You are on page 1of 11

FENOMENA SAKIT PADA LINTAS BUDAYA DI

BERBAGAI DAERAH

OLEH :
KELOMPOK I
A.A GEDE ARI ANDRIYANA
AYU KETUT MAHENDRA YANTI
D. KUSUMA DININGRAT
I GEDE DEDI KRISNA
I GEDE HADHI SASMIKA
I GUSTI AYU MIKA WIDHYASARI
I GUTSTI NYOMAN WIRATNATA
I KOMANG SUARDANA
I MADE ARTANA SAYOGA
INYOMAN ARIANTA
I NYOMAN HARTHA WIRA NEGARA

15.322.2180
15.322.2181
15.322.2182
15.322.2184
15.322.2185
15.322.2186
15.322.2187
15.322.2188
15.322.2189
15.322.2190
15.322.2191

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adanya berbagai kebudayaan yang berbeda dan bermacam-macam di segala
penjuru dunia dimana kebudayaan tersebut dilakukan masyarakat pada
kehidupan yang kemudian berdampak pada berbagai hal seperti pendidikan,
emosi, kognisi, dan kesehatan. Dari kebudayaan tersebut banyak masyarakat
yang sulit menerima hal-hal baru karena terkurung pada budaya warisan nenek
moyang mereka yang masih mereka pegang teguh dan mereka lebih percaya
akan hal itu daripada penemuan-penemuan atau hasil penelitian para ilmuwan.
Seperti misalnya mereka lebih mempercayakan seorang ibu melahirkan kepada
dukun ketimbang pada dokter atau bidan.
Budaya masyarakat yang mayoritas lebih terbiasa mengobati daripada mencegah
juga perlu diubah, bagaimanapun juga kebiasaan mereka dalam mengatur pola
hidup akan berdampak pada kesehatan mereka. Selain itu, perlunya masyarakat
mengetahui bahwa budaya memiliki pengaruh pada kesehatan tidak hanya
mencakup kesehatan fisik saja namun juga pada kesehatan psikis mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fenomena lintas budaya?
2. Apa saja bagian-bagian fenomena lintas budaya?
3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang fenomena sakit?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian fenomena lintas budaya
2. Menjelaskan bagian-bagian fenomena lintas budaya
3. Menjelaskan persepsi masyrakat tentang fenomena sakit

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fenomena Lintas Budaya
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem nilai yang berbeda dan karena hal
tersebut menentukan tujuan hidup yang berbeda serta menentukan cara
berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang
ada pada masing-masing budaya. Selain konsistensi warisan budaya, terdapat
enam fenomena budaya yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995) dalam
Potter dan Perry (2005) yang bervariasi diantara kelompok budaya. Keenam

fenomena ini adalah kontrol lingkungan, variasi, biologis, organisasi sosial,


komunikasi, ruang/jarak, dan waktu.
B. Bagian-bagian Fenomena lintas Budaya
Penjelasan lebih lanjut dari fenomena lintas budaya menurut Giger & Davidhizar
(1995) dalam Potter dan Perry ( 2005 ) adalah sebagai berikut:
1. Organisasi Fenomena Lintas Budaya: Kontrol Lingkungan
Kontrol lingkungan mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok
cultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yamg mengontrol sifat dan
factor lingkungan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Termasuk di dalamnya
adalah sistem keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, praktik
pengobatan tradisional, dan penggunaan penyembuh tradisional. Fenomena
kultural tertentu ini memainkan peran yang sangat penting daam cara klien
berespons terhadap pengalaman yang berkaitan dengan kesehatan, termasuk
cara dimana menerka mendefinisikan kesehatan dan penyakit dan mencari
serta menggunakan sumber kesehatan dan asuhan keperawatan serta
dukungan sosial.
Contoh:
Kepercayaan masyarakat tentang pengobat tradisional (dukun) menjadi
pilihan utama pengobatan bagi klien. Klien merasa hubungan dengan dukun
lebih erat dibandingkan dengan tenaga perawatan kesehatan profesional.
Klien menganggap dukun sebagai seseorang yang memahami masalah
dalam konteks kultural, berbicara dengan bahasa yang sama, dan mempunyai
pandangan yang sama tentang dunia.
2. Organisasi Fenomena Lintas Budaya: Variasi Biologis
Terdapat beberapa cara di mana seseorang dari satu kelompok cultural
berbeda secara biologis (misalnya: secara fisik dan genetik) dari anggota
kelompok kultural lainnya. Berikut ini adalah beberapa contoh signifikan untuk
dipertimbangkan:
a. Struktur dan bentuk tubuh
Terdapat perbedaan tulang dan structural di antara kelompok, seperti
bentuk tubuh. yang lebih kecil dari kebangsaan Asia.
b. Warna kulit
Terdapat variasi dala tonus, tekstur, kemampuan penyembuhan, dan folikel
rambut.
c. Variasi enzimatik dan genetik
Variasi ini mencakup cara klien berespons terhadap obat dan terapi diet.
d. Kerentanan terhadap penyakit

