You are on page 1of 112

GEOLOGI DAN ANALISIS GEOLOGI TEKNIK UNTUK

PENGALIHAN JALUR REL KERETA API CIGANEA SUKATANI


KM 110+100 HINGGA KM 111+220, KECAMATAN JATILUHUR,
KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan Program Studi Strata 1 Departemen Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.

Disusun Oleh :
MUDRIK R DARYONO
12098036

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2003

GEOLOGI DAN ANALISIS GEOLOGI TEKNIK UNTUK


PENGALIHAN JALUR REL KERETA API CIGANEA SUKATANI
KM 110+100 HINGGA KM 111+220, KECAMATAN JATILUHUR,
KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan Program Studi Strata 1 Departemen Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.

Disusun Oleh :
MUDRIK R DARYONO
12098036

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2003

LEMBAR PENGESAHAN

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk


Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani KM 110+100
hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta,
Propinsi Jawa Barat

Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan Program Studi Strata 1 Departemen Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.

Penulis

Mudrik R Daryono
NIM. 12098036

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Bandono ,MSc


NIP.130519847

Ir. Nasjruddin Lubis


NIPP. 40310

Ya Allah, pada-Mu aku mengeluh atas kelemahanku, miskin dayaku dan kerendahanku di
hadapan manusia lain.

Yang Maha Pengasih, Kaulah Tuhan bagi kaum lemah dan Kaulah Tuhanku.
kepada siapa Kau akan mempercayakanku?
kepada seseorang yang jauh akan menyalahgunakan aku?
atau kepada musuh yang Kau beri kekuatan melebihi kekuatanku?
jika Kau tidak murka padaku, aku tak peduli.
pilihan-Mu jauh lebih luas dari pada pilihanku.
aku mohon perlindungan dalam cahaya-Mu yang menerangi kegelapan dan benda-benda di dunia
ini, dan sesudahnya yang telah disusun dengan tertib.
asalkan kemurkaan-Mu tidak turun padaku atau kemarahan-Mu membakarku.
segalanya hanya untuk kepuasan-Mu dan semoga Engkau puas.

tak ada kekuatan yang dapat selamat dihadapan-Mu.

Amstrong, Karen; MUHAMMAD Sang Nabi; hal 185; Mizan; 2001. doa Nabi.

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

SAR I

Pada tanggal 30 Januari 2002 terjadi longsor di jalur kereta api Ciganea-Sukatani di
KM 111+0/2 yang menyebabkan terputusnya jalur kereta Jakarta-Bandung. Alternatif
solusi pengalihan jalur rel kereta (Re-aligment track) merupakan alternatif jangka panjang
satu-satunya yang harus dilakukan.
Jalur rel kereta berada diatas endapan volkanik Kuarter yang berada tidak selaras
diatas satuan batulempung Formasi Subang dan satuan breksi volkanik Formasi Citalang
yang berumur Tersier. Pada satuan batulempung dan breksi volkanik menunjukkan adanya
struktur sesar yang tertimbun oleh satuan pasir tuffan.
Penelitian geologi teknik menunjukkan kelongsoran tersebut disebabkan oleh
kenaikan muka air tanah yang sebanding dengan kenaikan curah hujan yang terjadi, satuan
pasir tuffan yang bersifat lepas-lepas belum terkompaksi, perubahan geometri lereng akibat
aktifitas manusia maupun proses eksogen, dan adanya gempa yang menggerakkan kembali
sesar-sesar yang telah ada.
Analisis stabilitas lereng pada daerah galian pada lereng dibawah rencana jalur rel
kereta baru menunjukkan angka faktor keamanan 1.73 , sedang lereng diatas jalur rel kereta
menunjukkan angka faktor keamanan adalah 0.55 dengan bidang gelincir pada garis kontak
antara satuan pasir tuffan dan satuan batulempung. Hal ini menunjukkan pada lereng diatas
jalur rel kereta harus mempergunakan perkuatan buatan untuk dapat mencapai faktor
keamanan 1.5 yang dipersyaratkan.
Daerah timbunan melewati daerah yang terjadi longsor dangkal. Stabilitas lereng
daerah timbunan menunjukkan angka faktor keamanan sebesar 1.33 sehingga diperlukan
perkuatan tambahan untuk mencapai faktor keamanan 1.5.

Kata kunci : geologi, geologi teknik, stabilisasi, lereng.

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Lembar Pengesahan
Sari
Daftar Isi

Daftar Gambar

Daftar Foto

vii

Daftar Tabel

viii

Daftar Lampiran

ix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2

1.3 Lokasi Penelitian

1.2

1.4 Ruang Lingkup

1.3

1.5 Pendekatan dan Metode Penelitian

1.4

1.5.1 Tahap Penelitian Lapangan

1.5

1.5.2 Tahap Analisa Data Sekunder

1.5

1.5.3 Tahap Analisa Laboratorium

1.6

1.6 Sistimatika Pembahasan

1.7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiografi Daerah Purwakarta

2.1

2.2 Stratigrafi Daerah Purwakarta

2.2

2.3 Geologi Struktur Regional

2.4

2.4 Kestabilan Lereng

2.5

-i-

2.5 Konsep Kestabilan Lereng

2.5

2.6 Mekanika Gerak Massa

2.6

2.7 Kinematika Kecepatan Keruntuhan

2.7

BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi

3.1

3.1.1 Satuan Perbukitan Endapan Volkanik

3.4

3.1.2 Satuan Perbukitan Lipatan

3.4

3.1.3 Satuan Dataran Aluvial

3.4

3.1.4 Satuan Danau

3.5

3.2 Stratigrafi

3.5

3.2.1 Satuan Napal Lempungan

3.6

3.2.2 Satuan Batulempung

3.7

3.2.3 Satuan Breksi Volkanik

3.9

3.2.4 Satuan Pasir Tuffan

3.10

3.2.5 Satuan Endapan Aluvium

3.12

3.3 Struktur Geologi

3.13

3.3.1 Antiklin Km 110 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani

3.13

3.3.2 Sesar Km 110 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani

3.13

3.3.3 Sesar Km 110+290 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani

3.14

3.3.4 Sesar Km 110+900 hingga Km 111+220 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani 3.15
3.3.5 Kekar Km 110+900 hingga Km 111+220 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani 3.18
3.3.6 Struktur Hancuran dan Mikrofold didekat Km 111+220 Jalur Rel Kereta
Ciganea-Sukatani

3.19

3.3.7 Struktur Sesar Naik Tertimbun Bendungan Ubrug

3.20

3.3.8 Pola Struktur Daerah Penelitian

3.20

3.3.9 Mekanisme Pembentukan Struktur

3.20

3.4 Sejarah Geologi

3.21

- ii -

BAB IV

ANALISIS GEOLOGI TEKNIK

4.1 Aspek Geologi

4.3

4.1.1 Batuan Dasar

4.3

4.1.1.1 Satuan Pasir Tuffan

4.3

4.1.1.2 Satuan Batulempung Formasi Subang

4.4

4.1.1.3 Satuan Breksi

4.4

4.1.2 Soil (Tanah)

4.5

4.1.3 Struktur Geologi

4.6

4.1.4 Hidrogeologi

4.6

4.1.5 Kegempaan

4.7

4.2 Aspek Lainnya

4.9

4.2.1 Iklim dan Curah Hujan

4.9

4.2.2 Vegetasi

4.10

4.2.3 Kegiatan Manusia

4.11

4.3 Analisis Kestabilan Lereng

4.11

4.3.1 Metode Yang Digunakan

4.11

4.3.1.1 Metode Irisan Simplikasi Janbu

4.11

4.3.2 Desain Jalan Rel Kereta Api

4.15

4.3.2.1 Tanah Dasar

4.15

4.3.2.2 Tanah Timbunan

4.17

4.3.2.3 Tanah Galian

4.18

4.3.2.4 Perbaikan Tanah

4.18

4.3.2.5 Geometri Jalan Rel

4.18

4.3.2.6 Gradien Jalan Rel

4.20

4.3.3 Analisis Desain Lereng Pengalihan Jalur Rel (Re-aligment Track)

4.20

4.3.3.1 Tinjauan Terhadap Stabilitas Lereng Didaerah Galian

4.20

4.3.3.2 Tinjauan Daya Dukung dan Stabilitas Daerah Timbunan

4.23

-3-

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1

5.2 Kesimpulan dan Saran untuk Pekerjaan Pembangunan Jalan Realigment

5.2

5.2.1 Penyebab Longsoran

5.2

5.2.2 Stabilitas Daerah Galian

5.2

5.2.3 Stabilitas Daerah Timbunan

5.3

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Gb. I.1 Peta kontur pengalihan jalur kereta api

1.2

Gb. I.2 Peta indek daerah penelitian

1.3

Gb. I.3 Diagram alur pemecahan masalah

1.4

Gb. I.4 Diagram alur metode penelitian

1.7

Gb. II.1 Fisiografi Jawa Barat (menurut van Bemmelan, 1949)

2.2

Gb. II.3 Peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972)

2.3

Gb. II.4 Polo struktur Jawa (Pulunggono & Martodjojo, 1994)

2.4

Gb. II.5 Mekanikia dasar gerak massa

2.6

Gb. II.6 Beberapa jenis pergerakan lereng (Abramson et.al1996)

2.8

Gb. III.1 Sketsa pergeseran kedudukan lapisan

3.14

Gb. III.2 Sketsa singkapan struktur sepanjang jalur rel kereta Km 110+900
hingga 111+220

3.16

Gb. III.3 Stereonet bidang-bidang sesar dan lapisan satuan pasir tuffan

3.17

Gb. III.4 Model struktur bunga tulip (Woodcock dan Schubert, 1994)

3.18

Gb. III.5 Skematik diagram blok yang terpisahkan oleh sesar (R.W. Krantz)

3.21

Gb. IV.1 Mekanisme sesar akibat gempa dalam (M>5.0) antara th. 1934-Juni 1983
(SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)

4.8

Gb. IV.2 Mekanisme sesar akibat gempa intermediate (M>5.0) antara th. 1934Juni 1983 (SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)

4.8

Gb. IV.3 Mekanisme sesar akibat gempa dangkal (M>5.0) antara th. 1934-Juni 1983
(SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)

4.9

Gb. IV.4 Histogram curah hujan rata-rata daerah Purwakarta

4.10

Gb. IV.5 Pembagian massa tanah yang menggelincir (Abramson et.al1996)

4.12

Gb. IV.5 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan (Abramson et.al1996))

4.12

Gb. IV.6 Nilai koreksi fo pada metode simplikasi Janbu (Abramson et.al1996)

4.14

Gb. IV.7 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan batas cair dan batas
pemompaan Lumpur

4.16

Gb. IV.8 Hubungan antara tegangan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar dan
penghisapan lumpur

4.16

Gb. IV.9 Ketentuan desain tanah timbunan (PD No.10 PT.KAI)

4.17

Gb. IV.10 Ketentuan desain tanah galian (PD No.10 PT.KAI)

4.18

Gb. IV.11 Jari-jari lengkung rel kereta api (PD No.10 PT.KAI)

4.19

Gb. IV.12a&b Stabilitas lereng daerah galian

4.22

Gb. IV.13a&b Stabilitas lereng daerah timbunan

4.24

DAFTAR FOTO

Foto III.1 Tipe genetik sungai subsequen terdapat pada satuan batulempung dengan erosi
secara lateral disungai Cikembang.

3.2

Foto III.2 Lembah sungai berbentuk V terdapat satuan pasir tuffan menunjukkan sungai
tahapan muda pada sungai Cisuren.

3.2

Foto III.3 Bentang alam daerah penelitian diambil dilokasi perpotongan antara sungai
Cisalak dan rel kereta api.

3.3

Foto III.4 Satuan geomorfologi dataran aluvial.

3.5

Foto III.5 Singkapan batupasir kuarsa satuan napal.

3.6

Foto III.6 Singkapan sisipan napal keras pada satuan batulempung.

3.8

Foto III.7 Singkapan breksi pada lokasi 21.

3.9

Foto III.8 Sisipan konglomerat pada satuan breksi volkanik.

3.10

Foto III.9 Singkapan pasir tuffan.

3.11

Foto III.10 Singkapan endapan aluvium.

3.12

Foto III.11 Pergeseran lapisan yang tertutup jalan proyek.

3.14

Foto III.12 Offset pada satuan pasir tuffan.

3.15

Foto III.13 Struktur sepanjang jalur rel kereta Km 110+900 hingga Km 111+220 3.16
Foto III.14 Kekar terisi lempung pada satuan pasir tuffan.

3.18

Foto III.15 Struktur mikrofold pada satuan batulempung.

3.19

Foto III.16 Struktur hancuran pada satuan batulempung.

3.19

Foto IV.1 Singkapan lapukan satuan pasir tuffan.

4.6

DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Hubungan antara isu utama penelitian dan komponen, parameter serta
pendekatannya.

1.4

Tabel II.1 Besar faktor keamanan [An engineering Manual for Slope Stability
Studies,79]

2.6

Tabel II.2 Klasifikasi pergerakan lereng

2.8

Tabel III.1 Kolom stratigrafi umum daerah Ciganea Purwakarta

3.22

Tabel III.2 Perbandingan satuan batuan dengan formasi peneliti terdahulu

3.23

Tabel III.3 Analisa semikuantitatif foraminifera kecil

3.24

Tabel IV.1 Ketentuan jari-jari lengkung rel kereta api (PD No.10 PT.KAI)

4.19

Tabel IV.2 Klasifikasi kereta terhadap kecepatan, beban dan gradien


(PD No.10 PT.KAI)

4.20

Tabel IV.3 Parameter desain stabilitas lereng daerah galian.

4.21

Tabel IV.4 Parameter desain stabilitas lereng daerah timbunan.

