Professional Documents
Culture Documents
Pharynx
funnel shaped fibromuscular tube from base of skull > to inf border of cricoid cartilage
Layers of Pharyngeal wall:
Mucus membrane
Submucosa
Pharyngobasilar fascia
Muscular layer
Buccopharyngeal fascia
Has 3 parts:
Nasopharynx, Oropharnx, Laryngeopharynx
Nasopharynx: from base of occiput > soft palate & isthmus of fauces
Structures w/in
1. Choana post opening of nasal cavity
2. Pharyngeal fornix angle b/w roof of nasopharynx and post wall of pharynx, location of
pharyngeal tonsils* (aka adenoids)
3. Opening of auditory tubes
- roof of auditory tube covered w/ torus tubarius
- ant bordered by salpingopalatine fold
- post bordered by salpingopharyngeal fold has salpingopharyngeus m, opens pharyngeal
opening of auditory tube during swallowing
- around tube opening = tubal tonsils*
4. Pharyngeal recess b/w salpingopharyngeal fold and post wall of pharynx
Oropharynx: b/w soft palate, root of tongue > epiglottis
Structures w/in
1. Root of Tongue
2. Lingual tonsils*
3. Palatoglossal & palatopharyngeal folds w/ tonsillar bed b/w,
Narrowest part of pharynx b/w soft palate & post wall of pharynx
closed by elevation and tightening of soft palate and contraction of sup constrictor of
pharynx & palatopharyngeus m
Act of Swallowing:
1. Bolus of food pushed back by elevating tongue (styloglossus) into fauces
2. Palatoglossus & palatopharyngeus m contract to squeeze the bolus backward into
oropharynx. Tensor veli palatini & levator veli palatini eleavate soft palate & uvula to close
entrance into nasopharynx
3. Wall of pharynx raised by palatopharyngeus & stylopharyngeus to receive food,
Suprahyoid m elevate hyoid bone & laynx to close opening into larynx, passing over the
epiglottis, prevent food from entering respiratory pathway
4.Action of sup,mid,inf constrictor move food through oropharynx and laryngopharynx >
esoph, where propelled by peristalsis
Blood Supply:
tonsillar br of facial a
asc pharyngeal a
desc palatine a
pharyngeal br of maxillary a
br of sup/inf thyroid a
Innervation:
Elevators:
Stylopharyngeus m
Palatopharyngeus m
Salpingopharyngeus m
Constrictors:
Sup/middle/Inf constrictors
each one is thicker than the one above and cover the lower end of it
Histologi
Structures to Identify:
vestibule
cricoid cart
vocal ligaments
epiglottis
rima glottidis
quadrangular membrane
vocalis m
str. sq epith
ventricles
thryoid cartilage
conus elasticus
Lower power:
can see greater horn of hyoid bone
hyaline cartilages:
cricoid cartilages
thyroid cartilages
b/w cartilages = laryngeal musc str. musc fibers
on outer side of thyroid cart = infrahyoid m can be seen
Vertical section thru larynx:
show 2 vocal folds, supporting cartilages & muscles
vestibule > vestibular folds > ventricle > true vocal fold > subglottic region
Function:
conducts air
origin of speech
helps in swallowing
sound production & resonance
Mucosa:
false vocal fold = made by mucosa,
lined pseudostr. columnar epith w/ ciliae & goblet cells = respiratory epith
vocal fold= str. squamous non epith, more resistant to strain bacteria
vocal ligament located just deep to it
rich in a/v, esp capillaries
subglottic region = respiratory epith again
Lamina Propia
in LP = mixed glands (mostly mucus)
excretory ducts from glands, open @ epith
lymphatic nodules on ventricular side of fold
is thinner in area of vocalis m = no glands or a/v
Fibromuscular layer = quadrangular membrane
cartilages = become ossified to bone w/ age
cricoid cart = perichondrium + chondrons surrounded by matrix (PGs) + type II collagen
fibers
ext pharyngeal m = responsible to move & elevate larynx during swallowing
musc = thyroarytenoid m
Adventia external layer of CT
2 Anatomi Tonsil
4 Mengapa terdapat
a nyeri telan
susah menelan
Ada banyak kemungkinan penyebab bagi seseorang untuk menderita kesulitan atau
nyeri saat menelan makanan atau cairan. Penyebab paling umum termasuk:
a.
tenggorokan, kerongkongan striktur disebabkan oleh pil diajukan atau benda lainnya,
penyakit refluks laryngopharyngeal (tenggorokan kliring, lendir, perubahan suara,
kesulitan menelan, posting nasal drip), diverticulums, tumor atau kanker.
b.
tiroid), tumor, kanker atau kelainan lain pada tenggorokan, laring, tulang belakang
dan
c.
leher.
