You are on page 1of 55

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menstruasi atau haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Siklus dan kondisi
menstruasi setiap wanita berbeda-beda, ini sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya riwayat kesehatan, nutrisi, berat badan, kondisi psikologis
serta emosionalnya (Anurogo, 2011).
Dalam siklus menstruasi, perubahan kadar hormon di dalam tubuh wanita
akan terjadi, khususnya pada masa sebelum menstruasi. Berubahnya jumlah
hormon dapat menyebabkan dampak pada fisik dan emosi yang terkadang
dapat muncul berhari-hari sebelum menstruasi. Gejala ini disebut sindrom
prahaid (PMS).
Dismenorea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan/ gejala
ginekologi (bukan suatu penyakit) yang paling umum pada wanita muda yang
datang ke klinik/ dokter. Oleh karena hampir semua wanita mengalami sensasi
tidak nyaman selama haid, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan atau aktivitas rutinnya sehari-hari selama beberapa
jam atau beberapa hari. Atau jika nyeri haid membuat wanita tersebut tidak
bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan tindakan medis (Wiknjosastro,
2005).
Sebuah studi longitudinal, French (2005), melaporkan dismenorea pada
90% wanita yang berusia kurang dari 19 tahun dan 67% wanita yang berusia
lebih dari 24 tahun. Pada studi epidemiologi pada populasi remaja (berusia 1217 tahun) diperoleh

prevalensi dismenorea 59,7%. Dari mereka yang

mengeluh nyeri, 12% berat, 37% sedang, dan 49% ringan. Studi ini juga
melaporkan bahwa dismenorea menyebabkan 14% remaja sering tidak masuk
sekolah (Santoso, 2009).
Di Indonesia diperkirakan 55% perempuan usia produktif tersiksa oleh
nyeri selama haid. Penelitian sebelumnya mengenai prevalensi dismenorea
pada mahasiswi sebuah universitas di Jakarta tahun 2004 menemukan bahwa
83,5% mahasiswi mengalami dismenorea (Almazini, 2009).
1

Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2002) di empat SLTP di


Jakarta diperoleh hasil sebanyak 76,6% siswi tidak masuk sekolah karena nyeri
haid yang dialami. Pada 56,5% siswi, awitan nyeri haid tidak menentu dimana
23,6% terjadi bersamaan dengan datangnya haid, 13,6% terjadi sebelum
datangnya haid, dan pada 6,2% terjadi setelah datangnya haid. Nyeri berlokasi
sebagian besar di perut bagian bawah (89,7%), bagian dalam paha (5,3%), dan
pada bokong (4,4%). Keluhan lain yang menyertai nyeri haid berupa pusing
(37,4%), sakit kepala (16,6%), dan mual (10,7%). Rasa ingin muntah, diare,
pingsan, dan lain-lain jarang terjadi. Nyeri haid pada sebagian besar (64,3%)
subjek penelitian tersebut tidak menyebabkan gangguan aktivitas dan tidak
perlu obat, sedangkan 27,6% memerlukan obat dengan sebagian aktivitas
terganggu, dan 8,3% dengan aktivitas sangat terganggu meskipun telah
mengonsumsi obat yang dibeli tanpa resep dokter untuk menghilangkan nyeri
haid. Kejadian nyeri haid ditemukan tinggi pada siswi dengan faktor gizi
kurang, kurang melakukan kegiatan fisik (latihan olahraga), siswi dengan
kecemasan sedang sampai berat.
Selama hampir satu abad, aspek pemikiran yang berkenaan dengan gizi
terpusat pada makanan kelompok 4 Sehat. Sebagian besar orang menafsirkan
menu seimbang sebagai kelengkapan semua makanan 4 Sehat dalam satu kali
makan. Konsep pola makan ini ditanamkan sejak dini pada murid-murid seolah
dasar, digunakan oleh banyak ahli gizi, bahkan diterapkan pada menu makanan
di rumah sakit. Namun fakta sudah cukup membuktikan bahwa pola makan ini
hampir tidak ada yang benar-benar berhasil mengatasi berbagai masalah
kesehatan yang ada (Gunawan, 2009).
Kelompok makan 4 Sehat memang penting bagi tubuh. Namun, menu 4
Sehat yang lebih banyak dikonsumsi orang sekarang umumnya tinggi lemak
jenuh dan karbohidrat halus atau olahan, tetapi kurang karbohidrat alami dan
lemak sehat. Sumber karbohidrat yang dipilih kebanyakan karbohidrat yang
diproses seperti nasi putih dan gula pasir, juga produk tepung putih dalam
bentuk roti dan kue-kue. Buah dan sayuran yang termasuk karbohidrat alami,
lebih sering diterapkan sebagai makanan sampingan, dan sering kali tidak
sempat dimakan karena perut sudah terlanjur kenyang. Asupan protein yang

hanya dianjurkan separuh dari total asupan hidrat arang juga sering dikonsumsi
lebih dari takaran. Ini adalah akibat dari persepsi yang keliru mengenai protein.
Kebutuhan protein memang vital tetapi tidak sebanyak yang diperkirakan
orang selama ini (Gunawan, 2009).
Konsep 4 Sehat dalam satu waktu pada awalnya memang tidak terlalu
menimbulkan masalah kesehatan seperti sekarang, karena pola makan manusia
beberapa puluh tahun yang lalu lebih alami. Meningkatnya taraf hidup
masyarakat

yang

disertai

modernisasai

teknologi

industri

makanan,

menyebabkan masyarakat semakin jauh dari makanan-makanan alami. Pola


makan orang modern sudah dipengaruhi promosi gencar produk-produk
makanan tinggi lemak, garam, dan gula yang berlindung di balik konsep 4
Sehat. Begitu maraknya produk sereal makanan pagi bersalut gula, makanan
instan, sari buah, margarin, camilan asin, aneka produk susu, dan daging
olahan di pasaran. Padahal proses panjang pembuatan makanan tersebut telah
memusnahkan sebagian besar kandungan gizinya. Belum lagi campuran bahan
aditif mengandung zat kimia seperti zat pewarna dan pengawet supaya
makanan tampak segar dan demi alasan ekonomis. Makanan-makanan
seperti ini jelas tidak memberi kontribusi gizi pada tubuh kecuali tambahan
beban dan berat badan. Jadi orang yang bertubuh subur atau kegemukan
sebenarnya bukan karena kelebihan gizi, tetapi bisa jadi justru kekurangan gizi
(Gunawan, 2009).
Pengetahuan gizi di kalangan masyarakat memang masih kurang dan
terlalu sederhana. Bahkan sebagian besar buku pelajaran kesehatan di sekolahsekolah dasar masih mengikuti ilmu gizi peninggalan abad ke-19 yang
membahas penyakit-penyakit kekurangan gizi seperti busung lapar, beri-beri,
atau pellagra, yaitu penyakit-penyakit kekurangan gizi yang zaman sekarang
sudah tidak populer lagi (Gunawan, 2009).
Organ yang sehat dapat menemukan jalan untuk menyembuhkan
tubuhnya. Tubuh disebut sehat apabila metabolismenya seimbang.
Metabolisme seimbang apabila tubuh cukup energi. Energi cukup jika
penyerapan gizi makanan optimal. Dan penyerapan baru optimal apabila
pencernaan bekerja secara efisien (Gunawan, 2009).

Penyebab dismenore diyakini terkait dengan kontraksi otot rahim


dan iskemia disebabkan oleh prostaglandin (PG) (terutama PGE2 dan
PGF2) diproduksi di endometrium jaringan di bawah pengaruh estrogen
dan progesterone. Perubahan hormon siklik juga mempengaruhi gejala
pramenstruasi, yang mempengaruhi sekitar 20-40% dari wanita, dengan
2,5-5% melaporkan efek samping pada pekerjaan atau adjustment. Faktor
makanan mengubah konsentrasi hormon seks serum dan aktivitas. Diet
nabati dan vegetarian meningkatkan konsentrasi serum hormon seks
globulin, yang mengikat dan menginaktivasi estrogen. Selain itu, terlepas
dari efek diet yang mengikat, serum hormon seks pengikat konsentrasi
globulin berbanding terbalik dikaitkan dengan berat badan, yang
biasanya lebih rendah pada para pelaku diet vegetarian. Rendah lemak
dan diet vegetarian juga mengurangi konsentrasi estrogen serum di
premenopause dan wanita menopause (Barnard, 2000).
Food Combining sebagai suatu upaya mengatur asupan makanan
yang diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh, khususnya sistem
pencernaan, memberikan efek melancarkan proses pencernaan dan
penyerapan,

menyebabkan pemakaian

energi lebih efisien, dan

penumpukan zat-zat yang tidak dapat dicerna dan tidak diperlukan tubuh
dapat dihindari (Gunawan, 2009). Dengan memperperhatikan dan
memperbaiki pola makan sehari-hari, dapat memperbaiki kelancaran
aliran cairan limfa yang berfungsi membuang bahan-bahan tak terpakai
dari seluruh bagian tubuh, sehingga peredaran darah akan kembali lancar.
Dengan memperbaiki kualitas kesehatan secara berkesinambungan,
waktu pemulihan dari gejala haid yang sering dialami mampu
diperkirakan (Shinya, 2015).

B. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh diet ala Food Combining terhadap sindrom pramenstruasi
dan dismenorea pada siswi Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh diet ala Food Combining terhadap sindrom
pramenstruasi dan dismenorea.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh diet ala Food Combining terhadap sindrom
pramenstruasi pada siswi Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
b. Mengetahui pengaruh diet ala Food Combining terhadap dismenorea
pada siswi Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai
metode diet ala Food Combining dalam mencegah dan menurunkan
gangguan menstruasi terutama kejadian sindrom pramenstruasi dan
dismenorea.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para wanita dalam
menangani permasalahan seputar haid terutama gangguan sindrom
pramenstruasi dan dismenorea.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi para praktisi
kesehatan dalam menangani permasalahan seputar gangguan menstruasi
yang sering terjadi pada kaum wanita

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Diet
a. Definisi diet
Diet atau disebut juga diary food, menurut Oxford Dictionary
(2015) didefinisikan sebagai sebuah rincian harian atas makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama periode waktu tertentu yang biasanya
disimpan sebagai sarana pelacakan konsumsi kalori atau untuk
mengidentifikasi pola makan sehari-hari. Untuk kata diet sendiri,
memiliki arti jenis makanan yang biasanya dimakan oleh seseorang,
hewan, atau komunitas, misalnya adalah diet vegetarian. Dalam sumber
yang sama, diet juga diartikan sebagai sebuah bidang khusus tentang
makanan dimana seseorang membatasi diri mereka, baik untuk
menurunkan

berat

badan

atau

untuk

alasan

medis

(http://www.oxforddictionaries.com).
Diet sering disalahartikan sebagai usaha mengurangi makan untuk
mendapatkan berat tubuh yang ideal, atau untuk mendapatkan bentuk
tubuh yang ideal. Padahal, berdasarkan asal serapan katanya, arti diet
yang sebenarnya adalah mengatur pola makan. Dalam kamus Gizi
Pelengkap Kesehatan Keluarga, diet memiliki arti sebagai pengaturan
pola dan konsumsi makanan serta minuman yang dilarang, dibatasi
jumlahnya, dimodifikasi, atau diperolehkan dengan jumlah tertentu untuk
tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan, atau penurunan berat
badan (Persagi, 2009).
b. Konsep dasar diet
Menurut Luxboy (2008), diet yang seimbang atau diet normal agar
tubuh sehat, terdiri atas semua elemen makanan yang diperlukan. Untuk
mengatur fungsi tubuh, membangun dan memelihara sel tubuh, seseorang
membutuhkan protein, mineral, vitamin, lemak dan zat gizi lainnya.
Sementara itu menurut Prasodjo (2005), diet yang baik adalah diet yang
menekankan pada perubahan dalam jenis makanan, jumlah dan seberapa
7

sering seseorang makan serta ditambah dengan program. Sebagian orang


berasumsi bahwa diet adalah mengurangi kuantitas (jumlah makan) atau
bahkan tidak makan sama sekali. Padahal maknanya tidak demikian,
sebagaimana pengertian di atas. Diet merupakan sebuah proses untuk
memperoleh hidup sehat dan terjadinya perubahan pada tubuh.
Pengelompokan zat gizi menurut kebutuhan terbagi dalam dua
golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.
1) Makronutrien
Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk
menyuplai energi dan zat-zat esensial (pertumbuhan sel/ jaringan),
pemeliharaan aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat arang), lemak,
protein, makromineral dan air.
2) Mikronutrien
Golongan mikronutrien terdiri dari :
a) Karbohidrat : glukosa; serat.
b) Lemak/ lipida : asam linoleat (omega-6); asam linolenat (omega-3)
c) Protein : asam-asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin;
fenilalanin; treonin; valin; histidin; nitrogen nonesensial.
d) Mineral : kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor;
magnesium; zat besi; selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt;
iodium; krom fluor; timah; nikel; silikon, arsen, boron; vanadium,
molibden.
e) Vitamin : vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E
(tokoferol); vitamin K; tiamin; riboflavin; niaclin; biotin;
folasin/folat; vitamin B6; vitamin B12; asam pantotenat; vitamin C.
f) Air
(Soetjiningsih, 2004).
Setiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang
dikandungnya.Pengelompokan makanan disederhanakan berdasarkan tiga
fungsi utama zat gizi seperti sumber energi atau tenaga yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan, perkembangan, aktivitas otot, metabolisme, untuk
memperbaiki kerusakan jaringan dan tulang yang dapat disebabkan oleh
cedera atau sakit (Soetjiningsih, 2004).
1) Memberi energi (zat pembakar) : karbohidrat, lemak dan protein,
merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat
dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.

2) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) :


protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru,
memelihara, dan menganti sel yang rusak.
3) Mengatur proses tubuh (zat pengatur) : protein, mineral, air dan
vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,
bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan
membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat
infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.
Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi,
fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain yang terjadi
dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan,
mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/
ekskresi dan lain-lain proses tubuh.
(Soetjiningsih, 2004).
Penyusunan diet wajib mengandung zat gizi makro dan zat gizi
mikro dari berbagai jenis bahan makanan. Selain itu juga harus
disesuaikan dengan angka kecukupan gizi (AKG) mulai dari kebutuhan
energi,

karbohidrat,

protein,

lemak,

vitamin dan mineral. Dalam

penyusunan diet ini harus disesuaikan dengan konsep gizi seimbang yaitu
mengkonsumsi makanan beragam dan tetap menyeimbangkan antara zat
gizi yang masuk dengan zat gizi yang keluar serta memonitor berat badan
secara berkala (Nurbaya, 2015).
c. Fungsi diet
Tubuh itu seperti mesin, tidak pernah berhenti bekerja. Setiap
langkah produktivitas ditunjang oleh sistem kerja berbagai organ yang
ada di dalam tubuh. Tubuh juga membutuhkan bahan bakar seperti
layaknya mesin, yaitu makanan yang kita konsumsi setiap hari sehingga
makanan itu haruslah sesuai dengan jumlah aktifitas tubuh setiap hari.
Memasukkan makanan ke dalam tubuh pun tak bisa sembarangan.
Karena apabila memasukkan zat yang buruk ke dalam tubuh, maka zat
itu dapat menurunkan daya tahan tubuh dan menghambat kerja dan
metabolisme. Contohnya adalah makanan hewani yang sarat lemak tak
jenuh dan berkolesterol tinggi. Lemak memang dibutuhkan oleh tubuh

untuk sumber tenaga tetapi dalam jumlah yang tepat seperti halnya
protein, karbohidrat, dan mineral. Pasalnya, aktifitas dan elemen nutrisi
yang cukup akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan menunjang
kesehatan. Itulah sebab mengapa harus mengatur pola makan agar tubuh
mendapatkan apa yang baik dan dapat bekerja secara optimal. Oleh
karena itu, diet yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan
juga tujuan semula. Adapun manfaat-manfaat dari diet tersebut :
1) Diet dapat menurunkan dan menaikkan berat badan, hingga
mendapatkan berat badan yang ideal.
2) Diet dapat meningkatkan metabolisme tubuh
3) Diet berguna untuk menyeimbangkan pola makan sehari hari
4) Diet dapat menguatkan tulang. Seringnya kegemaran orang dalam
mengkonsumsi daging tanpa menyeimbangkannya dengan buah dan
sayuran mengakibatkan kadar protein berlebihan yang dapat
mengganggu ginjal. Akibatnya, penyerapan kalsium terganggu dan
memaksa tubuh mengambil kalsium dari tulang. Namun saat
seseorang melakukan diet, hal ini tidak terjadi.
5) Memperlancar pencernaan. Pada saat melakukan diet karbohidrat
kompleks dalam tubuh seseorang dicerna secara berangsur-angsur dan
teratur sehingga menyediakan sumber glukosa tetap. Inilah yang
akhirnya memperlancar pencernaan seseorang.
6) Diet dapat menyehatkan kulit saat seseorang melakukan diet yang
mana lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, membuat
banyaknya vitamin alami yang masuk ketubuh. Itulah yang akhirnya
membuat kulit menjadi sehat. Bahkan pada beberapa buah yang
kulitnya dapat dikonsumsi dapat membuat kulit tampah lebih cerah.
7) Diet dapat melindungi gigi. Pada pelaku diet seringnya gigi
mengunyah padi-padian dan sayur-sayuran daripada memotong
daging membuat gigi lebih terlindungi.
8) Diet dapat mencegah berbagai penyakit. Karena pola makan yang
teratur dan memenuhi asupan gizi yang baik diet dapat mencegah
berbagai penyakit seperti diabetes, jantung, stroke, tulang keropos dan
lain lain.
(Almatsier, 2003).

10

Tujuan diet menurut Supriyadi, (2012):


1) Memperoleh status gizi yang baik
2) Memperbaiki defisiensi gizi
3) Mengistirahatkan organ tubuh
4) Menyesuaikan asupan/intake dengan kemampuan tubuh
5) Mengubah berat badan bila diperlukan
2. Diet ala Food Combining
a. Definisi Food Combining
Food Combining adalah suatu cara mengatur asupan makanan yang
diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh, khususnya sistem
pencernaan. Berbeda dengan diet-diet populer lainnya, Food Combining
tetap dapat membuat pelakunya makan enak sampai kenyang tetapi tubuh
semakin sehat dan bahkan ukuran tubuh menjadi ideal. Efek pola makan
ini melancarkan proses pencernaan dan penyerapan, menyebabkan
pemakaian energi lebih efisien, dan penumpukan zat-zat yang tidak dapat
dicerna dan tidak diperlukan tubuh dapat dihindari. Inilah yang membuat
tubuh jadi sehat dan tidak kelebihan berat badan (Gunawan, 2009).
Dokter William Howard Hay, ahli bedah terkenal di Amerika pada
awal tahun 1990-an, adalah salah seorang pengikut yang juga yang
mempopulerkan Food Combining. Sebagai ilmuwan, Hay sudah
membuktikan sendiri bahwa tubuh manusia memang dikaruniai
kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Program pola makan
untuk kesehatan ini mulanya disebut food separation (pemisahan
makanan) dan sempat dikenal sebagai Hay System Diet (HayS Diet).
Dalam perkembangan selanjutnya, pola makan ini lebih populer dengan
sebutan Food Combining (Gunawan, 2009).
Dr. Herbert M. Shelton (1895-1985) seorang naturopath, ahli gizi,
pengajar dan sekaligus pendiri dr. Sheltons Health School di San
Antonio Texas, juga peneliti dan tokoh kesehatan alamiah. Hasil
penelitiannya mengenai Food Combining dan puasa banyak digunakan
oleh ahli-ahli gizi sebagai referensi (Gunawan, 2009).

11

Harvey dan Marylin Diamond, pasangan suami istri penulis buku


laris Fit for Life, berkat kesembuhannya dari penyakit perut akut,
obesitas dan ketergantungannya pada obat penahan sakit setelah
menerapkan Food Combining, keduanya beralih profesi menjadi
konsultan gizi dan mengambil gelar kesarjanaannya dalam bidang ilmu
gizi dari American College of Health Science di Austin Texas
(Gunawan, 2009).
b. Konsep dasar Food Combining
Tubuh

disebut

sehat

apabila

metabolismenya

seimbang.

Metabolisme seimbang apabila tubuh cukup energi. Energi cukup jika


penyerapan gizi makanan optimal. Dan penyerapan baru optimal apabila
pencernaan bekerja secara efisien (Gunawan, 2009).
Metabolisme adalah proses kimiawi yang berlangsung terusmenerus di dalam tubuh, dan sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Melalui metabolisme juga terjadi proses pembentukan dan
pembelahan sel-sel dari seluruh jaringan tubuh. Ketidakseimbangan
metabolisme dapat menimbulkan toksemia (suatu kondisi keracunan di
dalam pembuluh darah) (Gunawan, 2009).
Pada saat tidur, aktivitas metabolisme tetap berlangsung. Setiap
saat di dalam tubuh terjadi pergantian sel, dimana sejumlah 300 sampai
800 miliar sel-sel tua digantikan oleh sel-sel yang baru. Sel-sel tua dan
aus tidak diperlukan lagi sehingga harus dikeluarkan melalui seluruh
sistem pembuangan seperti dubur, kantung kemih, permukaan kulit dan
paru-paru. Proses ini akan berlangsung secara normal dan alamiah jika
keseimbangan metabolisme terjaga. Masalah akan timbul jika sel-sel tua
tidak dapat dikeluarkan pada kecepatan yang sama dengan munculnya
produksi sel-sel baru (Gunawan, 2009).
Keseimbangan metabolisme juga erat kaitannya dengan efisiensi
pemakaian energi. Semakin boros energi yang dipakai, proses
pembentukan dan pembelahan sel akan semakin sering dan cepat. Energi
tubuh harus dimanfaatkan secara proporsional oleh seluruh fungsi tubuh.

12

Pengurasan energi secara berlebihan dapat menurunkan vitalitas,


menyebabkan kulit kusam, lesu, kronis dan penuaan dini (Gunawan,
2009).
Organ yang sehat dan mendukung kerja seluruh sistem agar lancar
dan terpadu dalam tubuh, membuat kondisi tubuh yang ada dalam
kondisi prima secara psikologis (fungsi mental), fisiologis (fungsi organ
dan sistem), dan anatomis (fungsi muskuloskeletal). Kondisi ideal dalam
tubuh saat seluruh fungsi berjalan dengan sempurna disebut kondisi
homeostasis (Lebang, 2015).
Homeostasis merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan dalam menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya.
Proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi terhadap terhadap kondisi
lingkungan sekitar terjadi secara terus menerus. Konsep homeostasis
menjelaskan bagaimana tubuh berusaha memerangi penyakit untuk
memelihara ketetapan lingkungan di dalamnya (Hidayat, 2008).
Ada beberapa katalisator kondisi homeostatis. Salah satu yang
populer adalah nilai pH (potential hydrogen). Rentang skala pH tubuh
ada pada angka 1,0 (asam) hingga 14,0 (basa). Kondisi homeostasis
tubuh sehat tercapai saat pada nilai keasaman dan kebasaan yang
seimbang (Lebang, 2015).
Keseimbangan asam basa jaringan tubuh dan darah manusia harus
berada pada pH 7,3-7,5 agar sehat dan dapat berfungsi optimal. Oleh
sebab itu, tubuh memerlukan lebih banyak makanan pembentuk basa
daripada makanan pembentuk asam (Gunawan, 2009).
Yang menentukan suatu makanan itu berpotensi membentuk asam
atau basa adalah kandungan mineralnya. Setiap proses pembakaran
makanan di dalam tubuh akan meninggalkan sejumlah residu atau abu
mineral yang mengandung elemen logam dan non-logam di dalam tubuh.
Makanan pembentuk asam mengandung lebih banyak mineral non-logam
seperti sulfur (S), fosfor (P), dan klor (Cl). Sedangkan makanan yang
dapat menurunkan keasaman tubuh atau membentuk efek basa