4.23

DAFTAR LAMPIRAN

Analisa Stereonet Struktur Geologi

Analisa Kalsimetri

Analisa Petrografi

Peta Lintasan

Peta Geomorfologi

Peta Geologi

Peta Geologi Teknik (lampiran lepas)

Peta Penampang dan Desain Geologi Teknik (lampiran lepas)

Diagram Blok Geologi

Peta Isophreatik

Data Log Bor

Data Log CPT

Klasifikasi Tanah berdasarkan Grafik

Data Log Bor Rencana Jalur Rel Baru

Data Properti Lapisan

Data Uji Uniaksial

Data Uji Triaksial

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tanggal 30 Januari 2002 terjadi longsor di jalur kereta api antara CiganeaSukatani di KM 111+0/2, pada lokasi ini pergerakan tanah telah berlangsung selama
lebih dari 20 tahun. Berdasarkan laporan penelitian Irsyam dkk (2001) menunjukkan
bahwa kondisi tanah dalam keadaan yang tidak stabil dan diperburuk lagi oleh adanya
aliran air tanah pada lapisan silty sand (Irsyam dkk,2001). Berbagai alternatif solusi
jangka panjang yang telah dipertimbangkan teknis dan non teknis antara lain :
menggunakan pile yang diangkur (Irsyam dkk,2001) dan pengalihan jalur rel kereta.
Menurut perhitungan biaya, pengalihan jalur rel kereta api adalah solusi paling
ekonomis dalam menangani permasalahan ini.
Jalur rel kereta api mempunyai parameter khusus yang harus dipenuhi dalam
mendesain jalur rel baru. Hal ini yang harus dipenuhi dalam mendasain jalur baru yang
akan memotong bukit dan menimbun lembah.
Pemotongan dan penimbunan ini memerlukan studi geologi dan geologi teknik
dalam mendesain kestabilan (kemiringan lereng dan timbunan) sehingga didapat
konstruksi bangunan sipil yang ideal.
Berdasarkan data geologi, daerah penelitian berada pada endapan volkanik
Kuarter yang berada tidak selaras diatas satuan batulempung Subang dan breksi
Citalang. Pada satuan endapan volkanik Kuarter ini sering terjadi longsor terutama
pada musim hujan. Hal ini yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih detil
sehingga dapat merekayasa dalam pengalihan jalur kereta yang lebih aman.

Pendahuluan 1 . 1

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

10 CM

10

15

20

25

50

Rel Kereta Api


Temporary Track
Rencana Jalur Baru

Gb.I.1 Peta kontur pengalihan jalur kerata api.

1.2 Maksud Dan Tujuan


Penelitian geologi ini berjudul Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk
Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani KM 110+100 hingga KM
111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat .
Penelitian geologi meliputi : pemetaan geologi, penelitian geologi teknik yang
digunakan sebagai bahan timbunan dan analisis laboratorium dalam kaitannya dengan
perencanaan teknik pembangunan jalur baru. Maksud penelitian ini adalah untuk
menerapkan ilmu geologi yang dicapai di bangku kuliah. Tujuan umum yang ingin
dicapai adalah mengetahui keadaan geologi dan menganalisis kondisi geologi
tekniknya sebagai data dasar dan data tambahan dalam mendesain stabilitas lereng dan
timbunan.

1.3 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta,
Propinsi Jawa Barat. Daerah penelitian berada didaerah kampung Ciganea, kampung

Pendahuluan 1 . 2

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

Pasiripih, kampung Mekarsari Ubrug dan kampung Cibinong dengan luas wilayah 5,09
2

km (2,75 km x 1,85 km) dan untuk penelitian geologi teknik berada disepanjang jalur
kereta api Ciganea Sukatani KM 110+100 hingga 111+300 dan lebar 300 m dengan
2

luas wilayah penelitian 41.250 m . Lokasi penelitian dapat dicapai dengan


menggunakan kendaraaan umum atau kereta api trayek Bandung Purwakarta.

Gb.I.2 Peta indek daerah penelitian.

1.4 Ruang Lingkup


Dalam suatu urutan geologi teknik lazim digunakan konsep SIDCOM (Survey,
Investigation, Design, Construction, Operation and Maintenance). Ditinjau dari konsep
tersebut, penelitian ini termasuk dalam tahap survei, investigasi dan desain. Ruang
lingkup penelitian meliputi empat komponen geologi, yaitu : tanah dan batuan,
geomorfologi, hidrogeologi dan geodinamika.
Tabel I.1 dibawah menunjukkan hubungan antara isu utama penelitian dengan
komponen, parameter serta pendekatannya.

Tabel I.1 Hubungan antara isu utama penelitian dengan komponen, parameter serta
pendekatannya.
Isu Utama

Komponen

1. Informasi geologi

Pendekatan

- Tanah dan batuan

- Sifat fisik dan mekanik

- Geomorfologi

- Air tanah

2. Hubungan kondisi geologi - Hidrogeologi


terhadap sifat keteknikannya

Parameter

- Geodinamika

- Lapangan : permukaan
dan bawah permukaan

- Proses

eksogen

dan

- Analisa Laboratorium
- Analisa data sekunder

endogen
- Sudut lereng

3. Desain bangunan

- Stabilitas lereng
- Timbunan

4. Desain jalan rel kereta api

- Geometri jalan rel

- Lengkung
- Landai

1.5 Pendekatan dan Metodelogi Penelitian


Pendekatan yang dilakukan adalah dengan tiga cara, yaitu : analisa data
sekunder, penelitian lapangan dan analisa laboratorium.
Konstruksi Sipil
Masalah

Studi literatur

Hipotesa

Kondisi Geologi

Penelitian
Geologi dan Geologi Teknik

Bab 1.5.1
Penelitian
lapangan

Bab 1.5.2
Analisa
laboratorium

Analisia
komprehensif

Informasi geologi dan


sifat keteknikan
Gb. I.3 Diagram alur pemecahan masalah.

Sintesa

Bab 1.5.3
Analisa
Data sekunder

1.5.1 Tahap Penelitian Lapangan

Pembuatan peta geologi skala 1:12500

Pembuatan lintasan pengamatan

Pengamatan meliputi : batuan, struktur, stratigrafi, dimensi bentang


alam, relief, proses eksogen dan aktifitas manusia.

Pencatatan, pembuatan sketsa, dan dokumentasi.


Pembuatan peta geomorfologi skala 1:12500
Pengamatan meliputi : dimensi bentang alam, relief, proses eksogen dan
aktifitas manusia.

Pembuatan peta geologi teknik detil skala 1:1000.


Pengamatan meliputi : tanah dan batuan, struktur, aktifitas manusia,
proses erosi dan gerakan tanah.

Pencatatan, pembuatan sketsa, dan dokumentasi.


Pembuatan peta isophreatik skala 1:5000.
Pengamatan mata air dan ketinggian muka air tanah.

1.5.2 Tahap Analisa Data Sekunder


a. Permukaan
Analisa geologi regional dari studi laporan terdahulu dan pustaka meliputi
tinjauan fisiografis, struktur, stratigrafi, sejarah geologi dan sifat keteknikan
b. Bawah Permukaan
Pemeriksaan kembali data-data mentah yang telah ada, meliputi :

Analisa data sekunder sifat-sifat fisik dan mekanik meliputi :


kandungan air alami (Wn)

berat basah ()

berat kering (d)

berat jenis spesifik (Gs)

void ratio (e)

porositas (n)

derajat kejenuhan (Sr)

unconfined compression test (qu)

Sensitivitas (St)

Triaxial test (c dan )

Analisa data diskripsi dan korelasi batuan dan tanah.

Analisa SPT, CPT, bore log dan sondir.

1.5.3 Tahap Analisa Laboratorium

Analisa mikropaleontologi

Analisa kalsimetri

Analisa petrografi

Analisa struktur

Secara rinci diagram alur pendekatan dan metode penelitian sebagai berikut :

Sampling
- kalsimetri
- petrografi
- mikropaleontologi

Pemetaan Detil
1:1000

Pemetaan Lokal
1:12500

Studi Data
Sekunder
- Peta regional
- laporan dan data
lain,

Pemetaan

Studi Hasil
Pemboran
- log bor

Insitu Test
- SPT
- CPT
- Inklinometer

Studi Laboratorium
- Properti tanah
- Kekuatan tanah

Studi Data
Sekunder

Permukaan

Bawah Permukaan

Penelitian

Desain Pengalihan
Jalur Kereta

Gb. I.4 Diagram alur metode penelitian.

1.6 Sistimatika Pembahasan


Dalam penulisan ini akan dibagi dalam beberapa bab yang akan membahas tiap
pokok masalah .
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi,
pendekatan dan metode penelitian.
Bab II merupakan tinjauan pustaka geologi regional daerah penelitian dan kestabilan
lereng.

Bab III membahas geologi daerah penelitian meliputi geomorfologi, stratigrafi,


struktur geologi dan sejarah geologi berdasarkan peta skala 1:12500 dan skala 1:1000.
Bab IV membahas geologi teknik daerah penelitian meliputi keadaan geologi yaitu :
tipe karakteristik deposit tanah, tipe karakteristik batuan, keadaan struktur geologi,
keadaan hidrogeologi, kegempaan; keadaan lainnya yang meliputi iklim, vegetasi dan
kegiatan manusia; dan analisis kestabilan lereng, meliputi : metode yang akan
digunakan, parameter desain dan keadaan jalur rel yang sekarang dan yang akan
dibangun.
Bab V akan berisi ringkasan kesimpulan dan saran dari seluruh uraian yang ada.

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Fisiografi Daerah Purwakarta


Oleh van Bemmelan (1949) Jawa Barat dibagi atas enam zona fisiografi, yaitu :
1. Zona Daerah Pantai Jakarta
2. Zona Bogor
3. Zona Pegunungan Bayah
4. Zona Bandung
5. Zona Gunung Api Kuarter
6. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat
Daerah penelitian masuk dalam Zona Bogor yang tersusun atas antiklinorium
dengan sumbu antiklinorium melengkung ke arah utara serta terdiri atas jalur perbukitan
dan pegunungan yang sangat kompleks.

Antiklinorium yang terdapat pada zona ini

menyebabkan lipatan pada endapan berumur Neogen dengan disertai oleh intrusi batuan
volkanik hipabisal yang terdiri dari volcanic neck, stocks, dan bosses (Bemmelen, 1949).
Zona Bogor ini meliputi Rangkasbitung (daerah Jasinga) di bagian barat,
melewati Purwakarta, Subang, dan Sumedang, hingga ke Bumiayu dan Kali Pemali di
bagian timur (Bemmelen, 1949).

Tinjauan Pustaka 2 . 1

Gb.II.1 Fisiografi Jawa Barat (menurut van Bemmelan, 1949).

2.2 Stratigrafi Daerah Purwakarta


Satuan lithostratigrafi secara regional berdasarkan peta geologi lembar Cianjur
(Sudjatmiko, 1972) terdiri dari Formasi Jatiluhur, Formasi Subang, Satuan batupasir
tuffan dan Satuan aluvial. Formasi Jatiluhur berumur Miosen Tengah (Sudjatmiko, 1972)
anggota napal dan batupasir kuarsa terdiri dari napal abu-abu tua, batulempung napalan
dan serpih lempungan dengan sisipan batupasir kuarsa, kuarsit dan batugamping napalan.
Diatasnya diendapkan secara selaras Formasi Subang (Miosen Akhir) anggota
batulempung yang terdiri umumnya batulempung yang mengandung lapisan-lapisan dan
nodula batugamping napalan keras, napal dan lapisan-lapisan batugamping abu-abu tua
setebal 2-3m. kadang-kadang mengandung sisipan batupasir glaukonit hijau.

Secara tidak selaras diendapkan Satuan batupasir tuffan terdiri atas batupasir dan
konglomerat hasil endapan lahar pada kala Kuarter (Sudjatmiko, 1972). Satuan ini setara
dengan older volcanic (Van Bemmelen, 1949) dan endapan volkanik tua (Martodjojo,
1984). Kala Resen diendapkan satuan aluvial yang terdiri atas lempung, lanau, pasir dan
kerikil yang merupakan endapan sungai sekarang.
Keterangan
Qa : Aluvium
Qos: Batupasit tuffan dan
konglomerat
Msc: Batulempung
(F.

Subang)

Mdm: Anggota napal dan


batupasir kuarsa
(F. Jatiluhur)
Pt: Konglomerat, batupasir
dan breksi

(F. Citalang)

Ha: Andesit Hornblenda dan


Porfir Diorit Hornblenda
Vi: Vitrofir, Porfir Basalt dan
Dolerit
Daerah penelitian
Daerah
geologi teknik
Sesar naik
Sesar
Antiklin
Kontak

Skala 1:67.000

N
Gb.II.3 Peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972)

penelitian

2.3 Geologi Struktur Regional


Pola struktur Jawa dapat dibagi menjadi 3 arah kelurusan dominan, yaitu : arah
Merantus ( Timur Laut Barat Daya), pola Sunda (Utara Selatan) serta pola Jawa
(Barat Timur) (Pulunggono & Martodjojo, 1994).
Arah Meratus diwakili oleh sesar Cimandiri yang tampak dominan di lepas pantai
Utara Jawa Timur yang juga berkembang di bagian Selatan pulau Jawa. Pola Sunda
umumnya terdapat dibagian Barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai Utara Jawa Barat.
Pola Jawa umumnya dominan berada di pulau Jawa.
Berdasarkan peta geologi lembar Cianjur menunjukkan bahwa struktur daerah
Purwakarta adalah berpola Sunda dengan arah relatif Utara-Selatan.

Gb.II.4 Pola struktur Jawa (Pulunggono & Martodjojo, 1994).

2.4 Kestabilan Lereng


Geologi regional merupakan hal yang penting didalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan lereng dan pembangunan lereng.
Penelitian geologi lokal detil meliputi : (1) geometri bawah permukaan, (2)
properti tanah dan (3) air tanah biasa disebut sebagai tiga aturan stabilitas lereng (Thomas
S Lee, 1995).

2.5 Konsep Kestabilan Lereng


Salah satu parameter dalam desain stabilitas lereng adalah Faktor Keamanan
(FK). Faktor ini yang digunakan untuk mengidentifikasi stabilitas lereng meliputi sebagai
berikut :
-

FK > 1 menunjukkan lereng stabil

FK = 1 menunjukkan lereng tidak stabil

FK < 1 menunjukkan lereng tidak stabil

Besar FK dalam mendesain lereng sangat bergantung pada kualitas penyelidikan


tanah, fungsi lereng dan pengalaman perencana. Semakin rendah kualitas penyelidikan
tanah dan semakin rendah pengalaman perencana, semakin besar faktor keamanan yang
digunakan. Berikut adalah besar FK yang direkomendasikan J.M. Duncan dan A.L.
Buchignani (An engineering manual slope stability studies, 1979).

Keakuratan pengukuran data

Biaya dan resiko keruntuhan lereng

Kecil1

Besar2

1.25

1.5

1.5

Perbandingan biaya perbaikan dan pembangunan.


