Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Secara umum petani yang melakukan usahatani padi memiliki dua tujuan yaitu menciptakan
ketahanan pangan rumahtangganya dan mendapatkan keuntungan. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut petani selalu dihadapkan pada risiko-risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis : karakteristik petani dan risiko usahatani padi, mendiskripsikan persepsi petani padi
terhadap risiko, dan mendiskripsikan strategi risiko yang dilakukan oleh petani padi. Penelitian
dilakukan di Desa Telang Kecamatan kamal terhadap 30 orang petani sampel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat risiko produktivitas, biaya dan pendapatan usahatani padi termasuk
dalam kategori rendah. Menurut persepsi sebagian besar petani, risiko merupakan konsekwensi yang
membebani petani jika hendak berusahatani padi. Faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah
gangguan dari OPT (organisme pengganggu tanaman), mahalnya harga input, dan rendahnya harga
output. Strategi pengelolaan risiko ex-ante dilakukan oleh petani dengan menggunakan varietas padi
yang berbeda-beda, membeli benih yang tersertifikasi, menggunakan sistem tumpangsari. Strategi
interactivenya dilakukan dengan menggunakan jarak tanam sesuai anjuran, menggabungkan
penggunaan pupuk tunggal, majemuk, dan organik, pembasmian OPT dengan cara kimiawi dan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu), menggunakan tenaga kerja dari luar desa, mengatasi kekurangan
modal dengan meminjam dari kerabat dan Gapoktan. Strategi ex-post dilakukan jika terjadi
kegagalan usahatani padi, ini dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan keluarga dari pendapatan
yang berasal dari pekerjaan sampingan, tetap berusahatani dengan mempelajari penyebab terjadinya
kegagalan, dan mendapatkan modal dengan cara mengambil tabungan,dan meminjam dari
Gapoktan.
Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Rumahtangga Petani, Risiko, Strategi Manajemen Risiko.
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Salah satu upaya pemerintah untuk
mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002
tentang ketahanan pangan, yang menyatakan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu
melalui: (a) pengembangan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan
dan budaya lokal, b) pengembangan efisiensi sistem usaha pangan, (c) pengembangan teknologi
produksi pangan, (d) pengembangan sarana dan prasarana produksi pangan, dan (e) mempertahankan
dan mengembangkan lahan produktif.
Menurut BPS (2010) jumlah petani di Indonesia mencapai 44 persen dari total angkatan
kerja atau sekitar 46,7 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruhtani
dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani. Dengan demikian
sebagian besar masyarakat Indonesia masih bertumpu pada sektor pertanian, sehingga keberadaan
rumahtangga petani jumlahnya masih cukup dominan. Berdasarkan kondisi ini adalah sangat rasional
jika upaya mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia dimulai dari ketahanan pangan rumahtangga
petani.
Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani seperti : produktivitas yang rendah, posisi
tawar lemah, terbatasnya sarana dan prasarana yang ada, dan lain-lain menjadi kendala bagi mereka
1
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
Xr
Dimana :
KV
= Koefisien variansi
Xr
= Nilai rata-rata
Kriteria yang dipakai adalah apabila nilai KV 1 maka usahatani yang dianalisis memiliki
risiko kecil dan sebaliknya jika KV > 1 maka usahatani yang dianalisis memiliki risiko besar.
Sedangkan Diskripsi mengenai, persepsi petani terhadap risiko dan manajemen risiko yang dilakukan
oleh petani padi di Desa Telang dijelaskan secara kualitatif, dengan menggunakan tabulasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani dan Risiko Usahatani Padi di Desa Telang
Menurut Adiyoga dan Soetarso (1999) ada beberapa karakteristik rumah tangga petani yang
penting kaitannya dengan analisis perilaku petani dalam menghadapi risiko dan strategi
pengelolaannya diantaranya : (1) Struktur umur kepala keluarga rumah tangga, (2) anggota rumah
tangga petani, (3) Pengalaman usahatani, (4) Struktur penguasaan lahan, (5) keikutsertaan dalam
berbagai keorganisasian kelompok (kelompok tani, gapoktan, asosiasi komoditas, koperasi, kemitraan
usaha, serta keorganisasian lainnya), dan (6) struktur pendapatan.
Struktur umur petani akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi risiko. Petani yang
masih produktif (25-50 tahun) akan bersikap lebih reaktif dalam menghadapi risiko, dalam artian
mereka akan berusaha untuk mereduksi risiko sedemikian rupa sehingga dampak negatif yang
ditimbulkan oleh risiko dapat ditekan seminimal mungkin. Petani padi yang berada di Desa Telang
rata-rata telah berumur 52 tahun, dan hanya 45 persen yang berada dalam kategori usia produktif.
Sedangkan Beban anggota rumahtangga petani padi rata-rata sebesar 5 orang. Secara teoritis semakin
besar beban yang harus ditanggung oleh kepala rumahtangga maka semakin besar usaha yang akan
dilakukan untuk mereduksi risiko yang dihadapi, karena kegagalan panen usahatani padi merupakan
ancaman bagi pemenuhan kebutuhan pangan seluruh anggota rumahtangga.
