You are on page 1of 12

Faktor bayi

1. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif


Menurut WHO (2006), definisi ASI eksklusif adalah bayi hanya menerima ASI
dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan
atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin, suplemen mineral atau obat.
ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan
setelah 6 bulan berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau
lebih. ASI mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan,
ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan
kehidupan selanjutnya. Pencapaian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Pada tahun
2010, cakupan pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan di Indonesia sebesar 31,0%
(Riskesdas, 2010). Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI selama 6
bulan pertama kelahiran bayi dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para ibu mengenai nilai nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI
(Prasetyono, 2009). 28-33. Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat
menggangu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi.
Tidak ada bukti yang memperlihatkan bahwa pemberian makanan padat atau tambahan
pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. (Roesli, 2000). Rendahnya asupan gizi
pada bayi yang lahir normal juga berkontribusi terhadap stunting. Stunting sangat erat
kaitannya dengan pola pemberian makanan terutama pada 2 tahun pertama kehidupan,
yaitu ASI dan MP-ASI. Pola pemberian makanan dapat mempengaruhi kualitas konsumsi
makanan balita, sehingga dapat mempengaruhi status gizi balita. Pemberian ASI yang
kurang dari 6 bulan dan MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting karena
saluran pencernaan bayi belum sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi
seperti diare dan ISPA.9, 22, 25-27
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. ASI akan mencegah malnutrisi karena
ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi dengan tepat, mudah digunakan
secara efisien oleh tubuh bayi terhadap infeksi. Selama tahun pertama kehidupannya,
sistem kekebalan belum sepenuhnya berkembang dan tidak bisa melawan infeksi seperti
halnya anak yang lebih besar atau orang dewasa, oleh karena itu zat kekebalan yang

terkandung dalam ASI sangat berguna. ASI mengandung zat gizi yang tidak terdapat
dalam susu formula. ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk
tumbuh kembangnya, serta antibodi yang bisa membantu bayi membangun sistem
kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Komposisi zat dalam ASI antara lain
88,1% air, 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa, serta 0,2% zat lainnya yang berupa
DHA, DAA, shpynogelin, dan zat gizi lainnya. ASI pertama yang diberikan kepada bayi,
yang disebut dengan kolostrum, banyak mengandung zat kekebalan terutama IgA
(Immunoglobin

A)

yang

berfungsi

melindungi

bayi

dari

penyakit

infeksi.

Immunoglobulin A (IgA) adalah zat imun yangpaling banyak terdapat dalam kolostrum.
Zat imun ini membentuk benteng pertahanan di tempat yang paling berisiko diserang
kuman, yaitu selaput lendir pada paru-paru, tenggorokan, dan usus. Pada usia 6 bulan
pertama, seharusnya bayi hanya diberikan ASI (Air Susu Ibu) atau dikenal dengan
sebutan ASI eksklusif.
Hasil penelitian Wahyuningrum (2007), menyatakan bahwa pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada
Balitanya. Selain itu, kebiasaan para ibu yang bekerja, terutama di perkotaan, juga turut
mendukung rendahnya tingkat menyusui. Balita yang tidak diberikan ASI mempunyai
risiko 2 kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan Balita yang diberikan ASI.
2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting dalam proses
pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30 % anak dibawah lima tahun yang mengalami stunting
merupakan konsekuensi dari praktek pemberian makanan yang buruk dan infeksi berulang.
Ketika ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, makanan pendamping ASI harus
diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan balita selama periode umur 18-24 bulan,
dimana masa tersebut merupakan masa yang rentan bagi bayi dan balita untuk mudah terserang
berbagai macam penyakit dan periode dimana keadaan malnutrisi mulai terjadi. Meskipun bayi
mendapatkan ASi dari ibu secara optimal, namun jika setelah berusia 6 bulan tidak mendapatkan
makanan pendamping yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas, anak-anak akan tetap