Tidak berbahaya terhadap kehidupan atau properti
lain bila lereng runtuh
Biaya

perbaikan

lebih

besar

dari

biaya

pembangunan, atau berbahaya bagi kehidupan


atau properti lain bila lereng runtuh

Tabel II.1 Besar faktor keamanan [An engineering Manual for Slope Stability Studies,
79]
1. Kecil jika kondisi tanah seragam dan data yang menggambarkan konsisitensi,
kelengkapan dan karakteristik kuat tanah tersedia dengan baik.
2. besar jika kondisi tanah kompleks dan jika data menggambarkan konsistensi,
kelengkapan dan gambaran karakter kuat tanahnya tidak tersedia dengan baik.

2.6 Mekanika Dasar Gerak Massa


Gaya dasar yang bekerja di alam adalah :

W
c
N

Gb.II.5

dasar gerak massa

u
F

friction angle =

W : berat blok dengan dua komponen D dan N.


D : gaya penggerak = W Sin

Mekanika

N : gaya tekan normal pada bidang gelincir = W Cos - u


u : gaya angkat tekanan air pori
c dan F : gaya hambat reaksi terhadap gaya D
c dan adalah properti materialnya
c : kohesifitas sepanjang lintasan bidang geser
F : gaya geser pada bidang geser = N Tg
R : gaya tahan untuk shear = c + (W Cos - u ) Tg

FK = R / D = resisten / gaya utama

Mekanika dasar gerak massa ini yang mendasari pergerakan-pergerakan


keruntuhan lereng di alam.
2.7 Kinematika Kecepatan Keruntuhan Lereng
Cruden dan Varnes berdasarkan kinematika keruntuhan lereng membedakan jenis
pergerakan lereng menjadi sebagai berikut, yang ilustrasinya dapat dilihat pada gambar
1. Jatuhan (falling)
2. Rubuhan (toppling)
3. Gelinciran (sliding) dapat berupa rotational ; translational ; compound
4. Sebaran (Spreading)
5. Aliran (flowing)

Gb. II.6 Beberapa jenis pergerakan lereng [Abramson et.al1996]


Jenis pergerakan jatuhan dan rubuhan sering terjadi pada lereng batuan sedang tiga jenis
berikutnya sering terjadi pada lereng tanah.
Menurut Cruden dan Varnes (1992), kecepatan pergerakan berkisar kurang dari 6
inchi per tahun sampai lebih dari 5 feet perdetik. Kecepatan ini dapat berlipat ganda
sampai 100 kali seperti terlihat dari tabel II.2.
Tabel II.2 KIasifikasi kecepatan gerakan lereng
class
Description
Velocity (mm/sec)
7
Extremely rapid
5 x 103
6
Very rapid
50
5
Rapid
0.5
4
Moderate
5 x 10-3
3
Slow
50 x 10-6
2
Very Slow
0.5 x 10-6
1
Extremely Slow
Sumber : Abramson et.al 1996 Slope Stability & Stabilitation Methods,31

BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi
Mengacu pada klasifikasi Lobeck (1939) daerah penelitian termasuk dalam
klasifikasi perbukitan komplek yang terbagi dalam empat satuan geomorfologi, yaitu :
satuan perbukitan endapan volkanik, satuan perbukitan lipatan, satuan danau dan satuan
dataran aluvium yang mencerminkan lithologi berbeda dan menunjukkan tahap
geomorfik yang berbeda.
Tipe genetik sungai pada daerah penelitian adalah tipe sungai subsequen pada
sungai Cibarengkok, Cikatumba, Cijambe dan Cikembang dengan ciri arah aliran sungai
mengikuti jurus lapisan. Sungai Cisuren dan Cisabuk menunjukkan pola sungai resequen
dengan ciri arah aliran sungai mengikuti kemiringan lereng dan kemiringan lapisan yang
terbentuk setelah sungai utama. Tipe genetik aliran sungai obsequen dimana arah aliran
berlawanan dengan arah lapisan terjadi pada sungai Cisalak. Sungai Cikembang termasuk
dalam tipe genetik sungai subsequen dan juga tipe genetik sungai konsequen.
Erosi sungai secara vertikal, lembah sungai curam dan dasar sungai sempit
terdapat pada sungai Cisalak, Cijambe, Cikatumba, Cisuren, Cisabuk dan Cibarengkok
merupakan tipe sungai muda. Pada sungai Cikembang erosi terjadi secara lateral dengan
lembah sungai datar serta dasar sungai lebih lebar dan juga erosi terjadi secara vertikal
yang juga masih menunjukkan tahapan sungai muda.

Geologi Daerah Penelitian 3 . 1

Foto III.1
Tipe
genetik
sungai
subsequen
terdapat
pada
satuan batulempung dengan
erosi secara lateral di sungai
Cikembang.

Foto III.2
Lembah sungai berbentuk
V terdapat pada satuan
pasir tuffan menunjukkan
sungai tahapan muda pada
sungai Cisuren.

Daerah penelitian memiliki relief kasar dengan gawir-gawir yang curam dan
proses erosi yang intensif. Proses geomorfik yang terjadi didaerah penelitian dikontrol
oleh proses eksogen : pelapukan, erosi, longsor, transportasi dan sedimentasi. Daerah
penelitian ini menunjukkan tahapan geomorfik muda.

Foto III.3 Bentang alam daerah penelitian diambil dilokasi perpotongan antara sungai Cisalak dan rel kereta api.

3.1.1 Satuan Perbukitan Endapan Volkanik


Satuan ini menempati 50% luas daerah penelitian. Morfologi satuan ini adalah
perbukitan bergelombang yang memiliki persen kemiringan 13%-61% pada satuan pasir
tuffan. Satuan ini berada pada ketinggian 90 190 m dpl. Proses denudasional intensif,
erosi dan gerakan tanah sering terjadi. Daerah ini banyak ditemukan adanya nendatan dan
rekahan. Tahap geomorfik satuan ini adalah muda.

3.1.2 Satuan Perbukitan Lipatan


Satuan ini menempati 15% luas wilayah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan
perbukitan dengan persen lereng 13%-28% . Lithologi penyusun satuan ini adalah batuan
sedimen berupa napal, batupasir dan batulempung dengan kemiringan lapisan berarah
timurlaut-baratdaya. Sungai pada dibagian tengah daerah penelitian memiliki bentuk
lembah V menunjukkan tahap erosi muda dan merupakan tipe sungai konsekuen.
Proses geomorfologi dikontrol oleh proses eksogen, antara lain proses pelapukan,
longsoran, kikisan tebing yang intensif. Satuan ini termasuk dalam tahap geomorfik
muda.

3.1.3 Satuan Dataran Aluvium


Satuan ini menempati 25% luas daerah penelitian. Satuan ini memperlihatkan
morfologi datar dengan persen lereng 0 2% tersusun atas material lepas berukuran pasir
hingga bongkah yang terdiri atas fragmen batuan beku dan sedimen. Proses geomorfik
satuan ini dikontrol oleh aliran sungai berupa erosi, transportasi dan sedimentasi. Satuan
ini termasuk kedalam tahapan muda.

Geologi Daerah Penelitian 3 . 4

Foto III.4
Satuan geomorfologi dataran
aluvium. Foto diambil pada
sungai Cikembang.

3.1.4 Satuan Danau


Satuan ini berupa danau buatan hasil dari pembendungan aliran sungai Citarum
dan merupakan bagian dari badan waduk Jatiluhur. Muka air danau berfluktuasi dengan
ketinggian muka air terendah 90 mdpl dan ketinggian maksimal adalah 107 mdpl. Satuan
ini menempati 10% luas daerah penelitian.

3.2 Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi dua formasi : Formasi Subang dan
Formasi Citalang, endapan gunung api kuarter dan endapan aluvium. Seluruhnya
dikelompokkan menjadi lima satuan batuan, yaitu :
1. Satuan napal lempungan
2. Satuan batulempung
3. Satuan breksi volkanik
4. Satuan pasir tuffan
5. Satuan endapan aluvium

3.2.1 Satuan Napal Lempungan


Satuan ini menempati 15% luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan
warna hijau tua pada peta geologi yang berada pada bagian baratdaya daerah penelitian.
Satuan ini termasuk kedalam Formasi Subang.
Satuan ini terdiri dari napal lempungan dengan warna abu-abu menyerpih dengan
sisipan batupasir berwarna kuning terang, kompak, keras, fragmen berukuran pasir halus,
porositas baik, berbentuk menyudut-membundar tanggung, pemilahan baik, bersifat
nonkarbonatan, tersusun atas mineral : kuarsa, biotit, feldspar, muskovit, secara
petrografi bernama quarts subfeldspatik wacke (klasifikasi William, Turner & Gilbert.
1953), tebal lapisan hingga 15m; dan napal berwarna abu-abu kecoklatan, keras, hasil
petrografi termasuk dalam mudstone (klasifikasi Dunham, 1962) yang mengandung fosil
foraminifera kecil.

Foto III.5
Singkapan batupasir kuarsa
satuan napal lempungan. Foto
diambil di lokasi pengamatan
46.

Hasil

analisa

mikropaleontologi

semikuantitatif

satuan napal lempungan

menunjukkan lingkungan pengendapan middle neritik yang ditunjukkan oleh


kelimpahan foram plangton banyak dan kehadiran foram bentos jarang yang hanya
ditemukan foram dengan cangkang gampingan. Satuan ini didominasi batunapal

lempungan yang menunjukkan lingkungan pengendapan yang tenang dengan mekanisme


suspensi dan berada diatas garis CCD (Calsit Compensation Depth = 4000meter subsea).
Analisa umur mikropaleontologi semikuantitatif foraminifera (Blow, 1979)
menunjukkan umur relatif tidak lebih tua dari N18-N19 (Miosen Akhir) yang dicirikan
foraminifera plangton Globoquadrina altispira.
Rekonstruksi penampang menunjukkan ketebalan lapisan lebih dari 512m karena
batas lapisan bagian bawah berada diluar daerah penelitian.
Satuan ini dengan satuan batulempung Formasi Subang diatasnya adalah selaras,
sedang dengan lapisan dibawahnya tidak diketahui karena berada diluar wilayah
penelitian.

3.2.2 Satuan Batulempung


Satuan batulempung menempati 40% luas wilayah penelitian ditandai dengan
warna hijau yang tersingkap pada bagian barat daerah penelitian.
Satuan ini dicirikan oleh batulempung berwarna abu-abu gelap, karbonatan dan
getas. Analisa kalsimetri berurutan bagian atas lapisan hingga bawah menunjukkan
sebagai batulempung murni, lempung napalan dan napal lempungan (Klasifikasi
Kalsimetri berdasar Pettijohn, 1957). Satuan ini juga memiliki lapisan napal keras
berwarna abu-abu kecoklatan dan bongkah batugamping kristalin yang berukuran 3x3m.
Satuan batulempung ini setara dengan Formasi Subang satuan batulempung (Sudjatmiko,
1972).

Foto III.6
Singkapan
sisipan
napal
keras
pada
satuan
batulempung. Foto diambil
pada lokasi pengamatan 43.

Satuan ini didominasi batulempung menunjukkan kondisi lingkungan yang tenang


dengan mekanisme

suspensi.

Analisa semikuantitatif

foraminifera

menunjukkan

lingkungan pengendapan Outer Neritik pada bagian bawah satuan dan kemudian
berangsur berubah ke Middle Neritik dan kemudian pada bagian atas lapisan adalah
Litoral-Supralitoral. Ini ditunjukkan dengan jumlah relatif foram plangton cangkang
gampingan yang melimpah; kemudian pada bagian diatasnya jumlah berkurang tetapi
masih besar dengan perbandingan jumlah foram plangton lebih besar dibanding dengan
foram bentos dan foram dengan cangkang gampingan mendominasi daripada foram
cangkang arenaceous; kemudian makin keatas foram sangat jarang dan tidak kandungan
gamping semakin menghilang yang menunjukkan lingkungan litoral-supralitoral dengan
kondisi alam yang memiliki suplai sedimen besar. Berdasarkan analisa semikuantitatif
foraminifera menunjukkan umur relatif lapisan Miosen Akhir - Pliosen N18-N19 yang
ditunjukkan dengan adanya fosil Globorotalia margaritae margaritae muncul terakhir
pada sampel 30 dan pada sampel diatasnya memiliki kelimpahan absen-jarang.
Rekonstruksi penampang menunjukkan ketebalan lapisan 400m.

Satuan batulempung dengan satuan dibawahnya, satuan napal lempungan, adalah


selaras ditunjukkan kedudukan yang relatif sama; sedang dengan satuan diatasnya, satuan
breksi volkanik, adalah tidak selaras bersudut yang ditunjukkan besar kemiringan lapisan
yang berbeda. Hubungan tidak selaras antara satuan batulempung dengan satuan pasir
tuffan.
3.2.3 Satuan Breksi Volkanik
Satuan breksi volkanik menempati 15% luas daerah penelitian, ditandai dengan
warna coklat yang tersingkap dibagian utara daerah penelitian.
Satuan ini dicirikan oleh breksi berwarna coklat kehitaman, kemas terbuka,
pemilahan buruk, fragmen berukuran 1cm-1m berbentuk menyudut hingga menyudut
tanggung terdiri atas batuan beku andesitik dan basaltik; matrik berwarna kuning
berukuran pasir kasar dan bersifat tuffan, serta porositas baik; analisa petrografi
menunjukkan sebagai volcanic wacke (klasifikasi William, Turner & Gilbert. 1953)
dengan mineral penyusun : kuarsa, plagioklas, piroksen dan mineral opak serta mineral
lempung. Satuan breksi memiliki sisipan konglomerat polimik dengan fragmen batuan
beku andesitik dan basaltik, pemilahan buruk, kemas terbuka-tertutup, berukuran 0,5-5
Cm, bentuk membundar sangat membundar.
Pada bagian bawah satuan breksi ditemukan adanya konglomerat alas yang
menunjukkan ketidakselarasan dengan satuan dibawahnya yaitu satuan batulempung.

Foto III.7
Singkapan breksi volkanik
pada lokasi pengamatan 21.

Foto III.8
Sisipan konglomerat pada
satuan breksi volkanik pada
lokasi pengamatan 76.

Satuan breksi volkanik diendapkan pada lingkungan darat, ini ditunjukkan sifat
batuan yang nonkarbonatan. Satuan ini didominasi litologi breksi yang memiliki
mekanisme arus gravitasi dengan jarak transport pendek.
Berdasarkan Ludwig-1933, satuan breksi volkanik setara dengan Citalang Beds
berumur Pliosen.
Satuan breksi ini memiliki ketebalan lebih dari 640m dengan batas atas diluar
daerah penelitian berdasarkan rekonstruksi penampang.
Bagian bawah satuan ini adalah satuan batulempung dengan hubungan tidak
selaras bersudut, ditunjukkan dengan kemiringan lapisan yang berbeda dan adanya
konglomerat alas; dan bagian atas satuan ini berada diluar daerah penelitian. Hubungan
tidak selaras satuan breksi ini dengan satuan pasir tuffan.