Pengalaman petani dalam berusahatani dicerminkan oleh tingkat usia petani. Rata-rata petani
padi yang ada di Desa Telang telah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun. Pengalaman yang
dimiliki oleh petani diharapkan dapat menjadi referensi bagi mereka untuk mengatasi risiko kegagalan
dalam berusahatani. Disisi lain status hak penguasaan lahan 95 persen milik sendiri dengan luas ratarata sebesar 0.7 hektar.
Keikutsertaan petani dalam kelompok tani diharapkan dapat menjadi sarana bagi petani
untuk mengatasi risiko usahatani. Di wilayah BPP Kamal terdapat 33 kelompok tani. Walaupun
jumlah kelompok tani cukup banyak, namun tidak semua petani masuk menjadi anggota kelompok
tani dan tidak semua kelompok tani aktif dalam menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh
BPP setiap satu bulan sekali. BPP wilayah kamal memiliki program pertemuan kelompok tani
dengan berbagai macam agenda misalnya sosialisasi teknik produksi yang direkomendasikan,
membentuk koperasi simpan pinjam yang diharapkan dapat membantu petani dalam mengatasi
kesulitan permodalan pada saat usahatani dilakukan, dan lain-lain. Dari 30 sampel penelitian, petani
yang tergabung dalam kelompok tani hanya sekitar 50 persen, dan sebagian besar termasuk dalam
kategori petani yang masih produktif. Petani yang telah berusia 55 tahun ke atas tidak lagi bergabung
dengan kelompok tani. Petani yang telah tergabung dalam kelompok tani diduga lebih mampu
mengatasi risiko dalam kegiatan usahataninya karena dalam kelompok tani tersebut mereka dapat
berbagi pengalaman mengatasi risiko dengan anggota kelompok tani yang lain, disamping itu anggota
3
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
kelompok tani juga dapat mengakses informasi tentang upaya mengatasi risiko yang disampaikan oleh
petugas penyuluh.
Struktur pendapatan yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi perilaku petani dalam
memanajemen risiko yang dihadapi. Jika pendapatan yang dimiliki oleh petani cukup besar maka
mereka dapat melakukan berbagai strategi untuk mereduksi risiko yang dihadapi dan sebaliknya
keterbatasan pendapatan yang dimiliki oleh petani dapat menjadi penghambat bagi petani untuk
menekan risiko usahatani (Saptana, 2011). Petani padi di Desa Telang 85 persen memiliki pekerjaan
sampingan sebagai petambak, dan rata-rata pendapatan petani dalam satu musim tanam sekitar Rp.
7.690.300,-. Menurut beberapa responden sebagian pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan
sampingan sebagai petambak dipergunakan untuk membiayai usahatani padi seperti membeli pupuk
dan obat-obatan. Ini merupakan salah upaya yang dilakukan oleh petani untuk mengantisipasi adanya
risiko produksi.
Perhitungan mengenai besaran risiko produksi, risiko pendapatan, dan risiko biaya usahatani
padi di Desa Telang ditunjukkan dalam Tabel 1. Berdasarkan nilai KV maka dapat disimpulkan bahwa
risiko produksi, biaya, dan pendapatan termasuk dalam kategori risiko yang kecil karena nilai KV
lebih kecil dari 1. Namun demikian nilai KV pada risiko produksi lebih rendah dibandingkan dengan
nilai KV pada risiko biaya dan pendapatan. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya standar deviasi
produksi perhektar dan kegiatan produksi berkaitan dengan faktor internal yang bisa dikendalikan oleh
petani. Ini menjadi indikator bahwa masing-masing petani sampel memiliki produktivitas perhektar
yang tidak terlalu berbeda. Secara implisit kondisi ini menunjukkan bahwa petani sampel memiliki
penguasaan teknologi budidaya padi yang hampir sama. Sedang risiko biaya dan pendapatan
dipengaruhi oleh faktor eksternal (harga input dan harga output) yang tidak dapat dikendalikan oleh
petani.
Tabel 1. Besaran Risiko Produksi, Biaya, dan Pendapatan, pada Usahatani Padi di Desa Telang pada
Tahun 2011.
No
1
2
3
Risiko
Produksi
Biaya
Pendapatan
Nilai KV
0.17
0.54
0.56
Kategori Risiko
Rendah
Rendah
Rendah
Tabel 2. Persepsi Petani terhadap Risiko Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No
Persepsi Petani
1.
2.
3.
4.
5.
Total
Usahatani Padi
Frekwensi (N)
(%)
0
10
10
20
30
80
100,00
30
30
100
100
0
18
12
30
0
60
40
100
2
21
7
30
6.67
70
23.3
100
0
21
0
70
9
30
30
100
Berdasarkan informasi dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa 10 persen petani
mengganggap bahwa risiko merupakan kejadian yang dapat mengakibatkan kerugian pada kegiatan
usahatani, sedangkan 10 persen yang lain mempersepsikan bahwa risiko itu merugikan, dan dapat
bersumber dari produksi harga input, dan harga output, sehingga harus diantisipasi sejak dini.
