Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Nama
NIM
135040201111126
Kelas
ASISTEN
Kristyaphine
III. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat:
Pisau
Sekop
Gunting
Timbangan
Gembor
b. Bahan
Bawang merah
Tanah
Pupuk kandang
Polibag
Label
Air
membusukkan umbi. Saat umbi sudah kering, selanjutnya dilakukan pemeliharaan setiap hari.
Setelah 6 MST, daun bawang merah diberi perlakuan berupa pemotongan daun 10%, 25%,
50%, dan 75%. Perbedaan pemotongan daun tersebut untuk mengetahui tingkat perbedaan
hasil produksi umbi bawang merah yang diperoleh.
Ulangan I
X (gr)
10%
25%
50%
75%
(gr)
3,1
8,5
2.8
0,7
(gr)
4
2,3
5.5
0,8
(gr)
6,5
0,9
4
5
(gr)
6,3
19
15
12,5
4,975
7,675
6,825
6,2
Gambar 1. Berat umbi bawang merah 6 minggu setelah tanam pada setiap ulangan dari lima
perlakuan pemotongan daun
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa rata-rata bobot umbi tertinggi yaitu
pada perlakuan 25% dan bobot terendah pada perlakukan 10%. Pada perlakuan 10% rata-rata
bobot umbi adalah 4,975 gram, pada perlakuan pemotongan daun 25 % adalah 7,675 gram,
pada perlakuan 50% adalah 6,825 gram, sedangkan pada perlakuan 75% adalah 6,2 gram. Hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata berat panen tertinggi terdapat pada pemotongan daun 25%
sedangkan yang terendah terdapat pada pemotongan daun 10%. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur dari Arifin (1993) yang menyatakan bahwa semakin besar perlakuan pemotongan
daun maka bobot umbi bawang merah semakin rendah. Hal ini karena kerusakan daun yang
semakin tinggi menyebabkan terganggunya proses pengiriman hasil fotosintesis untuk
pembentukan umbi sehingga berat umbi menjadi berkurang. Hasil ini kemungkinan
disebabkan oleh keadaan lingkungan ditempatkannya polibag bawang merah. Beberapa
polibag mendapatkan cahaya matahari dan air hujan lebih banyak dibandingkan polibag yang
lain. Hal tersebut akan memepengaruhi perbedaan pertumbuhan dari bawang merah.
Hubungan antara intensitas luka, kerusakan dengan hasil tanaman yaitu semakin besar
intesitas luka maka kerusakan yang terjadi semakin tinggi dan hasil produksi suatu tanaman
akan semakin rendah. (Arifin, 1993).Adanya hubungan antara populasi hama dan tanaman
mengakibatkan kerusakan tanaman dan kerusakan tanaman karena hama menyebabkan
terjadinya kehilangan atau penurunan hasil tanaman dan kualitas produk/hasil. Kehilangan
hasil dapat berakibat pada kerugian ekonomi (biaya lebih besar daripada nilai produksi) yang
dialami petani atau pengusaha pertanian. (Kasumbogo, 2010).Semakin tinggi tingkat
kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama maka kerugian yang diderita juga akan
semakin tinggi.
Untuk itu pengelolaan terhadap agroekosistem sangat diperlukan supaya tidak terjadi
serangan
hama
secara
besar-besaran,
yaitu
melalui
PHT.
Hal
V. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan tentang simulasi tingkat kerusakan tanaman
dengan produksi tanaman dapat disimpulkan bahwa tingkat kerusakan tanaman, komponen
hasil dan produksi tanaman dipengaruhi oleh tingkat populasi serangga hama. Semakin tinggi
kerusakan maka bobot umbi semakin rendah karena terhambatnya proses fotosintesis.
Semakin besar prosentase pemotongan daun maka bobot umbi bawang merah semakin
rendah. Namun, faktor lingkungan di sekitar tempat tanaman tumbuh juga perlu diperhatikan
agar mendapat hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,M. 1993. Pengambilan keputusan pengendalian ulat grayak Spodoptera exigua.
berdasarkan ambang ekonomi dan teknik penarikan contoh pada bawang merah, pp.
49-84. Dalam M. Syam et al. (Eds.). Risalah Seminar Puslitbang Tanaman Pangan
April 1992 - Maret 1993. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Kasumbogo Untung. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta.
Untung, K. 2003. Optimalisasi Pemanfaatan Novel Technologies Dalam Mendukung Sistem
Perlindungan Tanaman Menuju Pertanian Berkelanjutan.Dismpaikan dalam Seminar
Nasional Perlindungan Tanaman Indonesia. IMHPT UGM.