Banyak penyakit mempunyai angka morbiditas yang lebih tinggi dalam


kelompok tertentu. Penyakit ini termasuk tuberculosis, yang angka
kesakitannya lebih tinggi pada suku Indian-Amerika; diabetes mellitus,
yang angka kesakitannya lebih tinggi pada suku yang berasal dari Spanyol
dan Indian-Amerika; hipertensi, yang angka kesakitannya lebih tinggi pada
bangsa Kulit Hitam dari Afrika.
e. Variasi nutrisi
Ada banyak contoh dari kesukaan nutrisi, berkisar antara kesukaan panas
dan dingin yang ditemukan diantara orang Amerika keturunan Spanyol,
kesukaan yin dan yang yang ditemukan di antara keturunan Asia-Amerika,
dan peran diet halal yang ditemukan di antara orang Yahudi dan IslamAmerika. Kelainan nutrisi umum adalah intoleransi laktosa, yang ditemukan
di antara orang Meksiko, Kulit Hitam dari Afrika, Asia, dan Yahudi Eropa
Timur (Giger & Davidhizar, 1995).
Contoh:
Seorang klien yang di rawat di suatu rumah sakit berasal dari China. Klien
mengalami dehidrasi dan perawat menyarankan klien untuk minum air yang
banyak agar kondisinya membaik. Perawat memberikan air dingin. Klien
menolak untuk meminum air tersebut karena klien mempunyai kepercayaan
jika sakit tidak boleh minum air dingin ( yin dan yang ). Perawat harus
memahami kepercayaan klien tersebut dan memberikan air yang hangat.
3. Organisasi Fenomena Lintas Budaya: Organisasi Sosial
Seorang klien yang di rawat di suatu rumah sakit berasal dari China. Klien
mengalami dehidrasi dan perawat menyarankan klien untuk minum air yang
banyak agar kondisinya membaik. Perawat memberikan air dingin. Klien
menolak untuk meminum air tersebut karena klien mempunyai kepercayaan
jika sakit tidak boleh minum air dingin (yin dan yang). Perawat harus
memahami kepercayaan klien tersebut dan memberikan air yang hangat.
Hambatan Sosial Pada Perawatan Kesehatan
Beberapa rintangan sosial seperti: pengangguran, kekurangan pekerjaan,
tunawisma, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan kemiskinan menghambat
seseorang untuk memasuki system perawatan kesehatan. Kemiskinan sejauh
ini merupakan factor yang paling kritis. Kemiskinan adalah istilah relative dan
selalu berubah sesuai waktu dan tempat. Di Amerika Serikat, kemiskinan
adalah pervasive dan ditemukan secara luas diantara orang-orang di area
geografis tertentu (misalnya

Appalachia, area pedesaan lain, dan area

perkotaan) dan kelompok tertentu (misalnya Kulit hitam dari Afrika, Spanyol,
dan Indian-Amerika, Eskimo, atau Aletus; kelompok lansia; pekerja migran;
dan pendatang illegal). Kesehatan yang buruk, penyakit yang melumpuhkan
kehidupan, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan tingkat pendidikan yang
minimimal adalah penyebab sosial yang menyebabkan kemiskinan.
Contoh:
Seorang klien yang menderita DM, di rawat di rumah sakit pemerintah. Klien
tersebut berasal dari suku Batak yang memiliki karakter yang keras. Perawat
harus memahami perbedaan budaya yang dimiliki klien. Sehingga tidak terjadi
bentrokan budaya dan tujuan perawatan dapat tercapai.
4. Organisasi Fenomena Lintas Budaya : Komunikasi
a. Pengertian lintas budaya
Komunikasi lintas budaya/KLB (cross-cultural communication) secara
tradisional membandingkan fenomena komunikasi dalam budaya-budaya
berbeda. Contoh bagaimana gaya komunikasi pria dalam budaya Amerika
dan budaya Indonesia. Komunikasi lintas budaya lebih menekankan pada
perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi di antara peserta
komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Perbedaan