Efek samping pengobatan sindrom Sjogren, saraf atau kerusakan otak - mulut
kering.
d.
Kelemahan otot - Gangguan autoimun atau saraf, saraf atau kerusakan otak
seperti
ALS
atau
stroke.
Pasien dengan disfagia akan ditanya tentang sensasi yang tepat mereka rasakan ketika
menelan, seberapa cepat masalah muncul dan berapa lama telah terjadi, apakah
mereka mengonsumsi obat yang dapat menyebabkan efek samping, apa gejala lain
yang mereka alami, jika apapun, dan apakah ada riwayat keluarga masalah tersebut.
Jika pemeriksaan fisik tidak cukup untuk membuat diagnosis, tes lain mungkin
diperintahkan seperti esophagoscopy trans-hidung, 24 jam pemantauan pH rawat
jalan, diubah menelan barium, evaluasi fungsional menelan dan pengujian sensorik
(FEESST), CAT scan atau MRI. Pengobatan dan pemulihan tergantung pada kondisi
yang mendasarinya .
radang
Pada radang amandel (tonsilitis), sakit dirasakan saat makan. Ini disebabkan karena
sentuhan makanan pada amandel yang sedang mengalami peradangan. Kalau radang
di sekitar amandel (abses), tidak menelan ludah ataupun makan pun terasa sakit,
karena adanya peradangan hebat di sekitar amandel.
Secara klinis peradangan ini ada yang akut (baru), ditandai dengan nyeri menelan
(odinofagi), dan tidak jarang disertai demam. Sedangkan yang sudah menahun
biasanya tidak nyeri menelan, tapi jika ukurannya cukup besar (hipertrofi) akan
menyebabkan kesulitan menelan (disfagia).
Pada saat terjadinya sebuah peradangan akan dibentuk berberapa zat yang bisa
mempengaruhi temprature yang bernama pyrogen yang dibagi dua berdasarkan
asalnya yaitu: endogenous(IL-1/6, TNF, INF a)dan exogenous(zat hasil metabolisme
microorganism, toxin microba, fragment dan keseluruhan microba) yang akan
memasuki sikulasi dan menuju ke hypothalmus dalam serum, khususnya kepada
endothelium hypothalymus dimana ia akan merangsang adenosine 5monophosphate
yang merupakan neurotransmitter yang dirangsang oleh reseptor prostaglandin E
dalam endothelium hypothalymus yang akan mempengaruh daerah yang mengatur
temprature tubuh.
SUMBER : Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Ed, 2008
Pathophysiology, the biological basis for Disease in Adults and Children 5th Ed,
2006
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-itadwiapri-6741-2-babii.pdf
Odinofagia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
mulut atau esofagus. Kondisi ini menyebabkan seseorang mengalami rasa nyeri
sewaktu menelan. Penyebab odinofagia biasanya berhubungan dengan destruksi
atau iritasi dari mukosa. Mukosa adalah jaringan lembab yang melapisi bagianbagian tertentu di dalam tubuh dan mengeluarkan lendir. Kerusakan pada
mukosa dapat disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang sangat panas atau sangat dingin. Penyakit otot yang berdampak
negatif pada fungsi dari otot-otot tenggorokan dapat juga menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya keadaan ini. Penyebab odinofagia yang paling umum
adalah candidiasis esofageal, suatu infeksi oportunistik pada esofagus. Tidak
seperti disfagia, yaitu suatu keadaan dimana penderita mengalami kesulitan
untuk mendelan, odinofagia biasanya tidak melibatkan masalah apapun dalam
proses menelan.
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/odinofagia-_951000103745
Tenggorokan panas disertai demam
Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya
kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL FK UI, 2007
Posterior pharyngeal wall may be studded with reddish nodules in case of Granular
pharyngitis.