mengalami stunting. Diperkirakan sekitar 6 % atau 600 ribu kematian anak dibawah lima tahun
dapat dicegah dengan memastikan bahwa anak-anak tersebut diberi makanan pendamping secara
optimal.11,12 Pemberian makanan pendamping ASI harus diberikan tepat pada waktunya, artinya
adalah bahwa semua bayi harus mulai menerima makanan pendamping sebagai tambahan ASI
mulai dari usia 6 bulan keatas dan diberikan dalam jumlah yang cukup, artinya makanan
pendamping harus diberikan dalam jumlah, frekuensi, konsistensi yang cukup serta jenis
makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama masa pertumbuhan. 11 WHO
merekomendasikan bayi mulai menerima makanan pendamping pada usia 6 bulan. Pada awal
pemberian makanan pendamping, makanan pendamping diberikan 2-3 kali sehari selama usia 68 bulan, kemudian meningkat menjadi 3-4 kali sehari selama usia 9-11 bulan dan pada usia 1224 bulan dapat diberikan makanan ringan sebagai selingan makanan utama.11

3. Riwayat Imunisasi

Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif yang dapat
merangsang pembentukan imunitas antibodi dari sistem imun di dalam tubuh. Imunisasi
merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah terjangkitnya penyakit
infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemberian imunisasi biasanya dalam bentuk
vaksin. Vaksin merangsang tubuh untuk membentuk sistem kekebalan yang digunakan untuk
melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi vaksin atau imunisasi, tubuh akan
terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan dalam jumlah yang
sedikit dan aman. Kemudian sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus atau bakteri yang
telah dimasukkan dan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut ketika
menyerang tubuh kita di kemudian hari .13

Seseorang dapat menderita penyakit infeksi sebagai

akibat dari interaksi antara pejamu yaitu orang yang diserang penyakit, agent yakni penyebab
penyakit, dapat bersifat ganas atau tidak, dan lingkungan yang menyokong terjadinya penyakit.
Apabila salah satu komponen dominan melemah maka infeksi akan terjadi. Dalam upaya
pencegahan, kita dapat mengendalikan faktor pejamu. Melalui imunisasi dapat diupayakan
mempertinggi kekebalan pejamu terhadap penyakit tertentu sehingga dapat melawan
mikroorganisme penyebab penyakit, tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu. Mengingat

pemberian antibiotik tidak menyelesaikan semua masalah penyakit infeksi, maka lebih bijak
apabila kita dapat mencegah terjangkitnya penyakit infeksi.
Tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kematian bayi akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti tetanus, difteri, batuk rejan, cacar dan
campak. Sebagaimana diungkapkan dalam SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun
1992 bahwa penyebab utama kematian bayi adalah karena tetanus neonatorum (9,8 %), bersama
dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi lainnya seperti difteri, batuk rejan dan
campak, angka ini menjadi 13 % atau sekitar 34.690 bayi setiap tahunnya meninggal. Angka
angka ini belum termasuk anakanak yang sembuh tetapi meninggalkan cacat seumur hidup,
sehingga menjadi beban keluarga dan masyarakat.
Kegiatan imunisasi ini telah berhasil membasmi penyakit cacar, dibuktikan
dengan Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO (World Health Organization) pada tahun
1974 dan kemudian seluruh dunia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1978. Berdasarkan buktibukti tersebut, secara bertahap dikembangkan program imunisasi untuk mencegah penyakit
menular yang terutama menyerang bayi dan anak.33
4. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Berat bayi lahir rendah (BBLR) diartikan sebagai berat bayi ketika lahir kurang dari 2500 gram
dengan batas atas 2499 gram. (WHO). Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR
terutama yang berkaitan dengan ibu selama masa kehamilan. Berat badan ibu kurang dari 50 kg,
keluarga yang tidak harmonis termasuk didalamnya adalah kekerasan dalam rumah tangga dan
tidak adanya. dukungan dari keluarga selama masa kehamilan, gizi ibu buruk terutama selama
masa kehamilan, kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg, infeksi kronik,
tekanan darah tinggi selama kehamilan, kadar gula darah ibu tinggi selama kehamilan, merokok,
alcohol, dan genetic merupakan beberapa faktor penyebab
bayi yang dilahirkan BBLR.17 Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang banyak terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang. Diperkirakan 15 %
dari seluruh bayi yang dilahirkan merupakan bayi dengan berat lahir rendah. Berat bayi lahir
rendah erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan bayi, penghambat
pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit kronik ketika menginjak usia dewasa

seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan jantung . 14Berat bayi lahir rendah merupakan salah satu
faktor yang berkontribusi terhadap kematian, kesakitan, dan kejadian malnutrisi pada bayi.
Setiap tahun sekitar 21 juta bayi dengan berat lahir rendah dilahirkan. Persentase bayi yang
dilahirkan dengan berat lahir rendah sebesar 28% di Asia Selatan, 14-15 % di Afrika Sub-sahara,
Afrika Utara dan Timur Tengah, dan 7-9 % di Amerika Selatan, Kepulauan Karibia, Asia Timur,
dan Negara-negara industri (Facts forFeeding, 2006). Menurut Depkes RI tahun 2001, untuk di
Indonesia sendiri belum mempunyai angka untuk BBLR, proporsi BBLR ditentukan berdasarkan
estimasi yang sifatnya sangat kasar yaitu berkisar antara 7-14 % selama periode 1999- 2000. Jika
proporsi ibu hamil adalah 2,5 % dari total penduduk maka setiap tahun diperkirakan 355.000710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR.

5. Asupan Makanan (Konsumsi Energi dan Protein)

Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang terkandung didalam
makanan yang dimakan. Dikenal dua jenis nutrisi yaitu makronutrisi dan mikronutrisi.
Makronutrisi merupakan nutrisi yang menyediakan kalori atau energi, diperlukan untuk
pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuh lainnya. Makronutrisi ini diperlukan tubuh dalam
jumlah yang besar, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi (zat gizi) merupakan
bagian yang penting dari kesehatan dan pertumbuhan. Nutrisi yang baik berhubungan dengan
peningkatan kesehatan bayi, anak-anak, dan ibu, sistem kekebalan yang kuat, kehamilan dan
kelahiran yang aman, resiko rendah terhadap penyakit tidak menular seperti diabetes dan
penyakit jantung, dan umur yang lebih panjang. 11 Tanpa nutrisi yang baik akan mempercepat
terjadinya stunting selama usia 6-18 bulan, ketika seorang anak berada pada masa pertumbuhan
yang cepat dan perkembangan otak hampir mencapai 90 % dari ukuran otak ketika anak tersebut
dewasa. Periode-periode ini merupakan periode dimana mulai diperkenalkannya makanan
pendamping ASI.15

5.1 Variasi makanan


Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua aktivitas manusia.
Adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak menghasilkan energi pada tubuh
manusia. Maka daripada itu, agar manusia tercukupi energinya dibutuhkan makanan yang
masuk ke dalam tubuh secara adekuat. Asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama total
energi yaitu protein, karbohidrat, lemak dan zat gizi mikro berhubungan dengan defisit
fisik dan kognitif pada anak sekolah.18
Kecukupan total makanan yang dikonsumsi merupakan penentu utama
pertumbuhan. Hal ini karena sebagian nutrisi dapat didistribusikan secara luas melalui
berbagai jenis makanan. Makanan yang memadai dari segi kuantitas sangat penting
karena energi yang disediakan di dalamnya dan berbagai jenis makanan dapat menjadi
substitusi satu sama lain untuk menghasilkan energi. Pemeliharaan energi digunakan
dalam metabolisme basal.18
Perbaikan berarti energi yang digunakan untuk mengembalikan sel, jaringan atau
sistem setelah adanya penyakit atau kerusakan di luar hal tersebut. Setelah persyaratan
tersebut terpenuhi, energi yang masih tersisa dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Asupan protein yang adekuat merupakan hal penting karena terdapat 9 asam amino yang
telah diklaim penting untuk pertumbuhan dan tidak adanya satu saja asam amino tersebut
akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Kekurangan zat gizi protein merupakan
faktor utama dalam kondisi yang dikenal dengan sebutan kwashiorkor, dimana akan ada
keterlambatan pertumbuhan dan pematangan tulang. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Fitri (2010) berdasarkan analisis data Riskesdas 2010 di provinsi yang berbeda,
terdapat hubungan signifikan antara konsumsi protein dengan kejadian stunting.18
Menurut Riskesdas 2010 secara nasional penduduk Indonesia mengonsumsi
sumber energi di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70 % dari angka kecukupan gizi
bagi Indonesia). Masalah kekurangan konsumsi energi protein terjadi pada semua
kelompok umur terutama pada anak sekolah (6-12 tahun), usia pra-remaja (13-15 tahun),
usia remaja (16-18 tahun) dan kelompok ibu hamil di pedesaan. Kontribusi konsumsi
karbohidrat terhadap energi adalah 61%, sedikit di atas angka yang dianjurkan PUGS.
Kontribusi protein terhadap konsumsi energi hanya 13,3 % dan kontribusi konsumsi
lemak terhadap energi sebesar 25,6% (lebih dari anjuran PUGS)3

