You are on page 1of 2

PEMIKIRAN BAPAK BANGSA DAN PERJUANGAN JURNALIS

Dewa Putu Adi Wibawa


Ketua Dewan Pers Indonesia, Bagir Manan, dalam sebuah kesempatan
memperingati Hari Kebangkitan Nasional lalu, menyinggung perlunya
suatu kombinasi dari usaha para jurnalis dalam proses demokratisasi
dengan perjuangan bertema kesejahteraan (Harian Kedaulatan Rakyat,
20/05/2015). Pernyataan tersebut dapat dimengerti dalam dua segi,
pertama, dimensi kepentingan para jurnalis sendiri dan kedua,
kesejahteraan umum. Oleh sebab pernyataan tersebut disampaikan
bertepatan dengan suasana merefleksikan semangat pergerakan nasional
1 abad yang lalu, membuat ingatan kembali melayang pada gagasan
serupa yang mengemuka pada masa dan generasi yang sama,
bertumbuhnya pergerakan nasional. Gagasan yang dimaksud adalah
gagasan tentang demokrasi ekonomi.
Adalah dua tokoh pergerakan yang kelak memperoleh gelar dwitunggal
Sukarno-Hatta sekaligus duo proklamator yang, bahkan menurut Dawam
Rahardjo, merupakan pelopor gagasan (terminologi) ini dalam wacana
ilmu pengetahuan.
Ketika itu, hampir seluruh elemen pergerakan
bersepaham bahwa kolonialisme adalah hal kemana akar persoalan rakyat
dialamatkan. Tiap-tiap gagasan yang muncul pun pada dasarnya lahir dari
kritik terhadap praktik kolonialisme Belanda dan ideologi pendukungnya.
Kritik terhadap ideologi pendukung kolonialisme ini lah yang secara
langsung menyediakan bahan berlimpah ruah atas kelahiran gagasan
demokrasi ekonomi.
Sukarno
menggunakan
imperialisme
modern
untuk
menyebut
kolonialisme, sebuah istilah yang mengacu pada pembeda atas tahap
imperialisme sebelumnya yang disebutnya dengan imperialisme tua.
Imperialisme sendiri diartikannya sebagai sistem atau nafsu yang tidak
hanya menaklukkan negeri dan bangsa lain saja, tapi juga mendominasi
perekonomian negeri dan bangsa lain. Baik imperialisme modern maupun
tua memiliki hakikat yang sama, keduanya berbeda dalam kaitannya
dengan implikasi historis dari perkembangan kapitalisme. Imperialisme
tua di dalam praktiknya termanifestasi ke dalam berbagai institusi seperti
Verenidge Oost Indische Compagnie (VOC) atau kongsi dagang Belanda di
Hindia Timur dan East Indian Company (EIC) atau kongsi dagang Inggris di
India Timur, tipe imperialisme ini berkembang pada tahap pra-kapitalisme
dan berafiliasi pada moda perekonomian merkantilis. Sebaliknya dengan
imperialisme modern yang diimplikasikan oleh perkembangan lebih lanjut
dari sistem kapitalisme (Sukarno: 2004, hlm. 15).
Kritik terhadap praksis kolonialisme abad XIX-XX atau imperialisme
modern pun pada akhirnya mensyaratkan analisa memadai terhadap
kapitalisme beserta ideologi pendukungnya. Salah satu instrumen
ideologis yang menjadi sasaran kritik dalam konteks perumusan gagasan

demokrasi ekonomi adalah apa yang disebut oleh Sukarno dan Hatta
sebagai konsep demokrasi barat. Sebagaimana termaktub dalam
pandangan Sukarno di dalam kursus Pancasila-nya yang menyebutkan
bahwa demokrasi (parlementeire democratie), sebagai lawan dari fasisme
dan kritik atas feodalisme, adalah ideologi politik dari kapitalisme im
aufstieg (kapitalisme yang sedang pasang) (Sukarno: 1959, hlm. 114).
Demokrasi barat berintikan prinsip individualisme dan memberi
penekanan berlebih pada aspek politik semata.
BERSAMBUNG.

You might also like