3.2.4 Satuan Pasir Tuffan


Satuan pasir tuffan menempati 30% luas penelitian yang berwarna ungu pada peta
geologi.

Satuan ini terdiri atas lithologi pasir tuffan dan sisipan konglomerat. Pasir tuffan
memiliki ciri : warna abu-abu gelap, berukuran pasir kasar hingga butiran, bentuk
menyudut, pemilahan buruk, belum terkompaksi bersifat lepas-lepas, porositas baik,
terdapat struktur sedimen crossbedding yang banyak dan baik, kemas tertutup-terbuka.
Hasil sayatan tipis menunjukkan sebagai Tuffaceous Lithic Wacke. Satuan pasir tuffan
setara dengan satuan batupasir tuffan berumur Kuarter (Sudjatmiko, 1972).
Didalam satuan ini terdapat sisipan endapan chanel sungai yang berada 60m
diatas sungai terdekat, yaitu sungai Cikembang. Sisipan endapan channel sungai ini
terdiri atas fragmen batuan beku andesitik dan basaltik.

Foto III.9
Singkapan pasir tuffan di
lokasi pengamatan 3.

Proses sedimentasi pada satuan ini merupakan pengendapan batupasir yang terjadi
bersamaan dengan aktifitas volkanisme yang ditunjukkan dengan sifat tuffan pada pasir.
Tidak adanya semen karbonatan menunjukkan lingkungan pengendapan darat dan
diperkirakan berasal dari aktivitas gunungapi Burangrang yang berada disebelah selatan
daerah penelitian.
Berdasarkan rekonstruksi penampang menunjukkan ketebalan satuan pasir tuffan
adalah 50m.

Satuan pasir tuffan berada diatas satuan breksi volkanik dan batulempung secara
tidak selaras. Hubungan tidak selaras ini ditunjukkan dengan kedudukan lapisan pasir
tuffan relatif datar dan penyebarannya yang luas menutupi satuan breksi volkanik dan
batulempung.

3.2.5 Satuan Endapan Aluvium


Satuan endapan aluvium menempati 1% luas daerah penelitian yang terbentuk
disekitar aliran sungai Cikembang. Satuan ini paling tebal ditemukan di lokasi
pengamatan 41 yang merupakan lokasi bendung yang telah hancur dan tidak berfungsi.
Satuan ini terdiri atas konglomerat dengan fragmen membundar tanggungmembundar, kemas tertutup, pemilahan buruk, terdiri atas batuan beku andesitik,
batulempung dengan ukuran 1 Cm-40Cm. Massa dasar berupa pasir halus berwarna abuabu gelap, porositas baik dan bersifat lepas-belum terkompaksi.

Foto III.10
Singkapan endapan aluvium
di sungai Cikembang. Foto
diambil
pada
lokasi
pengamatan 41.

Satuan aluvium terbentuk akibat proses erosi yang terjadi akhir Kuarter hingga
sekarang. Satuan ini tertransport melalui arus traksi pada sungai-sungai daerah penelitian.
Merupakan satuan termuda didaerah penelitian dan berumur Resen. Berdasarkan data
lapangan ketebalan lapisan mencapai 3m.
Satuan ini berada tidak selaras dengan satuan yang berada dibawahnya.

3.3 Struktur Geologi


Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian berupa lipatan, kekar dan
sesar. Penamaan struktur didaerah penelitian diberi nama sesuai dengan titik terdekat
posisi rel kereta api Ciganea-Sukatani.

3.3.1 Antiklin Km 110 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani


Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang jenis lipatannya merupakan antiklin
o

asimetri dengan kemiringan sayap disebelah utara adalah 37 , sedang kemiringan sayap
o

sebelah selatan adalah 59 . Antiklin ini mempunyai sumbu berarah relatif baratlauttenggara dan diperkirakan memiliki tegasan struktur utama kompresi NE-SW. Struktur
ini terjadi pada satuan batulempung dan satuan breksi volkanik.

3.3.2 Sesar Km 110 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani


Keberadaan sesar Km 110 ini berdasarkan bukti lapangan berupa pergeseran
lapisan yang tertutup oleh jalan seperti sketsa sebagai berikut :

5m
parit
ga pr
ris oye
k

si

Jalan Proyek

parit

Gb.III.1 Sketsa pergeseran kedudukan lapisan


o

Besar kedudukan lapisan relatif sama, yaitu pada bagian utara N135 E/37 NE dan
o

bagian selatan jalan proyek N132 E/40 NE. Sesar ini memotong pada satuan
batulempung dan satuan breksi. Ini menunjukkan adanya sesar geser menganan. Lebih
jelas terlihat pada foto sebagai berikut :

Foto III.11
Foto pergeseran lapisan yang
tertutup oleh jalan proyek.
Nampak pergeseran material
buangan dalam pembuatan
parit disepanjang bahu jalan.
Lokasi singkapan ini dilokasi
pengamatan 1.

3.3.3 Sesar Km 110+290 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani


Keberadaan sesar ini berdasarkan bukti lapangan dengan bidang sesar
o

N340 E/59 NE, offset 120 Cm dan merupakan jenis sesar turun. Satuan ini ditemukan

pada satuan pasir tuffan. Singkapan ini terdapat pada dinding tebing yang dipotong oleh
pengerjaan proyek sipil, seperti yang terlihat dalam foto berikut :

Foto III.12
Offset pada satuan pasir
tuffan di Km 110+290
Ciganea-Sukatani.

3.3.4 Sesar Km 110+900 hingga Km 111+220 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani


Sesar ini terdiri dari 16 sesar yang tersebar pada dinding potongan bukit jalur rel
kereta sementara yang tersebar disepanjang Km 110+900 hingga Km 111+220. Selain
sesar daerah ini banyak ditemukan kekar yang dibahas dalam bab IV setelah bab ini.
Sesar ini ditemukan pada satuan pasir tuffan berumur Kuarter yang berada tidak selaras
diatas satuan batulempung.
Sesar pada lokasi ini terdiri atas sesar turun dan beberapa sesar naik. Panjang
offset sesar bervariasi antara 25 Cm hingga 310 Cm, seperti terlihat pada lampiran
analisis sesar. Lebih jelas lihat gambar sketsa III.2 dan foto III.13 singkapan sepanjang
Km 110+900 hingga Km 111+220.

Analisa distribusi arah sesar menunjukkan arah rata-rata adalah N334 E/79 NE
o

(lampiran), lebih detail distribusi bidang sesar naik adalah N335 E/65 NE dan sesar
o

normal adalah N325 E/84 NE. Analisa distribusi kedudukan lapisan disepanjang
singkapan adalah N354oE/9oNE.

EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa gerak rayapan

POLE

LEGEND
POLES

3
1 2
4

MAJOR

PLANES

ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP

1
2
3
4

325/84
334/79
335/65
354/09

S
sepanjang singkapan rel kereta api

4
4

Poles Plotted
Data Entries

Gb.III.3 Strereonet bidang-bidang sesar dan lapisan satuan batupasir tuffan dan
konglomerat.
Menurut penulis, sesar-sesar tersebut merupakan sesar bagian dari struktur bunga
(Woodcock dan Schubert, 1994) seperti pada gambar III.4. Hal ini disebabkan oleh
gerakan sesar pada batulempung yang ditunjukkan dengan adanya struktur hancuran dan

Geologi Daerah Penelitian 3 . 17

mikrofold yang dijelaskan pada bab 3.3.6. yaitu gerakan strike-slip, berdasarkan data
gempa dangkal dan intermediate.

Gb.III.4 Model struktur bunga tulip (Woodcock


dan Schubert, 1994).

3.3.5 Kekar Km 110+900 hingga Km 111+220 Jalur Rel Kereta Ciganea-Sukatani


Keadaan kekar yang memiliki distribusinya memiliki dua puncak, yaitu pada
o

bidang N320 E/73 NE dan N158 E/60 NE. Keadaan kekar adalah terisi lempung akibat
alterasi hidrokimia yang ditunjukkan dengan perubahan warna pada bagian sisi luar ke
bagian dalam. Arah kekar-kekar yang sama dengan sesar pada singkapan Km 110+900
hingga Km 111+220, menunjukkan bahwa kekar tersebut merupakan bagian dari struktur
bunga tulip yang tidak mengalami pergeseran.

Foto III.14
Kekar terisi lempung pada
satuan pasir tuffan. Foto
diambil di lokasi pengamatan
11.

3.3.6 Struktur Hancuran dan Mikrofold didekat Km 111+220 Jalur Rel Kereta
Ciganea-Sukatani
Struktur hancuran ini terjadi pada lithologi satuan batulempung. Hancuran ini
memperlihatkan juga adanya struktur mikrofold yang sedikit dan tidak dapat untuk
dianalisa.

Foto III.15
Struktur
mikrofold
pada
satuan batulempung. Foto ini
diambil dilokasi pengamatan
30.

Foto III.16
Struktur
hancuran
pada
satuan batulempung. Foto ini
diambil dilokasi pengamatan
30.

3.3.7 Struktur Sesar Naik Tertimbun Bendungan Ubrug


Sesar ini merupakan sesar berdasarkan literature peta geologi lembar Cianjur oleh
Sudjatmiko (1972). Keadaan sekarang sesar ini telah tertutupi oleh bangunan bendungan
Ubrug.
Sesar ini berarah relatif Barat Laut Tenggara. Didaerah sekitarnya terdapat
beberapa longsoran. Longsoran ini mempengaruhi keadaan bendungan Jatiluhur sehingga
longsoran ini selalu diperhatikan.

3.3.8 Pola Struktur Daerah Penelitian


Pola tegasan pada lipatan diatas adalah NE-SW dan arah kelurusan sesar adalah
relatif berarah utara selatan yang sesuai dengan pola Sunda.

3.3.9 Mekanisme Pembentukan Struktur


Lipatan pada batulempung di Km 110 dan kemiringan lapisan kearah utara di
sepanjang sungai Cikembang menunjukkan adanya lipatan yang kuat yang dipisahkan
oleh sesar. Sesar ini kemudian tertutupi oleh batupasir tuffan dan konglomerat. Sesar ini
kemudian mengalami aktifasi kembali oleh gerakan gempa bumi strike-slip yang
membentuk struktur tulip pada satuan pasir tuffan.

Gb.III.5

Skematik diagram

blok lipatan yang terpisahkan


oleh sesar (R.W. Krantz).

Model ini sesuai dengan keadaan regional pada peta geologi lembar Cianjur
(Sudjatmiko, 1972) yang terdiri atas lipatan-lipatan yang terpisahkan oleh sesar pada
satuan batulempung Formasi Subang.

3.4 Sejarah Geologi


Stratigrafi daerah penelitian dimulai pada zaman Tersier kala Miosen Akhir (N18)
yaitu satuan napal lempungan yang diendapkan pada lingkungan laut middle neritik (20100m). mekanisme pengendapannya adalah suspensi. Kemudian diatas satuan napal
lempungan diendapkan selaras satuan batulempung dalam kurun umur yang sama yaitu
Miosen Akhir Pliosen (N18-N19). Satuan batulempung diendapkan pada lingkungan
laut outer neritik (100-200m) yang merangsur-angsur mendangkal hingga pada
lingkungan laut litoral-supralitoral (tidal terendah-20m).
Pada kala Pliosen terjadi tektonik yang menyebabkan pengangkatan (uplift) dan
terbentuknya pola struktur lipatan dan berkembang struktur sesar yang memisahkan
lipatan-lipatan tersebut dengan gaya kompresi NE-SW disertai juga dengan aktifitas
volkanis yang ditunjukkan adanya pengendapan satuan breksi volkanik. Satuan breksi
volkanik ini diendapkan pada lingkungan darat. Satuan breksi volkanik ini disetarakan
dengan Formasi Citalang.
Pada zaman Kuarter terjadi aktifitas volkanisme yang bersamaan dengan proses
sedimentasi mengendapkan satuan pasir tuffan. Satuan pasir tuffan menutupi secara tidak
selaras satuan batulempung dan satuan breksi volkanik termasuk struktur sesar pada
satuan tersebut. Gempa bumi zaman Kuarter yang menggerakkan kembali bidang-bidang

diskontinu dengan pola strike-slip yang menyebabkan terbentuknya pola seperti struktur
bunga pada satuan pasir tuffan.
Selanjutnya pada kala resen terjadi proses pelapukan dan erosi yang menyebabkan
terendapkannya satuan endapan alluvium.

Miosen Akhir

Umur

Pliosen

N18-N19
70

darat

BAGAN DISTRIBUSI FORAMINIFERA


Daerah Kab. Jatiluhur - Purwakarta, Jawa Barat
Lingkungan

N18-N20

G. margaritae margaritae
2
jarang

68
absen

30
banyak
+

58
melimpah
III
+
O
III

45
banyak
I
O
+
I

I
+

Legenda : o = jarang (1-3 spesimen); + = sedikit (4-10 spesimen); I = banyak (11-25 spesimen); III = melimpah (> 25 spesimen)
+
+

I
I
I
I

+
+
+
+

+
I
O

O
O

O
O
O
O

O
+
O

O
O

O
O
O

O
O

ARENACEOUS

Dectoglandulina

Amphicoryna

Siphogenerina

Massilina spp.

Frondicularia spp.

Dentalina spp.

Lagena spp.

Oolina spp.

Karreriella spp.

Anomalia spp.

Nodosaria spp.

Globobulimina pyrula

Bolivina spp.

Satuan Breksi Volkanik setara dengan Formasi Citalang yang berumur Pliosen (Ludwig, 1933)

Cibicides spp.

KELIMPAHAN

Lenticulina spp.

Elphidium spp.

Bulimina spp.

Uvigerina peregina

CALCAREOUS BENTHONIC

Orbulina bilobata

Globigerinoides conglobatus

Globigerinoides obliquus obliquus

Globorotalia menardii menardii

Globorotalia acostaensis acostaensis

Globorotalia margaritae margaritae

Globorotalia humerosa humerosa

Neogloboqua

Hastigerina siphonifera siphonifera

Globorotalia menardii cultrata

Neogloboquadrina acostaensis

Orbulina universa

Orbulina suturalis

Globoquadrina altispira

Globigerinoid

Globigerinoides trilobus immaturus

PLANKTONIC

Nomor Sampel

Upper Bathial

Outer Neritic

Middle Neritic

Inner Neritic

Litoral-Supralitoral

Planktonic Zonation Blow

Tabel III.3 Analisis semikuantitatif foraminifera kecil

Tabel III..2 Perbandingan satuan batuan dengan formasi peneliti terdahulu.