Malnutrisi pada manusia tidak hanya cenderung kekurangan energi, tapi juga
kurangnya bahan makanan tertentu. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Dijkhuizen et
al., 2008) menunjukkan anak yang menderita defisiensi mikronutrien yang multipel,
dapat terjadi defisiensi zat besi dan seng yang terjadi secara bersamaan. Konsumsi
makanan yang tinggi phytate dan serat seperti sayuran hijau akan mengurangi
bioavailabilitas mineral terutama kalsium, zat besi, dan seng. Pada penelitian Riskesdas
tahun 2010, anak yang stunting mengonsumsi lebih banyak sayuran hijau dibandingkan
anak normal (p<0.05). 18
Anak dengan tingkat kecukupan energi dan protein <70 % mempunyai risiko
1,335 dan 1,172 kali lebih tinggi mengalami kejadian stunting dibanding anak yang
kecukupan energi dan proteinnya > 90%. Intake energi dapat menjadi faktor risiko
kejadian stunting karena pada intake energi yang kurang menyebabkan intake
micronutrient yang lain juga rendah.18 Hasil penelitian kohort di Filipina oleh Eckhart et
al,. (2005) menunjukkan setiap penambahan asupan energi 100kcal akan meningkatkan
tinggi 0,05 cm pada laki-laki dan 0,02 cm pada perempuan secara signifikan.18
Malnutrisi terdiri dari akut dan kronis. Penderita malnutrisi akut atau Severe Acute
Malnutrition (SAM), ditentukan dengan pengukuran berat badan per tinggi badan, 70%
atau kurang dari median, atau 3 SD atau lebih dibawah ratarata nilai rujukan National
Center for Health Statistic (NCHS) yang digantikan dengan kurva pertumbuhan 1 yang
baru dari WHO yang disebut wasted. Kebalikannya, malnutrisi kronik atau yang disebut
stunting ditentukan oleh indikator tinggi badan per umur. Sedangkan gabungan dari
malnutrisi yang termasuk stunting dan wasting ditentukan dengan indikator berat badan
per umur.
Anjuran makan oleh Canadas Food Guide to Health Eating (CFGHE) adalah dengan
mengonsumsi empat kelompok besar bahan makanan yaitu karbohidrat (nasi, singkong,
roti, mie), protein (daging sapi, daging ayam, daging kambing, telur ayam, ikan segar,
tempe/tahu, kacang-kacangan), lemak (susu full cream, minyak sayur, jeroan, keju,
mentega dan santan) dan sumber serat (buah-buahan, sayur-sayuran). Dikatakan pola
makan yang baik apabila mengonsumsi keempat tipe bahan makanan setiap kali makan.
Jika kurang salah satu bahan makanan, maka dikategorikan tipe pola makan sedang dan
dikatakan pola makan buruk apabila hanya mengonsumsi satu atau dua dari kategori
besar yang disebutkan.20

