya hipertensi.

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma


langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,
sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor
koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner
dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi
dibanding orang normal.

Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan


predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi
pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat
peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes
mellitus.
Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Patofisiologi
Merokok, alcohol, hipertensi, lipid, congenital
kolesterol berlebih

Melekat pada dinding pembuluh darah

LDL menembus pembuluh darah melalui lapisan sel endotel

Masuk ke lapisan pembuluh darah lebih dalam (intina)

Menyempitkan pembuluh darah

LDL teroksidasi atau dirusak oleh radikal bebas

Mengubah monosit menjadi makrofag

LDL teroksidasi tahap 2

Mengubah makrofag menjadi sel busa

Sel busa berikatan membentuk gumpalan

Penyempitan lumen pembuhuh darah

Aliran darah tidak lancar

Meningkatnya permeabilitas
Stimulasi saraf
terhadap lipid

Nyeri Akut

Perub. Metabolik
aerob anaerob

Suplai O2 tidak
seimbang dg
permintaan O2

Supply O2 ke jaringan
berkurang

Kebutuhan O2 tidak
tercukupi

Takipneu

Resiko Injury
Ketidakefektifan
Pola Napas

Penurunan CO2

Hipotensi

Syok

Penurunan kesadaran

Resiko injury

LDL teroksidasi

Timbul bercak lemak

Plak halus

Aktivasi faktor VII dan X

Protrombin thrombin
Fibrinogen fibrin

Rupture plak

Thrombus

Oklusi arteri koroner

Aliran darah koroner


menurun

Kematian jaringan

Defisit Perawatan Diri

Deficit perawatan diri

Motivasi personal hygiene


asAktivitas
Intoleransi

Kelemahan

Hipoksia

Penurunan aliran darah


Gagal pompa ventrikel kiri

Penurunan
Penurunancardiac
Cardiacoutput
Output

Reflux ke paru-paru

Alveoli edema
Metabolism anaerob

Asam laktat meningkat

Gangguan
Pertukaran Gas

Gagal pompa ventrikel


kanan

Tekanan diastole meningkat

Bendungan atrium kanan

Distress Kultural
Menganggap penyakit tidak
masuk akal
Respon penyebab penyakit
salah
Persepsi thdp
Gang.
penyakit
inadekuat

Interaksi
Sosial

Informasi tidak adekuat

Salah terapi, salah persepsi

Terjadi malam hari

Gangguan
pola
tidur
Gangguan Pola
tidur

Ansietas
Ansietas

Kurang Pengetahuan

Gagal pompa ventrikel kiri

Forward failure

Suplai darah
Suplai O2 otak
Renal flow
jaringan

Sinkop
RAA
Metabolism anaerob

Gangguan
Aldosteron

Gangguan
Asidosis metabolic perfusi
jaringan

Perfusi

ADH
Jaringan
Penimbunan asam

Serebral
laktat dan ATP
Retensi Na +

H2O
Fatigue

Kelebihan
Kelebihan
Intoleransi
volume
c
Intoleransi
Volume
Cairan
aktivitas
Aktivitas
Tidak dapat
beribadah seperti
biasa

Nyeri terus menerus


(reseptor nyeri)

Edema

Perubahan
bentuk

Gangguan
Komunikasi
Verbal

Backward failure

LVED naik

Tek.vena pulmonalis

Tek.kapiler paru

Edema paru
Beban ventrikel kanan

Ronchi basah
Hipertrovi ventrikel kanan

Iritasi mukosa paru


Penyempitan lumen

ventrikel kanan
Reflek batuk

Ketidakefektifan
Penumpukan secret

Bersihan Jalan Napas


Menghambat pertukaran O2
dan CO2

Gangguan
pertukaran
Suplai O2 di sirkulasi
Gangguan Pertukaran
Gas

Distres Spiritual
Gangguan Citra
Tubuh

Bendungan vena sistemik

Hepar

Hepatomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Ketidakefektifan
Ketidakefektifanpola
nafas
Pola
Napas
Mendesak organ GIT