Peneliti
Sudjatmiko(1972) Cianjur-Karawang

Martodjojo(1984) Jawa Barat

Penulis(2002) Purwakarta

Umur

Pleistosen

Resen

Aluvial & Endapan Volkanik Muda

Aluvial Sungai & Endapan Volkanik

Akhir

Tengah

Satuan Aluvium

Endapan Aluvial Tua & Endapan


Volkanik Tua

Satuan Pasir Tuffan

Pliosen

Awal
Fm. Citalang

Akhir

Tengah

Batuan Gunungapi &


Batuan Sedimen

Satuan Breksi Volkanik

Fm. Citalang

Fm. Kaliwangu

Miosen

Awal
Satuan Batulempung
Fm. Cantayan

Fm. Subang

Fm. Cantayan

Fm. Subang
Satuan Napal Lempungan

Akhir
Fm. Jatiluhur
Tengah

Fm. Cibulakan

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

BAB IV
ANALISIS GEOLOGI TEKNIK

Jalur kereta api existing Ciganea-Sukatani KM 111 merupakan sebuah lereng


timbunan

yang dibangun

dalam rangka pembangunan

jalur kereta api yang

menghubungkan Bandung-Jakarta pada tahun 1902. pencegahan kelongsoran lereng


akibat naiknya muka air tanah dimusim hujan, pada bagian

dasar timbunan dibangun

gorong-gorong. Tindakan ini cukup berhasil mengingat sampai awal tahun 1980-an
lereng tersebut tidak mengalami kelongsoran. Namun mulai tahun 1982, seiring dengan
meningkatnya frekuensi kereta api yang melewati jalur tersebut, lereng mulai terjadi
kelongsoran, dan pada saat itu baru disadari bahwa drainase pada dasar timbunan sudah
tidak berfungsi.
Beberapa perkerjaan perkuatan lereng telah dilakukan, seperti pembangunan
brojong batu kali, dinding penahan tanah pada kaki lereng, drainase permukaan dan sheet
pile pada sisi kiri dan kanan rel, namun perkuatan yang didapat hanya berlaku sementara.
Berdasarkan data survey topografi yang dikerjakan oleh TIM SURVAI ITB
diketahui perubahan elevasi terjadi sebesar 50 cm/2 minggu di titik KM 111+090, sedang
perubahan posisi horisontal bergeser ke arah longsor sebesar 38 cm/2 minggu pada titik
KM 111+065.
Jenis lereng

: Timbunan (1902)

Model Keruntuhan

: Sliding, Translation

Kecepatan Gerakan

: Moderat-slow (5x10-3-50x10-6 mm/det)

Lokasi bidang geser

: -(12-16) meter

MAT kondisi normal

: -8.00 meter

Analisis Geologi Teknik

4.1

MAT kondisi hujan

: (1.8-2) meter

Faktor penyebab

: naiknya muka air tanah dan perubahan geometri lereng

Alternatif pemecahan masalah telah diusulkan dengan perkuatan steel pipe yang
diberi ground anchor, pembuatan jembatan dan pengalihan jalur baru (Re-aligment
Track). Namun longsor pada tanggal 20 November 2001, dimana terjadi pelebaran daerah
retakan yang mempengaruhi tingkat keamanan dari sistem yang ada dan bahkan
mempengaruhi tingkat keamanan dari alternatif perkuatan steel pipe yang diberi ground
anchor yang telah disetujui. Mengantisipasi peningkatan kesibukan perjalanan kereta hari
Lebaran tahun 2001, PT. KAI memutuskan untuk membangun jalur sementara
(Temporary Track) sebagai kebijakan preventif kondisi yang lebih parah dimana jalur
tidak dapat dilalui.
Pengamatan lapangan menunjukkan keadaan lereng dijalur rel sementara dalam
keadaan yang stabil. Jalur rel sementara ini didesain dengan geometri jalan rel untuk
kecepatan yang rendah, sehingga kereta yang melalui tidak dapat optimal memacu
kecepatan kereta.
Tanggal 22 Januari 2002 track terputus karena terjadi longsoran akibat hujan.
Dengan kondisi ini alternatif Pengalihan jalur rel kereta (Re-aligment track) merupakan
alternatif solusi terakhir yang harus dilaksanakan setelah alternatif mempertahankan jalur
rel existing menggunakan perkuatan steel pipe pile yang diberi ground anchor gagal
dilaksanakan karena kondisi longsoran yang telah mengalami pelebaran daerah retak
sehingga mempengaruhi tingkat keamanan.

Jalur rel kereta terletak diatas satuan pasir tuffan berumur Kuarter yang berada
tidak selaras diatas satuan batulempung Formasi Subang dan breksi volkanik Formasi
Citalang yang berumur Tersier.
Secara umum hal-hal yang perlu ditinjau dalam penanganan kelongsoran dengan
pengalihan jalur dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Tinjauan terhadap stabilitas lereng didaerah galian.
2. Tinjauan daya dukung dan stabilitas daerah timbunan.
Penelitian geologi teknik dilaksanakan pada pelaksanaan alternatif solusi
pengalihan jalur rel baru (Re-aligment Track) untuk mendapatkan bangunan jalan rel
pada daerah longsor intensif yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan
ekonomis. Penelitian ini meliputi keadaan geologi, keadaan iklim dan curah hujan,
keadaan akibat aktifitas manusia, dan ketentuan-ketentuan dalam perencanaan jalur rel
baru.

4.1 Aspek Geologi


4.1.1 Batuan Dasar
Batuan dasar yang menyusun daerah penelitian geologi teknik terdiri atas : satuan
Pasir tuffan, satuan batulempung Formasi Subang dan satuan Breksi volkanik Formasi
Citalang. Susunan batuan dasar ini terlihat jelas dalam peta geologi skala 1:12500.

4.1.1.1 Satuan Pasir Tuffan


Satuan pasir tuffan ini yang berada langsung dibawah jalur rel kereta dengan
pelamparan yang luas. Satuan pasir tuffan ini bersifat belum terkompaksi bersifat lepaslepas dan porositas tinggi.

Berdasarkan data bor BH03 satuan pasir tuffan dideskripsikan sebagai sandy clay
yang memiliki nilai SPT antara 8-9 kali per kaki dengan ketebalan 16 meter. Berdasarkan
analisa laboratorium sampel dititik bor BH06 pada kedalaman 10 meter menunjukkan
2

nilai qu=0.480 kg/cm ; = 1.75 t/m ;dan d=1.205 t/m . Sifat batuan yang
umumnya
belum terkonsolidasi dan bersifat lepas-lepas menyebabkan tidak dilakukan uji triaksial.

4.1.1.2 Satuan Batulempung Formasi Subang


Berdasarkan penampang BH355 lapisan ini merupakan pondasi jembatan pada
Km 110+550. Satuan ini dideskripsikan sebagai hard clay dan silt stone, berwarna abuabu dengan kekerasan very stiff hard dengan nilai N-SPT 50 hingga >100. Pada
pemboran dititik bor BH4 pada kedalaman 13 m diketahui litologi ini memiliki qu=1,065
2

kg/cm ; = 1,86 t/m ;dan d=1,464 t/m .


Kenampakan batulempung dilapangan memperlihatkan adanya gejala hancuran
retak-retak pipih (slaking) dan mengembang, terutama apabila kondisi basah. Sebagian
besar singkapan batulempung yang dijumpai umumnya telah mengalami gejala hancuran
tersebut, hal inilah yang memicu berkembangnya proses pelapukan yang masih
berlangsung hingga saat ini.

4.1.1.3 Satuan Breksi


Berdasarkan peta geologi, menunjukkan satuan breksi dilewati pengambilan data
2

sondir yang menunjukkan nilai C= >200 kg/cm dan data bor B2(baru) disebut sebagai
gravelly sand.

4.1.2 Soil (Tanah)


Tipe tanah pada daerah penelitian adalah tipe residual soil, yang merupakan tanah
hasil pelapukan dari batuan induknya dan belum mengalami transportasi. Residual soil
dicirikan dengan tekstur dan material/fragmen yang sama dengan batuan induknya. Hal
ini yang menyebabkan penulis menjelaskan bab material berdasarkan satuan batuan yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Pengamatan lapangan pada lokasi 73 memperlihatkan singkapan tanah lapukan
satuan pasir tuffan, seperti pada foto 4.1. Lapukan dominan berwarna kemerahan
menunjukkan kandungan besi oksida yang merupakan hasil lapukan material volkanik.
Hasil uji laboratorium pada titik bor BH06 pada sampel kedalaman 2 meter
2

memperlihatkan nilai qu=0.387 kg/cm

; = 1.6 t/m

;dan d=0.979 t/m ; C =

0.12
2

kg/cm ;dan = 3 .
Berdasarkan 10 titik data sondir disekitar rencana lokasi timbunan dibagi menjadi
3 lapisan berdasarkan Robertson dan Campanella (1983) menggunakan grafik antara nilai
qc dan friction ratio, yaitu :
1) Clayey silts dengan konsistensi medium
2) Silt silty sand
3) Sand

Foto IV.1
Singkapan
lapukan
batupasir
tuffan
dan
konglomerat
di
sungai
Cibarengkok lokasi 73.

4.1.3 Struktur Geologi


Penyelidikan geologi menunjukkan bahwa pada batuan dasar terdapat struktur
sesar yang tertutupi oleh batuan Kuarter yaitu satuan pasir tuffan. Pola struktur ini
mengalami aktivasi kembali oleh gempa bumi dangkal yang menyebabkan pasir tuffan
tersesarkan karena bersifat getas.

4.1.4 Hidrogeologi
Data permukaan air tanah didapat dari data sondir, data bor dan mata air. Air
tanah daerah penelitian adalah air tanah bebas dengan akifer pada satuan batupasir tuffan

dan konglomerat; dan lapisan permeabel adalah satuan batulempung formasi Subang dan
satuan breksi. Penampang bor BH355 menunjukkan tipe air tanah influen.
Air tanah tersebut memiliki sistem antar butir yang menjenuhi satuan batupasir
tuffan dan konglomerat. Debit air tanah berubah sesuai dengan jumlah curah hujan.
Arah pergerakan air tanah relatif bergerak kearah N hingga NNE, dimana daerah
tersebut merupakan batas antara satuan batulempung dan breksi. Hal ini penulis menduga
bahwa gerakan air tanah bergerak kesatuan batuan breksi vulkanik karena sifat porositas
dan permeabilitasnya lebih memungkinkan dibandingkan dengan satuan batulempung.
Hal-hal lebih detil mengenai kondisi hidrogeologi daerah penelitian perlu dilakukan
penelitian lebuh lanjut.

4.1.5 Kegempaan
Berdasarkan rekaman data 100 tahun, gempa di Indonesia rata-rata terjadi gempa
sebanyak tiga gempa bumi pertahun. Hal ini sangat penting diperhatikan dalam
membangun suatu fasilitas umum.
Berdasarkan

katalog gempa bumi yang dikompilasikan

data Direktorat

Meteorologi dan Geofisika; dan US. Geological Survey (USGS), daerah penelitian
memiliki dua mekanisme gempabumi, yaitu shallow crustal dan gempabumi zona
subduksi.
Gempabumi shallow crustal memiliki kedalaman 0-50 Km pada daerah Jawa
Barat. Gempabumi zona subduksi memiliki jarak 300-400 Km dari Ciganea, berawal dari
samudra Hindia-250Km sebelah selatan pulau Jawa- dengan kedalaman 50-150 Km
dibawah laut Jawa. Mekanisme sesar dibagi sebagai berikut (SAASEE, Series on
Seismology, Volume V, 1985) :

Gb.IV.1 Mekanisme sesar akibat gempa dalam (M>5.0) antara th 1934-Juni 1983
(SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)

Gb.IV.2 Mekanisme sesar akibat gempa intermediate (M>5.0) antara th 1934-Juni 1983
(SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)

Gb.IV.3 Mekanisme sesar akibat gempa dangkal (M>5.0) antara th 1934-Juni 1983
(SEASEE, Series on seismology, volume V, 1985)
Dibagian selatan lembar peta pada tahun 1979 pernah terjadi gempa tektonik
dengan arah jalur gempa relatif Baratlaut-Tenggara (Priyanti 1980,Sugalang 1995).

4.2 Aspek Lainnya


4.2.1 Iklim dan Curah Hujan
Daerah Purwakarta berada didalam pulau Jawa yang merupakan daerah beriklim
tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Berdasarkan peta pembagian curah hujan rata-rata Badan Meteorologi dan
Geofisika, daerah Purwakarta termasuk kedalam daerah 13 yang meliputi daerah
Purwakarta dan Subang. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan dapat dilihat dalam tabel
histogram.

Histogram Rata-rata Curah Hujan


600

Curah Bulan (Milimeter)

500

400

300

200

100

0
J

Bulan

Gb. IV.4 Histogram curah hujan rata-rata daerah Purwakarta.


. Longsoran terjadi pada bulan Maret 2001, bulan November 2001 dan bulan
Januari 2002 yang semuanya terjadi setelah terjadinya hujan lebat. Hal ini menunjukkan
keterkaitan erat antara curah hujan dan intesifitas kelongsoran dan berdasarkan tabel
menunjukkan bahwa curah hujan diatas 400 mm/bulan terjadi dibulan Januari, Februari,
Maret, April, November dan Desember

4.2.2 Vegetasi
Peran vegetasi terhadap stabilitas tanah dangkal adalah meningkatkan tahanan
geser melalui perkuatan akar-akarnya. Kehadiran tanaman juga meningkatkan pori-pori
yang meningkatkan infiltrasi kedalam tanah. Hal ini pula juga mengurangi proses erosi
adanya runoff .

Hilangnya vegetasi karena pekerjaan pembuatan jalur track ganda menyebabkan


hilangnya perkuatan tahanan geser oleh akar sehingga lemahnya stabilitas lereng lokal
yang ditemui dilokasi proyek.

4.2.3 Kegiatan Manusia


Kegiatan manusia dalam hal ini adalah penambangan pasir, pembukaan lahan
pertanian dan pembuatan jalur track kedua disebelah existing track yang melibatkan
proses cut and fill yang cukup banyak.

