You are on page 1of 12

MANAJEMEN RISIKO PADA USAHATANI PADI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA

DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI


(STUDI KASUS DI DESA TELANG KECAMATAN KAMAL)
Elys Fauziyah
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo
Korespondensi : Jl. Raya Telang, Kamal-Bangkalan

ABSTRAK
Secara umum petani yang melakukan usahatani padi memiliki dua tujuan yaitu menciptakan
ketahanan pangan rumahtangganya dan mendapatkan keuntungan. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut petani selalu dihadapkan pada risiko-risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis : karakteristik petani dan risiko usahatani padi, mendiskripsikan persepsi petani padi
terhadap risiko, dan mendiskripsikan strategi risiko yang dilakukan oleh petani padi. Penelitian
dilakukan di Desa Telang Kecamatan kamal terhadap 30 orang petani sampel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat risiko produktivitas, biaya dan pendapatan usahatani padi termasuk
dalam kategori rendah. Menurut persepsi sebagian besar petani, risiko merupakan konsekwensi yang
membebani petani jika hendak berusahatani padi. Faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah
gangguan dari OPT (organisme pengganggu tanaman), mahalnya harga input, dan rendahnya harga
output. Strategi pengelolaan risiko ex-ante dilakukan oleh petani dengan menggunakan varietas padi
yang berbeda-beda, membeli benih yang tersertifikasi, menggunakan sistem tumpangsari. Strategi
interactivenya dilakukan dengan menggunakan jarak tanam sesuai anjuran, menggabungkan
penggunaan pupuk tunggal, majemuk, dan organik, pembasmian OPT dengan cara kimiawi dan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu), menggunakan tenaga kerja dari luar desa, mengatasi kekurangan
modal dengan meminjam dari kerabat dan Gapoktan. Strategi ex-post dilakukan jika terjadi
kegagalan usahatani padi, ini dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan keluarga dari pendapatan
yang berasal dari pekerjaan sampingan, tetap berusahatani dengan mempelajari penyebab terjadinya
kegagalan, dan mendapatkan modal dengan cara mengambil tabungan,dan meminjam dari
Gapoktan.
Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Rumahtangga Petani, Risiko, Strategi Manajemen Risiko.
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Salah satu upaya pemerintah untuk
mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002
tentang ketahanan pangan, yang menyatakan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu
melalui: (a) pengembangan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan
dan budaya lokal, b) pengembangan efisiensi sistem usaha pangan, (c) pengembangan teknologi
produksi pangan, (d) pengembangan sarana dan prasarana produksi pangan, dan (e) mempertahankan
dan mengembangkan lahan produktif.
Menurut BPS (2010) jumlah petani di Indonesia mencapai 44 persen dari total angkatan
kerja atau sekitar 46,7 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruhtani
dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani. Dengan demikian
sebagian besar masyarakat Indonesia masih bertumpu pada sektor pertanian, sehingga keberadaan
rumahtangga petani jumlahnya masih cukup dominan. Berdasarkan kondisi ini adalah sangat rasional
jika upaya mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia dimulai dari ketahanan pangan rumahtangga
petani.
Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani seperti : produktivitas yang rendah, posisi
tawar lemah, terbatasnya sarana dan prasarana yang ada, dan lain-lain menjadi kendala bagi mereka
1
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

untuk mewujudkan ketahanan pangan rumahtangganya.