komunikasi

ditunjukan

dalam

banyak

cara,

termasuk

perbedaan bahasa, perilaku, verbal, dan non-verbal, dan diam. Perbedaan


bahasa kemungkinan merupakan factor terpenting dalam memberikan
asuhan keperawatan transkultural karena perbedaan ini memberi dampak
pada semua tahap proses keperawatan. Komunikasi yang jelas dan efektif
adalah aspek penting ketika berhubungan dengan klien, terutama jika
perbedaan bahasa menciptakan rintangan cultural antara perawat dan
klien. Ketidakberhasilan untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien
tidak hanya menyebabkan penundaan dalam diagnosis dan tindakan tetapi
juga dapat mengarah pada hasil yang tragis.
Perawat harusnya tidak berasumsi bahwa klien memahami apa yang
sudah diucapkan. Intervensi keperawatan yang lebih tepat harus
menunjukan bagaimana membersihkan area yang akan dioperasi dengan
povidon-iodin, kemudian meminta klien untuk mengulangi tindakan
tersebut. Tidak ada kata-kata yang harus diucapkan; namun dengan
melakukan prosedur ini atau prosedur lainnya dengan gerakan pantomime,

klien menangkap apa yang perawat ajarkan dan kemudian mampu untuk
mengikuti petunjuk yang diberikan perawat.
Ketika kehilangan media interaksi yang paling umum dengan klien, yaitu
bahasa sehari-hari, perawat sering menjadi prustasi dan tidak efektif.
Perawat harus berkomunikasi dengan klien terbatas dalam bahasa yang
mereka gunakan. Beberapa perawat cenderung untuk menghindari klien
dengan siapa mereka tidak dapat berkomunikasi. Hal ini menciptakan
lingkungan erat kesalahpahaman cultural. Perawat dapat berperilaku
terhadap klien dalam cara berikut yang dapat disalah mengerti :
o Perawat meneriakkan kata-kata yang sama lebih keras. Dengan
mengeraskan suara , tidak akan membuat kata-kata tersebut dapat
dipahami, dan tindakan seperti ini dapat juga menunjukan permusuhan
dengan klien.
o Perawat berfokus pada tugas ketimbang pada klien. Hal ini
menujukkan bahwa perawat lebih tertarik pada tugasnya ketimbang
pada klien.
o Perawat berhenti berbicara dengan klien dan mulai melakukan sesuatu
bagi klien ketimbang bersama klien, sikap ini menyatakan secara tidak
langsung tentang inferioritas klien.
Contoh:
Misalnya, pada seorang klien, perawat yang berbahasa inggris tidak berhasil
menentukan bahwa klien benar-benar memahami instruksi preoperative
tentang membersihkan bagian yang hendak dioperasi menggunakan povidoniodin (Betadin). Klien yang tidak bisa berbahasa Indonesia, sepanjang
penjelasan tentang instruksi, mengangguk dan tersenyum ketika perawat
menanyakan, Anda mengerti apa yang Saya katakan? Perawat menilai
bahwa klien memahami instruksi yang ia berikan. Yang lebuh mencengangkan
perawat, klien meminum seluruh isi botol povidon-iodin dan bukan
menggunakan cairan tersebut untuk membersihkan bagian yang akan
dioperasi.
Jika klien tidak berbicara dengan bahasa perawat, maka diperlukan pengalih
bahasa. Namun demikian sering terjadi di mana klien dapat berbicara dengan
bahasa perawat dengan kemampuan terbatas atau menggunakan bahasa
dengat makna denotative atau konotatif yang berbeda dari makna yang

dimiliki perawat. Misalnya, klien dengan keterbatasan bahasa mungkin


mengetahui ucapan salam yang umum seperti Apa kabar? atau Halo tetapi
tidak mengetahui istilah kesehatan seperti nyeri atau suhu tubuh yang
biasa dipahami oleh orang kebanyakan dalam kelompok cultural perawat.
b. Tujuan komunikasi lintas budaya
Tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya bahwa tujuan komunikasi
lintas budaya bersifat kognitif dan afektif. Adapun tujuan komunikasi lintas
budaya adalah sebagai berikut:
o Menyadari bias terhadap budaya sendiri.
o Lebih peka secara budaya.
o Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari
budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan
memuaskan orang tersebut.
o Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri.
o Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.
o Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang
mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
o Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan
memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya.
o Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara
memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
o Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasiaplikasi bidang komunikasi antar budaya.
o Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat
dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
5. Fenomena Lintas Budaya: Jarak/Ruang
Ruang personal mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada
ruang disekitar mereka. Teritorialitas adalah suatu sikap yang ditujukan pada
suatu area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau bereaksi secara
emosional ketika orang lain memasuki area tersebut. Keduanya dipengaruhi
oleh kultur, dan karenanya kelompok etnik yang berbeda mempunyai berbagai
norma yang berhubungan dengan penggunaan ruang tersebut. Cara Kita
menggunakan ruang jarak sering menyatakan kepada orang lain sesuatu
mengenai diri kita secara pribadi maupun kebudayaan. Aturan aturan yang
menentukan ruang jarak dipelajari sebagai bagian dari masing masing
kebudayaan.

