You are on page 1of 38

Forensik Kematian: Kekerasan Tumpul dan Asfiksia Mekanik

Diedit oleh: Muhamad Azhan Ramli


Mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email: azhanramli@yahoo.com
Pendahuluan
Sesosok mayat dikirimkan ke Bagian kedokteran Forensik FKUI / RSCM oleh sebuah Polsek di
jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putri yang kebetulan
anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat permintaan visum et
repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel tahanan Polsek.
Diketahui tahanan ini bersama dengan 2 tahanan lain yang sudah hampir selama 2 minggu di
dalam sel tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah mayat terdapat
pembengkakan dan memr, pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk dua garis
sejajar. (railway hematoma) dan di daerah paha disekitar kemaluannya tterdapat beberapa luka
bakar berbentuk bundar dengan diameter kira-kira 1 cm. Di ujung penisnya terdapat luka bakar
yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher
dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas. Pemeriksaan bedah
jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis di bawah
selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan darah di kulit leher teta[I sedikit
resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus di
dalam saluran napas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung.
Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengamil beberapa contoh jarinan untuk pemeriksaan
laboratorium.
Keluarga korban datang kedokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian korban, karena
mereka mencurigai adanya tindakan kekerasasn selama di tahanan di Polsek. Merekaa melihat
sendiri adanya memar-memar pada tubuh korban sebelum korban ditemukan meninggal.
Menurut keterangan saksi (2 tahanan yang bersama dengan korban) korban menerima kekerasan
saat menjalani interogasi sehari sebelumnya, dan tidak mengetahui tentang gantung diri. Namun,
hal tersebut disangkal oleh pihak kepolisian. Polisi setempat menbahkan bahwa salah 1 tahanan
yang bersama-sama dengan korban seringkali menangis dan berbicara sendiri tanpa sebab yang
jelas.
Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap para saksi yang bersama dengan korban,
diketahui bahwa seorang dari 2 tahanan mengidap Schizophrenia. Orang tersebut mengaku
1

bahwa dirinya merasa terancam akan dibunuh, setelah mendengar bisikan dan cerita dari salah
seorang polisi.

Gambar 1: Ilustrasi kronologi ringkas terjadinya kasus.

Pembahasan
Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang
mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, ilmu kedokteran forensik berguna untuk
menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul, apa
penyebabnya serta apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Dengan itu, penyebab
korban meninggal dapat dijelaskan serta bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut dan
juga membantu untuk memperkirakan saat kematian dan cara kematian korban. Dalam ilmu
kedokteran forensik, dipelajari tatalaksana mediko-legal, tanatologi, traumatologi, toksikologi,
teknik pemeriksaan dan sebagainya agar dapat dimanfaatkan segala pengetahuan kedokteran
untuk kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat.1
Tanatologi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda tanda kematian dan perubahan yang terjadi
setelah seseorang mati serta faktor yang mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu paling
dasar dan paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan
jenazah (visum et repertum).1

Jenis-Jenis Kematian1,2
2

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatic (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).
a) Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga fungsi sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem
pernafasan yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak didapatkan refleks-refleks,
EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak
pernafasan, dan suara nafas tidak terdengar pada asukultasi.
b) Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada ksaus keracunan obat tidur, tersengat aliran
listrik, dan tenggelam.
c) Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ berbedabeda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Pengetahuan ini penting untuk transplantasi organ.

Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati
seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2
jam pasca mati, dan mengalami mati seluler stelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi
pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropin 1% ke dalam kamera
okuli anterior; pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan
miosis hingga 20 jam pasca mati.

Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara
menyuntikan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih
bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat
ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca
mati.
d) Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sitem pernafasan dan sistem
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.
e) Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya
mati otak maka dapat dikatakan sesorang secara keseluruhan tidak dapat hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Tanda Kematian Tidak Pasti1,2

Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
3

Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan
bokong pada mayat yang terlentang.
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak kea rah tepi retina kemudian menetap.
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air.