Permasalahan-permasalahan tersebut
merupakan risiko yang harus dihadapi oleh seorang petani dalam melakukan aktivitas usahataninya.
Sehingga ketahanan pangan rumahtangga petani merupakan perwujudan dari seberapa besar
kemampuan petani tersebut dalam memanajemen risiko usahataninya. Secara konseptual petani yang
mampu mereduksi risiko produksi maupun risiko harga dengan cara memperbaiki produktivitasnya,
penggunaan diversifikasi, penggunaan pola tanam yang tepat, penguatan kelembagaan petani, dan
posisi tawar petani akan dapat memperkuat ketahanan pangan rumahtangganya. Sebaliknya
ketidakmampuan petani dalam memanajemen risiko yang dihadapi akan mengakibatkan kerapuhan
ketahanan pangan rumahtangga mereka.
Salah satu jenis usahatani yang banyak dilakukan di provinsi Jawa Timur dan berkaitan erat
dengan program ketahanan pangan adalah usahatani padi. Sebagian besar dari petani padi tersebut
termasuk dalam kategori subsisten, karena kegiatan usahatani yang dilakukan bukan hanya untuk
tujuan komersialisasi tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan pangan rumahtangganya. Di Desa Telang
Kecamatan Kamal, usahatani padi merupakan usahatani yang dominan dilakukan oleh petani di daerah
ini. Hal ini tercermin dari pola tanam yang dilakukan oleh para petani, dimana tanaman padi selalu ada
dalam setiap pola tanam yang dilakukan. Pola tanam di Desa Telang dikategorikan dalam 3 bentuk
yaitu : (a) pola tanam jenis I, pada pola tanam ini lahan yang dimiliki oleh petani ditanami padi
sepanjang tahun, (b) pola tanam jenis II, bentuknya adalah padi-padi-kosong(bero), dan (c) pola tanam
jenis III, dalam bentuk padi-padi-jagung/kacang hijau. Permasalahan mendasar pada usahatani padi
adalah rendahnya produktivitas padi yang mampu dihasilkan oleh petani dalam setiap hektarnya.
Menurut data BPP Kecamatan Kamal rata-rata produktivitas padi hanya sekitar 4 ton perhektar,
padahal potensi maksimal yang dapat dihasilkan sebesar 6 ton perhektar. Salah satu penyebab
rendahnya produktivitas usahatani padi adalah adanya risiko. Beberapa risiko yang sering dihadapi
oleh petani padi di Desa ini antara lain serangan hama tikus, burung, wereng dan penyakit kresek yang
menyebabkan daun tanaman padi menjadi kering, tingginya harga pupuk, dan terbatasnya modal yang
dimiliki oleh petani. Bagi petani keberadaan risiko tersebut dapat menjadi kendala untuk mewujudkan
ketahanan pangan rumahtangga, sehingga mereka dituntut untuk dapat memanajemen dan mereduksi
risiko yang ada dalam kegiatan usahataninya.
Berdasarakan kondisi di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui / menganalisis
: (1) karakteristik petani dan risiko usahatani padi di Desa Telang, (2) mendiskripsikan persepsi petani
padi di Desa Telang terhadap risiko, dan (3) mendiskripsikan strategi risiko yang dilakukan oleh
petani padi di Desa Telang.
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive dengan pertimbangan bahwa Desa
Telang merupakan salah satu Desa yang menjadi sentra usahatani padi di Kecamatan Kamal. Di
samping itu hampir 90 persen petani di Desa ini menggunakan tanaman padi sebagai sebagai salah
satu komoditas yang selalu dimasukkan dalam pola tanam selama satu tahun.

Metode Penentuan Sampel


Penentuan sampel dilakukan secara Random Sampling. Sedangkan jumlah sampel
yang diambil sebanyak 30 responden.
Metode Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai petani contoh dengan panduan
kuesioner yang terstruktur. Data-data yang dikumpulkan terkait dengan tulisan ini mencakup
karakteristik rumah tangga petani, penguasaan tanah, pola tanam, struktur input dan output usahatani,
dan struktur pendapatan rumah tangga. Aspek yang terkait dengan perilaku petani dalam menghadapi
risiko adalah persepsi petani terhadap risiko, persepsi petani terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap risiko usahatani, strategi petani dalam pengelolaan risiko, serta informasi lain yang terkait
dengan kajian ini. Di samping itu, juga dilakukan wawancara dengan informan kunci, seperti
kelembagaan kelompok tani, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), dan Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP).

Metode Analisis Data


Analisis risiko produksi, biaya, dan pendapatan dilakukan secara kuantitatif dengan
menggunakan koefisien variasi dengan rumus sebagai berikut :
KV =

Xr

Dimana :
KV

= Koefisien variansi

= Standar deviasi (simpangan baku)