13

mengandung lebih banyak mineral logam, seperti potasium/kalium, (K),


sodium/natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi (Fe), dan kalsium (Ca)
(Gunawan, 2009).
Makanan pembentuk asam umumnya juga mengandung sejumlah
besar protein dan sedikit air. Jadi hampir semua makanan protein dan
biji-bijian (beras, jagung, gandum dan sebagainya) termasuk produk
olahannya merupakan makanan pembentuk asam kecuuali susu mentah,
yogurt, kacang almond, dan millet (sejenis biji-bijian). Sebaliknya,
makanan pembentuk basa cenderung berkadar air tinggi dan mengandung
sedikit sekali protein. Semua jenis buah dan sayur-mayur (termasuk
selada, umbi-umbian rendah pati, dan sayuran rambat) adalah makanan
pembentuk basa kecuali tomat (terutama yang masak) (Gunawan, 2009).
Cara pengolahan makanan juga dapat mengubah keasaman dan
kebasaan suatu makanan. Efek makanan yang dimasak tersendiri, kurang
lebih akan tetap sama seperti ketika masih mentah. Contohnya, kentang
yang dikukus atau hanya direbus dengan air, pengaruhnya akan tetap
basa pada tubuh. Lain halnya jika kentang diolah menjadi sambal
kentang goreng hati. Kombinasi hati sapi, minyak dan santan
meningkatkan kadar protein dan lemak pada makanan ini sehingga
mengakibatkan efek makanan menjadi asam bagi tubuh (Gunawan,
2009).
Makanan pembentuk asam tidak ada hubungannya dengan
makanan asam (acidic foods). Makanan asam adalah makanan yang
rasanya masam, asam manis, atau kecut. Asam ini bisa mempengaruhi
atau bisa juga tidak mempengaruhi tingkat keasaman tubuh, sehingga
disebut juga asam bebas. Sebaliknya, makanan pembentuk asam rasanya
belum tentu asam atau bisa berbeda sama sekali. Contoh makanan
pembentuk asam adalah buah-buahan yang rasanya asam (seperti jeruk,
nanas, atau stroberi) memberi pengaruh basa di dalam tubuh, karena
hampir semua buah-buahan segar mengandung lebih banyak elemenelemen logam. Bedakan dengan ikan atau daging, ikan atau daging

14

adalah makanan pembentuk asam, namun tidak meninggalkan rasa asam


di lidah kecuali setelah dibumbui (Gunawan, 2009).
Menu sehari-hari kebanyakan orang sekarang umumnya lebih besar
makanan pembentuk asam, dan hanya sedikit makanan pembentuk basa.
Porsi nasi dan lauk protein seperti daging, ikan, atau telur umumnya lebih
besar dibandingkan buah dan sayuran segar. Sariawan, nyeri lambung,
atau kelebihan berat badan adalah sebagian tanda tingkat keasaman tubuh
sudah mulai tinggi (Gunawan, 2009).
Meski sudah banyak bukti positif, sebagian ahli medis dan gizi
masih saja menentang pola makan ini. Dengan dalih bahwa secara
alamiah setiap makanan mengandung protein dan karbohidrat, dan
dicerna melalui saluran yang sama, mereka bersikukuh bahwa
pencernaan manusia pasti mampu mencerna semua makanan sekaligus.
Sehingga ide memisah-misahkan makanan seperti pola Food Combining
dianggap sebagai metode yang tidak masuk akal. Mereka mengatakan
kelompok makanan 4 Sehat harus dimakan bersamaan dengan dasar
pemikiran setiap unsur gizi tidak bekerja sendiri-sendiri di dalam tubuh
(Gunawan, 2009).
Setiap unsur gizi memang tidak bekerja sendiri untuk menjaga
kesehatan tubuh kita. Namun harus bekerjasama dengan unsur gizi
lainnya dalam setiap proses dan aktivitasnya. Namun kerjsama itu baru
terjadi setelah makanan terurai sempurna menjadi komponen-komponen
yang sangat halus. Proses penguraian makanannya sendiri tidak selalu
bisa bersaman. Karena baik karbohidrat, protein ataupun lemak
memerlukan jenis enzim yang berbedda, dan setiap enzim memerlukan
derajat keasaman yang berbeda pula agar dapat berfungsi. Penelitian juga
sudah membuktikan bahwa zat-zat gizi akan saling melengkapi dalam
satu hari, bukan segera setelah kita makan. Jadi, kurang tepat jika ada
pendapat yang mengatakan 4 Sehat harus dikonsumsi bersamaan setiap
kali makan (Gunawan, 2009).

15

Puncak penyerapan dan asimilasi zat gizi juga berlangsung setelah


pukul 20.00 malam sampai pukul 04.00 pagi, terutama pada saat kita
tidur. Jadi, kalaupun terjadi proses penyerapan dalam waktu-waktu lain,
intensitasnya kecil sekali (Gunawan, 2009).
c. Konsep gizi seimbang dalam Food Combining
Pada prinsipnya, pola makan Food Combining adalah salah satu
cara termudah untuk mencapai kondisi homeostasis. Food Combining
merupakan pola makan yang berbasis pada tiga hal sederhana, yaitu :
a. Apa yang dimakan
Karbohidrat, protein dan lemak adalah zat-zat gizi yang paling
berperan mengendalikan setiap proses pencernaan. Disebut juga zat
gizi makro karena diperlukan dalam jumlah besar. Sedangkan vitamin
dan mineral, yang membantu metabolisme zat-zat gizi makro, disebut
zat-zat gizi mikro karena hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Suatu
jenis makanan diklasifikasikan sebagai karbohidrat, protein, atau
lemak jika kandungan unsur gizi minimal sekitar 20% dari total gizi
yang dikandung makanan itu (Gunawan, 2009).
Hampir semua makanan mengandung unsur karbohidrat, protein
dan lemak. Namun proporsi setiap unsur tidak sama pada setiap
makanan. Pada setiap jenis makanan umumnya hanya terdapat satu
unsur gizi makro saja yang sangat dominan. Secara ilmiah, kondisi ini
selaras dengan pencernaan manusia yang tidak memiliki kemampuan
mencerna lebih dari satu gizi dominan berbeda pada saat bersamaan.
Campuran aneka makanan yang unsur-unsur dominannya berbeda
akan mengubah komposisi unsur makanan secara total (Gunawan,
2009).
Jan Dries (ahli gizi Belanda) mengklasifikasikan unsur gizi ke
dalam tiga unsur gizi utama yang dalam ilmu gizi umum dikenal
sebagai karbohidrat, protein dan lemak. Oleh Jan Dries diuraikan lagi
menjadi lima unsur utama yaitu gula, pati protein, asam dan lemak
(Gunawan, 2009).

16

Lebang (2015), menyederhanakan unsur makanan yang umum


tersebut menjadi :
1) Pati
Identik dengan pemberi tenaga serta rasa kenyang yanf
instan. Pati yang baik adalah jenis yang masih memiliki zat-zat gizi
alamiah dan minim proses. Dalam bentuk utuhnya, dia masih
mengandung vitamin, serat, enzim, mineral, dan subtansi penting
lain yang bisa dimanfaatkan oleh tubuh secara maksimal.
Pati

alami

sekalipun

sebaiknya

hanya

dikonsumsi

secukupnya saja, mengingat kemampuan organ hati untuk


menampung glikogen sangat terbatas. Ekstra pati yang tidak
terpakai akan diubah menjadi lemak dan disimpan di hati dan
bagian-bagian tubuh lain. Pati alami sangat bermanfaat bagi
penderita kelebihan berat badan dan diabetes, karena dengan porsi
sedikit saja, seratnya cukup membuat rasa kenyang yang lebih lama
dan membantu memperlambat penyerapan gula pada usus halus
(Gunawan, 2009).
2) Protein
Merupakan pembentuk sel-sel baru tubuh. Dikelompokkan
menjadi protein hewani dan protein nabati. Kandungan asam amino
dalam protein adalah unsur utama pembentuk sel, bahan utama
pembangunan dan perbaikan jaringan tubuh, hormon, enzim, dan
banyak hal substansial lain terkait tubuh manusia.
Penguraian protein hewani ke dalam bentuk asam amino agar
bisa diserap tubuh berlangsung lama dan memberatkan kerja sistem
cerna. Juga menyedot energi yang seharusnya dialokasikan secara
kolektif untuk mejaga keseimbangan tubuh. Asam amino protein
hewani pun mudah rusak, terutama karena protein hewani harus
diproses panas dulu agar bisa dikonsumsi aman.
Protein nabati bisa disumbangkan dalam bentuk kacangkacangan da polong-polongan. Buah dan sayur pun menyumbang

17

protein dalam bentuk asam amino sederhana yang lebih mudah


diserap oleh tubuh. Mengkonsumsi protein nabati, buah, dan sayur
dalam jumlah cukup sebenarnya bisa meminimalisasi pemakaian
protein hewani dan meningkatkan kualitas kesehatan.
3) Sayuran
Sebagai pembentuk sifat basa, apabila dikonsumsi benar,
sayuran akan mampu menetralkan pH dan menciptakan kondisi
homeostasis. Sayuran kaya akan karbohidrat, serat, vitamin dan
mineral. Warna pada sayuran juga mencirikan vitamin yang bisa
diberikan kepada tubuh. Warna kuning, oranye dan merah
mensuplai beta karoten pembentuk vitamin A, sedangkan warna
hijau melimpahi tubuh dengan zat besi.
Sayuran kaya serat, yang bersifat cukup keras dan padat
mempermudah kerja sistem pencernaa, terutama kerja peristaltik
(mendorong makanan) pada usus. Jika disajikan segar, sayuran juga
memberikan asupan enzim berlimpah sehingga secara signifikan
meringankan sistem cerna karena membuat kerja organ penghasil
enzim tidak perlu bekerja keras (Lebang, 2015). Dalam tubuh
manusia memiliki lebih dari 5.000 macam enzim, dan dapat
digolongkan secara umum menjadi enzim pencernaan dan enzim
metabolisme. Enzim pencernaan adalah enzim-enzim yang
membantu pencernaan dan penyerapan makanan, contohnya lipase,
protease, dan amilase. Sedangkan enzim metabolisme adalah
enzim-enzim yang berhubungan secara langsung dengan seluruh
aktivitas pendukung kehidupan, mengatur pembuangan bahanbahan yang tidak diperlukan oleh tubuh, pemulihan jantung dan
organ-organ lain, serta metabolisme energi di dalam sel (Shinya,
2015).
Kandungan gula dan sifat asam yang sangat rendah membuat
sayuran bersifat netral dan mudah dikombinasikan dengan
makanan lain. Bahkan berkat sifatnya ini, sayuran mampu

18

menetralisisasi efek buruk dari beragam makanan yang sejatinya


tidak terlali baik untuk tubuh saat dikonsumsi bersamaan.
Sayuran juga kaya air. Mengkonsumsi sayuran, terutama
dalam keadaan segar, mampu membantu mengisi kebutuhan tubuh
akan asupan cairan harian yang sering kali kurang tanpa disadari.
Sayangnya, budaya kuliner membuat proses memasak sering
menjadi berlebihan, membuat sayuran harus melewati sesi
pemanasan yang merusak cadangan air, enzim, nutrisi dan mineral
terkandung.
4) Buah
Kandungan dan manfaat buah sama dengan sayuran. Juga
mempermudah tubuh mencapai kondisi homeostasisnya.
Gula buah atau fruktosa memasok energi yang cepat bagi
tubuh. Namun harus dikonsumsi secara cermat dan tepat karena
gula buah bersifat merusak protein dan lemak. Serat buah juga
cenderung lunak dan tidak serasi saat dipadukan dengan serat
sayuran yang lebih keras, terutama bagi mereka dengan sistem
cerna sensitif.
Kondisi ini mengharuskan buah dikonsumsi dalam keadaan
perut kosong. Atau beri jarak 15-20 menit sebelum makan. Dan
sesudah makan, sebaiknya tidak menyantap buah hingga 4-5 jam
kemudian. Berlaku juga untuk buah yang dibuat sebagai minuman
jus.
Buah sangat cepat memberikan energi sekaligus tidak
menguras

energi

menguraikan

buah

tubuh.