Lateral pharyngeal bands may enlarge and uvula may be elongated and
hypertrophied.
Patofisiologi Tonsilitis
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.
Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan
reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara
klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub
mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan
akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran),
sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan
parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi
oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan
jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )
Gejala dan Tanda Tonsilitis kronik
Anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosa penyakit ini.
Pada Tonsilitis Kronis tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan
diagnosa seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah
kripta pada tonsil . Tonsilitis kronik dapat menimbulkan beberapa gejala baik lokal maupun sistemik.
Gejala lokal seperti nyeri tenggorok atau rasa tidak enak di tenggorok, nyeri telan ringan , kadangkadang merasaseperti ada benda asing di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok, napas berbau.
Gejala sistemik timbul akibat adanya absorbsi toksin atau bakteri ke dalam sirkulasi darah.
Gejala dapat berupa malnutrisi, nafsu makan berkurang, anemia, badan lesu (sering mengantuk), sakit
kepala, nyeri otot dan sendi. 5,7. Pada pemeriksaan dapat dijumpaipilar anterior hiperemis, tonsil
biasanya membesar(hipertrofi) biasanya pada anak, anak dapat juga dijumpai tonsil dalam keadaan
mengecil(atrofi), terutama pada dewasa. Kripte yang melebar, dan beberapa kriptus diisi oleh detritus
sehingga akan tampak bila tonsil ditekan dan pada anak disertai pembesaran kelenjar limfesubangulus
mandibula. Tanda klinis tidak harus ada semua, minimal ada kripte yang melebar dan pembesaran
kelenjar limfe subangulus mandibula11.
Dari pemeriksaan dapat dijumpai pembesaran tonsil yang berfariasi . Kadang-kadang tonsil dapat
bertemu di tengah.Standart untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik
diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara
pilar anterior kanan dan kiri. Yang dapat di klasifikasikan 15,16 :
1) T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil (tidak ada pembesaran/tidak punya tonsil)
2) T1: < 25% tonsil menutupi orofaring, (batas medial tonsil melewati pilar
anterior sampai jarak pilar anterior uvula)
3) T2: > 25% sampai < 50% tonsil menutupi orofaring, (batas medial tonsil
melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula)
4) T3:> 50% sampai < 75% tonsil menutupi orofaring,(batas medial tonsil
melewati jarak pilar anterior-uvulasampai jarak pilar anterioruvula).
5) T4: >75%, tonsil menutupi orofaring (batas medial tonsil melewati jarak
pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih).
Pada anak tonsilitis hipertrofi merupakan salah satu penyebab tersering obstructive sleep apnea
(OSA) . yang meyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup bermanfaat untuk menegakkan diagnosis.
Apabila penyebab sleep apnea adalah akibat hipertrofi tonsil, maka tindakanoperasi tonsilektomi perlu
dilakukan13.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-kurniawati-7065-2-bab2.pdf
Patofisiologi Faringitis
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema
dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula lapisan tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih
dan abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan lomfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang
dan membengkak.
Seperti orang dewasa, infeksi pada anak menyebabkan inflamasi dan pembengkakan saluran
napas yang bermakna. Pada kenyataannya, anak-anak yang mengalami ISPA mungkin
memperlihatkan gejala klinis yang lebih dramatis karena saluran napas atas jauh lebih sempit
sehingga resistensi terhadap arus udara tinggi walaupun pembengkakan dan sumbatan jalan
napas tidak mencolok. Batuk yang terdengar pada anak yang mengidap faringitis mungkin
seperti menyalak, serak dan stridor. Terapi untuk anak-anak yang menderita faringitis derajat
ringan-sampai-sedang antara lain vaporizer, terapi oksigen. Mereka yang menderita faringitis
derajat sedang-sampai berat dapat diobati dengan pemberian glukokortikoid intramuskular
atau nebulizer. Inflamasi epiglottis dapat menyebabkan sumbatan total jalan napas,
kecemasan yang bermakna dan kematian. Anak-anak cenderung duduk telungkup dan dapat
berguling. Untuk anak-anak yang menderita epiglotitis, perlu dirawat di rumah sakit dan
mungkin memerlukan tindakan intubasi atau trakeostomi.