Xr

= Nilai rata-rata

Kriteria yang dipakai adalah apabila nilai KV 1 maka usahatani yang dianalisis memiliki
risiko kecil dan sebaliknya jika KV > 1 maka usahatani yang dianalisis memiliki risiko besar.
Sedangkan Diskripsi mengenai, persepsi petani terhadap risiko dan manajemen risiko yang dilakukan
oleh petani padi di Desa Telang dijelaskan secara kualitatif, dengan menggunakan tabulasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani dan Risiko Usahatani Padi di Desa Telang
Menurut Adiyoga dan Soetarso (1999) ada beberapa karakteristik rumah tangga petani yang
penting kaitannya dengan analisis perilaku petani dalam menghadapi risiko dan strategi
pengelolaannya diantaranya : (1) Struktur umur kepala keluarga rumah tangga, (2) anggota rumah
tangga petani, (3) Pengalaman usahatani, (4) Struktur penguasaan lahan, (5) keikutsertaan dalam
berbagai keorganisasian kelompok (kelompok tani, gapoktan, asosiasi komoditas, koperasi, kemitraan
usaha, serta keorganisasian lainnya), dan (6) struktur pendapatan.
Struktur umur petani akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi risiko. Petani yang
masih produktif (25-50 tahun) akan bersikap lebih reaktif dalam menghadapi risiko, dalam artian
mereka akan berusaha untuk mereduksi risiko sedemikian rupa sehingga dampak negatif yang
ditimbulkan oleh risiko dapat ditekan seminimal mungkin. Petani padi yang berada di Desa Telang
rata-rata telah berumur 52 tahun, dan hanya 45 persen yang berada dalam kategori usia produktif.
Sedangkan Beban anggota rumahtangga petani padi rata-rata sebesar 5 orang. Secara teoritis semakin
besar beban yang harus ditanggung oleh kepala rumahtangga maka semakin besar usaha yang akan
dilakukan untuk mereduksi risiko yang dihadapi, karena kegagalan panen usahatani padi merupakan
ancaman bagi pemenuhan kebutuhan pangan seluruh anggota rumahtangga.
Pengalaman petani dalam berusahatani dicerminkan oleh tingkat usia petani. Rata-rata petani
padi yang ada di Desa Telang telah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun. Pengalaman yang
dimiliki oleh petani diharapkan dapat menjadi referensi bagi mereka untuk mengatasi risiko kegagalan
dalam berusahatani. Disisi lain status hak penguasaan lahan 95 persen milik sendiri dengan luas ratarata sebesar 0.7 hektar.
Keikutsertaan petani dalam kelompok tani diharapkan dapat menjadi sarana bagi petani
untuk mengatasi risiko usahatani. Di wilayah BPP Kamal terdapat 33 kelompok tani. Walaupun
jumlah kelompok tani cukup banyak, namun tidak semua petani masuk menjadi anggota kelompok
tani dan tidak semua kelompok tani aktif dalam menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh
BPP setiap satu bulan sekali. BPP wilayah kamal memiliki program pertemuan kelompok tani
dengan berbagai macam agenda misalnya sosialisasi teknik produksi yang direkomendasikan,
membentuk koperasi simpan pinjam yang diharapkan dapat membantu petani dalam mengatasi
kesulitan permodalan pada saat usahatani dilakukan, dan lain-lain. Dari 30 sampel penelitian, petani
yang tergabung dalam kelompok tani hanya sekitar 50 persen, dan sebagian besar termasuk dalam
kategori petani yang masih produktif. Petani yang telah berusia 55 tahun ke atas tidak lagi bergabung
dengan kelompok tani. Petani yang telah tergabung dalam kelompok tani diduga lebih mampu
mengatasi risiko dalam kegiatan usahataninya karena dalam kelompok tani tersebut mereka dapat
berbagi pengalaman mengatasi risiko dengan anggota kelompok tani yang lain, disamping itu anggota
3
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

kelompok tani juga dapat mengakses informasi tentang upaya mengatasi risiko yang disampaikan oleh
petugas penyuluh.
Struktur pendapatan yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi perilaku petani dalam
memanajemen risiko yang dihadapi. Jika pendapatan yang dimiliki oleh petani cukup besar maka
mereka dapat melakukan berbagai strategi untuk mereduksi risiko yang dihadapi dan sebaliknya
keterbatasan pendapatan yang dimiliki oleh petani dapat menjadi penghambat bagi petani untuk
menekan risiko usahatani (Saptana, 2011). Petani padi di Desa Telang 85 persen memiliki pekerjaan
sampingan sebagai petambak, dan rata-rata pendapatan petani dalam satu musim tanam sekitar Rp.
7.690.300,-. Menurut beberapa responden sebagian pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan
sampingan sebagai petambak dipergunakan untuk membiayai usahatani padi seperti membeli pupuk
dan obat-obatan. Ini merupakan salah upaya yang dilakukan oleh petani untuk mengantisipasi adanya
risiko produksi.
Perhitungan mengenai besaran risiko produksi, risiko pendapatan, dan risiko biaya usahatani
padi di Desa Telang ditunjukkan dalam Tabel 1. Berdasarkan nilai KV maka dapat disimpulkan bahwa
risiko produksi, biaya, dan pendapatan termasuk dalam kategori risiko yang kecil karena nilai KV
lebih kecil dari 1. Namun demikian nilai KV pada risiko produksi lebih rendah dibandingkan dengan
nilai KV pada risiko biaya dan pendapatan. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya standar deviasi
produksi perhektar dan kegiatan produksi berkaitan dengan faktor internal yang bisa dikendalikan oleh
petani. Ini menjadi indikator bahwa masing-masing petani sampel memiliki produktivitas perhektar
yang tidak terlalu berbeda. Secara implisit kondisi ini menunjukkan bahwa petani sampel memiliki
penguasaan teknologi budidaya padi yang hampir sama. Sedang risiko biaya dan pendapatan
dipengaruhi oleh faktor eksternal (harga input dan harga output) yang tidak dapat dikendalikan oleh
petani.
Tabel 1. Besaran Risiko Produksi, Biaya, dan Pendapatan, pada Usahatani Padi di Desa Telang pada
Tahun 2011.

