You are on page 1of 12

BAB I

Pendahuluan

Glukoma berasal dari bahasa yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma mengakibatkan lapang pandang seseorang menghilang, dengan atau
tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh factor kongenital atau didapat setelah
dilahirkan (acquired) Ketua jabatan oftalmology, pusat pengajian sains
pengobatan, hospital university sains Malaysia (HUSM), Dr. Mohtar Ibrahim
berkata, glaukoma kongenital ini biasanya melibatkan kecacatan pada humor
aqueous. Menurut beliau, glukoma acquired terbagi dalam 2 bagian, yaitu primer
dan sekunder. Primer yaitu glaukoma yang disebabkan oleh factor-faktor
keturunan, yaitu hour aqueousnya tersumbat atau terganggu. Glaukoma primer
dibagi dalam 2 jenis yaitu, sudut terbuka dan sudut tertutup. Sekunder disebabkan
oleh penyakit-penyakit tertentu seperti, trauma, radang mata (uveitis) , kacamata
dan obat-obatan seperti steroid. Glaukoma adalah neuropatik optic yang
disebabkan oleh tekanan intra okuler yang (relative) tinggi , yang ditandai oleh
kelainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Pada keadaan ini
TIO tidak harus selalu (absolute) tinggi, tettapi TIO relative tinggi untuk individu
tersebut. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat kedua di Indonesia
setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak
sepeti katarak yang bias dipulihkan dengan pembedahan. Glaukoma kongenital
adalah gleukoma yang paling sering terjadi pada anak dan merupakan penyebab
penting pada anak. Glukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma
kongenital terbagi menjadi dua,yaitu tipe infantile, tipe yang berhubungan dengan
kelainan kongenital lainnya.
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan
pada anastesi umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam
penglihatan, tonometry, gonioskopi, oftalmoskopi dan ultrasonografi. Glaukoma
kongenital primer, dihitung kira-kira 50-70% dari glaukoma kongenital, terjadi

kurang pada glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi ( 1 dalam 10.000
kelahiran) Glaukoma kongenital terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama
setelah lahir. Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhna struktur sudut
iridokorneal sejak dalam kandungan kira-kira saat jani berumur 7bulan.
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan
seanjang hidup. Prognosis buruk terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan
kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini.

BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani Glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular, atrofi
saraf optik, dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma congenital disebut juga sebagai trabekulodisgenesia atau
goniodisgenesia, merupakan glukoma yang terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Glaukoma kongenital merupakan suatu minor malformasi sudut
iridokorneal pada bilik mata depan.
B. Etiologi
Etiologi marformatif dari glaukoma kongenital primer adalah ketiadaan
membrane persisten pada sudut iridokorneal bilik mata depan. Glaukoma
kongenital primer banyak ditemukan pada kasus dengan kelainan bawaan
autosomal resesif. Banyak ditemukan secara keturunan. Terjadi mutasi dari
gen GLC3A dan GLC3B yang terletak pada kromosom 2p21 dan 1p36
berurutan. Gen GLC3A berhubungan dengan gen CYP1B1, yang dikode oleh
sitokrom P450 dan terlihat pada trabecular meshwork, namun fungsinya
belum diketahui. Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen PAX6 pada
kromosom 11.
C. Faktor Risiko

Bila ada riwayat penderita glaukoma pada keluarga

Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma

Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita


glaukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami
glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian
hubungan orang tua dan anak-anak.

Obat-obatan,

Pemakai

steroid

secara

rutin

misalnya:

Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang


tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat
yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda
mengetahui bahwa anda pemakai obat-abatan steroid
secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri anda ke
dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.

Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata

D. Gejala Klinis
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga
tanda klasik pada bayi baru lahir, yaitu:
Epifora
Fotofobia
Blefarospasme,
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir, didiagnosis pada 6 bulan
pertama (70% kasus) dan pada akhir tahun pertama (80% kasus). Penyakit ini
lebih sering mengenai anak laki-laki (65% kasus) dibanding anak perempuan,
dan pada 70% kasus mengenai kedua mata (bilateral). Pada beberapa kasus
diturunkan secara herediter.
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia, pengurangan kilau kornea, dan pembesaran bola mata (buftalmos).
Pupil juga tidak berespon terhadap cahaya. Peningkatan tekanan intraokular

adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma


merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting.
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah kornea (melebihi
11,5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membran descemet, dan
peningkatan

kedalaman

kamera

anterior

(disertai

oleh

peningkatan

generalisata segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea.
Terjadi peningkatan panjang aksial yang dihubungkan dengan umur, dan
peningkatan cup/dick rasio lebih dari 0,3. Gambaran kornea berawan juga
ditemukan. Glaukoma kongenital juga biasa disebut bufthalmos (pembesaran
abnormal dari mata).