Kelompok petani ini sudah mempertimbangkan strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk
mereduksi risiko usahatani. Sebagian besar petani (80 persen) menganggap bahwa risiko itu sebagai
sebuah konsekwensi yang harus diterima ketika mereka melakukan kegiatan usahatani. Pemahaman
akan adanya konsekwensi dari sebuah keputusan untuk berusahatani akan mendorong petani untuk
membekali diri dengan berbagai rencana strategis yang dapat dijalankan untuk menghadapi risiko,
baik sebelum, pada saat dan sesudah usahatani tersebut dilakukan.
Hampir seluruh petani sampel di Desa Telang mempersepsikan kegagalan usahatani padi
dicerminkan dari rendahnya produktivitas dan harga jual padi. Jadi meskipun usahatani padi masih
5
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
Menurut persepsi petani, serangan OPT (organisme pengganggu tanaman) merupakan faktor
utama penyebab risiko usahatani, sedangkan faktor kedua dan ketiga masing-masing adalah harga
saprodi yang tinggi dan harga jual padi yang rendah. Semua faktor tersebut merupakan faktor eksternal
yang sulit untuk dikendalikan oleh petani. Sedangkan faktor internal yang terdiri dari ketersediaan
modal, rendahnya pengusaan teknologi dan kemampuan manajerial menurut persepsi petani bukan
faktor utama penyebab risiko. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal : (1) kelompok tani yang
ada di Desa Telang telah memiliki koperasi simpan pinjam sehingga dapat membantu mengatasi
permasalahan keterbatasaan modal, (2) petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat mengakses
perbaikan teknologi melalui kegiatan penyuluhan pertanian yang diselenggarakan setiap satu bulan
sekali, dan (3) petani telah memiliki pengalaman berusahatani rata-rata lebih dari 10 tahun, dan ini
dapat menjadi bekal yang cukup untuk memanajemen kegiatan usahataninya.
Strategi Risiko yang Dilakukan oleh Petani Padi di Desa Telang
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh petani atau pelaku agribisnis untuk mentransfer
risiko dan mengurangi dampak terhadap kelangsungan usahanya.
Said dan Intan (2001)
mengemukakan bahwa risiko produksi karena bencana alam, serangan hama dan penyakit tanaman,
kebakaran, dan karena faktor-faktor lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat
ditanggulangi dengan membeli polis asuransi produksi pertanian. Selanjutnya dikatakan risiko
13
43.33
17
56.67
13
43.33
16.67
25
83.33
23.33
23
76.67
2
20
6.67
66.67
26.66
Tabel 5. Strategi Pengelolaan Risiko Interactive pada Usahatani Padi di Desa Telang Tahun 2011
No
Uraian
Usahatani Padi
Frekwensi (N=30)
(%)
1
Waktu penanaman padi
a. Akhir MH dengan perkiraan ketersediaan air
5
16.67
masih mencukupi
b. Akhir MK agar kebutuhan air dapat terjamin
25
83.33
c. Pertengahan MK pada saat air masih tersedia
d. Pertengahan MH dengan pertimbangan
bersifat non teknis
2
30
100
30
100
4
26
13.33
86.67
21
70
30
12
40
18
60
20
66.66
10
33.34
20
66.66
10
33.34
17
56.67
9
10
11
13
43.33
11
36.67
19
63.33
14
12
46.67
40.00
13.33
15
50.00
15
50.00
10
33.34
20
66.66
Henderson JM. and RE. Quandt. 1980. Microeconomics Theory. A Mathematical Approach. Third
Edition. McGraw Hill International Book Company, Tokyo.
Heyer J. 1974. An Analysis of Peasant Farm Production under Condition of Uncertainty. J. Agri.
Econ. 23 (2) : 135-145.
Joly RW. 1983. Risk management in agricultural production. American J. Agric. Econ. (76) : 11071113.
Kennedy JOS. And EM Fransisco. 1974. On The Formulation of Risk Constraint for Linier
Programming. J. Agric. Econ. 25 (2) : 129-145.
Malton PJ. 1991. Farmer risk management strategies : The case of the west African semi-arid
tropics. In Holden, D., Hazell, P., & Pritchard, A. (Eds). Risk in Agriculrure : Proceeding of
the Tenth Agriculture Sector Symposium. The World Bank, Washington, D.C.
Patrick GR, PH. Wilson, PJ. Barry, WG. Bogges and DL. Young. 1985. Risk Perception and
Management Response: Producer-Generated Hypotheses for Risk Modelling. Southern Journal
Agricultural Economics, 17 : 231-238.
Robinson LJ. and PJ Barry. 1987. The Competitive Firms Response to Risk. Macmillan Publisher,
London.
Sonka ST. And GF. Patrick. 1984. Risk management and decision making in agricultural firms. In P.
J. Barry (Ed), Risk management in agricultural. Iowa State University Press, Ames, Iowa.
Said EG. Dan AH Intan. 2001. Pengelolaan Agribisnis. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sumaryanto. 2009. Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Global. Seminar
Nasional: Peningkatan Dayasaing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Bogor, 14
Oktober 2009. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.