Sekitar 90% kasus faringitis disebabkan virus. Sisanya disebabkan bakteri dan kandidiasis
fungal (jarang terjadi, biasanya pada bayi). Juga dapat disebabkan iritasi akibat polusi
senyawa kimia. Pada faringitis akibat virus, virus berusaha menembus sel-sel mukosa yang
melapisi nasofaring dan bereplikasi dalam sel-sel ini. Gangguan pada penderitaseringnya
disebabkan oleh 0leh sel-sel dimana virus berimplikasi. Umumnya sembuh dengan
sendirinya, tidak perlu pengobatan spesifik, dan jarang menimbulkan komplikasi. Virus
Epstein-barr, herpes simplex, measle dan common coald.
Bakteri penyebab faringitis yang paling umum adalah kelompok A streptokokus. Ada banyak
strain; paling berbahaya strain B-hemolitik (GABHS). Bakteri lain yang juga umum adalah
Corynebacterium diphtheria, Chlamydia pneumonia dan stafilokokus. Jika tidak ditangani
dalam 9 hari, infeksi oleh GABHS beresiko menimbulkan demam rematik.
Corynebacterium diphtheria tidak terlalu invasive dan tetap terlokalisir pada permukaan
saluran permukaan saluran pernapasan. Hanya lisogenik corynebacterium diphtheria tidak
terlalu terlokalisasir pada permukaan sluran peranafasan. Hanya lisogenik Corynebacterium
diphtheria bakteriofag pembawa gen toksik yang menyebabkan difteria. Kerusakan pada
faring disebabkan oleh toksin tersebut, yang membunuh sel-sel mukosa dan Adenosine
Diphosphate (ADP) Ribosylating Alongation Factor II. Toksin juga dapat merusak jantung
dan saraf. Bakteri ini telah dieradikasi di Negara-negara maju sejak dilakukannya program
vaksinasi anak, tetapi masih dilaporkan dinegara-negara dunia ketiga dan makin meningkat
dibeberapa daerah di eropa timur. Antibiotic efektif dalam tahap awal, tapi penyembuhan
biasanya lamban.
Sedangkan Chlamydia pnemoniae menyebabkan sekitar 5% infeksi, dengan onset sub akut
dan faringitis. Penderita sering mengalami pola bifasik, tetapi membaik sebelum berkembang
menjadi bronchitis atau pneumonia.
Organisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang
menyebabkan edema dan bahkan ulserasi dapat mengakibatkan faringitis. Pada stadium awal,
terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa
tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak
adanya tonsilia, perhatian biasanya difokuskan pada faring dan tampak bahwa folikel limfoid
atau bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak. Tekanan dinding lateral jika tersendiri disebut faringitis lateral.
Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsilia, hanya faring saja yang terkena.
1) Hiperemia tonsil dan faring dapat meluas ke palatum lunak dan uvula
2) Sering menimbulkan eksudat folikuler yang menyebar dan menyatu membentuk
pseudomembran pada tonsil
3) Kelenjar servikal membesar dan nyeri tekan
Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat
dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi
lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan. Tanda- tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris :
a. Tanda-tanda klinis pada sistem respiratorik adalah tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing
b. Pada sistem cardial adalah tachycardia, bradycardiam, hipertensi, hipotensi dan cardiac
arrest
c. Pada sistem cerebral adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, pepil
bendung, kejang dan coma
d. Pada hal umum adalah letih dan berkeringat banyak.
Berdasarkan penyebabnya, manifestasi klinis faringitis dapat dibagi dua, tetapi ada banyak
tanda dan gejala yang tumpang tindih dan sulit dibedakan antara satu bentuk faringitis dengan
yang lain.
c Batuk
Batuk
REFLEK BATUK
Reflek batuk berawal dari iritan / rangsangan menginduksi imuls aferen dari nervus vagus di
saluran nafas ke medula oblongata. Lintasan neural medulla memberikan efek sebagai
berikut:
1. Kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi.
2. Epiglotis menutup , pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru.
3. Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedang oto-otot ekspirasi
lain seperti interkostalis eksternus juga berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam
4.
tinggi dalam paru meledak keluar. Udara ini dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil/jm.