Mual muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Bedrest

Disfungsi Seksual

Kesepian

Mobilisasi berkurang

Sirkulasi O2 terganggu

Dekubitus

Kerusakan intergitas kulit


Kerusakan
Integritas Kulit

Stress Berlebihan

Hambatan Komunikasi
Verbal

Perawatan intensif
Bedrest

Informasi dan dukungan


tidak adekuat

Nafsu makan

Intake kurang

Nutrisi
kurang
dari
Ketidakseimbangan
kebutuhan
nutrisi
kurangtubuh
dari
kebutuhan tubuh

Albumin

Kerusakan
integritas
Kerusakan Integritas
jaringan
Jaringan

Kurang

Kurang
pengetahuan
Pengetahuan

Imunitas tubuh

Leukosit kurang

Resiko Infeksi

Invasi
mikroorganisme
(mudah masuk)

Infeksi

Hipertermi

Hambatan Interaksi
Sosial

Pembatasan immobilisasi

Ansietas

Tidak mau menerima


keadaan tubuh

Tidak patuh dalam


pengobatan

Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan

STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah
oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis.STEMI
terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vascular.Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak
tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus).Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh
darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri
koroner.Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak,
beberapa

agonis

(kolagen,

ADP, epinefrin,

serotonin)

menyebabkan

aktivasi

platelet.Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang


kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut (Price, 2005).
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan
perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi
menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti
fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua
plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi.Kaskade
koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang
rusak, tepatnya pada area rupturnya plak.Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan
konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin.Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri
dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama
inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung
pada

daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi

apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak

durasi oklusi koroner

kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang
terkena

kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tibatiba

faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan

keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner
epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

4. Manifestasi Klinis
a. Keluhan Utama Klasik

Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark


miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga
sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam
atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.

Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien
dengan STEMI.Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral,
yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas,
seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir
sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat
istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada
bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah
lengan.Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung,
rahang

bawah,

dan

leher.Nyeri

sering

disertai

dengan

kelemahan,

berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, 2007).

Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung


yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot
jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan
pertanda disfungsi ventrikel jantung.

b. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri.Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada
pasien dengan STEMI.Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30
menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar
pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu
jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki
manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi),
dan 50% pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi.
Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga
sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin
ditemukan selama satu minggu post STEMI.
5. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu

Lead II, III, aVF : Infark inferior

Lead V1-V3 : Infark anteroseptal

Lead V2-V4 : Infark anterior

Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral

Lead I, aVL : Infark high lateral

Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas

Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral

Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

c. Serum Cardiac Biomarker


Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI.Kecepatan pelepasan
protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local.Biomarker kardiak dapat dideteksi pada
darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian
interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
d. Cardiac Troponin (cTnT dan cTnI)
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)
memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot
skeletal.Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk
cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik.Karena cTnT dan
cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat
setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan
cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic.Kadar cTnT dan cTnI
mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
e. CKMB (Creatine Kinase-MB isoenzym)
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya
kembali normal setelah 48-72 jam.Pengukuran penurunan total CK pada STEMI
memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada
penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular.Pengukuran isoenzim MB dari
CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam

jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis,


pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam
serum.

f. Cardiac Imaging
f.

Echocardiography (ECG)
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal maka nada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat
digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan
terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi
dengan inhibitor RAAS.Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri.Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan
kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.

Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.


Gambar 1. Gambaran EKG STEMI

Gambar 1. a) segmen ST elevasi pada STEMI inferior, ada juga ST depresi di lead aVL. b) STEMI
pada dinding lateral dengan ST elevasi di lead V5 dan V6.

g. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner

besar dan

pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.


h. High Resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
i.

Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari.Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.00015.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat
dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama
dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu (Muttaqin, 2009).

6. Penatalaksanaan
a.

Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit.Prognosis STEMI sebagian besar tergantung
adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan
komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada
STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar

terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi
pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien
yang dicurigai STEMI :

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan


resusitasi

Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis


dokter dan perawat yang terlatih

Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.

b. Hospital
Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk
melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat
tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara
psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak
terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan
dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari
kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185
m minimal tiga kali sehari.
Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama.Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol 300
mg/hari.Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total.Diet

yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah
natrium.
Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
c. Farmakoterapi
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan
NTG intravena.NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi
dan edema paru.Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi
sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin
adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin
juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek
ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang

dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin


bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia (Smeltzer, 2001).
Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse
(agen fibrinolitik).