E. Klasifikasi Glaukoma Kongenital


Glaukoma kongenital dapat dibagi menjadi :
1. Glaukoma kongenital primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan
terbatas pada sudut kamera anterior.
2. Anomali perkembangan segmen anterior, pada sindrom Axenfeld, anomali
peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan kornea juga
abnormal.

3. Berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom Sturge-weber,


neurofibromatosis, dan rubela kongenital. Pada keadaan ini, anomali
perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan
ekstraokular lain.

1. Glaukoma Kongenital Primer (trabekulodisgenesis)


Glaukoma

kongenital

primer

terjadi

akibat

terhentinya

perkembangan struktur sudut kamera anterior pada usia janin sekitar tujuh
bulan. Iris mengalami hipoplasia dan berinsersi ke permukaan trabekula di
depan taji sklera yang kurang berkembang, sehingga jalinan trabekula
terhalang dan timbul gambaran suatu membran (Membran Barkan)
menutupi sudut. Sebagian besar pasien datang pada usia 3 sampai 9 bulan.
Terapi pilihan adalah Goniotomi. Goniotomi sekali atau berulang
menghasilkan kontrol permanen atas tekanan intraokular pada 85% kasus.
Pada pasien yang datang lebih lambat, goniotomi kurang berhasil dan
mungkin perlu dilakukan trabekulektomi. Prognosis penglihatan menjadi
lebih buruk.

2. Anomali Perkembangan Segmen Anterior


Kelompok penyakit yang jarang ini, mencerminkan suatu spektrum
gangguan perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris,
kornea dan kadang-kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit hipoplasia
stroma anterior iris, disertai adanya jembatan-jembatan filamen yang
menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan filamen
terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang
mencolok dan tergeser secara aksial (embriotokson posterior), penyakit
yang timbul dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Hal ini mirip dengan
trabekulodisgenesis pada glaukoma kongenital primer.

Apabila perlekatan iridokorneanya lebih luas yang disertai oleh


disrupsi iris, dengan polikoria serta anomali tulang dan gigi, timbul apa
yang disebut Sindrom Rieger (suatu contoh disgenesis iridotrabekulo).
Apabila perlekatannya adalah antara iris sentral dan permukaan posterior
sentral kornea, penyakit yang timbul disebut anomali Peter. Penyakitpenyakit ini biasanya diwariskan secara dominan, walaupun dilaporkan
ada kasus-kasus sporadik.
Angka keberhasilan goniotomi jauh lebih rendah pada kasus-kasus
ini, dan mungkin dianjurkan trabekulektomi. Banyak pasien memerlukan
terapi glaukoma medis jangka panjang, dan prognosis pasien untuk
mempertahankan fungsi penglihatan yang baik meragukan.
3. Aniridia
Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen PAX6 pada kromosom
11. Gambaran khasnya adalah iris tidak berkembang (vestigial). Dapat
ditemukan deformitas mata yang lain, misalnya katarak kongenital, distrofi
kornea, dan hipoplasia fovea. Penglihatan biasanya buruk. Timbul sebelum
masa remaja. Dapat ditemukan sporadis dan biasanya berhubungan dengan
tumor Wilms
Apabila terapi medis tidak efektif, goniotomi atau trabekulektomi
kadang-kadang dapat menormalkan tekanan intraokular. Sering diperlukan
tindakan operasi filtrasi, tetapi prognosis penglihatan jangka panjang
buruk.

Gambar 4. Aliran cairan bilik mata (dikutip dari Textbook:


Handbook of Glaucoma.Martin Dunitz)

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari glaukoma kongenital yaitu:
-

Megakornea, terdapat peningkatan diameter kornea yang tidak disertai


dengan peningkatan tekanan intra okuler dan dengan kornea yang jernih.

Gejala sisa dari truma obstetrik (ekstraksi forceps) dengan sobeknya


membran Descement secara vertikal dan menyeluruh.

Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, terdapat lakrimasi yang disertai


dengan konjungtivitis yang sering.

Gangguan metabolik yang menyebabkan kekeruhan kornea oleh karena


penumpukan metabolit (cystinosis, mukopolisakaridosis)

Distrofi kornea primitif (congenital hereditary endothelial dystrophy)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis


glaukoma kongenital adalah :
-

Gonioskopi

Tonometri (Pengukuran tekanan intraokular)

Funduskopi (evaluasi diskus optikus)

Refleks pupil

Slit lamp

Penilaian biasanya memerlukan anestesi umum.