Enzim

sehingga

bawaan

sistem

buah

cerna

membantu

tidak

perlu

memprosesnya. Namun, tubuh yang tersuplai energi buah juga


tergolong cepat kehilangan energinya. Itu sebabnya buah tidak
dapat dijadikan pengganti menu makan utama, seperti makan siang
dan makan malam karena ketersediaan energi tubuh akan

19

tergangguu dan mengakibatkan metabolisme menjadi tidak berjalan


baik.
b. Waktu makan
Food Combining mengacu pada ritme biologis dalam mengatur
waktu dan jenis makanan yang tepat dan sesuai kebutuhan tubuh.
Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm)
yang jam kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam sehari.
Sistem pencernaan sendiri terbagi atas tiga fase yang ketiganya secara
simultan aktif selama 24 jam, tapi pada waktu-waktu tertentu masingmasing akan lebih intensif dibandingkan fase-fase lainnya. Jika salah
satu fase terhambat, fase berikutnya akan ikut terhambat. Hambatan
ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme (Gunawan, 2009).
Siklus sirkadian yang terkait dengan sistem pencernaan ini
berlaku sebagai berikut :
1) Fase cerna/ pencernaan (pukul 12.00 20.00)
2) Fase penyerapan dan asimilasi (jam 8 malam 4 pagi)
Pada saat tubuh dan pikiran sedang istirahat total atau tidur,
tubuh mulai menyerap, mengasimilasi, mengedarkan zat makanan
dan detoksifikasi. Makan larut malam atau kurang tidur akan
menghambat fase ini karena energi yang ada terbagi untuk
mencerna makanan atau aktivitas yang dilakukan ketika sedang
tidak tidur (Gunawan, 2009).
3) Fase pembuangan (jam 4 pagi 12 siang)
Secara intensif tubuh mulai melakukan pembuangan sisa-sisa
makanan dan sisa-sisa metabolisme.
c. Bagaimana memakannya
Lebang (2015), memformulasikan makanan ke dalam tiga unsur
dasar untuk mempermudah pemahaman Food Combining, yaitu pati,
protein, dan sayur. Perpaduan unsur-unsur tesebut adalah yang paling
utama dari metode diary food ala Food Combining.

20

Berikut kombinasi makanan ideal dalam Food Combining


menurut Lebang (2015) :
1) Protein Hewani Pati (kombinasi tidak ideal)
Protein hewani apabila dicampur dengan karbohidrat akan
menghasilkan masalah bagi pencernaan manusia. Masing-masing
unsur makanan tersebut memerlukan enzim yang berbeda untuk
diolah oleh tubuh.
Karbohidrat dicerna oleh enzim cerna amilase (terdapat di air
liur) dan protein hewani dicerna oleh enzim pepsin (bekerja begitu
makanan memasuki alat cerna dalam perut). Sayangnya, kedua
enzim ini tidak bisa ekerja saat bertemu satu sama lain. Amilase
akan berhenti bekerja sehingga menghasilkan karbohidrat yang
belum terurai sempurna sepanjang proses pencernaan.
Juga dilihat dari sisi waktu cerna atau terurai, keduanya
memiliki waktu yang berbeda. Zat-zat dalam protein hewani
cenderung lebih lama terurai daripada karbohidrat. Belum lagi
apabila sumber protein yang dikonsumsi telah mengalamai proses
pembuatan yang merusak nilai gizinya, seperti hidangan ayam di
restoran cepat saji, atau daging sapi dalam bentuk burger atau sosis.
Paduan itu bisa menimbulkan semacam endapan sisa yang
tak terurai oleh tubuh dengan baik. Endapan ini disimpan dalam
usus besar sebagai pusat penyimpanan zat tidak terpakai dalam
tubuh manusia. Secara akumulatif, endapan ini akan menumpuk
dan sulit dikeluarkan sehingga mengundang bakteri serta parasit
yang akan mengganggu kesehatan secara umum.
2) Protein Sayuran (kombinasi ideal)
Kombinasi ini ideal dan sangat melengkapi satu sama lain.
Oleh karena protein hewani adalah pembentuk asam, sayuran
(terutama segar) sangat melengkapi karena sifatnya sebagai
pembentuk basa. Mengkonsumsi keduanya secara bersama akan
meminimalisasi pengaruh buruk protein hewani terhadap tubuh.

21

Serat yang terdapat pada sayuran segar bersifat solid sehingga


membantu mengurangi kerumitan tubuh dalam mencerna protein
hewani, setidaknya pergerakan protein hewani dari lambung hingga
usus besar.
Dalam hal ini, sayuran yang tinggi patinya, seperti kentang,
talas, ubi, jagung dan jenis umbi-umbian lain, bukanlah jenis
sayuran yang dianjurkan untuk dapat dipadukan dengan protein
hewani. Sayuran masak dalam bentuk proses yang panjang,
tergolong sulit memberikan efek positif komplementer sayuran
terhadap protein hewani, seperti gulai pakis, sayur lodeh dan sup
tomat.
Catatan berbeda diberikan kepada protein nabati. Protein ini
tergolong netral, terutama dalam bentuk pasca-fermentasi seperti
tempe karena ringan dalam mencernanya. Kandungan lemak pada
protein nabati pun tidak memberatkan. Untuk alasan ini, protein
nabati tidak tergolong dalam kombinasi tidak ideal bila dipadukan
dengan pati.
3) Pati Sayuran (kombinasi ideal)
Sama dengan kombinasi protein sayuran, serat sayuran
dapat meminimalisasi efek buruk berlebihan dari pati. Serat sayur
memberikan

rasa

kenyang

sehingga

keinginan

untuk

mengkonsumsi pati dalam jumlah banyak jadi berkurang. Takaran


dalam mengkonsumsi pati dan sayuran adalah sama.
d. Teknik diet ala Food Combining
1) Fase cerna/ pencernaan (pukul 12.00 20.00)
Pada fase ini, sistem pencernaan berlaku aktif dalam menerima
makanan yang masuk. Ininlah rentang waktu manusia cenderung lebih
leluasa mengonsumsi makanan. Secara budaya, fase ini sejalan dengan
waktu makan siang, kudapan sore, dan makan malam (Lebang, 2015).
Merupakan saat yang tepat untuk mengkonsumsi makanan padat
karena fungsi pencernaan bekerja lebih aktif. Setelah pukul 8 9

22

malam tidak dianjurkan makan makanan padat lagi, karena tidur


dengan perut penuh makanan akan menggangu fungsi tubuh yang
aktif pada fase berikutnya (Gunawan, 2009).
2) Fase penyerapan dan asimilasi (jam 8 malam 4 pagi)
Pada saat tubuh dan pikiran sedang istirahat total atau tidur,
tubuh mulai menyerap, mengasimilasi, mengedarkan zat makanan dan
detoksifikasi. Makan larut malam atau kurang tidur akan menghambat
fase ini karena energi yang ada terbagi untuk mencerna makanan atau
aktivitas yang dilakukan ketika sedang tidak tidur (Gunawan, 2009).
Pada fase ini, tubuh memanfaatkan secara maksimal apa yang
dimakan pada waktu sebelumnya. Saat inilah berlangsung penyerapan
zat gizi, sirkulasi zat-zat berguna yang diproses dari makanan,
pergantian sel, perbaikan jaringan, dan sebagainya. Dibutuhkan energi
sangat besar dan rumit pada fase ini. Itulah sebabnya secara alamiah,
pada fase ini manusia menurunkan pacu ritmenya dengan memasuki
waktu tidur. Mengganggu fase ini dengan mengonsumsi makanan atau
tidak tidur akan mengganggu proses yang semestinya terjadi dan
membuat kerusakan kesehatan jangka pendek maupun panjang
(Lebang, 2015).
3) Fase pembuangan (jam 4 pagi 12 siang)
Secara intensif tubuh mulai melakukan pembuangan sisa-sisa
makanan dan sisa-sisa metabolisme. Siklus ini paling banyak
memakai energi. Selagi siklus ini berlangsung sebaiknya tidak
mengkonsumsi makanan berat dan padat karena akan menurunkan
intensitas proses pembuangan, memperlambat proses pencernaan, dan
memboroskan energi (Lebang, 2015).
Berdasarkan ritme ini, pola makan dalam Food Combining diatur.
Makanan dan kudapan yang bersifat lebih padat dialokasikan pada waktu
siang, sore, dan malam; disesuaikan dengan kesiapan tubuh dalam
menerima makanan yang masuk (Lebang, 2015)..

23

Sementara pagi hari, saat alokasi energi dibutuhkan untuk fase


pembuangan, makanan yang lebih ringan dan mudah serap oleh tubuh
sangat disarankan. Inilah sebabnya Food Combining identik dengan
pemanfaatan buah segar sebagai bahan baku makanan untuk sarapan.
Sifat buah adalah ringan, mudah dicerna, tetapi memberikan asupan
energi signifikan (Lebang, 2015)..
Sarapan buah bagi pemula sebaiknya dilakukan berkala pukul
06.00 11.00. Makan perlahan, mengunyah dengan baik, dan pastikan
tercampur air liur. Saat perut terasa kenyang, hentikan makan. Konsep
sama juga berlaku saat mengonsumsi buah segar dalam bentuk jus. Cara
ini efektif mencegah rasa mulas, kembung, dan pusing yang acap terjadi
apabila mengkonsumsi buah tergesa-gesa karena buah tidak tercampur
enzim cerna dalam air liur, serta lonjakan gula darah yang mendadak
(Lebang, 2015).
3. Menstruasi
a. Definisi
Menstruasi atau haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik
dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Kebanyakan
wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu haid, tetapi sebagian
kecil mereka merasa berat di panggul atau merasa nyeri (dismenorea)
(Wiknjosastro, 2005).
Haid atau menstruasi merupakan salah satu ciri kedewasaan wanita.
Haid biasanya diawali pada usia remaja, 9-12 tahun. Ada yang
mengalami lebih lambat dari itu, 13-15 tahun meski sangat jarang terjadi.
Cepat lambatnya usia untuk mulai haid sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya riwayat kesehatan, nutrisi, berat badan, kondisi
psikologis

serta

emosionalnya.

Faktor-faktor

ini

juga

yang

mempengaruhi masa henti haid wanita atau yang awam disebut dengan
istilah menopause yang umum terjadi di usia 45-55 tahun (Anurogo,
2011).
Masa rata-ratawanita haid antara 3-8 hari dengan siklus rata-rata
haid selama 28 hari. Masa rata-rata dan siklus rata-rata antara satu wanita

24

dengan wanita lain berbeda-beda dang sangat bervariasi. Hal ini lagi-lagi
kembali tergantung berbagai faktor, seperti faktor-faktor di atas
(Anurogo, 2011).
Pada saat haid, pada sebagian wanita ada yang mengalami berbagai
gangguan haid yang cukup berat. Misalnya ada sebagian yang mengalami
kram karena kontraksi otot-otot halus pada rahim, sakit kepala, sakit
perut, gelisah berlebihan, merasa letih dan lemas, hidung terasa
tersumbat, bahkan selalu ingin menangis. Selain itu ada juga yang
mengalami kemarahan tak berujung pangkal, depresi, kondisiingin
makan berlebihan, hingga nyeri haid yang luar biasa. Kondisi ini sering
disebut dengan gejala datang bulan atau pre-menstrual syndrome
(Anurogo, 2011).
b. Gangguan menstruasi
Wiknjosastro, (2005) menggolongkan gangguan haid dan siklusnya
khususnya dalam masa reproduksi menjadi,
a. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada saat
haid
1) Hipermenorea atau menoragia adalah perdarahan haid yang lebih
banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)
2) Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan/atau
lebih kurang dari biasa.
b. Kelainan siklus haid
1) Polimenorea adalah kondisi dimana siklus haid lebih pendek dari
biasa (kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau
lebih banyak dari haid biasa disebut polimenoragia atau
epimenoragia.
2) Oligomenorea merupakan kondisi siklus haid lebih panjang, lebih
dari 35 hari. Apabila panjangnya lebih dari 3 bulan, maka kondisi
ini sudah disebut amenorea.
3) Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3
bulan berturut-turut.
c. Perdarahan di luar haid
Metroragia adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
d. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid
1) Premenstrual syndrome atau sindrom pramenstruasi
2) Mastodinia

25

3) Mittleschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)


4) Dismenorea
4. Sindrom Pramenstruasi
a. Definisi sindrom pramenstruasi
Premenstrual syndrome merupakan keluhan-keluhan yang biasanya
mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan
menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung
terus sampai haid berhenti. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan
emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut
kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar payudara, dan
sebagainya; sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa
ketakutan, gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik
tersebut di atas (Wiknjosastro, 2005).
Sindrom pramenstruasi adalah kumpulan gejala fisik, psikologis,
dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. Sekitar 80-95%
wanita pada usia melahirkan mengalami gejala-gejala premenstruasi yang
dapat mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya. Gejala tersebut
dapat diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu
periode sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya
pendarahan, namun dapat pula berlanjut setelahnya (Joseph & Nugroho,
2010).
Laila

(2011),

sindrom

premenstruasi

adalah

sakit,

cepat

tersinggung, dan mudah marah tanpa alasan yang jelas sering dirasakan
oleh beberapa wanita pada hari-hari menjelang menstruasi. Hal ini sering
dianggap biasa oleh masyarakat. Namun, jika kondisi ini dibiarkan,
dampaknya akan menganggu aktivitas sehari-hari, menganggu hubungan
dengan orang-orang terdekat, bahkan sampai ada yang ingin bunuh diri,
bila kondisi tersebut berlangsung selama tiga kali siklus menstruasi
berturut-turut, bisa jadi merupakan gejala sindrom premenstruasi, Jika
dibiarkan maka akan menimbulkan gangguan yang lebih parah, yang
disebut dengan disforia pramenstruasi (PMDD).
b. Klasifikasi sindrom pramenstruasi

26

Menurut Abraham dikutip Joseph dan Nugroho (2010), tipe dan


gejalanya sindrom premenstruasi bermacam-macam. Ahli kandungan dan
kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi sindrom
premenstruasi menurut gejalanya yakni sindrom premenstruasi tipe A, H,
C, dan D. 80% gangguan sindrom premenstruasi tipe A. Penderita tipe H
sekitar 60%. Tipe C 40%, dan tipe D 20%. Penjelasan tipe tersebut
sebagai berikut:
1) Sindrom premenstruasi tipe A
Sindrom premenstruasi tipe A (Anxiety) ditandai dengan gejala
seperti cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa
wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum
mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon
estrogen

dan

progesteron:

Hormon

estrogen

terlalu

tinggi

dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon


progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi
beberapa penelitian mengatakan, penderita sindrom premenstruasi tipe
A

sebaiknya

banyak

mengkonsumsi

makanan

berserat

dan

mengurangi atau membatasi minum kopi.


2) Sindrom premenstruasi tipe H
Sindrom premenstruasi tipe H (Hyperhydration) memiliki gejala
edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum
menstruasi. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada
jaringan diluar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula
pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi
gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita
dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan
serta membatasi minum sehari-hari.
3) Sindrom premenstruasi tipe C
Sindrom premenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa
lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya

27

coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya


sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul
gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala
yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena
pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin
menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam
dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega
6), atau kurangnya magnesium
4) Sindrom premenstruasi Tipe D
Sindrom premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan
gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa,
bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan
kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri.
Biasanya sindrom premenstruasi tipe D berlangsung bersamaan
dengan sindrom premenstruasi tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh
tipe sindrom premenstruasi benar-benar murni tipe D. Sindrom
premenstruasi tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus
menstruasi terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogen.
Kombinasi sindrom premenstruasi tipe D dan tipe A dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine,
penyerapan dan penyimpanan timbal ditubuh, atau kekurangan
magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi
makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat
membantu mengatasi gangguan sindrom premenstruasi tipe D yang
terjadi bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A.

28

Tabel 2.1. Gejala-gejala premenstrual syndrome (PMS)


Sumber: Rayburn et.al, (2001)
Gejala Fisik
Gejala Emosional
1. Perut kembung
2. Nyeri payudara
3. Payudara terasa kencang
4. Sakit kepala
5. Kejang/bengkak pada kaki
6. Nyeri punggung
7. Nyeri panggul
8. Nafsu makan bertambah
9. Hidung tersumbat
10. Tumbuh jerawat
11. Suka makan manis/asin
12. Berdebar-debar
13. Peka pada suara atau
cahaya
14. Rasa gatal pada kulit
15. Kepanasan
16. Palpitasi

17. Cemas
18. Suka menangis/merasa ingin
menangis
19. Agresif/memberontak
20. Pelupa
21. Tidak bisa tidur
22. Merasa tegang
23. Sensitif
24. Rasa bermusuhan
25. Suka marah/merasa ingin marah
26. Ketakutan tanpa sebab yang jelas
27. Perubahan dorongan seksual
28. Konsentrasi berkurang
29. Merasa tidak nyaman
30. Pikiran bunuh diri
31. Keinginan menyendiri
32. Perasaan bersalah
33. Kelemahan

c. Etiologi sindrom pramenstruasi


Sindrom premenstruasi adalah sekelompok gejala fisik maupun
tingkah laku yang timbul pada pertengahan siklus menstruasi, dan disusul
dengan periode tanpa gejala. Etiologi dari sindrom premenstruasi belum
diketahui. Para peneliti beranggapan bahwa sindrom premenstruasi
adalah akibat dari faktor hormonal, psikologis, dan nutrisi (Baradero dkk,
2006).
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa
teori

menyebutkan

antara

lain

karena

faktor

hormonal

yakni

ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Hal ini


karena hormon esterogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan,
salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya
perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan

29

yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan


lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan,
masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita (Joseph &
Nugroho, 2010).
Penyebab yang pasti dari sindrom premenstruasi belum diketahui.
Namun

dapat

dimungkinkan

berhubungan

dengan

faktor-faktor

hormonal, genetik, sosial, perilaku, biologi dan psikis.


1) Faktor Hormonal
Faktor hormonal yakni terjadi ketidakseimbangan antara
hormon estrogen dan progesteron berhubungan dengan sindrom
premenstruasi. Kadar hormon estrogen sangat berlebih dan melebihi
batas normal sedangkan kadar progesteron menurun. Selain faktor
hormonal, sindrom premenstruasi berhubungan dengan gangguan
perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang
dialami penderita. Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah
terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal
dalam siklus menstruasi (Saryono & Sejati, 2009).
2) Faktor Kimia
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya sindrom
premenstruasi. Bahan-bahan kimia tertentu di dalam otak seperti
serotonin, berubah-ubah selama siklus menstruasi. Serotonin adalah
suatu neurotransmiter yang merupakan suatu bahan kimia yang
terlibat dalam pengiriman pesan sepanjang saraf di dalam otak, tulang
belakang dan seluruh tubuh. Serotonin sangat mempengaruhi suasana
hati. Aktivitas serotonin berhubungan dengan gejala depresi,
kecemasan, ketertarikan, kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan
untuk tidur, impulsif, dan agresif. Rendahnya kadar dan aktivitas
serotonin

ditemukan

pada

wanita

premenstruasi (Saryono & Sejati, 2009).


3) Faktor Genetik

yang mengeluh

sindrom

30

Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat


penting, yaitu insidensi sindrom premenstruasi dua kali lebih tinggi
pada kembar satu telur (monozigot) dibanding kembar dua telur.
Sindrom premenstruasi lebih rentan diderita oleh wanita dengan
riwayat sindrom premenstruasi pada anggota keluarga wanita lainnya
(ibu kandung dan saudari kandungnya). Ibu yang memiliki riwayat
menderita sindrom premenstruasi secara bermakna berpeluang lebih
besar memiliki putri yang kelak menderita sindrom premenstruasi
(dengan peluang 70%) dibandingkan populasi umum (peluang 37%).
Hal yang sama juga ditunjukkan antar-saudari kembar monozigot
(yang berpeluang mendapat sindrom premenstruasi pada kedua
individu 93%) dibandingkan antar-saudari kembar dizigot (berpeluang
44%) atau bukan saudari kembar (Saryono dan Sejati, 2009).
4) Faktor Psikologis
Faktor psikologis, yaitu stress sangat besar pengaruhnya
terhadap kejadian sindrom premenstruasi. Gejala-gejala sindrom
premenstruasi akan semakin menghebat jika di dalam diri seorang
wanita terus menerus mengalami tekanan (Saryono & Sejati, 2009).
5) Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup dalam diri wanita terhadap pengaturan pola
makan juga memegang peranan yang tidak kalah penting. Makan
terlalu banyak atau terlalu sedikit, sangat berperan terhadap gejalagejala sindrom premenstruasi. Makanan terlalu banyak garam akan
menyebabkan retensi cairan, dan membuat tubuh bengkak. Terlalu
banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman-minuman
berkafein dapat mengganggu suasana hati dan melemahkan tenaga
(Saryono & Sejati, 2009).
d. Faktor risiko sindrom pramenstruasi
Joseph dan Nugroho (2010), sindrom ini biasanya lebih mudah
terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam

31

siklus menstruasi, Akan tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan


resiko terjadinya sindrom premenstruasi.
1) Wanita yang pernah melahirkan : sindrom premenstruasi semakin
berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah
mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksemia.
2) Status perkawinan : wanita yang sudah menikah lebih banyak
mengalami PMS dibandingkan yang belum.
3) Usia : wanita mengalami gejala-gejala PMS lebih awal dan ada fakta
yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejalagelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang
dialami oleh wanita yang lebih tua
4) Stres : faktor stres memperberat gangguan PMS.
5) Diet : faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh,
coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat
gejala PMS.
6) Kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (tetutama B6),
vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak
linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat
memperberat gejala PMS.
7) Kegiatan Fisik : kurang olahraga dan aktivitas fisik menyebabkan
semakin beratnya PMS. Membiasakan olahraga dan aktivitas fisik
secara teratur, olahraga seperti berenang dan berjalan kaki. Tarik nafas
dalam dan relaksasi juga bisa meringankan rasa tidak nyaman.
Olahraga berupa lari dapat menurunkan keluhan premenstruasi.
Berolahraga dapat menurunkan stress dengan cara memiliki waktu
untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau
kecemasan yang terjadi (Saryono & Sejati, 2009).
e. Penanganan sindrom pramenstruasi
Untuk

mengatasi sindrom

premenstruasi,

biasanya

dokter

memberikan pengobatan diuretik untuk mengatasi retensi cairan atau


edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan. Pemberian hormon
progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8-10 hari sebelum
menstruasi untuk mengimbangi kelebihan relatif esterogen. Pemberian

32

hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap


dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen (Joseph &
Nugroho, 2010).
Hal-hal

yang

perlu

dilakukan

saat

mengalami

sindrom

premenstruasi (Joseph & Nugroho, 2010).


1) Mengurangi makanan beragam, berupa tepung, gula, kafein, dan
coklat.
2) Meningkatkan makanan tinggi kalsium dan vitamin C seminggu
sebelum menstruasi.
3) Konsumsi makanan berserat dan banyak minum air putih.
4) Jika darah yang keluar banyak, memperbanyak makanan yang
mengandung zat besi.
Dikutip dari Mandal (2012), tidak ada obat untuk PMS tetapi ada
penanganan yang dapat membantu mengurangi keparahan dari gejalagejala yang muncul sehingga tidak mengganggu kehidupan sehari-hari.
Jika PMS ringan atau sedang hanya perubahan diet dan gaya hidup yang
cukup. Penanganan PMS mencakup mempertahankan gaya hidup yang
sehat, makan porsi kecil dan sering untuk mencegah kembung dan
sebagainya.
1) Gaya hidup sehat untuk Sindrom pramenstruasi
Ini termasuk banyak minum asupan cairan seperti air putih dan
jus dan menghindari minuman berkafein atau alkohol. Cairan jelas
membantu dalam mengurangi keluhan kembung dan retensi cairan.
Garam juga harus dibatasi dalam diet karena berlebihan garam dalam
makanan menyebabkan kembung dan retensi cairan.
Wanita dianjurkan untuk makan porsi kecil dan sering untuk
mencegah kembung dan rasa penuh dalam perut. Harus ada jeda
kurang lebih dari 3 jam antara makanan kecil, dan makanan yang
melebihi kebutuhan nutrisi tubuh harus dihindari. Harus diet rendah
garam dan mengurangi, alkohol, kafein dan gula sederhana. Wanita
dengan PMS dianjurkan untuk mengkonsumsil banyak buah dan
sayuran, yang kaya vitamin dan mineral.

33

2) Suplemen untuk kekurangan gizi


Beberapa wanita menderita dari PMS karena kekurangan gizi,
vitamin dan mineral. Wanita ini disarankan untuk mengkonsumsi
suplemen seperti vitamin B6, vitamin E, Gamma-linolenat (GLA),
kalsium, magnesium. Kadang-kadang wanita juga disarankan untuk
mengkonsumsi triptofan, zat gizi yang ditemukan di produk susu ini
juga membantu mengatasi gejala.
3) Latihan dan Sindrom pramenstruasi
Latihan aerobik yang teratur atau peregangan dan latihan
pernapasan, seperti yoga dan pilates bisa dilakukan rutinsetiap
bulannya untuk mengurangi keparahan dari gejala PMS.
4) Terapi farmakologi
a) Penghilang rasa sakit untuk Sindrom pramenstruasi
Obat penghilang rasa sakit seperti Aspirin, Ibuprofen dan
anti-inflamasi non steroid (NSAID) dapat membantu dalam
mengurangi rasa sakit sakit kepala, nyeri punggung dan nyeri otot,
ketegangan payudara dan nyeri panggul.
b) Antidepresan untuk gejala Sindrom pramenstruasi
Beberapa Wanita dengan gejala yang lebih parah mungkin
diresepkan antidepresan. Ini termasuk inhibitor selektif serotoninreuptake (SSRI) seperti: Fluoxetine, Paroxetine, Sertraline,
Escitalopram dll.
5) Perawatan lain untuk Sindrom pramenstruasi
a) Kebiasaan tidur waktu malam perlu diubah untuk mengatasi
insomnia.
b) Pil bekerja berbeda pada wanita yang berbeda dan mungkin
mengurangi atau bisa meningkatkan gejala PMS
c) Beberapa wanita mungkin memiliki masalah psikologis dan
memerlukan konseling dan cognitive behavioral therapy.
d) Terapi sinar adalah pilihan lain bagi wanita dengan PMS dan
mengurangi kebutuhan untuk obat antidepresan.