Anggota staf dank klien lain sering memasuki territorial klien di rumah sakit,
termasuk ruangan mereka, tempat tidur, kamar kecil, dan benda milik klien.
Perawat harus mencoba untuk menghargai territorial klien sebanyak yang
dapat dilakukan perawat, terutama keika melakukan prosedur keperawatan.
Perawat juga harus menyambut anggota keluarga dan keluarga besar klien
yang mengunjungi klien. Hal ini akan tetap mengingatkan klien seperti
dirumahnya, menurunkan efek isolasi dan syok akibat perawatan di rumah
sakit.
Ruang personal tercakup dalam banyak aktivitas keperawatan, dan perawat
harus sensitive terhadap sikap klien yang ditujukan kepada ruang personal.
Misalnya, dalam memberikan asuhan keperawatan sering mengaharuskan
perawat menyentuh tubuh klien, suatu tindakan yang mempunyai makna
berbeda pada kultur yang berbeda dan bagi individu yang berbeda pula.
Tindakan menenangkan bagi seorang klien mungkin dianggap sebagai
tindakan yang mengancam bagi klien lain. Standar perilaku juga beragam
dalam kaitannya dengan siapa, pria atau wanita, dapat menyentuh klien dan
di bagian mana.
Penyamarataan tentang penggunaan ruang personal didasarkan pada studi
mengenai perilaku dariEuropean North

Americans. Penggunaan ruang

personal beragam diantara individu dan kelompok etnik. Kerendahan hati


yang sangat eksterm yang dipraktik oleh beberapa kelompok kultur tertentu,
seperti Hipanik-Amerika, dapat menghambat anggota etnik tersebut untuk
mencari perawatan kesehatan preventif. Lebih banyak riset yang harus
dilakukan tentang kelompok cultural lain untuk mampu memahami secara
menyeluruh sifat ruang personal dari perspektif multicultural.
Contoh:
Dalam pemberian keperawatan atau asuhan keperawatan perawat biasanya
memberikan jarak yang nyaman untuk pasien tehdapa dunia luar yang belum
dikenalnya, atau mungkin pasien sendiri yang memberikan batasan jarak
kepada perawat atau lingkungan sekitar untuk dirinya sendiri. Misalnya pasien
hanya memperbolehkan perawat melakukan beberapa tindakan keperawatan
saja seperti injeksi, TTV dll. Sedangkan hal hal yang bersifat pribadi seperti
memandikan pasien biasanya enggan karena belum terbiasa oleh karena itu
pasien memberikan jarak terhadap perawat.

6. Fenomena Lintas Budaya: Orientasi/Waktu


Orientasi yaitu merefleksikan tujuan dan pendekatan pada hidup dimana
anggota individu dari masyarakat menemukan apa yang diinginkan. Disini
termasuk aktif/pasif, kepuasan sensual/pantangan, material/non material,
kerja

keras/santai,

penundaan

kepuasan/kesegeraan

kepuasan,

dan

keberagamaan/keduniawian. Langkah langkah untuk bisa berkomunikasi


lintas budaya adalah berorientasi pada masing masing budaya seseorang
atau kelompok masyarakat tersebut. Pengenalan budaya menjadi hal yang
sangat penting dalam hal ini.
Contoh:
Banyak budaya atau kultur di Amerika Serikat atau Kanada cenderung
berorientasi pada masa mendatang. Masyarakat dari budaya ini cenderung
memikirkan tujuan jangka panjang. Mereka menyukai perencanaan jauh ke
depan dengan membuat jadwal, perjanjian atau mengorganisasikan aktivitas.
Selain itu orientasi waktu juga memiliki peranan yang sangat penting.
Contohnya dalam memberikan asuhan keperawatan karena kecenderungan
dari masyarakat yang berorientasi pada situasi saat ini dibandingkan situasi
yang akan datang. Misalnya klien mungkin enggan melaksanakan sesuatu
untuk kesehatannya sendiri hal ini bukan disebabkan karena klien tidak
menghargai

perawat

tapi

karena

mereka

tidak

terlalu

memikirkan

perencanaan ke depan.
C. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan
berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang
luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini
masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok
penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa. Selain rawarawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa
tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran dapat
berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan

diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan
muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada
penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan
untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari
penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan
Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat
tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi
ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani
digunakan sebagai obat malaria.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di berbagai daerah dalam memiliki keunikannya masing-masing, bahakn dalam
lingkup yang luas yaitu negara memiliki fenomena yang sangat bervariasi terkait
aspek kehidupan berhbungan dengan fenomena sakit.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat, kita perlu mengetahui dan
memahami berbagai budaya dari berbagai daerah maupun negara sehingga
dalam memberikan asuhan keperawatan dapat optimal terkait dengan berbagai

budaya yang diyakini oleh pasien, untuk menghindari terjadinya bentrokan


budaya yang berakibat terganggunya proses pemberian pelayanan kesehatan.

You might also like