4.3 Analisis Kestabilan Lereng


4.3.1 Metoda Yang Digunakan
Metode yang digunakan untuk menghitung angka faktor kestabilan adalah metode
irisan simplikasi Janbu. Metode ini sesuai untuk analisis dengan asumsi bidang runtuh
circular maupun non circular yang sesuai dengan kasus yang diteliti dengan lereng
berlapisan tanah kompleks. Perhitungan safety factor ini menggunakan software program
Stable tahun 1991 buatan Universitas Wiscosin-USA.

4.3.1.1 Metode Irisan Simplikasi Janbu


Metode irisan simplikasi Janbu (1954, 1957, 1973) mengasumsikan bahwa semua gaya
geser antar irisan berada dalam kesetimbangan. Dengan menggunakan gambar didapat
ketimbangan gaya sebagi berikut :

Gb. IV.5 Pembagian massa tanah yang menggelincir [Abramson et. al 1996]

SF Faktor kemanan

ZL Gaya antar irisan kiri

Sa

ZR Gaya antar irisan kanan


L Sudut gaya antar irisan kiri

Kuat geser Tanah


= C + Ntan

Sm Gaya Geser yang termobilisir

U Tekanan air pori

R
hL

U Tekanan air permukaan

hR Tinggi gaya ZR

Berat isi

Sudut kemiringan dasar irisan

Tegangan normal efektif

Sudut kemiringan atas irisan

Gaya luar

B Lebar irisan

Kv

Koef. gempa vertikal

h Tinggi irisan rata-rata

Kh

Koef. gempa horisontal

hc Tinggi irisan rata-rata

Sudut gaya antar irisan kanan


Tinggi gaya ZL

Gb. IV.5 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan [Abramson et. al 1996]

Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal


Fv = (N + U)cos + Sm sin + W(1-Kv) - Ucos()
Q cos() = 0 .................................................
(1.1) Dari persamaan (1.1) didapat nilia N
N =

U + Sm sin + W (1 K ) U
cos + Q
v

..(1.2)

cos
cos

Dimana kuat geser Mohr Coulomb yang dapat termobilisasi sepanjang dasar irisan (Sm)
dinyatakan dengan persamaan (1.3)
c '+ N ' tan .........................................................(1.3)
Sm =

FK

Dengan asumsi faktor kamanan terhadap keruntuhan geser sama untuk semua irisan dan
mensubtitusikan persamaan (1.3) kedalam persamaan (1.2) maka didapat
v
1
c
.(1.4)
N=
(1 k )
U cos + U cos + Q

sin

m
cos
FK

tan tan
cos ........................... (1.5)
Dimana m = 1 +
FK

Kesetimbangan gaya horizontal ditinjau pada semua irisan, untuk sebuah irisan gaya
horizontal dinyatakan sebagai
[FH ]i = (N + U)sin +Wkh + Usin + Qsin
(1.6)

- Smcos ..

dengan mensubtitusikan persamaan 1.3 ke dalam persaman 1.6 didapat


n
F

i =1

]
H Ui

= ( N '+U ) sin + Wk +
i =1
n

c + N ' tan

sin

]+

Q sin

i =1

atau

FK

= 0 ...........(1.7)

sin

]=

i =1

i =1

c + N ' tan
sin

FK

..............(1.8)

Faktor keamanan untuk setiap irisan (diasumsikan sama) dinyatakan


n
(c + N ' tan ) cos

Fk =

.....................................(1.9)

i =1
n A + n
4
N ' sin
i =1
i =1

dimana
A4 = Usin + Wkh+ Usin + Q sin ...................(1.10)
Menurut Janbu, faktor keaman yang didapat harus dikoreksi karena pengaruh geometri
lereng dan parameter kuat geser tanahnya dengan persamaan :

FKjanbu = fo x FKterhitung.

Nilai fo didapat dari kurva gambar dimana kurva yang dikemukakan oleh Janbu terebut
merupakan kompensasi terhadap aumsi peniadaan gaya geser antar irisan.

Gb IV.6 Nilai Koreksi fo pada metode simplifikasi Janbu [Abramson et. al 1996]
Nilai fo dapat juga diperoleh dengnan menggunakan persamaan sebagai berikut :
2

Fo = 1 +b1 d 1.4 d .........................................(1.11)


L
L

dimana nilai b1 merupakan fungsi dari jenis tanah

tanah cohesive ; b1 = 0.69

tanah non kohesive ; b1 = 0.31

tanah mengandung c dan b1 = 0.50

4.3.2 Parameter Desain Jalan Rel Kereta Api


Lintasan kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan
barang dan penumpang dalam jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi jalan rel
dipengaruhi oleh jumlah beban, kecepatan maksimum, beban gandar dan pola operasi.
Perencanaan desain jalan kereta api baru harus mengikuti kriteria dalam Peraturan
Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas Nomor 10) PT. KAI yang beberapa diantaranya
harus dipenuhi adalah mengenai ; batuan dasar, tanah timbunan, tanah galian, perbaikan
tanah, geometri jalan rel, gradien jalan rel dan drainase.

4.3.2.1 Tanah Dasar


Tanah dasar harus mempunyai daya dukung cukup sesuai dengan percobaan CBR
dengan kekuatan minimum 8% untuk tanah dasar. Tebal tanah dasar yang harus
memenuhi harga CBR tersebut minimum 30 cm. Menghindari pengotoran balas akibat
terisapnya lumpur kedalam balas, maka tanah dasar harus memenuhi kriteria sebagai
dalam tabel dan berikut ;

Gb. IV.7 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan batas cair dan batas
pemompaan lumpur.

Gb. IV.8 Hubungan antara tegangan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar dan
penghisapan lumpur.

4.3.2.2 Tanah Timbunan


Bila tubuh jalan ditempatkan diatas timbunan, maka jenis tanah untuk timbunan
tidak boleh termasuk klasifikasi tanah tidak stabil/kestabilan rendah (Peraturan Bahan
Jalan Rel Indonesia(PBJRI). Tanah dasar ini tidak boleh mengembang dan menyusut
akibat pengaruh air dan lereng-lereng timbunan tidak boleh lebih curam daripada 1:1,5
dan harus stabil terhadap pengaruh dalam maupun luar. Pada kaki lereng tubuh jalan
harus ada berm lebar paling sedikit 1,5 m. tanah dasar harus miring kearah luar sebesar
5%.
Jika penurunan tanah dasar akibat pembebanan timbunan dan beban diatas
timbunan lebih besar dari 50 cm, maka tanah dasar tersebut harus diperbaiki. Faktor
keamanan lereng terhadap bahaya longsor minimal 1,50.
Pelaksanaan pemadatan timbunan harus dilakukan lapis demi lapis dengan syarat :
lapisan teratas setebal 30 cm harus mencapai 100% dmaks dan lapisan lainnya harus
mempunyai minimum 95% dmaks.Permukaan atas timbunan harus terletak minimum 0,75
m diatas elevasi muka air tanah tertinggi. Apabila tinggi timbunan lebih besar dari 6,00
m, maka untuk setiap ketinggian 6,00 m harus dibuat berm selebar 1,50 m. lebih jelas
perhatikan gambar.

Gb. IV.9 Ketentuan desain tanah timbunan (PD No.10 PT.KAI)

4.3.2.3 Tanah Galian


Apabila tubuh jalan pada galian atau tanah asli, maka jenis tanah tersebut tidak
boleh termasuk klasifikasi tanah tidak stabil/kestabilan rendah(Peraturan Bahan Jalan Rel
Indonesia(PBJRI). Kemiringan tanah dasar harus miring keluar sebesar 5% dan harus
terletak minimum 0,75 m diatas elevasi muka air tanah tertinggi. Bila kedalaman galian
lebih besar 10 m, maka pada setiap kedalaman 7 m harus dibuat berm selebar 1,5 m. lebih
jelas perhatikan gambar.

Gb. IV.10 Ketentuan desain tanah galian (PD No.10 PT.KAI)

4.3.2.4 Perbaikan Tanah


apabila tanah tidak cukup kuat, atau penurunan yang diperkirakan akan terjadi
melebihi persyaratan, atau lereng timbunan tidak cukup stabil, maka perlu diadakan
perbaikan tanah.

4.3.2.5 Geometri Jalan Rel


Geometri jalan rel direncanakan berdasrkan pada kecepatan rencana serta ukuranukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan,

ekonomi dan keserasian dengan lingkungan sekitar. Geometri jalan rel tersebut beberapa
diantaranya adalah lengkung lingkaran dan lengkung peralihan.Lengkung lingkaran
adalah lengkung horisontal berbentuk lingkaran yang menghubungkan dua bagian lurus
yang perpanjangannya membentuk sudut.

Lengkung peralihan adalah suatu lengkung

dengan jari-jari berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara
bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua jari-jari
lingkaran yang berbeda. Berdasarkan persyaratan perencanaan lengkungan untuk
berbagai kecepatan rencana, besar jari-jari minimum yang diijinkan adalah seperti
tercantum dalam tabel.

Gb. IV.11 Jari-jari lengkung rel kereta api (PD No.10 PT.KAI)

Jari-jari minimum lengkung

Jari-jari minimum lengkung yang

lingkaran tanpa lengkung

diijinkandengan lengkung

peralihan (m)

peralihan (m)

120

2370

780

110

1990

660

100

1650

550

90

1330

440

80

1050

350

70

810

270

60

600

200

Kecepatan rencana (km/jam)

Tabel IV.1 Ketentuan jari-jari lengkung lingkaran rel terhadap kecepatan (PD No.10
PT.KAI)

4.3.2.6 Gradien Jalan Rel


Gradien jalan rel adalah suatu kelandaian yang terbesar yang ada pada suatu lintas
lurus. Berdasarkan kelas jalan rel, besar landai adalah seperti tercantum pada tabel .

V maks

P maks gandar

Gradien

(km/jam)

(ton)

maksimum

I II

120

18

10 o/oo

III

110

18

10 o/oo

IV

100

18

20 o/oo

90

18

25 o/oo

80

18

25 o/oo

Kelas Jalan

Tabel IV.2 Klasifikasi jalan rel kereta terhadap kecepatan, beban dan gradien (PD No.10
PT.KAI)

4.3.3 Analisis Desain Pengalihan Jalur Rel (Re-aligment Track)


4.3.3.1 Tinjauan Terhadap Stabilitas Lereng Didaerah Galian
Daerah galian berada pada satuan pasir tuffan yang berada diatas satuan
batulempung

Formasi

Subang.

Pekerjaan

penggalian

ini

akan

menyebabkan

tersingkapnya satuan batulempung yang sebelumnya tertutupi. Batas antara satuan pasir
tuffan dan satuan batulempung sangat berpotensi sebagai bidang gelincir.
Analisis perhitungan dilakukan menggunakan program komputer Stable tahun
1991 dibuat oleh Peter J. Basscher Universitas Wisconsin-Madison. Berdasarkan
korelasi data CPT didapat besar parameter yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

Kohesi
Tanah

Berat Isi
Tanah

sudut
geser

Lapisan 1

Tanah Lapukan

16 Kpa

Lapisan 2

Satuan Pasir
Tuffan

23 Kpa

Satuan
Batulempung

100 Kpa

Lapisan 5
Lapisan 1

Tanah Lapukan

16 KN/m

Lapisan 2

Satuan Pasir
Tuffan

16 KN/m

17.5 KN/m

18.6 KN/m

Lapisan 5

Satuan
Batulempung
Tanah Lapukan

18.6 KN/m

Lapisan 1
Lapisan 2

Satuan Pasir
Tuffan

Lapisan 3
Lapisan 4

Lapisan 3
Lapisan 4

Lapisan 3
Lapisan 4
Lapisan 5

Satuan
Batulempung

Beban Kereta

31 Kpa
200 Kpa

5
75 KN/m.m

Tabel IV.3 Parameter desain stabilitas lereng daerah galian.


Hasil analisis yang dilakukan didapat nilai factor keamanan lereng dibawah rel
kereta terkecil adalah 1.73 dan factor keamanan lereng diatas rel adalah 0.55. Hasil
analisis dapat dilihat pada gambar berikut :

Gb. IV.12a&b Stabilitas lereng daerah galian.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan pembuatan lereng potongan, lereng dibawah


jalur rel telah memenuhi persyaratan; sedangkan lereng diatas jalur rel memiliki nilai jauh
dari persyaratan (FK1.5). Berdasarkan perhitungan bidang gelincir berada dekat dengan
batas lapisan antara satuan pasir tuffan dan satuan batulempung, maka bidang gelincir
adalah kontak antara satuan pasir tuffan dan satuan batulempung.
Perekayasaan dengan melandaikan sudut lereng tidak ekonomis, karena untuk
mencapai faktor keamanan 1.5 akan mencapai sudut yang sangat landai sehingga
memerlukan biaya pembebasan tanah dan pengerukan tanah yang besar. Hal tersebut
yang menyebabkan perekayasaan dengan perkuatan lebih ekonomis. Perkuatan buatan
lereng dapat berupa piling, counterweight, dan atau ground anchor yang memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang ekonomis.
Sifat batuan pasir lepas intensif terjadi erosi sehingga perlu adanya perlindungan
dengan penanaman tumbuhan ataupun dengan pelindung dari bahan lain.

4.3.3.2 Tinjauan Daya Dukung dan Stabilitas Daerah Timbunan


Daerah timbunan berada diatas satuan pasir tuffan yang berada tidak selaras diatas
satuan breksi volkanik. Berdasarkan pengamatan lapangan dan studi data sondir, pada
daerah ini terdapat longsoran dangkal yang terjadi pada satuan pasir tuffan.
Berdasarkan hasil uji CPT dan bor didapat parameter sebagai berikut :

Kohesi
Tanah

Berat Isi
Tanah

Lapisan 1

45 Kpa

Lapisan 2

30 Kpa

Lapisan 3

70 Kpa

Lapisan 4

185 Kpa
16 KN/m

Lapisan 2

16 KN/m

Lapisan 3

17 KN/m

Lapisan 4

17 KN/m

Lapisan 1
Sudut
Geser

Lapisan 1

Lapisan 2
Lapisan 3
Lapisan 4

Beban Kereta

3
3
3

o
o

20 KN/m.m
75

Tabel IV.4 Parameter desain stabilitas lereng daerah timbunan.

Hasil analisis stabilitas lereng timbunan dilakukan dengan program Stable


menunjukkan angka factor keamanan adalah 1.33 . Angka tersebut terjadi pada bidang
gelincir tubuh timbunan dan juga pada satuan pasir tuffan. Keruntuhan dapat dilihat pada
gambar berikut :

Gb. IV.13a&b Stabilitas lereng daerah timbunan.