34

e) Orang-orang dengan kecemasan parah dapat diberikan obat-obatan


anti-anxiety
f) Wanita dengan retensi cairan dapat diberikan cairan atau obat
diuretik. Hal ini mengurangi kembung, ketegangan payudara, dan
penambahan berat badan.
g) Obat-obatan

yang

Bromocriptine,

bertindak

Danazol

dan

pada

hormon-hormon

Tamoxifen

seperti

digunakan

untuk

menghidupkan kembali rasa sakit yang sangat pada payudara.


5. Dismenorea
a. Definisi dismenorea
Nyeri haid atau dismenorea adalah nyeri kejang otot (spasmodik) di
perut bagian bawah dan menyebar ke sisi dalam paha atau bagian bawah
pinggang yang terjadi menjelang haid atau selama haid akibat kontraksi
otot rahim. Nyeri haid diduga terkait dengan produksi hormon estrogen
yang meningkat. Hormon tersebut memperbesar ketegangan mulut rahim
hingga lubang mulut rahim menjadi sempit, akibatnya otot-otot rahim
lebih kuat berkontraksi untuk dapat mengeluarkan darah haid melalui
mulut rahim yang sempit. Kontraksi otot rahim yang menyebabkan
kejang otot yang dirasakan sebagai nyeri (Santoso, 2009).
b. Klasifikasi dismenorea
Menurut Wiknjosastro (2005), dismenorea diklasifikasikan menjadi
primer (spasmodic) atau sekunder (congestive).
1) Dismenorea primer (primary dysmenorrhea)
Didefinisikan sebagai nyeri haid (menstrual pain) yang tidak
berhubungan dengan patologi pelvis makroskopis (tidak berhubungan
dengan kelainan ginekologik, esensial, intrinsik, idiopatik). Nyeri haid
yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Umumnya
terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menstruasi teratur dan
mempengaruhi sampai 50% wanita postpubescent.
2) Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea)
Didefinisikan sebagai nyeri haid sebagai akibat dari anatomi dan
atau patologi pelvis makroskopis (kelainan ginekologik, ekstrinsik,

35

yang diperoleh, acquired), seperti yang dialami oleh wanita dengan


endometriosis atau radang pelvis kronis (chronic pelvic inflammatory
disease). Kondisi ini paling sering dialami oleh wanita berusia 30-45
tahun.
Pada penelitian ini, yang akan diteliti adalah kejadian dismenorea
primer karena, menurut Wiknjosastro (2005), gangguan ini adalah suatu
gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke
dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Penderita dismenorea tipe
primer adalah sekitar 54,89% dari total penderita dismenorea (Anurogo,
2009).
c. Etiologi dismenorea
Penyebab dismenorea primer menurut Wiknjosastro (2005) yaitu:
1) Faktor endokrin. Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus
luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron
menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon
estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Menurut Clitheroe dan
Pickles, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin
F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika kadar
prostaglandin yang belebihan memasuki peredaran darah, maka selain
dismenorea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti: nausea, muntah,
diarea, flushing. Jelaslah bahwa peningkatan kadar prostaglandin
memegang peranan penting pada timbulnya dismenorea primer.
2) Kelainan organik, seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus,
obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip
endometrium.
3) Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti: rasa bersalah,
ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik
dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
4) Faktor konstitusi, seperti: anemia, penyakit menahun, dan sebagainya
dapat memengaruhi timbulnya dismenorea.

36

5) Faktor alergi. Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid.


Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria,
migren, dan asma bronkiale.
Menurut Gunawan (2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kejadian dismenorea adalah faktor gizi, faktor aktivitas, faktor umur, dan
faktor kecemasan (psikologis). Kejadian dismenorea ditemukan tinggi
pada wanita dengan faktor gizi kurang, kurang aktivitas / latihan fisik
(olahraga), pada usia 12-19 tahun, dan pada wanita dengan kecemasan
sedang hingga berat.
Faktor resiko dismenorea primer menurut Anurogo, (2011) yaitu:
1) Usia saat menstruasi pertama kurang dari 12 tahun
2) Belum pernah melahirkan anak
3) Haid memanjang atau dalam waktu lama
4) Merokok
5) Riwayat keluarga positif terkena penyakit
6) Kegemukan
d. Manifestasi klinis dismenorea
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik
miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri
yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri
spasmodik di sisi medial paha (Anurogo, 2011). Dismenorea primer
hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi, nyeri dimulai bersamaan dengan
onset haid (atau hanya sesaat sebelum haid) dan bertahan/menetap
selama 1-2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik dan
superimposed over a background of constant lower abdominal pain, yang
menyebar ke bagian belakang (punggung) atau anterior dan/atau medial
paha.
Berhubungan dengan gejala-gejala umum, seperti: malaise (rasa
tidak

enak

badan),

fatigue/lelah

(85%),

nausea

(mual)

dan

vomiting/muntah (89%), diare (60%), nyeri punggung bawah atau lower


backache (60%), dan sakit kepala atau headache (45%), terkadang dapat
juga disertai vertigo atau sensasi jatuh (dizziness), perasaan cemas,
gelisah (nervousness), dan bahkan collapse (ambruk) (Anurogo, 2009).

37

Manifestasi klinis dismenorea primer termasuk: tahun-tahun


pertama setelah menarche, biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam,
sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat setelah haid (menstrual
flow), nyeri perut (cramping) atau nyeri seperti saat melahirkan
(laborlike pain), seringkali ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang
biasa atau unremarkable pelvic examination findings (termasuk rektum)
(Anurogo, 2009).
e. Patogenesis dismenorea
Selama
(sloughing

menstruasi,
endometrial

sel-sel
cells)

endometrium
melepaskan

yang

terkelupas

prostaglandin,

yang

menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan


vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan
pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat
(severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama
dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang
sama.
Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer
adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium
sekretori. Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan
kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan
penurunan aliran darah ke miometrium. Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesteron pada akhir fase
luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus
yang berlebihan .
Hormon

pituitari

posterior,

vasopressin,

terlibat

pada

hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah


uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer. Peranan
vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan
pelepasan prostaglandin (Anurogo, 2009).
f.

Penanganan dismenorea

38

Penatalaksanaan kasus dismenorea menurut Wiknjosastro (2005)


yaitu dengan :
1) Penerangan dan nasehat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenorea adalah
gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya diadakan
penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan dan
lingkungan penderita. Nasehat-nasehat mengenai makanan sehat,
istirahat yang cukup dan olahraga sangat berguna, kadang diperlukan
pula psikoterapi.
Riset secara randomized controlled trial menunjukkan hubungan
yang signifikan antara diet vegetarian rendah lemak dan pengurangan
(reduction) gejala (Proctor, 2006). Diet vegetarian, rendah lemak,
(produk) daging, dan suplemen minyak ikan terbukti menurunkan
serum sex-binding globulin, juga menurunkan durasi dan intensitas
dismenorea (Anurogo, 2009).
2) Pemberian obat analgesik
Analgesik diberikan sebagai terapi simptomatik. Jika rasa
nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas
pada perut bawah untuk mengurangi penderitaan. Analgesik yang
sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan
kafein.
3) Terapi hormonal
Terapi hormonal bertujuan untuk menekan ovulasi. Tindakan ini
bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa
gangguan adalah benar dismenorea primer, atau untuk memungkinkan
penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa
gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis
pil kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi nonsteroid antiprostaglandin
Terapi dengan obat jenis ini memegang peranan yang makin
penting terhadap dismenorea primer, 70% penderita mengalami

39

perbaikan. Tetapi pengobatan ini diberikan sebelum haid mulai setiap


bulannya, 1 sampai 3 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid.
5) Dilatasi kanalis servikalis (surgical treatment)
Merupakan tindakan terakhir apabila usaha-usaha lain gagal.
Metode ini dapat memberikan keringanan karena memudahkan
pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya dengan cara
neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus
dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neuroktomi ovarial
(pemotongan

urat

saraf

sensorik

yang

ada

di

ligamentum

infundibulum).
Menurut Anurogo (2011), ada banyak cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi dan menyembuhkan nyeri haid secara tuntas. Anurogo
mengelompokkan menjadi dua cara yaitu pencegahan dan pengobatan.
1) Pencegahan
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan sendiri oleh
penderita nyeri haid, tanpa memerlukan obat obatan yaitu dengan
memperhatikan pola dan siklus haidnya, lalu melakukan langkah
langkah antisipasi agar tidak mengalami nyeri haid. Langkah
langkah ini biasanya dilakukan oleh mereka yang mengalami nyeri
haid, tetapi tidak sampai dalam kondisi parah. Berikut adalah langkah
langkah pencegahannya :
a) Manajemen stress
Hindari stres. Sebisa mungkin hidup dengan tenang dan bahagia.
Tidak usah terlalu banyak pikiran negatif yang menimbulkan
kecemasan kecemasan. Putuskan saja untuk bersyukur apapun
keadaan kita dan lebih ikhlas dalam menjalani hidup.
b) Mengatur pola makan
(1)Miliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang
memadai, memenuhi standar gizi seimbang. Apabila tidak tahu
berapa kadar dan porsi gizi yang diperlukan setiap hari agar
sesuai dengan keperluan, datanglah kedokter atau ahli gizi.
Sayur dan buah buahan mutlak diperlukan untuk hidup sehat.

40

(2)Saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari makanan


yang cenderung asam dan pedas.
(3)Rajin minum susu dengan kalsium tinggi. Jika tidak gemar
minum susu, bisa diganti dengan makanan atau suplemen tinggi
kalsium. Konsultasikan pada dokter untuk mendapatkan ukuran
dan porsi yang sesuai.
(4)Hindari mengonsumsi alkohol, rokok, kopi, maupun cokelat
karena akan memicu bertambahnya kadar estrogen.
(5)Jangan makan segala sesuatu yang dingin secara berlebihan,
misalnya es krim. Perbanyak makan buah, sayur, makanan
rendah lemak, konsumsi vitamin E, Vitamin B6, dan minyak
ikan untuk mengurangi peradangan.
(6)Diet rendah lemak dan produk daging menurunkan serum sexbinding globulin, juga menurunkan durasi dan intensitas
dismenorea.
c) Mengatur pola istirahat
(1)Istirahat yang cukup, menjaga kondisi tubuh agar tidak terlalu
lelah, dan tidak menguras energi secara berlebihan.
(2)Tidur yang cukup, sesuai standar keperluan masing masing 6
8 jam sehari sesuai dengan kebiasaan.
d) Olahraga
(1)Lakukan olahraga secara teratur setidaknya 30 menit setiap hari.
Olahraga yang dipilih tidak harus olahraga berat. Anda dapat
sekedar berjalan jalan santai selama 30 menit, jogging ringan,
senam ringan, maupun bersepeda. Pilihlah yang paling sesuai
dengan kondisi masing masing. Olahraga secara teratur dapat
memperlancar aliran darah pada otot di sekitar rahim sehingga
akan meredakan rasa nyeri pada saat haid.
(2)Selama masa haid jangan melakukan olahraga yang berat atau
bekerja berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan.
e) Relaksasi
(1)Lakukan peregangan (stretching) antinyeri haid setidaknya 5 7
hari sebelum haid. Untuk dapat memastikan waktu secara tepat,
buatlah kalender haid untuk mencatat jadwal datang dan

41

berakhirnya haid setiap bulan. Peregangan ini dilakukan untuk


meredakan nyeri haid.
(2)Menjelang haid, cobalah berendam dengan air hangat yang
diberi garam mandi dan beberapa tetes minyak essensial bunga
lavender atau sesuai dengan selera masing masing.
Berendamlah selama 10 15 menit dan rasakan kesegaran serta
rileks di seluruh tubuh. Cara ini membantu memperlancar
peredaran darah dalam tubuh sehingga mencegah terjadinya
nyeri haid.
(3)Terapi alternatif yang patut dicoba adalah memvisualisasikan
diri setiap hendak datang haid, yaitu visualisasi bahwa haid
tidak sakit dan tidak perlu mengganggu aktivitas. Pemusatan
pikiran bahwa haid tetap nyaman dan bisa beraktivitas seperti
biasa sangatlah penting. Ini akan menyebabkan tubuh bereaksi
membentengi diri sehingga haid dapat terjadi tanpa nyeri.
(4)Pijatan dengan aroma terapi juga dapat mengurangi rasa tidak
nyaman.