7. Alogaritma Penatalaksanaan STEMI

8. Komplikasi

Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular.Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik.Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.

Gagal pemompaan (pump failure)


Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4
gallop.Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

Aritmia
Insiden

aritmia

awal.Mekanisme

setelah

STEMI

yang

berperan

meningkat
dalam

pada

aritmia

pasien
karena

setelah
infark

gejala
meliputi

ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,


dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

Gagal jantung kongestif


Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan
kongesti vena sistemik.

Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi
seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.

Edema paru akut


Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli.Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.Kongesti paru
terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.Oleh karena
adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.

Disfungsi otot papilaris


Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke
aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

Defek septum ventrikel


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.

Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang.Kantong pericardium
yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade
jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung.

Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.

Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan menjadi
kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi
peradangan.

9. Asuhan Keperawatan Pasien


1.

Pengkajian
Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat,
no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.

Status kesehatan saat ini


Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.

Riwayat penyakit sekarang (PQRST)

Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.

Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat
keluhan nyeri seperti tertekan.

Region, Radiation, Relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.

Severity (Scale) of Pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan
klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat
angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).

Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium

dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih
lama.

Gejala-gejala

yang

menyertai

infark

miokardium

meliputi

dispnea,

berkeringat, amsietas, dan pingsan.

Riwayat kesehatan terdahulu


Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia.Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.

Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.

Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.

Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah TD, DM.
Tanda:

TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri

Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan


pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.

Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan


kontraktilitas atau komplian ventrikel.

Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar

Friksi; dicurigai perikarditis.

Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.

Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.

Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir tentang keluarga, pekerjaan
dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.

Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun

Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan
berat badan

Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri

Neurosensori

Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan

Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala:
Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher
Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi
dan lansia.
Tanda:

Wajah meringis, perubahan postur tubuh.


Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
Menarik diri, kehilangan kontak mata
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:

Tingkat kesadaran

Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)

Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak


mencukupinya oksigen ke dalam miokard

Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung

Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,


perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel

Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume

Warna dan suhu kulit

Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap


tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)

Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika


merupakan potensial komplikasi yang fatal

Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,


adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria

Pemeriksaan Diagnostik
EKG
Echocardiogram
Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:

Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner

Ketidakefektifan pola nafas yang b.d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan
cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut

Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri,


penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan
struktural

Perubahan

perfusi

jaringan

b.d

penurunan

aliran

darah,

misalnya

vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan


kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung

Ansietas b.d ketakutan akan kematian

Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang b.d penolakan


terhadap diagnosis miokard infark

3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemia jaringan akibat sumbatan pada arteri
koroner
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam skala nyeri
berkurang
Kriteria Hasil : - klien mengatakan nyeri berkurang
-

Skala nyeri 1-2/10

RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)

TD dalam rentang normal (100-120/90-100 mmHg)

Indikator NOC : Pain Level


No.

Indikator

1.

Laporan nyeri

2.

RR

3.

TD

Keterangan Penilaian :
Laporan Nyeri

RR

TD

1 : skala nyeri 9-10

1 : 36-40 x/menit

1 : 60-69/70-80 mmHg

2 : skala nyeri 7-8

2 : 31-35 x/menit

2 :70-79/80-90 mmHg

3 : skala nyeri 5-6

3 : 26-30 x/menit

3 :80-89/80-90 mmHg

4 : skala nyeri 3-4

4 : 21-25 x/menit

4 : 90-99/90-100 mmHg

5 : skala nyeri 1-2

5 : 16-20 x/menit

5 : 100-120/90-100 mmHg

Intervensi NIC :

Pain Management
1) Lakukan pengakajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan, dan
faktor presipitasi.
2) Kolaborasikan pemberian analgesik
3) Lakukan kontrol terhadap lingkungan

yang

mungkin

dapat

meningkatkan ketidaknyamanan pasien


4) Kurangi atau hilangkan faktor yang menimbulakn atau meningkatkan
5)
6)
7)
8)

nyeri
Ajarkan pasien penggunaan teknik nonfarmakologi
Ajarkan pasien mengenai metode farmakologi untuk meredakan nyeri
Dorong pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuat
Berikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan respon

keluarga terhadap nyeri yang terjadi


9) Monitor kenyamanan pasien dengan manajemen nyeri yang telah
dilakukan pada interval khusus
2.