5.2 Frekuensi makan


Pola makan yang sehat dan bergizi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan motorik pada anak. Pola makan sehat yang dimaksud meliputi jenis
makanan yang bergizi, frekuensi makan yang diperhatikan, serta porsi makan yang
dikonsumsi anak. Kebutuhan dan asupan gizi berasal dari konsumsi makanan seharihari.
Asupan gizi yang tidak seimbang akan mempengaruhi status gizi. Untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi, maka anjuran frekuensi makan pada anak usia
pertumbuhan dan perkembangan yang disarankan adalah dengan 5 kali waktu makan,
yaitu makan pagi (sarapan), makan siang, makan malam, dan 2 kali selingan makan.
Pada awal usia 6 tahun, anak mulai masuk sekolah sehingga sudah memiliki
teman sepermainan dan lingkungan baru yang perlu diperhatikan. Karena kedua hal
tersebut merupakan salah satu faktor yang banyak mempengaruhi kebiasaan makan anakanak. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, dan rasa takut terlambat
tiba di sekolah menyebabkan anak-anak sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan
yang sudah diberikan kepada mereka, terutama sarapan.21
5.3 Kebiasaan sarapan
Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang dikonsumsi pada pagi hari. Waktu
sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan yang
dianjurkan adalah makanan yang ringan untuk kerja sistem pencernaan, sehingga
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang memiliki kadar serat tinggi dengan protein
yang cukup namun dengan kadar lemak rendah. Selain itu, mengonsumsi protein dan
kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap merasa kenyang hingga
waktu makan siang.
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan
terhadap makanan. Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif,
kepercayaan seseorang terhadap makanan berkaitan dengan nilai baik atau buruk,
menarik atau tidak menarik. Suatu kebiasaan yang teratur dalam keluarga akan
membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Sarapan pagi bagi anak, yang
sebenarnya sudah dimulai sejak bayi, penerapan kebiasaan makan pagi di rumah atau
membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh kebiasaan yang baik sehingga anakanak tidak dibiasakan jajan di warung saat istirahat.22

Kebiasaan jajan dapat berdampak buruk sebab banyaknya jajanan yang tidak
aman dan tidak sehat yang beredar. Mengonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan
tidak sehat dapat menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi
anak. Pada usia anak-anak, mereka senang dengan jajan. Hal ini mungkin sudah menjadi
kebiasaan di rumahnya, tetapi mungkin juga akibat pengaruh teman-temannya. Terkadang
anak-anak menolak untuk tidak makan pagi di rumah dan sebagai ganti meminta uang
jajan. Jajanan yang dibeli berupa makanan yang disenangi saja, misalnya es, gula-gula
atau makanan-makanan yang kurang nilai gizinya dan jika berlangsung lama akan
berpengaruh pada status gizi.23,24
Pola makan dalam keluarga juga merupakan suatu hal yang harus diperhatikan.
Frekuensi makan bersama dalam keluarga, kebiasaan makan makanan yang seimbang
gizinya, tidak membiasakan makan makanan atau minum minuman yang manis,
membiasakan banyak makan buah-buahan atau sayur-sayuran di sela-sela jam makan
besar. Anak yang tidak sarapan mungkin disebabkan terburu-buru untuk berangkat
sekolah, sehingga tidak sempat sarapan.22
6. Riwayat Penyakit Infeksi
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan penyakit.
Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi yang diserap
dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi sebagai
konsekuensi dari terlalu sedikit mengonsumsi makanan atau mengalami infeksi yang
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, mengurangi nafsu makan atau
mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.
Malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan. Malnutrisi dapat
meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisiyang
mengarah ke lingkaran setan. Anak kurang gizi yang daya tahan terhadap penyakitnya
rendah, jatuh sakit dan akan menjadi semakin kurang gizi, sehingga mengurangi
kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya. Ini disebut juga infection
malnutrition.
Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak adalah diare dan ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut). Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lunak dan cair yang berlangsung dalam kurun
waktu minimal 2 hari dan frekuensinya lebih dari 3 kali dalam sehari. Bakteri penyebab