Berdasarkan ketentuan tanah timbunan, angka factor keamanan belum memenuhi
ketentuan (FK1.5) sehingga perlu dilakukan perkuatan. Secara perhitungan bidang
gelincir memotong tanah timbunan dan tanah asli yang berbeda penanganannya. Pada
tanah timbunan dapat dilakukan dengan mengganti jenis tanah yang lebih tinggi
kekuatannya, soil improvement dengan mencampur bahan semen atau kapur, atau
menggunakan geotextile. Pada tanah asli dapat dilakukan dengan penurunan muka air
tanah, piling, ground anchor dan atau counterweight.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Geomorfologi daerah penelitian termasuk dalam klasifikasi perbukitan komplek
yang terbagi dalam empat satuan geomorfologi, yaitu : satuan perbukitan endapan
volkanik, satuan perbukitan lipatan dan satuan dataran aluvium yang berada pada tahapan
geomorfik muda.
Stratigrafi daerah penelitian dimulai pada zaman Tersier kala Miosen Akhir (N18)
yaitu satuan napal lempungan yang diendapkan pada lingkungan laut middle neritik (20100m). mekanisme pengendapannya adalah suspensi. Kemudian diatas satuan napal
lempungan diendapkan selaras satuan batulempung dalam kurun umur yang sama yaitu
Miosen Akhir (N18). Satuan batulempung diendapkan pada lingkungan laut outer neritik
(100-200m) yang merangsur-angsur mendangkal hingga pada lingkungan laut litoralsupralitoral (tidal terendah-20m). Kedua satuan ini disetarakan dengan Formasi Subang.
Pada kala Pliosen terjadi tektonik yang menyebabkan pengangkatan (uplift) dan juga
terdapatnya aktifitas volkanis yang ditunjukkan adanya pengendapan satuan breksi
volkanik. Satuan breksi volkanik ini diendapkan pada lingkungan darat. Satuan breksi
volkanik ini disetarakan dengan Formasi Citalang. Pada zaman Kuarter terjadi aktifitas
vulkanisme yang bersamaan dengan proses sedimentasi mengendapkan satuan pasir
tuffan. Selanjutnya pada kala resen terjadi proses pelapukan dan erosi yang menyebabkan
terendapkannya satuan endapan alluvium.

Kesimpulan dan Saran 5 . 1

Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian adalah gaya kompresi NESW hingga zaman Tersier dan gempa bumi zaman Kuarter yang menggerakkan kembali
bidang-bidang diskontinu dengan pola strike-slip yang menyebabkan terbentuknya pola
seperti struktur bunga pada satuan pasir tuffan.

5.2 Kesimpulan dan Saran untuk Pekerjaan Pembangunan Jalan Realigment


5.2.1 Penyebab Longsoran
1. Kenaikan muka air tanah yang sebanding dengan curah hujan yang terjadi. Hal ini
perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan proses pekerjaan proyek pada
musim penghujan untuk dihindari, yaitu pada bulan Januari, Februari, Maret,
April, November dan Desember.
2. Pasir tuffan yang bersifat lepas-lepas (belum terkompaksi). Satuan ini mudah
hancur oleh proses eksogen. Hal ini dapat dikurangi dengan memberikan
pelindung baik dengan tanaman maupun geotextile.
3. Perubahan geometri lereng baik akibat aktifitas manusia maupun karena proses
eksogen.
4. Adanya sesar pada satuan batulempung berumur Tersier yang tertutupi satuan
pasir tuffan berumur Kuarter. Sesar tersebut merupakan daerah lemah yang akan
tergerakkan kembali jika terjadi gempa.

5.2.2 Stabilitas Lereng Daerah Galian


1. Lereng berada pada satuan pasir tuffan.
2. Faktor keamana lereng dibawah rel kereta adalah 1.73 .

3. Faktor keamanan lereng diatas rel kereta adalah 0.55 . Lereng ini harus
menggunakan perkuatan buatan untuk memenuhi ketentuan FK1.5 .
4. Daerah galian memotong sesar. Hal ini akan berbahaya jika terjadi gempa.
5. Batas antara satuan pasir tuffan dan satuan batulempung merupakan bidang
gelincir ditunjukkan dengan perhitungan yang menunjukkan bidang circular
memotong batas antara satuan ini.
6. Perkuatan buatan lereng dapat berupa piling, counterweight, dan atau ground
anchor yang memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang
ekonomis.
7. Sifat batuan pasir lepas intensif terjadi erosi sehingga perlu adanya perlindungan
dengan penanaman tumbuhan ataupun dengan pelindung dari bahan lain.

5.2.3 Stabilitas Lereng Daerah Timbunan


1. Lereng berada pada satuan pasir tuffan.
2. Timbunan melewati daerah yang telah mengalami longsor dangkal.
3. Faktor keamanan lereng adalah 1.33 dengan bidang gelincir memotong tanah
timbunan dan tanah asli.
4. Berdasarkan ketentuan desain, angka factor keamanan adalah 1.5 sehingga perlu
dilakukan perkuatan.
5. Pada tanah timbunan dapat dilakukan dengan mengganti jenis tanah yang lebih
tinggi kekuatannya, soil improvement dengan mencampur bahan semen atau
kapur, atau menggunakan geotextile.

6. Pada tanah asli dapat dilakukan dengan penurunan muka air tanah, piling, ground
anchor dan atau counterweight.

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

DAFTAR PUSTAKA

1. Abramson, L., Lee, T., Sharma, S., Boyce, G., 1996, Slope Stability and
Stabilization Methods, John Willey & Sons Inc.
2. van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nijhoff, The
Hague, vol. IA&IB.
3. Davis, G.H., Reynolds, S.J., 1984, Structural Geology of Rocks and Regions, John
Wiley & Sons, New York, USA.
4. Dunn, I.S., Anderson, L.R., Kiefer, F.W., 1980, Fundamentals of Geotechnical
Analysis, John Wiley & Sons, New York, USA.
5. Hunt, Roy E., 1983, Geotechnical Engineering Investigation Manual, McGraw-Hill
Company.
6. Irsyam, M., Hoedajanto, D., Hendriyawan., Kiuchi, T., Wibianto, B , dan Susetyo,
H., 2001, Analisis Mekanisme Kelongsoran dan Penanggulangannya untuk Jalur
Kereta Api Ciganea-Sukatani pada KM 111+0/2, Prosiding Seminar PIT HATTI
2001, Bandung.
7. Sudjatmiko, 1972, Peta Geologi Lembar Cianjur, Direktorat Geologi, Bandung.
8. Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat, vol. I dan II, Fakultas
Pasca Sarjana ITB, Bandung.
9. Maryunani, K. A., 1999, Panduan Praktikum Foraminifera, Laboratorium
Mikropaleontologi Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung.
10. Peraturan Dinas No. 10; Perencanaan Konstruksi Jalan Rel ; PJKA; 1986.
11. Powrie, William., 1997, Soil Mechanics: Concepts and Applications, E & FN Spon,
London, UK.
12. Pulunggono, A., Martodjojo, S., 1994, Perubahan Tektonik Paleogen Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Kumpulan Makalah Seminar
Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoikum sampai Kuarter,
UGM, Yogyakarta, p. 1-15.
13. Siegel, Ronald, 1975, Stabl User Manual, School of Civil Engineering-Perdue
University.
14. William, H., Turner, J.F., Gilbert, C.M., 1955, Petrography an Introduction to The
Study of Rock In Thin Section, Freeman, New York.

Lampiran

Analisa Stereonet Struktur Geologi


Analisa Kalsimetri
Analisa Petrografi

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

ANALISA SESAR
Di Sekitar Jalur Kereta Api Km 110+900 Hingga Km 111+220
Strike
o
(N E)
326
260
316
325
146
338
321
344
331
342
328
342
185
169
126
271

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Dip
o
( )
84
34
65
84
43
55
45
75
54
79
67
87
60
68
36
56

Jenis Sesar

Offset
(Cm)
120
127
118
160
110
67
310
175
175
50
35
25
55
-

turun
naik
turun
turun
naik
naik
naik
naik
turun
turun
turun
turun
turun
-

EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa distribusi sesar

CONTOUR LEGEND
FISHER POLE
CONCENTRATIONS
% of total per
0.8 % area
Minimum Contour
Contour Interval
Max.Concentration

MAJOR

=
=
=

2
2
13.7

PLANES

ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP
1

334/79

1 4.0

S
Tugas Akhir - di rel kereta api

15 Poles Plotted
15 Data Entries

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

ANALISA SESAR NAIK


Di Sekitar Jalur Kereta Api Km 110+900 Hingga Km 111+220
EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa sesar naik

SCATTER LEGEND

NUM. OF POLES
1 pole

CONTOUR LEGEND

FISHER POLE
CONCENTRATIONS
% of total per
0.8 % area

Minimum Contour
Contour Interval
Max.Concentration

= 5.5
= 5.5
= 37.1

MAJOR PLANES
ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP
1

5
5

335/55

Poles Plotted
Data Entries

sepanjang km 110+900 hingga km 111+220

ANALISA SESAR TURUN


Di Sekitar Jalur Kereta Api Km 110+900 Hingga Km 111+220

EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa sesar turun

SCATTER LEGEND

NUM. OF POLES
1 pole
2 poles

CONTOUR LEGEND
1

FISHER POLE
CONCENTRATIONS
% of total per
0.8 % area
Minimum Contour
Contour Interval
Max.Concentration

=
4
=
4
= 24.9

MAJOR PLANES
ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP

S
sepanjang km 110+900 hingga km
111+220

325/84

8 Poles Plotted
8 Data Entries

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

ANALISA KEKAR
Di Sekitar Jalur Kereta Api Km 111
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Strike
o
(N E)
247
320
130
136
153
165
338
163
318
276
155
156
138
342
335
340
127
314
355
327
338
323
324
316

Dip
o
( )
61
70
50
56
60
71
70
64
76
74
57
61
61
70
85
90
79
73
78
84
64
76
68
87

Isian Rekahan
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

CONTOUR LEGEND
FISHER POLE
CONCENTRATIONS
% of total per
0.8 % area
Minimum Contour
=
Contour Interval
=
Max.Concentration =

MAJOR

ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP

1
2

2.5
2.5
16.8

PLANES
320/73
158/60

E
2

S
24 Poles Plotted
24 Data Entries

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

ANALISA SHEAR FRACTURE


Lokasi Pengamatan 45 Ubrug, Kec. Jatiluhur
Shear Fracture
No.
o
o
(N.. E/.. )
1
31/71
2
240/72
3
217/55
4
215/53
5
229/69
6
269/81
7
331/61
8
260/74

Keterangan
234/42
230/62
281/65
263/80
9/71
45/74
47/68
270/66

Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
Terisi kalsit
EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa gash fracture pada lempung

N
CONTOUR LEGEND
FISHER POLE
CONCENTRATIONS
%
of total per
0.8 % area

Minimum Contour
Contour Interval
Max.Concentration

MAJOR

=
=
=

2.5
2.5
14.4

PLANES

ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP
1
2

045/72
263/79

E
1

S
Tugas Akhir - di Bendung Ubrug

16 Poles Plotted
16 Data Entries

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

Analisa Distribusi Kedudukan Lapisan


Sepanjang singkapan jalur kereta api Sukatani Ciganea Km 110+900 hingga Km
111+220
Kedudukan
o
o
N E/ ..
7/14
22/18
335/4
333/6
325/4
8/11
8/10
355/8
345/11
320/16
325/24
9/32
272/15
275/16
342/35

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

EQUAL AREA
LOWER HEMISPHERE

Analisa distribusi kedudukan

POLE

LEGEND
POLES

CONTOUR LEGEND
1

FISHER POLE
CONCENTRATIONS
% of total per
0.8 % area
Minimum Contour
Contour Interval
Max.Concentration

=
7
=
7
= 46.8

MAJOR PLANES
ORIENTATIONS
# STRIKE/DIP
1

354/09

S
sepanjang singkapan rel kereta api

15
15

Poles Plotted
Data Entries

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

Analisa Data Kalsimetri


Satuan Batulempung

Karbonat Murni
No. Sample 30
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
7
13,21%

Berat 0,50gr
Berat 0,75gr
106
155
13
20
12,26%
12,90%
12,94%

Berat 1gr
202
27
13,37%

Nama Batuan : Lempung Napalan (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Karbonat Murni
No. Sample 41
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
11
20,75%

Berat 0,50gr
Berat 0,75gr
106
155
21
32
19,81%
20,65%
20,26%

Berat 1gr
202
43
21,29%

Nama Batuan : Napal Lempungan (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Karbonat Murni
No. Sample 58
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
9
16,98%

Berat 0,50gr
Berat 0,75gr
106
155
17
26
16,04%
16,77%
16,78%

Berat 1gr
202
35
17,33%

Nama Batuan : Napal Lempungan (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Karbonat Murni
No. Sample 69
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
1
1,89%

Berat 0,50gr
Berat 0,75gr
106
155
2
3
1,89%
1,94%
1,92%

Nama Batuan : Lempung Murni (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Berat 1gr
202
4
1,98%

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

Analisa Data Kalsimetri


Satuan Napal Lempungan

Karbonat Murni
No. Sample 45a
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
18
33,96%

Berat 0,50gr
Berat 0,75gr
106
155
35
53
33,02%
34,19%
34,08%

Berat 1gr
202
71
35,15%

Nama Batuan : Napal Lempungan (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Karbonat Murni
No. Sample 45b
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
1
43%

Berat 0,50gr
106
2
42%

Berat 0,75gr
155
3
44%

Berat 1gr
202
4
45%

Berat 0,75gr
155
3
0%

Berat 1gr
202
4
0%

44%

Nama Batuan : Napal (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Karbonat Murni
No. Sample 77
Kandungan Gamping
Kandungan Gamping
Rata-rata

Berat 0,25gr
53
1
0%

Berat 0,50gr
106
2
0%
0%

Nama Batuan : Lempung Murni (Klasifikasi Pettijohn, 1957)

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

No. Sayatan : 44
Satuan Batuan : Napal Lempungan
Nama Batuan : Quarts SubFeldspatik Wacke
Perbesaran
: P2
// Nikol
Sayatan Quarts SubFeldspatik Wacke dengan tekstur
1
klastik, terpilah baik dan kemas tertutup
point
2

contact hingga long contact. Butiran mempunyai

komposisi

4
5

berukuran 0,07mm 0,12mm berbentuk menyudut


membundar

tanggung.