No
1
2
3

Risiko
Produksi
Biaya
Pendapatan

Nilai KV
0.17
0.54
0.56

Kategori Risiko
Rendah
Rendah
Rendah

Sumber : Data mentah Diolah

Persepsi Petani Padi di Desa Telang terhadap Risiko Usahatani


Perbedaan pengertian antara risiko dan ketidakpastian belum pernah terdefinisi dengan jelas,
bahkan dalam penggunaan praktisnya, kedua istilah tersebut cenderung dipakai untuk istilah yang
sama (Heyer, 1972; Kennedy dan Fransisco, 1974). Henderson dan Quant (1980), Silberberg (1990)
dan Varian (1992) menggunakan istilah ketidak pastian (uncertainty) terkait dengan peluang
(probability). Namun dalam perkembangan selanjutnya semakin jelas perbedaan antara risiko dan
ketidakpastian. Beberapa penulis (Debertin, 1986; Robinson dan Barry, 1987; dan Ellis, 1988)
mendefinisikan risiko sebagai suatu kejadian di mana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa
diketahui secara pasti. Selanjutnya dikemukakan bahwa peluang berarti frekuensi yang diharapkan
terjadi dari sebuah kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah satu). Dengan demikian risiko
merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi informasi tersedia secara cukup. Ketidakpastian
adalah suatu kejadian dimana hasil dan peluangnya tidak bisa ditentukan (Ellis, 1988). Selanjutnya
dikemukakan bahwa ketidakpastian merupakan dikripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang
dihadapi oleh petani, dimana lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon
petani berdasarkan kepercayaan subyektif mereka.
Tabel berikut mendiskripsikan persepsi risiko usahatani padi menurut petani padi di Desa
Telang.

Tabel 2. Persepsi Petani terhadap Risiko Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No

Persepsi Petani

1.

Risiko menurut persepsi petani


a. Suatu ukuran penyebab terjadinya penyimpangan dari
produksi padi yang diharapkan
b. Semua hal yang cenderung menjurus kepada terjadinya
kerugian usahatani padi
c. Semua hal yang dapat membahayakan usahatani padi,
tetapi dapat dicegah atau dikurangi dampaknya jika
diwaspadai sejak awal
d. Konsekuensi yang membebani petani jika hendak
berusahatani padi, misalnya menyediakan modal, sarana
produksi dsb.
Total
Usahatani padi yang dikategorikan gagal menurut persepsi
petani
a. Produksi padi yang dihasilkan relatif rendah (<50 % dari
produksi biasanya)
b. Harga padi yang diterima relatif rendah (mendekati biaya
pokok)
c. Produksi dan harga padi keduanya relatif rendah
Total
Tingkat risiko produktivitas usahatani padi menurut persepsi
petani
a. Tinggi (>50 % gagal panen)
b. Sedang (25 %-50 % gagal panen)
c. Rendah (<50 % gagal panen)
Total
Tingkat risiko harga padi menurut persepsi petani
a. Tinggi (harga jatuh >50 % dari rata-rata)
b. Sedang (harga jatuh 25 %-50 % dari rata-rata)
c. Rendah (<25 % dari rata-rata)
Total
Tingkat keuntungan usahatani
a. Tinggi (rasio penerimaan terhadap biaya > 2)
b. Sedang (rasio penerimaan terhadap biaya 1,5 - < 2)
c. Rendah(rasio penerimaan terhadap biaya < 1,5)

2.

3.

4.

5.

Total

Usahatani Padi
Frekwensi (N)
(%)
0

10

10

20
30

80
100,00

30
30

100
100

0
18
12
30

0
60
40
100

2
21
7
30

6.67
70
23.3
100

0
21

0
70

9
30

30
100

Sumber : Data Mentah Diolah

Berdasarkan informasi dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa 10 persen petani
mengganggap bahwa risiko merupakan kejadian yang dapat mengakibatkan kerugian pada kegiatan
usahatani, sedangkan 10 persen yang lain mempersepsikan bahwa risiko itu merugikan, dan dapat
bersumber dari produksi harga input, dan harga output, sehingga harus diantisipasi sejak dini.
Kelompok petani ini sudah mempertimbangkan strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk
mereduksi risiko usahatani. Sebagian besar petani (80 persen) menganggap bahwa risiko itu sebagai
sebuah konsekwensi yang harus diterima ketika mereka melakukan kegiatan usahatani. Pemahaman
akan adanya konsekwensi dari sebuah keputusan untuk berusahatani akan mendorong petani untuk
membekali diri dengan berbagai rencana strategis yang dapat dijalankan untuk menghadapi risiko,
baik sebelum, pada saat dan sesudah usahatani tersebut dilakukan.
Hampir seluruh petani sampel di Desa Telang mempersepsikan kegagalan usahatani padi
dicerminkan dari rendahnya produktivitas dan harga jual padi. Jadi meskipun usahatani padi masih
5
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

bersifat subsisten, petani tidak hanya mempertimbangkan peningkatan produktivitas untuk