utama diare pada bayi dan anak-anak adalah Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC).
Menurut Levine & Edelman, bakteri EPEC juga diyakini menjadi penyebab kematian
beratus ribu anak di negara berkembang setiap tahunnya. Hal ini juga diungkapkan oleh
Budiarti, bahwa di Indonesia 53% dari bayi dan anak penderita diare terinfeksi EPEC.
Oleh karena itu, penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di
banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Sanitasi di daerah kumuh biasanya
kurang baik dan keadaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya penularan penyakit
infeksi. Di negara berkembang penyakit infeksi pada anak merupakan masalah kesehatan
yang penting dan diketahui mempengaruhi pertumbuhan anak.
Berdasarkan penelitian Masithah, Soekirman & Martianto, anak balita yang
menderita diare memiliki hubungan positif dengan indeks status gizi tinggi badan
menurut umur (TB/U). Penelitian lain juga menunjukkan hal yang sama, penyakit infeksi
menunjukkan hubungan signifikan terhadap indeks status gizi TB/U. Penyakit infeksi
seperti diare dan ISPA yang disebabkan oleh sanitasi pangandan lingkungan yang buruk,
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak dibawah 5 tahun.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa penyakit infeksi yang
menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Penyakit infeksi membuat
ketidak seimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas. Diare dapat menyebabkan
anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan
minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat gizi kurang. Anak yang sering
mengalami sakit dalam waktu yang lama akan segera berpengaruh pada keadaan gizinya,
karena adanya sakit akan diikuti nafsu makan menurun yang pada akhirnya berat badan
anak juga akan ikut menyusut seiring dengan berkurangnya nafsu makan. Anak yang
menderita diare juga mengalami penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi
dan elektrolit akibat muntah dan diare yang menyebabkan penderita kehilangan cairan
dan sejumlah zat gizi seperti mineral. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat
pada anak gizi kurang merupakan risiko kematian pada anak.
Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat
kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Hal ini disebabkan oleh adanya
anoreksia pada penderita diare, sehingga anak makan lebih sedikit daripada biasanya dan
kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan tubuh akan
makanan meningkat akibat dari adanya infeksi. Setiap episode diare dapat menyebabkan

kekurangan gizi, sehingga bila episodenya berkepanjangan maka dampaknya terhadap


pertumbuhan anak akan meningkat.9,32
7.

Kebiasaan Tidur
Kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang optimal meliputi
asuh, asih dan asah.
Kebutuhan fisik biologis (asuh) meliputi kebutuhan pangan, papan seperti nutrisi,
imunisasi, kebersihan tubuh dan lingkungan, pakaian, pelayanan atau pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan, olahraga, bermain dan beristirahat. Anak-anak perlu bermain,
melakukan aktivitas fisik dan tidur yang cukup karena hal ini dapat merangsang hormon
pertumbuhan, nafsu makan, merangsang metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Bermain bagi anak tidak sekedar mengisi waktu luang saja, tetapi melalui bermain anak
belajar mengendalikan dan mengkoordinasi otot-ototnya melibatkan perasaan, emosi dan
pikirannya. Aktivitas fisik juga dapat merangsang pertumbuhan otot dan tulang anakanak, serta merangsang perkembangan. Manfaat tidur bagi anak diantaranya membantu
meningkat kecerdasan anak, memproduksi hormon pertumbuhan, penyimpanan energi,
fungsi kognitif dan penyimpanan memori jangka panjang. Apabila kebutuhan tidur anak
tidak terpenuhi secara cukup akibatnya akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh secara
penampilan motorik, memori dan keseimbangan
Anak yang memiliki gangguan tidur akan mengganggu proses pertumbuhannya,
karena pada saat tidur terjadi proses pengeluaran hormon pertumbuhan. Maka, anak yang
masa tidur berkurang mempunyai perawakan yang lebih pendek berbanding anak-anak
yang mempunyai masa tidur yang cukup. Selain itu, gangguan tidur juga menurunkan
imunitas anak sehingga meningkatkan prevalensi penyakit-penyakit infeksi pada anak
tersebut. kualitas tidur yang berkurang juga berpengaruh terhadap memori dan daya
tangkap si anak. Tetapi malangnya, hal ini kerap luput dari perhatian orang tua.
Berdasarkan penelitian pada lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung,
Medan, Palembang dan Batam terungkap 72,2 % orang tua menganggap masalah tidur
pada bayi dan balita hanya merupakan masalah kecil. Berdasarkan penelitian yang sama
juga terungkap bahwa 44 % bayi dan balita di Indonesia memiliki masalh tidur kurang
dari jam normal.

Masalah gangguan tidur juga terjadi di negara-negara lain seperti Switzerland


sebanyak 20% anak usia 3 tahun terbangun setiap malam. Sedangkan di Amerika
sebanyak 84% anak usia 1-3 tahun mempunyai masalah tiduryakni sulit untuk tidur atau
terbangun pada malam hari pada anak usia 3 tahun. Di China sebanyak 23,5 % anak usia
2-6 tahun mempunyai masalah tidur yang dilaporkan orang tua.9,33

You might also like