5. Penekanan kuat pada paru menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian
yang tidak berkartilago berinvaginasi kedalam, sehingga udara yang meledak benar-benar
mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat
biasanya membawa benda-benda asing apapun yang terdapat di bronkus dan trakea.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-itadwiapri-6741-2-babii.pdf
dingin, sel kekebalan tubuh yang berada di amandel mengalami penurunan aktifitas
kerja (tidak semangat seperti sebelumnya). Penurunan kualitas kerja sel ini
menyebabkan radang pada amandel. Jadi jangan minum air dingin berlebihan, minum
saja air hangat yang hangatnya sesuai dengan suhu tubuh agar sel kekebalan di leher
lebih giat bekerja.
Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu :
Pengaruh cuaca
Kelelahan fisik
Merokok
Makanan
SUMBER : FK UI THT
Gejala yang timbul berupa mengantuk pada siang hari (pada saat pelajaran), enuresis, perhatian
kurang, kegelisahan, perilaku agresif, berat badan kurang, penurunan fungsi intelektual, dan prestasi
belajar kurang 15,26 .
Berdasarkan uraian diatas dapat diterapkan bahwa pada anak dengan tonsilitis kronik dapat terganggu
fisiologisnya bahkan kadang sampai tidak masuk sekolah karena sakit. Yang selanjutnya dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat mnyebabkan obstruksi
saluran nafas atas yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan fisiologisnya sehingga proses
belajar menjadi terganggu yang pada ahirnya mempengaruhi proses prestasi belajar 15,25,26
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-kurniawati-7065-2-bab2.pdf
11 DD
Tonsillitis
Patofisiologi
a. Tonsilitis bakterial
i. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil reaksi radang
keluarnya leukosit PMN detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati
dan epitel yang terlepas) mengisi kriptus bercak kuning
ii. Detritus jelas Tonsilitis folikularis
iii. Detritus bergabung membentuk alur Tonsilitis lakunaris
iv. Atau mungin detritus menyebar membentuk pseudomembran
b. Tonsilitis kronik
Proses radang yang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis
proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut
pengerutan kripte melebar diisi detritus menembus kapsul tonsil
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris pada anak + pembesaran
kelenjar submandibula
Penatalaksanaan
a. Tonsilitis akut
1. Viral
a. Istirahat
b. Simtomatis
c. Minum cukup
d. Analgetika
e. Antivirus (jika gejala sangat berat)
2. Bakterial
a. Jika ditemukan bakteri Streptokokus Hemolyticus Grup A penisilin
atau eritromisin selama 10 hari
b. Antipiretik
c. Obat kumur mengandung desinfektan
b. Tonsilitis kronik
1. Terapi lokal higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap
Difficulty in respiration
Diffuculty in swallowing
Difficulty in speaking
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih
utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9 Untuk keadaan emergency
seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan
lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency
dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah
buk.depkes.go.id/index.php?option=com
HTA Indonesia_2004_Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa_hlm 1/25
Komplikasi
a. Tonsilitis akut bakterial
i. OMA
ii. Bernafas lewat mulut
iii.
Tidur ngorok
iv. Gangguan tidur Sleep apnea Obstructive Sleep Apnea Syndrome
v.
vi.
vii.
viii.
(OSAS)
Abses peritonsil
Abses parafaring
Bronkitis
Miokarditis
a. Sumbatan
i. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut
ii. Sleep apnea
iii. Gangguan menelan
iv. Gangguan berbicara
v. Kelainan bentuk wajah, muka dan gigi (adenoid face)
b. Infeksi
i. Adenoiditis berulang/kronik
ii. Otitis media efusi berulang/kronik
iii.
Otitis media akut berulang
c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas
Komplikasi akibat adenoidektomi
a. Perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih
b. Kerusakan dinding belakang faring jika terlalu dalam
menguretnya
c. Terlalu ke lateral torus tubarius rusak oklusi tuba eustachius
CHL
FUNGSI KELENJAR LIMFE
1.
2.
3.
4.