Tanda Pasti Kematian1,2

Lebam mayat (livor mortis)

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik
bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide)
pada bagian terbawah tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh
darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini,
lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat
diubah. Memucatnya lebam mayat akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan
atau posisi tubuh dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah
24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat terus mengalir
dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak
perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam
mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga
sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit
perubahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian dan memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam
mayat baru di daerah dada dan perut.
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini
digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi).bila
pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram air, maka warna merah darah
akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
4

Kaku mayat (rigor mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat seluler
masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi
ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut
aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak
terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2
jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kearah dalam
(sentripental). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan
serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka
saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus
dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk
menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.
Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentu kekauan otot yang terjadi
pada saat kematian dan menetap.cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku
mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP ysng
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi serig
terjadi pada masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan
sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda
yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada
kasus bunuh diri.
2. Heat stiffening, yaitu kekuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otototot berwarna merah muda dan kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut
ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, lutut,
membentuk sikap petinju (pugillstic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, penyebab atau cara kematian.
3. Cold stiffening, yaitu kekuan otot tubuh akibat lingkungan dingin sehingga
terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot, shingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es
dalam rongga sendi.
5

Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda
yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S.
kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembapan udara,
bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui untuk
perhungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu akan lebih cepat pada suhu keliling yang
rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang,
tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
Formula Marshall dan Hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian terhadap mayat
telanjang dengan suhu lingkungan 15,5 derajat celcius, yaitu penurunan suhu dengan
kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pad 3 jam pertama pasca mati, 1,1 derajat celcius tiap
jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8 derajat celcius tiap jam pada periode berikutnya.
Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat berpakaian. Penggunaan
formula ini harus dilakukan hati-hati mengingat suhu lingkungan di Indonesia biasanya lebih
tinggi.
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di tempat kejadian perkara. Caranya adalah
dengan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit).
Suhu lingkungan diuur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat
menetap, sedangkan suhu mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam.
Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat celcius
tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna.

Pembusukan (decomposition, putrefaction).

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri.
Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya
dapat dicegah dengan pembusukan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh akan segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian
besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium weichii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S, HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met6

hemoglobin. Secara bertahap warna hijau ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan
bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kuit akan tampak seperti melebar dan
berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terlepas dan membentuk gelembung
berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan
tegangnya perut dan keluarnya cairan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam
jaringan tubuh akan mengkibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan
pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan
jaringan longgar seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju
(pugillstic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat
terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya rambut akan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan
berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah
membengkak dan serng terjulur diantara gigi. Keadaan ini sangat berbeda dengan wajah asli
korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila
mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergeligi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48
jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati di alis
mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir.telur lalat tersebut akan menetas menjadi
larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva
maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dipergunakan untuk memperkirakan saat mati
dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakan telur setelah seseorang meninggal
(dan tidak dapat lagi mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.perubahan
warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus menjadi ungu kecokelatan,
mukosa saluran nafas menjadi kemerahan, ednokardium dan intima pembuluh darah juga
kemerahan akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan
warna cokelat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak dan mudah robek, kemudian
alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling
lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembapan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat juga berperan, mayat
yang terdapat di udara bebas akan lebih cepat membusuk dibandingkan yang terdapat dalam
air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam udara,
7

air dan tanah adalah 1:2:8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk karena hanya
memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya an hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan
menghambat pertumbuhan bakteri.
Traumatologi
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan
berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah terjadinya
diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.1
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:1,2,3

Luka karena kekerasan mekanik : Benda tajam, tumpul dan senjata api
Luka karena kekerasan fisik : Luka karena arus listrik, petir, suhu (tinggi dan rendah),
perubahan tekanan udara, akustik, radiasi.
Luka karena kekerasan kimiawi : Asam dan Basa.

Luka Akibat Benda Tumpul


Luka akibat benda tumpul terjadi akibat benda yang memiliki permukaan tumpul. Faktor -faktor
yang mempengaruhi keparahan benturan:2,3

Usia
Besarnya kekuatan kekerasan
Kondisi benda penyebab (karet, kayu, besi, benda yang datar)
Kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak)
Waktu hantaran energi tumbukan
Luas permukaan objek yang terkena
Kerapuhan pembuluh darah dan kondisi medis tertentu (hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diatesis hemoragik,sirosis, konsumsi obat-obatan tertentu)

Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgar dan masih
tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula halnya dengan orang dengan usia lanjut yang
memiliki lapisan lemak sub kutan yang menipis dan pembuluh darah yang kurang terlindung.1,3
Bila senjata yang digunakan patah pada saat tumbukan dengan objek, maka energi yang
dihasilkan untuk menimbulkan jejas akan semakin kecil karena sebagian energi digunakan untuk
untuk mematahkan senjata yang digunakan. Begitupula, bila tubuh bergerak bersama pukulan
saat tumbukan terjadi akan mengakibatkan peningkatan waktu hantaran energi benturan sehingga
menurunkan dampak tumbukan.3
Dengan jumlah energi yang sama, semakin luas area tumbukan, maka semakin kecil tingkat
keparahan luka. Luasnya area yang terkena dampak tumbukan juga dipengaruhi oleh kondisi
benda penyebab. Sebagai contoh, bila benda yang digunakan adalah benda yang berpermukaan
8

datar seperti papan, maka energi akan berdifusi ke seluruh permukaan benda penyebab sehingga
akan menghasilkan jejas yang lebih ringan daripada permukaan benda yang runcing atau
meruncik (Penulis : Ini sejalan dengan konsep fisika dimana besarnya gaya tekan (P) berbanding
lurus dengan gaya (F), namun berbanding terbalik dengan luas permukaan (A) benda yang
terkena tumbukan).3
Luka yang dapat terjadi:1,2,3
1.
2.
3.
4.