Matriks

mempunyai

Mineralogi :
Kuarsa 67% sebagai butiran segar hadir
0,12mm berbentuk menyudut (F1).

3
4
5

0,07mm 0,08mm berwarna coklat dan


mempunyai struktur mata burung (E2).

Feldspar 3% hadir sebagai butiran


berukuran
0,065mm 0,09mm (C6).
Matriks lempung 10% hadir mengikat butiran
berwarna coklat keruh dan setempat telah

terekristalisasi menjadi clay mineral.

9
F

Biotit 10% hadir sebagai butiran


berukuran

D
E
0,02mm

muskovit, biotit dan setempat fosil foraminifera

sebagai monokristalin berukuran 0,07mm

kuarsa,

mengalami kristalisasi menjadi serisit.

fragmen

X Nikol

atas

komposisi 20% berupa lempung dan setempat telah

9
B

terdiri

80%

Muskovit 3% hadir sebagai butiran


berukuran
0,07mm-0,08mm

berbentuk

prismatik

memanjang (D1).

Fosil setempat merupakan foraminifera


kecil.

No. Sayatan : 77
Satuan Batuan : Napal Lempungan
Nama Batuan : Mudstone
Perbesaran
: P2
// Nikol
1

Sayatan

Mudstone

dengan

tekstur

mud

supported, kemas terbuka. Butiran mempunyai

komposisi 10% fragmen mineral opak dan fosil

foraminifera berbentuk utuh, yang berukuran

0,05mm 0,1mm. Butiran diikat oleh lumpur

5
6
7

karbonatan dengan komposisi 90% dan sebagian


besar

telah

mikrokristalin

mengalami
kalsit

kristalisasi
(mikrit).

menjadi
Porositas

intrapartikel.

8
9
A

Mineralogi :
Matriks lumpur karbonatan 80% hadir

mengikat butiran, berwarna coklat keruh


dan sebagian besar mengalami kristalisasi

X Nikol

menjadi monokristalin kalsit.

1
2
3

Semen kalsit 10% mengisi rongga dan


berbentuk anhedral.
Mineral opak 5% berwarna gelap pada
keadaan // nicol dan X nicol (C2).

4
5

Foraminifera 3% berupa
foraminifera
kecil berbentuk utuh dan terisi semen

kalsit (B3).

7
8

membundar tanggung (F1).

9
A

0,02mm

Kuarsa 3% monokristalin menyudut

Semen sparri kalsit setempat.

No. Sayatan : 41
Satuan Batuan : Batulempung
Nama Batuan : Packstone
Perbesaran
: P1
// Nikol
1

Sayatan

Wackestone

dengan

tekstur

grain

supported kemas tertutup terbuka, point

contact.

foraminifera berbentuk utuh dan detritus terdiri

atas glaukonit, batu pasir dan kuarsa berbentuk

5
6

Butiran

70%

terdiri

atas

fosil

menyudut. Matriks 20% terdiri atas lempung


karbonatan yang telah terubah menjadi klorit dan
mikrit. Semen 10% terdiri atas kalsit.

7
8

Mineralogi :
Fosil 50% terdiri atas foraminifera kecil

9
A

Glaukonit
butiran

X Nikol

berwarna
1
2
3
4
5
6
7
8
9

C
0,5mm

yang berbentuk utuh (F3).

hijau

20%

dengan

(autogenik)
warna

bias

rangkap rendah (A1).

Kuarsa 10% tidak berwarna dan bias


rangkap abu-abu putih, membulat dengan
ukuran 0,05mm-0,1mm (E3).

Matriks 10% lumpur karbonatan


yang
sebagian mikrokristalin kalsit.
Semen 10% semen kalsit mengisi rongga
fosil dan antar butir (F1).

No. Sayatan : 76a


Satuan Batuan : Breksi Volkanik
Nama Batuan : Volcanic Wacke
Perbesaran
: P1
// Nikol
1

Sayatan Volcanic Wacke dengan tekstur klastik, terpilah


buruk dan kemas terbuka. Butiran mempunyai 50% terdiri

atas kuarsa, plagioklas, opak, piroksin berukuran 0,05mm

0,25mm dan fragmen batuan : batu pasir, basalt dan andesit.

4
5

Matriks lempung sebesar 50%.


Mineralogi :

Kuarsa 5% sebagai butiran segar berukuran


0,05mm

0,25mm berbentuk membulat (F9).

Plagioklas 5% sebagai butiran segar sampai lapuk

berukuran 0,1mm 0,25mm berbentuk menyudut


(B2).

Opak 5% berukuran 0,05mm 0,25mm


berbentuk

X Nikol

membulat (C8).
1
2

dalam keadaan agak lapuk (C7).

8
9
D

Fragmen batuan 30% terdiri atas batupasir, andesit

dan basalt berukuran 1mm 1,5mm membundar

menyudut (E2).

Piroksin 5% berukuran 0,05mm 0,20mm berbentuk

dan

Matriks lempung 50% hadir mengikat butiran


berwarna coklat keruh.

No. Sayatan : 48
Satuan Batuan : Pasir Tuffan
Nama Batuan : Tuffaceous Lithic Wacke
Perbesaran
: P1
// Nikol
Sayatan Tuff Lithic dengan tekstur klastik, terpilah buruk
1
dengan kemas tertutup hingga terbuka. Butiran mempunyai
2

komposisi 50% terdiri atas kristal olivin, piroksen, mineral

opak, plagioklas dan fragmen batuan : andesit dan basalt

4
5
6

berukuran 0,05mm 2,8mm berbentuk menyudut hingga


membundar. Matriks lempung dan glass 50%.
Mineralogi :
Piroksen 5% menyudut hingga membundar tanggung

dengan ukuran 0,05mm 0,20mm (C8).

Olivin 5% kondisi lapuk berukuran 0,25mm

9
A

0,27mm berbentuk membundar dan mulai terubah

menjadi mineral indingsit.


X Nikol

0,20mm (B5).

1
2
3
4
5
6
7
8
9
A

Opak 5% membundar dengan ukuran 0,05mm

Plagioklas 5% menyudut dengan ukuran 0,05mm


0,4mm (E6).
Fragmen

batuan 30% membundar

terdiri atas

andesit(F3) dan basalt(A2) dengan ukuran 1,0mm


2,8mm.
Matriks lempung 40% mengikat butiran serwarna
coklat keruh.

Glass 10% muncul sebagai matriks menyudut


hingga

membundar dengan ukuran 0,05mm 1,0mm (D6)

Geologi dan Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

No. Sayatan : 25
Satuan Batuan : Pasir Tuffan
Nama Batuan : Basalt
Perbesaran
: P1
// Nikol
1

Sayatan batuan Basalt dengan tekstur berbutir


sedang hingga kasar, holokristalin, porfiritik,dan

hipidomorfik granular. Fenokris sebanyak 40%

terdiri atas plagioklas, opak dan piroksen yang

berbentuk

subhedral

hingga

anhedral

yang

berukuran 0,1mm 1,20mm. Massa dasar 60%


dengan

struktur

intergranular,

hipidiomorfik

granular terdiri atas piroksen, plagioklas, olivin,

glass dan mineral opak.

Mineralogi :
Plagioklas An56Ab44 (total 60%) sebagi

9
A

2
3

dan

memiliki

Piroksen (total 30% ) sebagai


fenokris
10%

berukuran

0,1mm

1,0mm

berbentuk subhedral dalam kondisi agak


lapuk. Sebagai masa dasar melimpah

berbentuk butiran halus (B4).

Glass 8% seluruhnya hadir sebagai


massa

dasar dengan ukuran 0,1mm 0,25mm

berbentuk anhedral .

9
E

dasar melimpah berbentuk mikrolit (C1).

C
D
0,5mm

segar

subhedral dan berzonasi. Sebagai massa


1

20%

kembaran berukuran 0,1mm 1,2mm

X Nikol

fenokris

Opak
fenokris

5%

hadir

sebagai

berukuran 0,5mm 0,8mm (C2).


Olivin 2% pada massa dasar berupa
mikro fenokris.

Lampiran

Data Log Bor


Data Log CPT
Klasifikasi Tanah Berdasarkan Grafik
Data Log Bor Rencana Jalur Rel Baru

Lampiran

Data Properti Lapisan


Data Uji Uniaksial
Data Uji Triaksial

Lampiran

Peta Lintasan
Peta Geomorfologi
Peta Geologi
Diagram Blok Geologi
Peta Isophreatik

~1'J'l')O'

------

' - --

PETA LINTASAN
DAN LOKASI PENGAMATAN

&T

II'
~

.,.
" '

SEKJTAR JALUR KERETAAPI


DAERAR CIGANEA, KEc. JATILUUUR
KAB. PURWAKARTA,JA\VA BARAT

--.
.

Tegaln<J/lgklak

..

"

Skala 1:12500

--

..

15 - .

./

1 lSm

2S(lm

SOQM

Di Buat Oleh :
Mudrik R. Oryono (12098036)

KETERANGAN :

e
e

...

..

llbru9@11

"' '

----- -

'

'

.....

Pctrografi

>~

Analisa Mikn:p:tleontologl

Analisa Kalsimctri

.. 9

Ana.I isa sese

Ra1ulanpur1g

on:1:s;

Analisa

v v
.Jurus dan kentiringan

-------- ~

JaJur rel kcrcla api

I I I I

Bendungan

P
E
T
A

G
E
O
L
O
G
I
S
E
K
I
T
A
R
J
A
L
U
R
K
E
R
E
T
A
A
P
I
D
A
E
R
A
H
C
I
G
A
N
E

A
,

P
U
R
W
A
K
A
R
T
A
,
J
A
W
A
B
A
R
A
T
6
4

B
T

41

ZAMAN

UMUR
KALA

B
SIMBOL

L
E

5
0
0
m

PEMERIAN

Satuan Endapan Aluvium


RESEN

Terdir i dari fragmen yang berukuran pasir sampai krakal, lepas-lepas fragmen meliputi andesit,
batulempung

Satuan Pasir Tufaan


KUARTER
2
9
o

3
0

3
5

PLIOSEN

TERSIER
5
4
o

1
4
o

3
5

Batu lempung abu-abu gelap, karbonatan dan getas. Terdapat lapisan napal keras be rwarna abuabu coklat dan bongkah batugamping kristalin.

Sulukuning

Satuan ini dicirikan oleh breksi berwarna coklat kehitaman, kemas terbuka, pemilahan buruk
dengan ukuran fragmen 1cm-1m terdiri atas batuan beku andesitik dan basaltik. Terdapat sisipan
konglomeratpolimik dengan pemilahan buruk dengan fragmen batuan beku andesitik dan basaltik

Satuan Batulempung

1
5

1
6
MIOSEN

Satuan Breksi Volkanik

AKHIR

4
6
o

2
2
o

5
8

Satuan Batupasir Kuarsa dan Napal Lempungan


Satuan ini terdiri dari napal lempungan berwarna abu-abu menyerpih. Pada satuan terdapat juga
sisipan batupasir kuarsa berwarna kuning terang dan napal keras berwarna abu-abu kecoklatan.

Ub 2
6
ru
g

Pasir tuffan yang kaya struktur sedimen cross bedding, paralel laminasi dan graded bedding yang
berlapis dengan baik dan bersifat lepas-lepas. Konglomerat yang tersusun atas basalt dan
andesit. Batuan ini memiliki sisipan channel alluvial tua

Ci

44

70

UMUR
ZAMAN

FORMASI

KALA

KUARTER

Satuan Pasir Tufaan


PLIOSEN

5
2

CITALANG

TERSIER

SUBANG
MIOSEN

AKHIR
JATILUHUR

28
25

Satuan Batulempung
Satuan Batupasir
dan Napal Lempungan

KETERANG

KONDISI GEOLOGI

STRUKTUR GEOLOGI

AN : PADA PENAMPANG
SIMBOL

SIMBOL PADA PETA


20O

KEDUDUKAN BATUAN

Jurus dan kemiringan

Ketidakselarasan

SESAR

Tegalh SESAR NAIK


3
SESAR NORMAL
arendo
5
ng
SUMBU SINKLIN
o

Kemiringan terkoreksi
Selaras

KONTAK
SATUAN BATUAN

3
6

Satuan Breksi
Volkanik

1
0

3
5
o

3
1
o

43

SESAR MENDATAR
a. diamati
33
56
o o

3
6
o

SIMBOL

Satuan Endapan
Aluvium

RESEN

SATUAN

5
o

b. dibawah satuan

c.diperkirakan

06 3345 LS

1
o

06 3515 LS

A
B
200 m

200 m

3
100 m
0m

PENAMPANG A

SKALA HORISONTAL

(
sto

...

,~ ...

"
"'"
~-
= " . ----'" . ..

., ~--------------~~w-=----------:-:::::~=::::;::~---~-- ---~--.

.....:.:;::;;;::;.
.:.:~:;.~-=~::::.:.::.~ ~

'? ;

--.~--------

w.~----

'"'

~.-

,~

---.i

~ . -- ------==----~"-'---=--

~----~~--- - --

--~~

~-~-----~.~---~:-.~:.::.~.-.~~~~~;;;;;;:::::~~~ ..

l C========:::::;::;;:::::::::;:;:::~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ~ ~~~~~~~~~.~_,,~.._~~~....~..~~r

~:--:::-~::::J.~~::::::::::::::=--~---------

.....'tm.""

_... _...

--- ..

.,

11..DM

llOfl\

'
.

I
SKALA VER
S
TIKAL
KALA HORlSONTAL

'10"'

<D

I
I

BH11

~'1'~~~...-.i "

'.' : 1.::-''"" "' ..

.>_.

~~~~~
.)._

--f- -------

'

.-----

-- ----- ---- .-- ----- ,....


,_

......

'
..... . .

PENAMPANG c

SKALA VERTIKAL

SKALA HORISONTAL

?.----~----------- -----"-"-' . . . - . . . . _ .
. . _ ..

_... ......._,..._
~

...... .-.

_ ... _.. ...-. ,-. ... . .......,_ .


-

........--...

'~~

., .

. ..

...

.. . .. . ._ ..., _.

......,.

.-===-..... .,.:"..::.;:.. ........,........,..=.........-. - = , .. .. _.. . .:~ ~ ~ - ~ ~

-~ ~-~~-~-.----..... . .,.._..~.
~~4-"-~""''-j

........-~-.-,.......~...~- ~-~%s"~=-~-~~--,~--~wo_.,~-u._~~~----=-.~-~--~o~,.~-----~=---=..._~-

You might also like