Pijatan

yang

ringan

dan

melingkar

dengan

menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan membantu


mengurangi nyeri haid.
(5)Mendengarkan musik, membaca buku, atau menonton film juga
dapat membantu mengurangi rasa sakit
(6)Kompres hangat dengan menggunakan handuk atau botol berisi
air hangat di perut dan punggung bawah, serta minum minuman
yang hangat. Pengaruhnya akan langsung meredakan nyeri.
f) Usahakan tidak mengonsumsi obat obatan antinyeri jika semua
cara pencegahan tersebut tidak mengatasi nyeri. Lebih baik segera
kunjungi dokter untuk mengetahui penyebab nyeri haid yang
berkepanjangan. Bisa saja ada kelainan rahim atau penyakit
lainnya.
2) Pengobatan
a)
b)
c)
d)

Pengobatan herbal
Penggunaan suplemen
Perawatan medis
Relaksasi

42

e) Hipnoterapi
f) Akupunktur
6. Pengaruh Diary Food ala Food Combining terhadap Dismenore
Permasalahan seputar haid/ menstruasi memang tidak terhindarkan
bagi para wanita. Nyeri perut bagian bawah, sakit pinggang, kegelisahan,
sakit kepala, muntah, dan pening merupakan gejala-gejala yang sering
dilaporkan ketika haid. Nyeri haid timbul akibat pola hidup dan pola makan
yang tidak benar (Shinya, 2015).
Asupan yang kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi
pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya
fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan haid, tetapi akan
membaik bila asupan nutrisinya baik. Pada remaja wanita perlu
mempertahankan status gizi yang baik, dengan cara mengkonsumsi
makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat haid. Pada saat haid
fase luteal akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Dan bila hal ini
diabaikan

maka

dampaknya

akan

terjadi

keluhan-keluhan

yang

menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus haid (Paath, 2004).


Organ-organ di dalam tubuh tidak menjalan fungsinya sendiri-sendiri.
Semuanya memiliki fungsi yang berkaitan untuk menunjang kehidupan.
Pola makan yang salah akan membuat usus menjadi kotor. Apabila sampah
(kotoran) menumpuk, akan terbentuk gas beracun yang dapat memperkeruh
darah. Jika hal itu berlangsung terus menerus, sel-sel di seluruh tubuh akan
merasakan pengaruh buruknya. Jadi, masalah yang timbul akibat hal
tersebut tidak hanya berhenti di dalam usus. Maka, wajar saja jika darah di
rahim dan vagina juga akan menjadi kotor. Hal itu disebabkan oleh pola
makan yang buruk. Akibatnya, penyebaran hormon tidak berlangsung
dengan lancar sehingga kondisi tubuh melemah dan rasa sakit ketika haid
berlangsung menjadi lebih lama (Shinya, 2015).
Penyebab dismenore diyakini terkait dengan kontraksi otot rahim dan
iskemia disebabkan oleh prostaglandin (PG) (terutama PGE2 dan PGF2)
diproduksi di endometrium jaringan di bawah pengaruh estrogen dan
progesterone. Perubahan hormon siklik juga mempengaruhi gejala
pramenstruasi, yang mempengaruhi sekitar 20-40% dari wanita, dengan 2,5-

43

5% melaporkan efek samping pada pekerjaan atau adjustment. Faktor


makanan mengubah konsentrasi hormon seks serum dan aktivitas. Diet
nabati dan vegetarian meningkatkan konsentrasi serum hormon seks
globulin, yang mengikat dan menginaktivasi estrogen. Selain itu, terlepas
dari efek diet yang mengikat, serum hormon seks pengikat konsentrasi
globulin berbanding terbalik dikaitkan dengan berat badan, yang biasanya
lebih rendah pada para pelaku diet vegetarian. Rendah lemak dan diet
vegetarian juga mengurangi konsentrasi estrogen serum di premenopause
dan wanita menopause (Barnard, 2000).
Food Combining sebagai suatu upaya mengatur asupan makanan yang
diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh, khususnya sistem
pencernaan, memberikan efek melancarkan proses pencernaan dan
penyerapan, menyebabkan pemakaian energi lebih efisien, dan penumpukan
zat-zat yang tidak dapat dicerna dan tidak diperlukan tubuh dapat dihindari
(Gunawan, 2009). Dengan memperperhatikan dan memperbaiki pola makan
sehari-hari, dapat memperbaiki kelancaran aliran cairan limfa yang
berfungsi membuang bahan-bahan tak terpakai dari seluruh bagian tubuh,
sehingga peredaran darah akan kembali lancar. Dengan memperbaiki
kualitas kesehatan secara berkesinambungan, waktu pemulihan dari gejala
haid yang sering dialami mampu diperkirakan (Shinya, 2015).
B. Penelitian Yang Relevan
1. Proctor et al, (2001) dalam penelitian Herbal and Dietary Therapies for
Primary and Secondary Dysmenorrhoea. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menentukan efikasi dan keamanan terapi herbal dan diet untuk
pengobatan dismenorea primer dan sekunder bila dibandingkan satu sama
lain, plasebo, tidak ada pengobatan atau perawatan konvensional lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan:
a. Magnesium : secara keseluruhan magnesium lebih efektif daripada
plasebo untuk menghilangkan rasa sakit dan kebutuhan obat tambahan
kurang. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah efek samping
yang dialami.

44

b. Vitamin B6 : menunjukkan itu lebih efektif dalam mengurangi rasa sakit


dari kedua plasebo dan kombinasi magnesium dan vitamin B6.
c. Magnesium dan vitamin B6: Magnesium terbukti tidak berbeda dalam
hasil nyeri dari kedua vitamin B6 dan kombinasi vitamin B6 dan
magnesium oleh salah satu percobaan kecil. Pengujian yang sama juga
menunjukkan bahwa kombinasi magnesium dan vitamin B6 tidak
berbeda dari plasebo dalam mengurangi nyeri.
d. Vitamin B1: lebih efektif daripada plasebo dalam mengurangi nyeri.
e. Vitamin E: membandingkan kombinasi vitamin E (diminum setiap hari)
dan ibuprofen (diambil selama menstruasi) versus ibuprofen (diambil
selama menstruasi) saja menunjukkan tidak ada perbedaan dalam
menghilangkan rasa sakit antara dua perlakuan.
f. Omega-3 asam lemak: Satu percobaan kecil menunjukkan minyak ikan
(omega-3

asam

lemak)

lebih

efektif

daripada

plasebo

untuk

menghilangkan rasa sakit.


g. Japanese Herbal Combination: Satu percobaan kecil menunjukkan
kombinasi herbal untuk lebih efektif untuk menghilangkan rasa sakit
dibandingkan plasebo, dan mengurangi pemakaian tambahan obat pereda
nyeri diambil oleh kelompok perlakuan.
Obat anti-inflamasi nonsteroid atau pil kontrasepsi telah digunakan
tetapi lebih banyak wanita mencari terapi non-obat, termasuk pengobatan
herbal dan diet. Tinjauan uji coba menemukan beberapa bukti bahwa
vitamin B1 dan magnesium membantu mengurangi rasa sakit tetapi
penelitian lebih lanjut diperlukan.
2. Barnard et al, (2000) dalam penelitian Diet and SexHormone Binding
Globulin, Dysmenorrhea, and Premenstrual Symptoms. Tujuan dari
penelitian ini untuk menguji hipotesis bahwa rendah lemak, diet vegetarian
mengurangi dismenore dan gejala pramenstruasi oleh efeknya pada serum
hormon seks dalam mengikat konsentrasi globulin dan aktivitas estrogen.
Rata-rata ( standar deviasi [SD]) serum hormon seks pengikat globulin
konsentrasi lebih tinggi selama fase diet (46,7 23,6 nmol / L) daripada
selama fase suplemen (39,3 19,8 nmol / L, P <0,001). Rata-rata ( SD)
berat badan lebih rendah selama diet (66,1 11,3 kg) dibandingkan dengan

45

fase suplemen (67,9 12,1 kg, P <0,001). Berarti durasi dismenore turun
secara signifikan dari baseline (3,9 1,7 hari) ke fase diet (2,7 1,9 hari)
dibandingkan dengan perubahan dari awal untuk melengkapi fase (3,6 1,7
hari, P <0,01). Intensitas nyeri turun secara signifikan selama fase diet,
dibandingkan dengan awal, untuk hari yang terburuk, terburuk kedua, dan
hari terburuk ketiga, dan jangka waktu rata-rata konsentrasi pramenstruasi,
perubahan perilaku, dan gejala retensi air berkurang secara signifikan,
dibandingkan dengan fase suplemen. Hasil penelitian ini menyimpulkan diet
vegetarian rendah lemak ada hubungannya dengan peningkatan serum
hormon seks dalam mengikat konsentrasi globulin dan penurunan berat
badan, durasi

dan intensitas

dismenore,

dan juga

durasi gejala

pramenstruasi.
3. Setyani et al, (2014) dalam penelitian Pengaruh Status Gizi dan Olahraga
Terhadap Derajat Dismenore. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh status gizi dan olahraga terhadap derajat dismenore. Hasil yang
diperoleh dari penelitian adalah status gizi ada pengaruh yang signifikan
dengan derajat dismenorea dengan p value = 0,010 (p < 0,05). Olahraga ada
hubungan yang signifikan dengan derajat dismenorea dengan p value =
0,015 (p < 0,05). Status gizi memiliki pengaruh yang lebih erat
dibandingkan dengan olahraga terhadap kejadian dismenorea, dengan
koefisien korelasi status gizi 0,337 > koefisien olahraga 0,257 dan P value
status gizi 0,010< P value olahraga 0,015. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh status gizi dan olahraga terhadap derajat
dismenorea.
4. Manorek et al, (2014) dalam penelitian Hubungan Antara Status Gizi
Dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi Kelas XI SMA Negeri 1
Kawangkoan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
status gizi dengan kejadian dismenore. Hasil penelitian menunjukkan status
gizi responden yang tidak normal sebanyak 22 responden (23,2%) dan status
gizi responden yang normal sebanyak 73 responden (76,8%). Berdasarkan
kejadian dismenore yang mengalami dismenore sebanyak 72 responden

46

(75,8%) dan yang tidak mengalami dismenore sebanyak 23 responden


(24,2%).Nilai probabilitas (p value) hubungan antara status gizi dengan
kejadian dismenore sebesar 0,014. Dapat disimpulkan terdapat hubungan
antara status gizi dengan kejadian dismenore.
5. Setianingsih et al, (2012) dalam penelitian Hubungan Status Vegetarian
Dengan Derajat Sindroma Pramenstruasi Pada Remaja. Tujuan dari
penelitian ini untuk menganalisis hubungan derajat sindrom pramenstruasi
dengan status vegetarian pada remaja. Hasil yang didapat adalah tidak
terdapat perbedaan skor sindrom pramenstruasi (p=0,274) antara remaja
vegetarian (12,511,1) dan nonvegetarian (179,3). Tidak terdapat
perbedaan asupan serat (p=0,133), magnesium (p=0,372), vitamin B6
(p=0,621) antara kelompok remaja vegetarian dan non-vegetarian. Ada
perbedaan riwayat sindrom pramenstruasi keluarga (p=0,004) pada
kelompok vegetarian (0%) dan nonvegetarian (36,4%). Tidak ada perbedaan
aktivitas fisik (p=0,698) antara remaja vegetarian dan nonvegetarian.
Setelah dikontrol dengan riwayat sindrom pramenstruasi keluarga, skor
sindrom pramenstruasi tetap tidak berbeda (15,42,3) untuk vegetarian dan
nonvegetarian (16,52,3). Sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan
sindrom pramenstruasi antara vegetarian dan nonvegetarian sebelum dan
sesudah dikontrol oleh riwayat sindrom pramenstruasi keluarga.
6. Anisa, (2015) dalam penelitian Hubungan Status Gizi, Menarche Dini,
Dan Perilaku Mengonsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Dengan
Kejadian Dismenore Primer Pada Siswi SMAN 13 Bandar Lampung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi,
menarche dini, dan perilaku mengonsumsi makanan cepat saji (fast food)
dengan kejadian dismenore primer. Dari hasil penelitian, responden
mengalami dismenore primer sebesar 90,6%. Responden dengan status gizi
normal sebesar 83,9%, status gizi gemuk sebesar 11,7% dan status gizi
kurus sebesar 4,4%. Responden yang mengalami menarche dini sebesar
1,1%. Responden yang sering mengonsumsi makanan cepat saji sebesar
83,3%. Hasil uji statistik antara status gizi dan dismenore primer didapatkan