Memar (kontusio, hematom injury)


Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
Luka retak, robek atau koyak (vulnus laseratum)
Fraktur sistem rangka

Namun tetap perlu diperhatkan bahwa jejas yang muncul bisa lebih dari satu kategori luka.
Sebagai contoh luka robek bisa terdapat memar disekitarnya. Jadi, sangat diperlukan ketelitian
dalam analisa luka.
1. Luka Memar (Kontusio)
Merupakan perdarahan di daerah jaringan lunak bawah kulit yang muncul karena ruptur
pembuluh darah baik kapiler maupun vena yang diakibatkan oleh trauma / benturan dengan
benda tumpul seperti pukulan dengan tangan, jatuh pada permukaan yang datar , cedera akibat
senjata tumpul, dan lain-lain. Pada jenis luka ini, terjadi ektravasasi pembuluh darah dan
mngakibatkan darah merembes ke jaringan di sekitarnya. Permukaan kulit utuh dan biasanya
terjadi kerusakan pada jaringan di bawah kulit. Luka memar kadangkala memberikan gambaran
bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas beban yang sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi
(Marginal Haemorrhage).
Memar pada suatu tempat tidak selalu mengindikasikan lokasi terjadinya trauma karena
perdarahan akan mengalir ke jaringan yang lebih longgar dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Misalnya, kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra. Juga kekerasan
benda tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom pada sisi luar tungkai
bawah.
Memar yang dalam mungkin tidak bisa terlihat melalui pemeriksaan luar sehingga kadang
dibutuhkan insisi jaringan lunak untuk memastikan ada/tidaknya memar. Memar juga sulit dinilai
pada orang berkulit hitam.
Kontusio tidak hanya terjadi di kulit namun juga dapat terjadi pada organ dalam seperti paruparu, jantung, otak, dan otot. Bahkan kadang memar tidak bisa terlihat kecuali beberapa jam
setelah korban meninggal. Memar pada kulit kepala sering tidak terlihat kecuali jika ada
pembengkakan.

Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat
timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah sampai 4-5
hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan
akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan tersebut berlangsung mulai dari tepi dan
waktunya dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan, kedalaman jejas, warna kulit, dan
berbagai faktor lainnya. Sehingga tidak ada standar baku untuk menentukan waktu perlukaan
berdasarkan perubahan warna.
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakkan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari
lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis pascamati)
darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat dan sehingga bila dialiri air,
penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang sayatan akan
tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi, harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi
ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.
2. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis berupa robeknya jaringan yang bersentuhan
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian kecelakaan
lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan
bersentuhan dengan kulit. Luka bersifat superfisial yang terbatas hanya pada lapisan kulit yang
paling luar / kulit ari epidermis.
Ciri-Ciri Luka Robek:

Umumnya tidak beraturan


Tepi atau dinding tidak rata
Tampak jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka
Bentuk dasar luka tidak beraturan
Ujung luka tidak runcing
Akar rambut tampak hancur atau tercabut
Sering didapatkan luka lecet atau memar di sisi luka

Pembagian Luka Lecet:

Luka lecet gores (Scratch)


Luka lecet gesek / serut (graze)
Luka lecet tekanan (impression,impact abrasion)
Luka lecet geser (friction abrasion)

2.1. Luka Lecet Gores (Scratch)


Luka lecet gores merupakan luka lecet yang diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku
jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya
10

dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan
yang terjadi.
2.2. Luka Lecet Gesek / Serut (Graze)
Variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar.
Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
2.3. Luka Lecet Tekan
Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah
jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan
benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang
mempunyai bentuk khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Luka
akibat gigitan (bite-mark) sering juga diklasifikasikan sebagai luka akibat kekerasan benda
setengah tajam.
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan
warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.
2.4. Luka Lecet Geser
Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya
pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa
hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera pasca mati.
3. Luka Robek
Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan kulit teregang ke satu
arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini
mempunyai ciri:3

Bentuk luka yang umumnya tidak beraturan


Tepi atau dinding tidak rata
Tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka
Bentuk dasar luka tidak beraturan
Sering tampak luka lecet atau luka memar di sekitar luka.

4. Fraktur
Fraktur pada daerah mandibula, maxilla, zygoma, dan arkus zygomaticus oleh karena tindak
kekerasan maupun karena kecelakaan lalu lintas. Semuanya bisa hancur sekaligus hanya dalam
satu kali tumbukan. Fraktur maxilla biasanya dikaegorikan menjadi 4 macam : Fraktur
11

Dentoalveolar, Fraktur Lefort I, Fraktur Le Fort II, Fraktur Le Fort III, Fraktur Sagital. Fraktur
juga dapat terjadi pada tulang-tulang ekstremitas baik karena tumbukan langsung maupun
tumbukan tidak langsung.
Cedera pada leher (Whiplash Injury) dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang ditabrak dari
belakang. Penumpang akan mengalami percepatan mendadak, sehingga terjadi hiperekstensi
kepala yang disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas tulang leher keempat
dan kelima yang membahayakan susmsum tulang belakang. Kerusakan pada medula oblongata
dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat
duduk.
Asfiksia
Asfiksia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang, disertai dengan peningkatan karbon
dioksida (hiperkapnea). Dan dengan demikian, organ tubuh menjadi kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) sehingga terjadi kematian.
Asfiksia dapat dibagi kepada:1
1.
2.
3.
4.

Asfiksia mekanik
Asfiksia kimia (keracunan)
Asfiksia alamiah
Asfiksia environmental

Asfiksia akibat mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara terhalang memasuki saluran
napas oleh kerkerasan yang bersifat mekanik, misalnya:
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:1
a.Pembekapan (smothering)
b.Penyumbatan (Gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernapasan:1
a.Penjeratan (strangulation)
b.Pencekikan (manual strangulation, throttling)
c.Gantung (hanging)
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase,
yaitu:1

12

1. Fasa dispnea: penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam
plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata, sehingga amplitude
pernapasan akan menjadi tinggi, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak
tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fasa konvulsi: Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap
susunan saraf pusat sehingga terjadinya konvulsi, yang mula-mula berupa kejang klonik
tetapi kemudia kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami
dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan
paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan 02.
3. Fasa Apnea: Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan
dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter, dapat terjadi
pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja
4. Fasa akhir:Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa
saat setelah pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul hingga terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 4-5 minit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat
penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda
asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Secara patologi, berikut merupakan perubahan yang dapat terjadi:4
1. Kapiler akan berdilatasi sebagai respons hipoksia dan anoksia. Ini seterusnya akan
menyebabkan stagnasi darah dalam kapiler dan venules sehingga terjadi pembesaran
capillovenous.
2. Cedera pada dinding kapiler akan menyebabkan perdarahan petechie pada jaringan.
3. Sianosis
4. Oedem pada kapiler
5. Darah menjadi encer post mortem
6. Dilatasi cardiac
Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat akfiksia adalah:1
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, kerana fibrinolisin darah yang meningkat
pasca mati.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.

13

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan kekerasan, seperti
fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang
rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis)
Pembekapan (Smothering)5
Pembekapan merupakan penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan kematian akibat asfiksia.
Gagging and Choking4
Pada keadaan ini, terjadi sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang mengkibatkan hambatan
udara untuk masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan terdapat dlm orofaring, sedangkan
pada choking sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring. Mekanisme kematian yang
mungkin terjadi adalah asfiksia atau reflex vagal akibat rangsangan pada reseptoe nervus vagus
di arkus faring, yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan
kematian.
Pencekikan (Manual Strangulation)5
Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding saluran napas
bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan tidak
dapat lewat. Mekanisme kematian terbagi kepada 2:
1. Asfiksia
2. Refleks vagal terjadi akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus pada crpus caroticus
(carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna. Reflex vagal ini jarang
sekali terjadi.
Penjeratan (Ligature Strangulation)6
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel
dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
pernapasan tertutup. Berbeda dengan gantung diri, yang biasanya merupakan suicide maka
penjeratan biasanya adalah pembunuhan, kecuali akibat autoerotic asphyxiation. Mekanisme
penjeratan adalah akibat asfiksia atau reflex vasovagal.

Suicidal Strangulation6

Bunuh diri secara strangulasi sangat jarang terjadi. Terdapat beberapa jenis cara yang dilakukan
korban untuk membunuh diri. Yang tersering dilakukan adalah dengan mengikat tali seperti
tourniket pada leher dengan bantuan tuas. Dapat juga berupa strangulasi dimana korban

14

mengikat tali pada batang leher dan ujung talinya di ikat pada satu titik seperti pohon sama
seperti pada kasus.
Pada strangulasi suicidal ini, dapat dilihat tanda congesti vena diatas dari jejas jerat dan sangat
jelas terlihat pada pangkal lidah (root of tongue). Ini adalah disebabkan oleh kuatnya jerat melilit
leher walaupun setelah mati sehingga meghalang drainase darah sewaktu post mortem. Cedera
juga tidak berat dikarenakan kurang daya (less force) yang digunakan untuk membunuh diri.
Dalam semua kasus suicidal strangulation, jerat harus ditemukan in situ dan tiada cedera
defensive pada korban serta tiada tanda pergelutan pada TKP.

Homicidal Strangulation6

Strangulasi adalah penyebab tersering dalam kasus pembunuhan. Dalam kasus strangulasi ini,
dapat dilihat abrasi pada kulit akibat pergerakan jerat pada kulit. Dapat juga dilihat jejas kuku
(fingernail marks) samada dari korban yang mencoba melepaskan jerat atau dari pelaku yang
mencuba menghalang leher dari bergerak atau juga akibat pencekikan. Jejas jerat dapat meliliti
seluruh batang leher atau hanya dapat dilihat pada bagian depan leher sahaja. Ini merupakan
indikasi bahawa jerat tersebut ditarik dari belakang. Jejas juga dapat sloping ke atas jika jerat
ditarik keatas (pelaku lebih tinggi dari leher korban saat penjeratan). Seringkali, tanda pergelutan
dapat dilihat samada pada TKP atau dari baju korban.
Pada strangulasi homicidal, pelaku seing menggunakan daya (force) yang berlebihan
sehinggakan dapat dilihat cedera pada otot leher bagian dalam. Jejas jerat pada strangulasi yang
dilakukan post mortem tidak menimbulkan memar, hanya jejas (grooved impression) atau abrasi
berwarna kuning atau coklat.
Gantung (Hanging)6
Kasus gantung hamper sama dengan penjeratan. Perbedaanya terdapat pada asal tenaga yang
dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut dating dari luar,
sedangkan pada kasus gantung, tenaga tersebut dating dari berat badan korban sendiri, meskipun
tidak perlu seluruh berat badan digunakan.

Pemeriksaan Autopsi Forensik


Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian
serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.7,8
Autopsi Medikolegal
15

Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu
sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Autopsi
ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara.
Tujuan dari autopsi medikolegal adalah :

Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian
Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab dan pelaku kejahatan.
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum.

Autopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan
suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari
pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi medikolegal :
1.
2.
3.
4.

Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.


Autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.
Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk autopsi.
Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai autopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada
kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi.9
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal adalah:8,9
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan, termasuk
surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat
tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk autopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

Timbangan besar untuk menimbang mayat.

Timbangan kecil untuk menimbang organ.

Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
16

Guntung, berujung runcing dan tumpul.


Pinset anatomi dan bedah.
Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
Gelas takar 1 liter.
Pahat.
Palu.
Meteran.
Jarum dan benang.
Sarung tangan
Baskom dan ember
Air yang mengalir

5. Mempersiapkan format autopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan
laporan autopsi.

A. Pemeriksaan Luar8,9
Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah :
1. Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat.
Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi
label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah,
harus tetap ada pada tubuh mayaari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
2. Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari
yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil,
bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan
tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya
bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
3. Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial
pada benda perhiasan tersebut.
4. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan.
5. Mencatat perubahan tanatologi :
i.
Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
17

ii.
iii.
iv.
v.

Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
Pembusukan
Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

6. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
7. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
8. Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus
diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya,
paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
9. Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar,
bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil,
bandingkan kiri dan kanan.
10. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
11. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk
jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
12. Pemeriksaan leher
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
13. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.
Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
18

14. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,


edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
15. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam
luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis
dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis
tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis
mendatar melalui pusat.
16. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

B. Pemeriksaan Dalam8,9
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian
tidak perlu melingkari pusat.
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan
yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang
susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabuabuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.
Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa
merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

19

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa
dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Insisi pada
masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
1. Dada :
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan cara
pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang
rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari
tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri
kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan,
darah, pus atau cairan lain kemudian diukur. Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan
dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang
rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi
sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang
untuk sendi yang lainnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc
dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan
diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan
serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.
2. Perut :
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum diikat
ganda kemudian dipotong. Limpa pula dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan
parenkim, folikel, dan septa.
i. Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan dipotong.
Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat,
anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu. Esofagus dibuka
terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu
penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian
dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu
dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu. Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila
Vater ke pancreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Pada
hati perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus
halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
ii. Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine

20

Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral dapat
diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan
sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari
telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang
rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari
telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking
dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine
dipotong sejauh dekat diafragma pelvis. Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan
irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine,
kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang
dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan
demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,
konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.
3. Leher :
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit.
Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang
lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
4. Kepala :
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau
menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian
dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan
tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji.
Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan saraf
dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang
tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam.
Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris
transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya
edema, kontusio, laserasi serebri.
Mekanisme kematian
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu :
1.

Asfiksia

Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang paling
sering.
21

2.

Iskemia Serebral

Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi arteri)
yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan gambaran
rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
3.

Syok Vasovagal

Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.
Cara kematian pada kasus jerat
Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:
1.

Pembunuhan (paling sering).

Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadian
infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati
(zaman dahulu).
2.

Kecelakaan

Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yang
terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi
penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau
3.

Bunuh diri.

Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan
tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan
leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut
Gambaran Post Mortem Penjeratan
1.

Pemeriksaan Luar Jenazah

Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:


a.

Tanda Penjeratan Pada Leher

- Tanda penjeratan jelas dan dalam. Semakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin jelas dan
dalam
- Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal
Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur jerat biasa disertai luka lecet atau luka
memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha membuka jeratan tersebut.
22

- Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan mengkilat
- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah telinga,tampak daerah
segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tandatanda abrasif.Jumlah tanda penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas
penjeratan. Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering
ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
c. Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
2.

Pemeriksaan Dalam Jenazah

Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :


a.

Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.

b.

Tanda-tanda Asfiksia

Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,


Terdapat buih halus di mulut
Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.

c.

Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot

d.

Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering
dihubungkan dengan tindak kekerasan.

e.

Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.

f.

Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat

Simpul

Kasus Gantung

Kasus Jerat

(bunuh diri)

(pembunuhan)

Simpul hidup

Simpul mati

Simpul

dapat

dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui


23

melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat)


kuat)
Jumlah lilitan penjerat

Bisa lebih dari 1 lilitan


Serong ke atas

Arah
Jarak titik
simpul

tumpu-

Mendatar/horizontal

Jauh
Berbentuk
terputus)

Biasanya 1 buah lilitan

Dekat
v

(lingkaran

Berbentuk lingkaran penuh

Lokasi jejas

Lebih tinggi

Lebih rendah

Jejas jerat

Meninggi ke arah simpul

Mendatar

Luka perlawanan

Luka lain-lain

Biasanya ada, mungkin Ada, sering di daerah leher


terdapat luka percobaan lain

Karakteristik simpul

Jejas simpul jarang terlihat

Terlihat jejas simpul

Simpul hidup

Simpul

Simpul dapat dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui


melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat)
kuat)

Lebam mayat

Pada bagian bawah tubuh

Tergantung posisi tubuh korban

Lokasi

Tersembunyi

Bervariasi

Kondisi

Teratur

Tidak teratur

Pakaian

Rapi dan baik

Tidak teratur, robek

Ruangan

Terkunci dari dalam

Tidak teratur, terkunci dari luar

A.

Pemeriksaan Luka Akibat Kekerasan10

Autopsi pada Kasus Kematian Akibat Pembunuhan Menggunakan Kekerasan


Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus mengungkapkan hal-hal
seperti:
24

a)

Penyebab luka

- Memeperhatikan morfologi luka yang sringkali member petunjuk tentang benda yang mengenai
tubuh.
b)

Arah kekerasan

- Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting untuk
rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh, perlu ditentukan arah
serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.
c)

Cara terjadinya luka

- Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka akibat
pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka atau daerah tertutup
seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali juga ditemukan luka tangkis pada
korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka lebih ditemukan di daerah yang terbuka disbanding
daerah tertutup. Pada korban bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka percobaan atau
tentative wounds yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar. 12
d)

Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati

- Pada korban kekerasan harus dibuktikan bahwa kematian terjadi semata-mata akibat kekerasan
yang menyebabkan luka. Harus juga dipastikan luka yang ditemukan adalah luka intravital yaitu
yang terjadi sewaktu korban masih hidup. Tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan
terhadap luka seperti resapan darah, proses penyembuhan luka, sebukan sel radang dan lain-lain
perlu diperhatikan.
e)

Pemeriksaan intravital (perlukaan yang terjadi saat korban masih hidpu atau sesudah
mati)

- Pada bagian luka, sedikit jaringan diambil kemudian dibuat preparat supaya dapat dilihat
dengan mikroskop. Dengan menggunakan mikroskopik, akan terlihat :

Perlukaan intravital positif : adanya reaksi radang pada luka


Perlukaan intravital negatif : tidak adannya reaksi radang pada luka.

Reaksi radang itu adalah apabila sel darah merah didapati menyebar, sebukan sel radang akut
atau polimonuclear terdapat pada jaringan. Selain itu didapati jugak migrasi sel perisit dari
dinding kapiler ke jaringan sekitar/parenkim dengan perwarnaan Toludine Blue.
Kematian akibat pembunuhan menggunakan kekerasan
Pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tumpul dapat menimbulkan luka berbentuk luka
memar, luka lecet maupun luka robek. Perlu juga diperhatikan adanya atau luka tangkis.
25

Aspek Hukum
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia

Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.11

Pasal 90 KUHP

Luka berat berarti:


- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindra;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 338 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 339 KUHP

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.11

Pasal 340 KUHP


26

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.2

Pasal 351 KUHP

1) Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama7 tahun.
4) Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP

1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 354 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP

1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15tahun.

Aspek Medikolegal
27

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.12
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.12
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.12
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.

Pasal 179 KUHAP

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP


28

1) Alat bukti yang sah adalah:


-

Keterangan saksi

Keterangan ahli

Surat

Pertunjuk

Keterangan terdakwa

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan
bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu
dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana
tersebut pada ayat (2)
Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan
tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah sepertiga.
29

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan


mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Rahasia Jabatan dan Pembuatan Ska/ V Et R


Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter
Saya bersumpah/ berjanji bahwa:
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan
martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter.dst.
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.

Pasal 2 PP No 10/1966
30

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan
lain.

Pasal 3 PP No 10/1966

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan
atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10/1966

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 322 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.

Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Bedah Mayat Klinis, Anatomis Dan Transplantasi

31

Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Pasal 2 PP No 18/1981

Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam
tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke rumah sakit.

Pasal 14 PP No 18/1981

Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari
korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang
terdekat.

Pasal 17 PP No 18/1981

Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18 PP No 18/1981

Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke
dan dari luar negeri.

Pasal 19 PP No 18/1981

Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan pasal 18 tidak berlaku untuk keperluan
penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 70 UU Kesehatan

(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

KESIMPULAN
Laporan Hasil Pemeriksaan
Temuan pada Kasus
32

Mayat laki-laki:
1.

Pemeriksaan Luar

Gantung diri di dalam sel tahanan polsek

Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar

Punggungnya ada beberapa memar bentuk dua garis sejajar (railway hematoma)

Di paha sekitar kemaluan ada luka bakar bentuk bundar ukuran diameter kira-kira 1 cm

Di ujung penis ada luka bakar sesuai jejas listrik

Jejas jerat melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut
keatas

2.

Pemeriksaan Dalam

Resapan darah luas di kulit kepala

Perdarahan tipis dibawah selaput keras otak

Sembab otak besar

Tidak ada resapan darah di kulit leher

Sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri

Patah ujung rawan gondok sisi kiri

Sedikit busa halus di dalam saluran napas

Sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung

Tidak ada patah tulang

Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun
bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk
kepentingan peradilan. Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis
yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan
peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya. Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:
33

1. Kata Pro justita menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan.
Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan
sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
2. Bagian Pendahuluan bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum dan
istitusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat
permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. Dokter
tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan
urainan identitas yang ditulis dalam dalam surat permintaan visum et repertum. Bila tidak
terdapat ketidaksesuaian identiras korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau
pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasannya dari penyidik
3. Bagian Pemberitaan bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaaan dan berisi hasil pemeriksaan
medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya,
tindakan medik yang dilakukan serta keadaan selesai pengobatan atau perawatan. Bila korban
meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan
dengan perkara dan matinya orang tersebut. Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan
pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan / sebab kematian yang berkaitan
dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak
berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap
tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan bagian ini berjudul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter
berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cidera yang ditemukan dan jenis kekerasan
atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya.
5. Bagian Penutup berisikan kalimat baku Demikianlah visum et repertum ini saya buat
dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan
kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medis:
Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan
pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau
institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas
kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan
rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.