Risiko Penurunan Perfusi jaringan Jantung


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam penurunan
perfusi jaringan jantung tidak terjadi
Kriteria Hasil : - klien mengatakan mual berkurang dan intake makanan baik
-

Nadi dalam rentang normal (80-100 x/menit)

Pada hasil EKG segmen ST kembali normal

Indikator NOC : Tissue Perfusion : Cardiac


No.

Indikator

1.

Mual

2.

Takikardi

3.

EKG

Keterangan Penilaian :
Mual

Takikardi

1 : sangat mual, tidak ada intake makanan

1 : 161-180 x/menit

2 : sangat mual, intake`makanan sedikit

2 : 141-160 x/menit

3 : mual, intake makanan cukup baik

3 : 121-140 x/menit

4 : sedikit mual, intake makanan baik

4 : 101-120 x/menit

5 : tidak ada mual, intake makanan sangat baik 5 :80-100 x/menit


EKG
1 : terdapat Q patologis
3: elevasi segmen ST
5 : segmen ST kembali normal
Intervensi NIC :
Cardiac Care : Acute
1) Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi, durasi,faktor presipitasi,
dan faktor yang mengurangi nyeri)
2) Monitor irama dan cardiac rate
3) Monitor status neurologi
4) Lakukan perekaman 12 lead`EKG, jika diperlukan
5) Ambil serum, kadar CK, LDH, dan AST, jika diperlukan
6) Monitor fungsi renal
7) Berikan makanan sedikit tapi sering
8) Batasi konsumsi kafein, sodium, kolesterol, makanan tinggi lemak, dan
seterusnya
9) Monitor keefektifan pemberian terapi oksigen
10) Berikan obat-obatan untuk meredakan atau mencegah terjadinyanyeri
dan iskemia, sesuai kebutuhan
11) Monitor keefektifan pengobatan

3.

Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam curah
jantung dapat kembali normal
Kriteria Hasil : - klien mengatakan tidak sesak napas
-

RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)

Urine output dalam rentang normal (1 cc/menit)

Indikator NOC : Cardiac pump effectiveness


No.

Indikator

Urine output

5
v

Sesak saat istirahat

Intoleransi aktivitas

Keterangan Penilaian :
Urine output

Sesak

1 : 11 20 cc/jam

1 : sangat berat, RR : 36-40 x/menit

2 : 21 30 cc/jam

2 : berat, RR : 31-35 x/menit

3 : 31 40 cc/jam

3 : sedang, RR : 26-30 x/menit

4 : 41 50 cc/jam

4 : ringan, RR : 21-25 x/menit

5 : 51 60 cc/jam

5 : tidak ada, RR : 16-20 x/menit

Intoleransi Aktivitas
1 : tidak mampu melakukan apapun
2 : aktivitas perawatan diri dibantu

3 : aktivitas perawatan diri dengan bantuan minimal


4: mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
5 : dapat melakukan aktivitas sehari-hari

Intervensi NIC :
Cardiac Care
1) Catat tanda dan gejala penurunan cardiac output
2) Monitor tanda-tanda vital secara teratur
3) Monitor status kardiovaskular
4) Monitor gejala respirasi unruk terjadinya gagal jantung
5) Monitor keseimbangan cairan
6) Monitor toleransi aktivitas pasien
7) Monitor adanya dispnea, fatigue, tachipnea, dan ortopnea
8) Tingkatkan pengurangan stres
9) Instruksikan kepada pasien pentingmya untuk segera melaporkan
adanya ketidaknyamanan pada dada

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah, volume 2. EGC:
Jakarta

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrisons Principles
of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hall, Jhon E. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall. Editor Bahasa
Indonesia: Irawati Setiawan Edisi 11. Jakarta: EGC
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbins Basic Pathology, The Kidney And Is
Collecting System. Elsevier Inc.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, A. 2009.Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2.Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.Edisi
8.Jakarta : EGC.
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Thaler. 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Zainul Abidin and Roberth Corner .2008. ECG Interpretation The Self-Assesment
Approach second edititon .Blackwell Publishing: USA.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2006. Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit. Dalam FK UI.
GuytonA.C. and J.E. Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

You might also like