47

nilai p = 1,000, antara menarche dini dan dismenore primer didapatkan nilai
p = 1,000, dan antara mengonsumsi makanan cepat saji dan dismenore
primer didapatkan nilai p = 0,010 dengan OR = 4,261 dan CI = 1,47412,320. Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status
gizi dan kejadian dismenore primer. Tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara menarche dini dan kejadian dismenore primer. Terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku mengonsumsi makanan cepat saji
(fast food) dan dismenore primer.
7. Devi, (2009) dalam penelitian Hubungan Kebiasaan Makan Dengan
Kejadian Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja Putri. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui hubungan kebiasaan makan dengan kejadian sindrom
pramenstruasi pada remaja putri. Penelitian yang dilakukan di Sekolah
Menengah AgustusKejuruan Widuri, Jakarta Selatan ini berlangsung pada
bulan Juni 19 tahun yang2007. Subjek penelitian penelitian adalah remaja
putri yang berusia 15 sudah mendapatkan menstruasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelompok yang mengalami sindrom pramenstruasi
mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok yang tidak mengalami sindrom pramenstruasi.

48

C. Kerangka Pikir
Gangguan menstruasi
Kelainan dalam Gangguan lain
Perdarahan di
banyaknya darah yang berhubungan
luar haid
dan lamanya
dengan haid
perdarahan pada
haid
Premenstrual
syndrome
Mastodinia

Kelainan siklus
haid

Mittelschmerz
Dysmenorrhea
Penanganan

Manajemen stress
Mengatur pola
makan dan nutrisi

Food Combining

Mengatur pola
istirahat

Pencegahan

Olahraga teratur
Relaksasi
Pengobatan herbal
Penggunaan
suplemen
Pengobatan

Perawatan medis
Relaksasi
Hipnoterapi

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Menghambat

49

D. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh diet ala Food Combining dalam menurunkan gejala sindrom
pramenstruasi.
2. Ada pengaruh diet ala Food Combining dalam menurunkan gejala
dismenorea.

50

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan
Kabupaten Magelang.
2. Waktu Penelitian
Penyusunan proposal,

di

SMK

seminar

Muhammadiyah

proposal

dan

revisi

Borobudur

proposal

dilaksanakan bulan November 2015 hingga Januari 2016. Uji validitas dan
reliabilitas untuk instrumen, pengumpulan data, analisis data dan
penyusunan laporan penelitian dilakukan bulan Februari hingga April 2016.
Direncanakan untuk ujian serta revisi tesis dilakukan pada bulan Mei 2016.
B. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian jenis eksperimen semu
(quasi experiment) dengan menggunakan time series design. Desain penelitian
ini hanya menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak memerlukan
kelompok kontrol. Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk
penelitian tidak dapat dipilih secara random. Sebelum diberi perlakuan,
kelompok diberi pretest sampai empat kali dengan maksud untuk mengetahui
kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Bila
hasil pretest selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda, berarti
kelompok tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak konsisten.
Setelah kestabilan keadaan kelompok dapat diketahui dengan jelas, maka baru
diberi treatment/perlakuan (Siswanto dkk, 2013).
C. Populasi dan Sampel
Populasi sasaran penelitian adalah remaja putri usia subur. Sedangkan
populasi sumber (populasi terjangkau) pada penelitian ini adalah siswi kelas X
di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur Kabupaten Magelang yang memenuhi
kriteria restriksi sampel. Kriteria restriksi sampel meliputi :
1. Kriteria inklusi
53
a. Seluruh siswi Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Borobudur yang telah
mendapatkan menstruasi

51

b. Siswi Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Borobudur yang mengalami


gejala sindrom pramenstruasi dan dismenorea
c. Siswi Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Borobudur yang bersedia menjadi
subjek penelitian
2. Kriteria eksklusi
a. Siswi yang mempunyai penyakit sistemik dan urogenitalia.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu (termasuk pil KB), alkohol,
NAPZA, dan merokok.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Ukuran sampel diperkirakan menurut desain analisis data
yang akan dilakukan, yaitu analisis multivariat yang melibatkan satu variabel
independen. Dalam analisis multivariat dibutuhkan 15-20 subjek per sebuah
variabel independen. Jadi, dalam penelitian ini minimal dibutuhkan 1 x (15
hingga 20 subjek) = 15 hingga 20 subjek penelitian (Murti, 2010). Dalam
penelitian ini jumlah sampel yang digunakan 20 subjek penelitian.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen : Diary Food ala Food Combining
2. Variabel dependen :
a. Sindrom pramenstruasi
b. Dismenorea
E. Definisi Operasional
1.
Diary food ala Food Combining
a. Definisi
: cara mengatur asupan makanan yang diselaraskan dengan
mekanisme alamiah tubuh dan ritme biologis, khususnya
sistem pencernaan
b. Alat ukur : lembar pemantauan
c. Skala
: nominal
2.
Sindrom pramenstruasi
a. Definisi
: kumpulan gejala fisik, psikologis, dan perilaku yang
terkait dengan siklus menstruasi wanita.
b. Alat ukur : lembar kuesioner dengan skala Guttman
c. Skala :
ordinal
3.
Dismenorea
a. Definisi
: dismenorea (nyeri haid) adalah nyeri perut bawah hingga
pinggang yang dialami oleh seorang wanita pada saat
menjelang hingga beberapa hari setelah menstruasi datang
yang membuat siswa harus meninggalkan aktivitas

52

belajarnya atau siswa harus istirahat di unit kesehatan


sekolah (UKS) dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Tidak dismenorea apabila seseorang tidak pernah
merasa nyeri pada waktu menstruasi.
2) Dismenorea ringan apabila seseorang merasa nyeri
pada waktu menstruasi dengan skala SAV antara1-3.
3) Dismenorea sedang apabila seseorang merasa nyeri
pada waktu menstruasi dengan skala antara SAV 4-6.
4) Dismenorea berat apabila seseorang merasa nyeri pada
waktu menstruasi dengan skala antara SAV 7-10.
b. Alat ukur : kuesioner skala analog visual (SAV)
c. Skala :
Ordinal
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner dan lembar
pemantauan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen jumlah siswi di
SMK Muhammadiyah 2 Borobudur, Kabupaten Magelang.
Sebelum dilakukan pengisian kuesioner oleh para siswi, perlakuan dan
observasi kepada mereka, maka terlebih dahulu dilakukan informed consent
leh peneliti secara verbal. Subjek penelitian memiliki hak untuk bersedia ma7
upun menolak berpartisipasi dalam penelitian.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner dengan jenis kuesioner
tertutup yang berisi tentang poin-poin sindrom pramenstruasi dan juga
dismenorea.
1. Instrumen untuk mengetahui sindrom pramenstruasi
Kuesioner tentang sindrom pramenstruasi akan diujicobakan pada
sebagian siswi kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur, Kabupaten
Magelang. Untuk dinilai validitas serta reliabilitasnya serta akan direvisi
bila perlu. Instrumen untuk mengumpulkan data sindrom pramenstruasi
digunakan dengan decara responden diminta memilih salah satu dari dua
alternatif jawaban pertanyaan tentang gejala sindrom pramenstruasi yang
dianggap mewakili kondisi menstruasi masing-masing responden.
Tabel 3.1 Kisi-kisi pertanyaan kuesioner sindrom pramenstruasi

53

Indikator
Gejala fisik
Gejala psikologi
Gejala perilaku
Gejala tambahan lainnya
Total Soal
Sumber : Raybund (2001)

Jumlah Item Soal


13
10
5
10
38

2. Instrumen untuk mengetahui dismenorea


Kuesioner untuk dismenore menggunakan kuesioner baku yang dibuat
berdasarkan Andersch dan Milson dalam Badziad (2003) dengan memakai
skala analog visual (SAV). SAV ini merupakan suatu garis horizontal atau
vertikal dengan panjang 10 cm dan menggunakan angka 1-10 untuk
menunjukkan derajat dismenorea skala ini juga disebut sebagai Universal
Pain Assessment Tool.
Tabel 3.2. Kategori dismenorea
Skor Skala

Derajat

Perubahan

SAV
0

Dismenorea
Tidak

Tanpa rasa nyeri, aktifitas sehari-hari tidak

1-3

dismenorea
Dismenorea

terpengaruhi
Nyeri ringan, jarang memerlukan analgetik,

4-6

ringan
Dismenorea

aktifitas sehari-hari jarang terpengaruhi


Nyeri sedang, memerlukan analgetika,

7 - 10

sedang

aktifitas sehari-hari terganggu tetapi jarang

Dismenorea

absen dari sekolah/pekerjaan


Nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang

berat

dengan analgetika, tidak dapat melakukan


kegiatan sehari-hari, timbul keluhan
vegetatif, misalnya nyeri kepala, kelelahan,
mual, muntah dan diare

Sumber : Badziad (2003)


H. Uji Validitas dan Reabilitas
Sebelum

digunakan,

instrumen

premenstruasi

sindrom

tersebut

diujicobakan pada sejunlah siswi di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur


dahulu. Uji coba instrumen ini menggunakan 20 responden, hal ini sesuai

54

dengan pendapat Notoatmodjo (2005) yaitu agar diperoleh distribusi nilai hasil
yang mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba
paling sedikit 20 orang.
Hasil-hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh
mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan
reliabilitas. Kedua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berskala
interval, maka sebelum instrumen benar-benar di berikan pada responden, perlu
diadakan uji validitas dan reabilitas dengan rumus sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Uji validitas diukur dengan menggunakan rumus pearson product
moment. Rumus pearson product moment sebagai berikut:
r

N X

N XY XY
2

NY

Keterangan:
N : jumlah responden
X : pertanyaan nomor ke-x
Y : skor total
XY : skor pertanyaan nomor ke-x dikali skor total
Jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel, maka dinyatakan valid,
demikian sebaliknya (Hidayat, 2007).
2. Uji Reliabilitas
Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas, untuk
alat ukur dismenorea dengan menggunakan rumus Spearman Brown, dengan
rumus:
r11 =

2 . rb
1 + rb

Keterangan :
r11 : koefisien reliabilitas internal seluruh item.
rb

: korelasi product moment antara belahan.


Apabila r11 lebih dari r tabel, maka reliabel. Jika nilai r11 kurang dari

r tabel, maka tidak reliabel (Hidayat, 2007).


I. Teknik Analisis Data

55

Penelitian ini membandingkan gambaran gejala pramenstruasi dan gejala


dismenorea sebelum dilakukan Food Combining dengan setelah dilakukannya
Food Combining, sehingga untuk teknik analisis datanya peneliti menggunakan
Paired sample t-Test. Paired sample t-Test adalah uji t dimana sampel saling
berhubungan antara satu sampel dengan sampel yang lain.

Sampel

berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subyek yang sama namun
mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.

Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan rata-rata antara sample-sampel


yang berpasangan. Langkah-langkah uji t-Test berpasangan yaitu :
1. Menentukan hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan
Ha : ada perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan
2. Menggunakan nilai signifikan / P-Value
Jika nilai signifikan / P-Value > 0,05 ; maka Ho diterima
Jika nilai signifikan / P-Value < 0,05 ; maka Ho ditolak.
3. Menggunakan perbandingan antara t hitung dengan t tabel
Nilai t tabel didapat dari (taraf nyata / tingkat signifikan) dengan derjat
bebas / degree of freedom (df).
Jika t hitung > t tabel ; maka Ho ditolak
Jika t hitung < t tabel ; maka Ho diterima.

You might also like