Interpretasi Temuan
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

34

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Jl. Salemba Raya 6 telp 3106197, Fax 3154626 Jakarta 10430
Nomor : 3456-SK.III/2345/2-95
Lamp : Satu sampul tersegel
Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan Atas jenasah Tn. X
12 Disember 2015
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, Sodnardi, dokter ahli kedokteran forensik pada Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, menerangkan bahwa
atas
permintaan
tertulis
dari
Kepolisian
Resort
Polisi
Jakarta
Selatan
No.Pol.B/789/VR/XII/95/Serse tertanggal 12 Desember 2015, maka pada tanggal tiga belas
desember tahun dua ribu lima belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia
Bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenasah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah melakukan pemeriksaan atas jenasah yang menurut surat permintaan
tersebut adalah :
Nama

:X

Jenis kelamin : Laki-laki


Umur

: 37 tahun

Agama

:-

Pekerjaan

:-

Alamat

:-

Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan material
lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.
Hasil pemeriksaan:
1.

Pemeriksaan Luar
1.

Mayat tidak terbungkus

2.

Mayat berpakain sebagai berikut:


35

3.

a.

Pakaian dalam.....

b.

Pakaian tahanan berwarna biru tua, berukuran....

c.

Celana pendek bahan berwarna biru tua dengan terdapat bekas terbakar ...

d.

Celana dalam polos.....

Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut:


a.

Pada wajah terdapat pembengkakan dan memar

b.

Pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk dua garis sejajar


(railway hematome)

c.

Pada daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar


berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter

d.

Pada ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listik

e.

Terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah
kiri belakang membentuk sudut ke atas
f.

2.

Tidak terdapat patah tulang.

Pemeriksaan Dalam
a.

Ditemukan resapan darah yang luas di kulit kepala

b.

Perdarahan yang tipis dibawah selaput keras otak, sembab otak besar

c.

Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot
leher sisi kiri dan patah ujung rawan gongok sisi kiri

d.

Sedikit busa halus di dalam saluran napas

e.

Sedikit bintik-bintik perdarahan dipermukaan kedua paru dan jantung.

Kesimpulan
Korban diperkirakan meninggal duapuluh empat jam yang lalu, setelah dilakukan pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda kekerasan benda tumpul seperti: pada bagian wajah didapatkan memar
dan bengkak menunjukkan hasil pemukulan, pada punggung didapatkan railway hematome
menunjukan adanya pemukulan dari benda yang panjangnya kurang lebih 30 cm, resapan darah
36

dikepala karena terdapat kekerasan benda tumpul dikepala. Pada paha dan sekitar kemaluan
ditemukan luka bakar berbentuk bundar dengan diameter kira-kira 1 cm diduga akibat sudutan
rokok. Pada ujung penis ditemukan bakar sesuai dengan jejas listrik diduga karena stuntgun.
Adanya patah tulang pada leher menunjukan bahwa terdapat tanda kekerasan tumpul di leher
berupa pencekikan. Sebab kematian adalah adanya pendarahan di otak dan kekerasan tumpul di
leher hingga penyebabkan asfiksia pada korban. Demikianlah saya uraikan dengan sebenarbenarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan
KUHAP.
Dokter yang memeriksa,
Dr.

Daftar Pustaka
1.
Budiyanto.A, Widiaktama.W, Sudionoa.S, Hertian.S, Sempurna.B, et al. Ilmu Kedokteran
Forensik. Edisi Pertama cetakan kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta:1997, hal 3, 5, 8, 25-35, 44-48
2.
Achmad, Djumadi. Bagian Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Makassar:
Penerbit buku FK Unhas; 2010.
3.
Di Maio, Vincent J, Dominick Di Maio. Forensic pathology second edition. New York:
CRC Press; 2001. p. 89-224
4.
James J.P., Byard R., Corey T., Henderson C.. Asphyxia. Encyclopedia of Forensic and
Legal Medicine. Vol 1.1st ed. Elsevier Publication. 2004. p151-157

37

5.
Rao.
D.
Asphyxia.
Forensic
Pathology.
http://forensicpathologyonline.com/E-Book/asphyxia. 12 Desember 2015

Diunduh

dari

6.
Rao.
D.
Asphyxia.
Forensic
Pathology.
Diunduh
dari
http://forensicpathologyonline.com/e-book/asphyxia/ligature-strangulation. 12 Desember 2015
7.
Identifikasi forensik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran
Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta:2001.pg 204-6.
8.
Teknik Autopsi Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia.
Jakarta: 2001
9.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 187-9.
10.
Traumatologi. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK
Uni. Indonesia. Jakarta:2001.pg 42-4.
11.
Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia. Peraturan Perundangan-Undangan Bidang
Kedokteran. Edisi pertama. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta:1994.pg 378.
3.
Prosedur medikolegal. Peraturan Perundangan-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi
pertama. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta:1994.pg 11-20.

38

You might also like