H. Terapi
Terapi pada glaukoma kongenital adalah secara bedah emergensi, karena
kekeruhan kornea dapat meningkat secara mendadak beberapa hari atau jam.
Campur tangan bertujuan untuk memfasilitasi aliran aquos humor pada susut
iridokorneal ke kanalis Schlemm dan area subkonjungtiva.
Goniotomi dilakukan dengan memasukkan jarum ke sudut kamera okuli
anterior untuk jalinan trabekula sehingga tidak menutupi sudut dan cairan
aqueus humor dapat keluar.
Trabekulotomi dilakukan untuk membuat penghubung kanalis Schlemm
dan kamera okuli anterior, dibawah lipatan sklera, untuk membuat aliran
aquos humor area subkonjungtiva. Non penetrating deep sclerotomy
mempunyai prinsip yang sama, tetapi tidak membuka secara keseluruhan
kamera okuli anterior.
Terapi medikamentosa hanya merupakan terapi tambahan. Terapi
komplemen

dilakukan

untuk

mengurangi

kekeruhan

kornea

dengan

transplantasi dan terapi ambliopia.


I. Komplikasi
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan

sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema,


infeksi, kerusakan lensa dan uveitis. Perubahan cup serat optic merupakan
indikator utama keberhasilan terapi. Bahkan setelah tekanan intraokular dapat
dikontrol, kurang lebih 50% anak tidak mencapai visus lebih dari 20/50.
Pengurangan tajam penglihatan bisa dihasilkan dari edema kornea yang
menetap, nistagmus, ambliopia atau kelainan refraksi yang luas. Komplikasi
dari pnyakit glaukoma kongenital dan gejala sisa yang ditimbulkan antara lain
seperti: kebutaan yang berat, fotophobia, hiperlakrimasi, tekanan intraokular
yang meningkat, blefarospasme, ambliopia (mata malas), ablation retina,
astigmatisme (kornea yang iregular) dan dislokasi lensa.
J. Prognosis
Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami
peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan.
Pencekungan diskus optikus khas glaukoma, timbul relatif cepat, yang
menekankan perlunya terapi segera.

BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma adalah neuropati optic yang disebabkan oleh tekanan
intraokuler (TIO) yang (relative) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan
pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Glaukoma kongenital adalah
glaukoma yang paling sering terjadi pada anak dan merupakan penyebab penting
kebutaan pada anak. Glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan
yang tidak terbentuk dengan baik atau

bahkan tidak terbentuk sama sekali.glaukoma kongenital dibagi menjadi dua,


yaitu tipe infantile dan tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital
lainnya. Tanda dan gejala linis glaukoma kongenital ini mencakup 3 tanda klasik
berupa epifora, fotofobia, dan blepharospasme
Pemeriksaan klinis pada kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam anasthesi
umum.
Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam penglihatan,
tonometry, gonioskopi, oftalmoskopi, ultrasonografi, pemeriksaan lapang
pandang, dan test provokasi. Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa
kelemahan penglihatan sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi
operasi meliputi hifema, infeksi, kerusakan lensa, dan uveitis. Komplikasi dari
penyakit glaucoma kongenital dan gejala sisa yang ditimbulkan antara lain seperti
kebutaan yang berat, fotofobia,

hiperlakrimasi, tekanan intraokuler yang

meningkat, blefarospasme, amblyopia (mata malas ), ablasio retina, astigmatisme


dan dislokasi lensa. Prognosis glaukoma kongenital adalah baik bila ditangani
lebih awal. Prognosis paling baik terlihat pada bayi dengan operasi
trabekulodisgenesis antara umur 2 bulan umur 8bulan. Prognosis buruk terjadi
pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus
yang tidak diobati, kebutaan timbul dini.

DAFTAR PUSTAKA

Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, dalam Vaughan Daniel G, Abury Taylor,
Eva Paul Riordan. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta.

Cibis, G.W. MD. 2006. Glaucoma, Primary and Secondary. Congenital. Diakses
tanggal 7 September 2008. http://www.emedicine.com/oph/topic138.htm
Dureau, P. DR. 2004. Glaucoma, hereditary. Diakses tanggal 7 September 2008.
http://www.orpha.net/data/patho/Pro/en/GlaucomaHereditaryFRenPro3563.pdf
Ilyas Sidharta, Prof, dr, DSM. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga Cetakan V.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta

You might also like