Pematangan limfosit
Menyaring cairan limfe
Membasmi bibit penyakit
Menerima kotoran darah
Cairan yang disaring dari kapiler arteri mengalir di antara sel-sel direabsorbsi
kembali ke ujung vena kapiler darah dan sebagian kecil memasuki kapiler limfatik
submandibula
K.L jugularis interna media, dari:
o Subglotik laring, inferior daerah krikoid posterior
o K.L jugularis interna superior dan retrofaring bagian bawah
K.L jugularis interna inferior, dari:
o Glandula tiroid, trakea, esofagus bagian servikal
o K.L jugularis interna superior dan media dan paratrakea
M.
Sternocleidomastoideus
dan
batas
posterior
M.
Sternocleidomastoideus
4. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
5. Kelenjar yang ada di segitiga posterior servikal
Metastasis tumor servikal:
inferior
tumor di infraklavikula, esofagus bagian servikal, tumor tiroid massa tumor
di supraklavikula
Penatalaksanaan
a. Faringitis akut
i. Faringitis viral
1. Istirahat & minum cukup
2. Kumur dengan air hangat
3. Analgetika
4. Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) pada infeksi Herpes
Simpleks
a. Dewasa
: 60-100 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari
b. < 5 tahun : 50 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari
ii. Faringitis bakterial
1. Antibiotik
a. Penicillin G Banzatin 50.000 U/KgBB, IM dosis tunggal
b. Amoksisilin 50 mg/KgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama
10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari
c. Eritromisin 4 x 500 mg/hari
2. Kortikosteroid Deksamethasone
a. Dewasa : 8-16 mg IM
b. Anak
: 0,08 0,3 mg/KgBB IM
3. Analgetika
4. Kumur dengan air hangat atau antiseptik
iii. Faringitis fungal
1. Nystasin 100.000-400.000 2 kali/hari
2. Analgetika
b. Faringitis kronik
i. Kronik hiperplasi
1. Kaustik faring dengan larutan nitras argenti atau listrik
2. Obat kumur atau tablet hisap
3. Jika perlu obat batuk antitusif atau ekspetoran
4. Mengobati penyakit di hidung atau sinus paranasal
ii. Kronik atrofi
1. Mengobati rinitis atrofi
2. Obat kumur dan menjaga kebersihan mulut
SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN
LEHER FK UI
FARINGITIS
1. A.
DEFINISI
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring. (Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000)
1. B.
ETIOLOGI/ PATOFISIOLOGI
Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection atau
melalui bahan makanan / minuman / alat makan.. Penyakit ini dapat sebagai permulaan
penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis, varisela, arthritis, atau
radang bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis,
laryngitis akut, bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limfe dibawahnya dan
dibelakang arkus faring posterior (lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata
yang disebut granuler.
Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis atropi, udara
pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta
infeksi pada faring.
1. C.
2. 1.
KLASIFIKASI
FARINGITIS AKUT
Faringitis akut adalah suatu peradangan akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid pada
dinding faring. Inflamasi febris tenggorok yang disebabkan oleh virus hampir 70%.
Stepkokus group A adalah organisme bakteri yang paling umum yang berkenaan dengan
faringitis akut, yang kemudian disebut sebagai strep throat.
a)
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala faringitis akut termasuk membrane mukosa sangat merah dan tonsil
berwarna kemerahan, folikel limfoid membengkak dan dipenuhi dengan eksudat, dan nyeri
tekan nodus limfe servikal. Keluhan lain adalah nyeri menelan tetapi tidak sehebat nyeri pada
tonsillitis akut, subfebris, nyeri kepala, dan malaise, serak, batuk.
Infeksi virus tidak terkomplikasi biasanya hilang dengan segera dalam 3-10 hari setelah
awitan. Namun, faringitis yang disebabkan oleh bakteri yang lebih virulen seperti
Strepkokus group A adalah penyakit yang lebih parah selama masa akut, dan jauh lebih
penting karena insiden dari bahaya komplikasi.
b)
Komplikasi
Jika daya tahan tubuh baik, jarang terjadi komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
otitis media, rhinitis akut, sinusitis akut, laryngitis akut, trakeitis, abses peritonsilar,
mastoiditis, adenitis servikal, demam reumatik, nefritis, bronchitis, pneumoni.