menciptakan ketahanan pangan rumahtangga tetapi mereka juga memiliki harapan agar harga beras
yang mereka jual dapat memberikan keuntungan.
Menurut 60 persen petani sampel, usahatani padi memiliki risiko produktivitas tidak terlalu
tinggi, sedangkan 40 persen yang lain mempersepsikan usahatani padi memiliki risiko yang kecil. Hal
ini dapat disebabkan karena petani padi tersebut telah memiliki pengalaman berusahatani yang cukup
lama yaitu rata-rata lebih dari 10 tahun, sehingga mereka sangat memahami ritme dan teknologi
usahatani padi yang dilakukan. Disamping itu sekitar 50 persen petani sudah tergabung dalam
kelompok tani, dan ini menjadi sarana informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui strategistrategi yang dapat dilakukan untuk menghindari risiko produktivitas.
Hampir 70 persen petani mempersepsikan bahwa risiko harga termasuk dalam kategori
resiko sedang. Petani dalam berusahatani padi tidak semata-mata berorientasi pada pasar (harga
output), karena sebagian dari hasil panen dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Disamping itu, petani padi di Desa Telang tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga beras
yang dijual, sebagian besar dari mereka menjual beras kepada tengkulak dengan tingkat harga yang
sudah ditentukan oleh tengkulak. Pada umumnya petani tidak langsung menjual beras pasca kegiatan
panen dilakukan. Mereka akan menjual beras ketika membutuhkan uang tunai untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Kondisi ini diduga menjadi penyebab kenapa sebagian besar petani tidak
mengkategorikan risiko harga beras sebagai risiko yang besar.
Bila dilihat dari sisi keuntungan, 70 persen petani mempersepsikan keuntungan yang
diperoleh termasuk kategorikan sedang yaitu setara dengan rasio penerimaan terhadap biaya sebesar
1.5 sampai 2. Sedangakan 30 persen lainnya mempersepsikan keuntungan yang diperoleh sangat kecil.
Walaupun keuntungan yang diperoleh tidak besar, petani masih bertahan menanam padi, karena
komoditas ini berkaitan dengan perwujudan ketahanan pangan rumahtangga.
Gambaran mengenai urutan faktor-faktor yang menjadi penyebab risiko dari yang terbesar
sampai yang terkecil disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Urutan Faktor-Faktor Penyebab Risiko Usahatani Padi Menurut Petani di Desa Telang Tahun
2011.
No
Faktor-Faktor Penyebab Risiko
Persepi Petani (%)
1
Perubahan iklim/cuaca
4
2
Serangan OPT
50
3
Harga saprodi tinggi
20
4
Harga jual padi jatuh
15
5
Ketersediaan Modal Usaha
6
6
Rendahnya penguasahaan teknologi
3
7
Rendahnya kemampuan manajerial
2
Sumber : Data Mentah Diolah

Menurut persepsi petani, serangan OPT (organisme pengganggu tanaman) merupakan faktor
utama penyebab risiko usahatani, sedangkan faktor kedua dan ketiga masing-masing adalah harga
saprodi yang tinggi dan harga jual padi yang rendah. Semua faktor tersebut merupakan faktor eksternal
yang sulit untuk dikendalikan oleh petani. Sedangkan faktor internal yang terdiri dari ketersediaan
modal, rendahnya pengusaan teknologi dan kemampuan manajerial menurut persepsi petani bukan
faktor utama penyebab risiko. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal : (1) kelompok tani yang
ada di Desa Telang telah memiliki koperasi simpan pinjam sehingga dapat membantu mengatasi
permasalahan keterbatasaan modal, (2) petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat mengakses
perbaikan teknologi melalui kegiatan penyuluhan pertanian yang diselenggarakan setiap satu bulan
sekali, dan (3) petani telah memiliki pengalaman berusahatani rata-rata lebih dari 10 tahun, dan ini
dapat menjadi bekal yang cukup untuk memanajemen kegiatan usahataninya.
Strategi Risiko yang Dilakukan oleh Petani Padi di Desa Telang
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh petani atau pelaku agribisnis untuk mentransfer
risiko dan mengurangi dampak terhadap kelangsungan usahanya.
Said dan Intan (2001)
mengemukakan bahwa risiko produksi karena bencana alam, serangan hama dan penyakit tanaman,
kebakaran, dan karena faktor-faktor lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat
ditanggulangi dengan membeli polis asuransi produksi pertanian. Selanjutnya dikatakan risiko

kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan teknologi


budidaya dan pasca panen yang tepat. Sementara itu, untuk risiko pasar dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, yakni diversifikasi, integrasi vertikal, kontrak dimuka (foward contracting), pasar masa
depan (future market), usaha perlindungan (hedging), dan opsi pertanian (agricultural option). Secara
empiris tidak semua intrumen penanggulangan risiko tersebut eksis dan dilakukan oleh petani, seperti
asuransi pertanian atau agribisnis, kontrak dimuka (foward contracting), pasar masa depan (future
market), usaha perlindungan (hedging), dan opsi pertanian (agricultural option) tidak ditemukan pada
usahatani cabai merah pada lahan kering dataran tinggi.
Strategi pengelolaan risiko yang dilakukan oleh petani dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu
: (1) strategi ex-ante yang merupakan strategi yang dilakukan oleh petani sebelum terjadi gunjangan,
usaha ini dirancang untuk mempersiapkan usahatani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan
pada saat goncangan terjadi. (2) strategi interactive adalah strategi yang dilakukan petani pada saat
terjadi guncangan, yang melibatkan realokasi sumberdaya agar dampak risiko terhadap produksi dapat
diminimalkan, dan (3) strategi ex-post yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh petani setelah terjadi
gunjangan, yang diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya.
Strategi Pengelolaan Risiko Ex-ante
Tabel 4 berikut mendiskripsikan bagaimana upaya yang dilakukan oleh petani padi di Desa
Telang dalam mengelola risiko sebelum kegiatan usahatani tersebut dilakukan. Tujuan utama petani
menanam padi adalah untuk menciptakan ketahanan pangan keluarga. Oleh karena itu setiap ada
kesempatan yang memungkinkan untuk melakukan usahatani padi, maka petani akan
memanfaatkannya. Hal ini tercermin dari pola tanam yang dilakukan petani dalam satu tahun.
Sebagian besar petani (20 persen) menggunakan pola tanam padi-padi-padi. Ini dilakukan oleh petani
yang terdapat pada wilayah yang : (1) ketersediaan air secara teknis mencukupi atau yang memiliki
saluran irigasi cukup baik, (2) kondisi lahan cukup subur, dan (3) teknologi pengelolaan usahatani
sangat mudah. Sedangkan untuk daerah yang tidak kurang mendapatkan pasokan air pada saat musim
kemarau pola tanam yang digunakan adalah padi-padi-bero atau padi-padi-jagung/kacang hijau.
Alasan lain petani menggunakan pola tanam ini adalah (1) pola tanam tersebut dipandang paling
menguntungkan, dan (2) dapat menjaga kesuburan lahan.
Strategi untuk mereduksi risiko ex-ante yang lain adalah sistem produksi padi yang
digunakan adalah tumpang sari (dilakukan oleh 43.33 persen petani). Lahan disekitar tanaman padi
digunakan untuk budidaya kacang tanah, mentimun, cabai, terong, dan lain-lain. Selain itu 83.33
persen petani menggunakan varietas yang berbeda pada hamparan yang berbeda. Untuk menghindari
penggunaan benih yang tidak tersertifikasi sebagian besar petani membeli benih dari kios/toko saprodi
dan hanya 7 persen petani yang menggunakan benih dari hasil sendiri. Ini biasa dilakukan oleh petani
yang umurnya sudah 60 tahun ke atas.
Tabel 4. Strategi Pengelolaan Risiko Ex-ante pada Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No
Uraian
Usahatani Padi
Frekwensi (N=30)
(%)
1
Pola tanam dominan setahun
a. padi-padi-padi
20
66.66
b. padi-padi-bero
5
16.67
c. padi-padi-kacang hijau/jagung
5
16.67
2
Alasan mengikuti pola tanam secara konsisten
dalam 5 tahun
a. Pola tanam/rotasi tanaman tsb dipandang
5
16.67
paling menguntungkan
b. Sesuai dengan kondisi iklim setempat
c. Sesuai dengan kondisi lahan (topografi,
20
66.66
kesuburan)
d. Kalau berbeda bisa tejadi serangan OPT
e. Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan
5
16.67
3
Sistem produksi padi yang digunakan
a. Monokultur
17
56.67
7
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

b. Tumpang sari atau tumpang gilir


Alasan menggunakan sistem produksi monokultur
a. Pengelolaan usahatani lebih mudah
b. Performa pertumbuhan tanaman bagus
c. Produktivitas perbatang lebih tinggi
d. Kualitas hasil lebih baik
e. Memberikan keuntungan yang lebih besar
Alasan
menggunakan
sistem
produksi
tumpangsari atau tumpang gilir
a. Secara keseluruhan lebih menguntungkan
dibandingkan dengan sistem monokultur
b. Penggunaan input produksi yang lebih efisien
c. Performa pertumbuhan lebih baik
d. Saling menutupi kerugian/mengurangi risiko
e. Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan
usaha
f. Memutus siklus OPT/mengusir OPT tertentu
Jumlah atau varietas padi yang digunakan
a. Selalu varietas tunggal pada semua lahan
yang diusahakan
b. Lebih dari satu varietas pada lahan/hamparan
yang sama
c. Lebih dari satu varietas pada lahan/hamparan
yang berbeda
Sumber dari seluruh atau sebagian besar
bibit/benih padi yang digunakan
a. Hasil produksi sendiri
b. Hasil produksi kelompok tani
c. Membeli dari kios/toko saprodi
d. Disediakan dari perusahaan mitra
Banyaknya lokasi/persil pertanaman padi dalam
setahun
a. Hanya ditanam disatu lokasi
b. Ada di beberapa atau lebih dari satu lokasi
c. Semua lokasi

13

43.33

17

56.67

13

43.33

16.67

25

83.33

23.33

23

76.67

2
20

6.67
66.67

26.66

Sumber : Data Mentah Diolah

Strategi Pengelolaan Risiko Interactive


Strategi interaktif yang dilakukan oleh petani untuk mereduksi risiko lebih ditekankan pada
penggunaan teknologi usahatani yang sesuai dengan rekomendasi diantaranya : (1) jarak tanam yang
dipilih oleh petani sesuai dengan anjuran, (2) bila terjadi kerusakan segera dilakukan penyulaman, (3)
26 persen petani telah menggabungkan pemakaian pupuk tunggal, majemuk, dan pupuk organik, (4)
60 persen petani telah menggunakan gabungan pestisida kimia dan PHT untuk mengatasi OPT ini
dilakukan untuk menghemat biaya dan dapat mematikan beberapa OPT, (5) jika terjadi kesulitan untuk
mendapatkan tenaga kerja sebagain besar petani mengambil tenaga kerja dari luar desa, dan (5)
kekurangan modal diatasi dengan meminjam dari Gapoktan, lembaga keuangan informal dan dari
saudara/tetangga.

Tabel 5. Strategi Pengelolaan Risiko Interactive pada Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No
Uraian
Usahatani Padi
Frekwensi (N=30)
(%)
1
Waktu penanaman padi
a. Akhir MH dengan perkiraan ketersediaan air
5
16.67
masih mencukupi
b. Akhir MK agar kebutuhan air dapat terjamin
25
83.33
c. Pertengahan MK pada saat air masih tersedia
d. Pertengahan MH dengan pertimbangan
bersifat non teknis
2

Bila sebagian tanaman di lapangan ternyata mati,


maka :
a. Dilakukan penyulaman
b. Tidak dilakukan penyulaman
Jarak tanam yang digunakan
a. Jarak tanam rapat
b. Jarak tanam sedang / sesuai anjuran
c. Jarak tanam renggang/jarang/lebar
Jenis pupuk yang digunakan pada pertanaman
padi
merah
a. Pupuk tunggal saja
b. Pupuk tunggal dan majemuk
c. Pupuk tunggal dan pupuk organik
d. Pupuk majemuk dan pupuk organik
e. Pupuk tunggal, majemuk, dan pupuk organik
Penggunaan pupuk pada Musim Kering
dibanding Musim Hujan
a. Tidak berbeda jenis maupun volumenya
b. Tidak berbeda jenis, tetapi berbeda
volumenya
c. Berbeda jenis maupun volumenya
Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT
yang dilakukan
a. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi
b. Cenderung
menggunakan
pestisida
nabati/PHT
c. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi
dan nabati/PHT
Metode pengendalian hama penyakit yang
dilakukan
a. Sebagai tindakan pencegahan (preventif)
b. Sebagai tindakan pembasmian (kuratif)
c. Sebagai tindakan prevenif dan sekaligus
kuratif
Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT
a. Sebagai tindakan pencegahan
b. Sebagai tindakan pembasmian
c. Sebagai tindakan prefentif dan sekaligus
kuratif
Alasan melakukan pengoplosan pestisida
a. Sekaligus mencegah/mematikan beberapa
jenis OPT

30

100

30

100

4
26

13.33
86.67

21

70

30

12

40

18

60

20

66.66

10

33.34

20

66.66

10

33.34

17

56.67
9

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo


20 Oktober 2011

10

11

b. Menghemat biaya dengan mencampur


pestisida mahal dan murah
c. Hasil coba-coba menunjukkan efektivitas
yang lebih tinggi dibanding pestisida tunggal
d. Menghemat waktu dan tenaga
Tindakan yang dilakukan saat mengalami
kelangkaan TK upahan
a. Memanfaatkan TK keluarga semaksimal
mungkin
b. Memenfaatkan TK yang ada secara
bergantian
c. Mencari TK upahan dari luar desa/luar daerah
d. Menggunakan TK ternak
e. Menggunakan TK mekanik/mesin
Tindakan yang dilakukan jika mengalami
kekurangan atau kesulitan permodalan
a. Meminjam dari sumber kredit formal
b. Meminjam dari kredit informal
c. Meminjam
dari
kelompok
tani/gapoktan/koperasi tani
d. Meminjam dari perusahaan mitra
e. Meminjam dari saudara/tetangga/kerabat

13

43.33

11

36.67

19

63.33

14
12

46.67
40.00

13.33

Sumber : Data Mentah Diolah

Strategi Pengelolaan Risiko Ex-post


Pengelolaan strategi pasca kegiatan usahatani dilakukan diantaranya : (1) tidak menjadikan
usahatani padi sebagai satu-satunya mata pencaharian artinya petani sebagian besar memiliki
pekerjaan sampingan sebagai petambak, (2) jika usahatani mengalami kegagalan mereka memenuhi
kebutuhan keluarga dengan cara menggunakan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan sampingan,
mengambil tabungan, atau meminjam dari kerabat, (3) kegagalan usahatani tidak membuat mereka
berhenti atau beralih pada komoditas lain, 66.66 persen petani akan terus berusahatani padi dengan
mempelajari penyebab kegagalan pada musim tanam sebelumnya.
Tabel 6. Strategi Pengelolaan Risiko Ex-post pada Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No
Uraian
Usahatani Padi
Frekwensi (N=30)
(%)
1
Status usahatani padi dalam menghidupi
keluarganya
a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani padi
3
10.00
b. Sebagian besar bergantung pada usahatani
padi
17
56.67
c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani
padi
10
33.33
d. Sama sekali tidak bergantung pada usahatani
padi
2
Jika usahatani padi mengalami kegagalan, usaha
untuk menutupi kegagalan dalam menghidupi
keluarga
a. Pendapatan dari usahatani lainnya
15
50.00
b. Mengambil dari tabungan
2
6.67
c. Meminjam dari petani lain/tetangga/kerabat
13
43.33
d. Mencari pekerjaan tambahan
e. Menjual sebagian aset yang dimiliki
3
Jika mengalami kerugian, tindakan apa atau
sumber modal mana yang dipilih untuk
pertanaman berikutnya

a. Luas pertanaman pada Musim Tanam


berikutnya disesuaikan dengan modal yang
tersedia
b. Menambah modal dengan mengambil dari
tabungan
c. Menambah modal dengan meminjam uang
d. Meminjam sarana produksi dari toko/kios
saprotan
e. Mengusahakan tanaman yang berisiko kecil
Tindakan yang dilakukan jika pertanaman padi
dianggap gagal
a. Tidak menanam padi lagi karena takut
kegagalan tersebut terulang
b. Hanya akan menanam pada waktu atau
musim tanam yang aman
c. Hanya akan menanam pada waktu atau
musim yang diperkirakan harga baik
d. Tetap akan menanam padi lagi dan mencari
penyebab kegagalan

15

50.00

15

50.00

10

33.34

20

66.66

Sumber : Data Mentah Diolah

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Secara umum petani yang melakukan usahatani padi memiliki dua tujuan yaitu menciptakan
ketahanan pangan rumahtangganya dan mendapatkan keuntungan. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut petani selalu dihadapkan pada risiko-risiko. Berdasarkan hasil analisis didapat
simpulan bahwa risiko produksi, biaya, dan pendapatan pada usahatani padi di Desa Telang
termasuk dalam kategori usahatani yang risikonya rendah.
2. Menurut persepsi sebagian besar petani, risiko merupakan konsekwensi yang membebani petani
jika hendak berusahatani padi. Penyebab utamanya adalah gangguan dari OPT, mahalnya harga
input, dan rendahnya harga output. Disamping itu sebagian besar petani juga mempersepsikan
bahwa tingkat risiko produktivitas termasuk dalam kategori rendah, sedangkan risiko biaya dan
pendapatan digolongkan dalam kategori sedang.
3. Strategi pengeloaan risiko yang dilakukan oleh petani padi di Desa Telang dimaksudkan untuk
mereduksi risiko, dan dikategorikan dalam 3 bentuk yaitu : (a) strategi ex-ante, (2) strategi
interactive, dan (3) strategi ex-post.
DAFTAR PUSTAKA
AdiyogaW. dan TA Soetarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan Risiko pada Usahatani Cabai.
Jurnal Hortikultura (Jounal of Horticulture). 8(4): 1299-1311. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Jakarta.
Ameriana M. 2008. Perilaku Petani Sayuran dalam Menggunakan Pestisida Kimia. Jurnal
Hortikultura. Volume 18 No.1, 2008. Hal :95-106. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Bond G. And B Wonder. 1980. Risk Attitudes among Australian Farmers. Australian J. Agric.
Econ. 24 (1) : 16-34.
Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company. United
State of America.
Ellis F. 1988. Peasant Economics : Farm Household and Agricultural Development. Cambridge
University Press. Cambridge.
Fariyanti A, Kuntjoro, S Hartoyo, dan A Daryanto. 2007. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani
Sayuran Pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung.
11
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

Henderson JM. and RE. Quandt. 1980. Microeconomics Theory. A Mathematical Approach. Third
Edition. McGraw Hill International Book Company, Tokyo.
Heyer J. 1974. An Analysis of Peasant Farm Production under Condition of Uncertainty. J. Agri.
Econ. 23 (2) : 135-145.
Joly RW. 1983. Risk management in agricultural production. American J. Agric. Econ. (76) : 11071113.
Kennedy JOS. And EM Fransisco. 1974. On The Formulation of Risk Constraint for Linier
Programming. J. Agric. Econ. 25 (2) : 129-145.
Malton PJ. 1991. Farmer risk management strategies : The case of the west African semi-arid
tropics. In Holden, D., Hazell, P., & Pritchard, A. (Eds). Risk in Agriculrure : Proceeding of
the Tenth Agriculture Sector Symposium. The World Bank, Washington, D.C.
Patrick GR, PH. Wilson, PJ. Barry, WG. Bogges and DL. Young. 1985. Risk Perception and
Management Response: Producer-Generated Hypotheses for Risk Modelling. Southern Journal
Agricultural Economics, 17 : 231-238.
Robinson LJ. and PJ Barry. 1987. The Competitive Firms Response to Risk. Macmillan Publisher,
London.
Sonka ST. And GF. Patrick. 1984. Risk management and decision making in agricultural firms. In P.
J. Barry (Ed), Risk management in agricultural. Iowa State University Press, Ames, Iowa.
Said EG. Dan AH Intan. 2001. Pengelolaan Agribisnis. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sumaryanto. 2009. Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Global. Seminar
Nasional: Peningkatan Dayasaing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Bogor, 14
Oktober 2009. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.

You might also like