Meskipun jarang, dapat terjadi komplikasi sistemik, yaitu bakteriemi/septikemi, terutama jika
bakteri penyebabnya adalah Steptokokus, Endokarditis bakteri subakut, kadang-kadang
ditemukan pada penderita dengan kelainan katub jantung.
c)
Penatalaksanaan Medis
Penyakit ini tergolong penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited disease). Pada
penderita cukup diberikan terapi simtomatik berupa analgetik-antipiretik(asetosal), obat
kumur (gargarisma kana tau air masak hangat ditambah garam). Fungsi obat kumur adalah
untuk melemaskan otot faring yang dan mengencerkan lendir yang melekat pada faring. Jika
daya tahan tubuh kurang baik, misalnya pada bayi dan orang tua atau jika terjadi komplikasi
perlu diberikan antibiotic.
Untuk Strepkokus group A, penisilin merupakan obat pilihan. Apabila pasien yang alergi
terhadap penisilin dapat digunakan sefalosporin. Antibiotik diberikan selam sedikitnya 10
hari untuk menghilangkan strepkokus group A dari orofaring.
Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit, tergantung pada nafsu makan
pasien dan tingkat rasa nyaman yang terjadi bersama proses menelan. Pada kondisi yang
parah, cairan yang di berkan secara intra vena.
1. 2.
FARINGITIS KRONIS
Sebenarnya bukan suatu bentuk peradangan (itis), tetapi merupakan penyakit yang
kekambuhannya banyak dipengaruhi oleh iritasi bahan tertentu.
Bahan tersebut adalah asap rokok, debu rumah, asap, secret hidung(post nasal drip) dari
sinusitis maksila atau rhinitis kronik. Selain itu, juga dari makanan misalnya makanan yang
digoreng, kacang, Lombok, merica, alcohol, telur, buah-buahan yang bergetah atau asam.
Faktor predisposisi:
-
Rinitis kronis
Sinusitis
1)
Gejala :
Pasien mengeluh gatal di tenggorokan, berasa kering serta berlendir yang sukar dikeluarkan
di tenggorokan, kadang kadang disertai juga dengan batuk.
2)
-
Terapi :
Dicari dan diobati adanya penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal
Terapi lokal dengan menggosokkan zat kimia (kaustik) yaitu : larutan nitres argenti
atau albotil maupun dengan listrik (elektrocauter)
-
1)
Etiologi
Faringitis kronis atrofi sering timbul bersama dengan rhinitis atrofi, udara pernapasan tidak
teratur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring
2)
Pasien mengeluh tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak
mukosa faring terdapat lendir yang melekat dan bila lendir itu diangkat mukosa tampak
kering.
3)
Terapi:
Terapi yang diberikan sama dengan pengobatan rinitis atropi, dengan pemberian obat kumur,
penjagaan hygiene mulut dan obat simptomatik.
1. 3.
FARINGITIS SPESIFIK
1. a.
Faringitis Leutika
1)
a)
Stadium primer :
Bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding faring posterior
b)
Stadium sekunder :
Jarang ditemukan
c)
Stadium tersier :
Guma pada dinding faring pada posterior akan mengenai vertebra servikal
Gangguan fungsi palatum secara permanen akibat adanya guma pada palatum mole
2)
Diagnosis :
Terapi :
Obat pilihan utama ialah penisilin yang diberikan dalam dosis tinggi
1. b.
Faringitis Tuberkolusa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum durum, dasar lidah, dan epiglotis.
Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru, kecuali
bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis bovinum. Pada jenis bovinum ini dapat timbul
tuberculosis faring primer.
1)
Cara infeksi :
a)
Cara eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi
kuman melalui udara.
b)
Menurut Meyerson(1960) akan berbentuk ulkus pada satu sisi tonsil dan jaringan tonsil itu
akan mengalami nekrosis. Pada infeksi secara hematogen tonsil dapat terkena pada kedua sisi
terutama pada dinding faring posterior, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring,
palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak.
3)
Gejala:
Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorokan. Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi,
nyeri menelan makanan. Tidak jarang terjadi regurgitasi. Selain itu terjadi nyeri di telinga
(otalgi). Terdapat juga adenopati servikal.
4)
Diagnosis :
Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil tahan asam di
jaringan
5)
Terapi: