You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Asepso, 2 tahun datang ke praktek dokter dibawa oleh ibunya dengan keluhan
lutut kanan yang membengkak dan berwarna kemerahan. Ibu pasien
mengatakan anaknya mengalami hal tersebut setelah bermain bersama temantemannya. Ibu mengatakan anaknya mengeluhkan nyeri di bagian lutut yang
bengkak. Keluhan lutut membengkak disertai nyeri ini semakin sering terjadi
sejak 6 bulan terakhir. Tidak ada riwayat terbentur dan jatuh.
Ibu pasien mengatakan saudara laki-lakinya pernah mengalami hal serupa
seperti anak asep. Saudara laki-laki ibu Asep (paman Asep) meninggal saat
usia 6 tahun karena perdarahan saat operasi Hernia.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter, didapatkan tanda vital N:
120x/menit, suhu 37,2C, laju pernafasan 40x/menit. Pemeriksaan jantung
paru

dalam

batas

normal.

Pemeriksaan

abdomen

tidak

ditemukan

hepatosplenomegali dan bising usus normal. Pada pemeriksaan status lokalis


didapatkan tungkai kanan area lutut tampak pembengkakan disertai
kemerahan dan nyeri tekan.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1.3 Kata Kunci
a. Anak laki-laki 2 tahun
b. Lutut kanan bengkak dan kemerahan
c. Tidak ada riwayat terbentur dan jatuh
d. Nyeri di lutut kanan
e. Keluhan sejak 6 bulan yang lalu
f. Riwayat keluarga meninggal karena perdarahan

1.4 Rumusan Masalah


Anak laki-laki 2 tahun datang dengan keluhan lutut kanan bengkak,
kemerahan disertai nyeri sejak 6 bulan yang lalu, tanpa riwayat terbentur dan
jatuh serta memiliki riwayat keluarga yang meninggal karena perdarahan.

1.5 Analisis Masalah

Ibu

Saudara laki-laki : meninggal saat usia 6 tahun akibat


Anak laki-laki 2 tahun

Anamnesis:
Hemarthrosis
- Lutut kanan yang bengkak, kemerahan dan nyeri sejak 6 bulan yang lalu
- Tidak ada riwayat jatuh/terbentur
Non traumatik

Pemeriksaan Fisik
Nadi = 120 x/menit
- Medikasi
Suhu = 37,20C
-Gangguan pembekuan darah
Laju pernafasan= 40x/menit
- Infeksi
Jantung-paru= normal
-Kerusakan pembuluh darah
Abdomen= tidak ada splenomegali
Bising usus normal
Diagnosis kerja
Gangguan hemostasis
Kelainan jumlah trombosit
Kelainan pembekuanKelainan
darah fungsi trombosit
-PTI
-PTS
-PTI
PTS

Didapat
Diturunkan
-Hemofilia -Defisiensi Vitamin K
-Penyakit von Willebrand -HDN

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis pasti
Tatalaksana
1.6 Hipotesis

Anak laki-laki 2 tahun mengalami gangguan pembekuan darah berupa


hemofilia
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Pembekuan darah
a. Komponen
b. Proses pembentukan
2. Hemofilia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Epidemiologi
d. Etiologi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi klinik
g. Diagnosis
h. Prognosis
i. Komplikasi
j. Tatalaksana
3. Jelaskan mengenai vWB !
4. Jelaskan mengenai trombositopenia !
5. Jelaskan mengenai defisiensi vitamin K!
6. Transfusi darah
a. Jenis
b. Indikasi
c. Cara pemberian
7. Apa yang menyebabkan bengkak dan kemerahan pada anak tersebut ?
8. Bagaimana interprestasi hasil laboratorium?
9. Bagaimana perbedaan hemofilia A, hemofilia B dan penyakit
vonWillebrand?

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pembekuan darah


a. Komponen 1
Faktor-faktor yang berperan dalam pembekuan darah adalah :
1. Faktor I (Fibrinogen) : prekursor fibrin (protein terpolimerisasi)
2. Faktor II (Protrombin): prekursor enzim proteolitik thrombin dan
mungkin akselerator lain dan konversi protrombin.

3. Faktor III (Tromboplastin): aktivator lipoprotein jaringan pada


protrombin.
4. Faktor IV (Kalsium): diperlukan untuk aktivasi protrombin dan
pembentukan fibrin.
5. Faktor V (Akselerator plasma globulin): suatu faktor plasma yang
mempercepat konversi protrombin menjadi thrombin.
6. Faktor VI (Akselerator konversi protrombin serum) : suatu faktor serum
yang mempercepat konversi protrombin.
7. Faktor VII (Globulin antihemofilik (AHG)): suatu faktor plasma yang
berkaitan dengan faktor ke III trombosit dan faktor chrismast (IX) :
mengaktivasi protrombin.
8. Faktor VII (Faktor Chrismast) : faktor serum yang berkaitan dengan
faktor-faktor trombosit III dan VIII mengaktivasi protrombin.
9. Faktor IX (Faktor Stuart-Prower) : suatu faktor plasma dan serum;
akselerator konversi protrombin.
10. Faktor X (Pendahulu tromboplastin plasma (PTA)) : suatu faktor
plasma yangdiaktivasi oleh faktor Hageman (XII); akselerator
pembentukan trombin.
11. Faktor XI (Faktor Hageman): Suatu faktor plasma; mengaktivasi PTA
(XI).
12. Faktor XII (Faktor penstabil fibrin): faktor plasma; menghasilkan
bekuan fibrinyang lebih kuat yang tidak larut di dalam urea.
b. Proses pembentukan 1
Semua peneliti-peneliti dalam bidang pembekuan darah setuju
bahwa pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama: (1) Sebagai respons
terhadap rupturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu sendiri,
rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang
melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya
adalah

terbentuknya

suatu

kompleks

substansi

teraktivasi

yang

secara/kolektif disebut aktivator protrombin. (2) Aktivator protrombin


mengatalisis pengubahan protrombin menjadi trombin. (3) Trombin
bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin
yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk
bekuan.
1. Pembentukan aktivator protrombin
5

Mekanisme kompleks yang mengawali pembekuan pada tempat


pertama dimulai bila (1) terjadi trauma pada dinding pembuluh darah
dan jaringan yang berdekatan, (2) trauma pada darah, (3) atau
kontaknya darah dengan sel endotel yang rusak atau dengan kolagen
dan unsur jaringan lainnya di luar pembuluh darah. Pada setiap
kejadian tersebut, mekanisme ini akan menyebabkan pembentukan
aktivator protrombin, yang selanjutnya mengubah protrombin menjadi
trombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya.
Aktivator protrombin biasanya dapat dibentuk melalui dua cara,
walaupun, pada kenyataannya, kedua cara ini saling berinteraksi secara
konstan satu sama lain: (1) melalui jalur ekstrinsik yang dimulai
dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jaringan
sekitarnya dan (2) melalui jalur intrinsik yang berawal di dalam darah
sendiri.
Pada kedua jalur itu, ekstrinsik maupun intrinsik, berbagai protein
plasma yang berbeda yang disebut faktor-faktor pembekuan darah
memegang peran yang utama. Sebagian besar faktor ini masih dalam
bentuk enzim proteolitik yang inaktif. Bila berubah menjadi aktif,
kerja enzimatiknya akan menimbulkan proses pembekuan berupa
reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat.
Sebagian besar faktor pembekuan ditandai dengan angka Romawi.
Untuk menyatakan bentuk faktor yang telah teraktivasi, huruf a
ditambahkan setelah angka Romawi, contohnya Faktor VIIIa
menunjukkan Faktor VIII dalam keadaan teraktivasi.
a. Jalur ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan aktivator
protrombin dimulai dengan dinding pembuluh darah atau jaringan
ekstravaskular yang rusak yang kontak dengan darah. Kejadian ini
menimbulkan langkah-langkah berikutnya, seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
1) Pelepasan faktor jaringan

Jaringan yang luka melepaskan beberapa faktor yang disebut


faktor jaringan atau tromboplastin jaringan. Faktor ini terutama
terdiri dari fosfolipid dari membran jaringan ditambah kompleks
lipoprotein yang terutama berfungsi sebagai enzim proteolitik.
2) Aktivasi Faktor X (peranan Faktor VII dan faktor jaringan)
Kompleks lipoprotein dari faktor jaringan selanjutnya bergabung
dengan Faktor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion kalsium,
faktor ini bekerja sebagai enzim terhadap Faktor X untuk
membentuk Faktor Xyang teraktivasi (Xa).
3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk
aktivator protrombin (peranan Faktor V)
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid
jaringan yang merupakan bagian dari faktor jaringan, atau
dengan fosfolipid tambahan yang dilepaskan dari trombosit,
juga dengan Faktor V, untuk membentuk suatu senyawa yang
disebut aktivator protrombin. Dalam beberapa detik, dengan
adanya ion kalsium, senyawa itu memecah protrombin menjadi
trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan seperti yang
telah dijelaskan di atas. Pada tahap permulaan, Faktor V yang
terdapat dalam kompleks aktivator protrombin bersifat inaktif,
tetapi sekali proses pembekuan ini dimulai dan trombin mulai
terbentuk, kerja proteolitik dari trombin akan mengaktifkan
Faktor V. Faktor ini kemudian akan menjadi akselerator
tambahan yang kuat dalam pengaktifan protrombin. Jadi, dalam
kompleks

aktivator

protrombin

akhir,

Faktor

yang

teraktivasilah yang merupakan protease sesungguhnya yang


menyebabkan

pemecahan

protrombin

untuk

membentuk

trombin; Faktor V yang teraktivasi sangat mempercepat kerja


protease ini, sedangkan fosfolipid trombosit bekerja sebagai alat
pengangkut yang mempercepat proses tersebut. Perhatikan
terutama umpan balik positif dari trombin, yang bekerja melalui
Faktor V, untuk mempercepat proses seluruhnya.

Gambar 2. 1. Reaksi kaskade jalur intrinsik dan ekstrinsik


b. Jalur intrinsik sebagai awal pembekuan
Mekanisme kedua untuk awal pembentukan aktivator
protrombin, dan dengan demikian juga merupakan awal dari
proses pembekuan, dimulai dengan terjadinya trauma terhadap
darah itu sendiri atau darah berkontak dengan kolagen pada
dinding

pembuluh

darah

yang

rusak.

Kemudian

proses

berlangsung melalui serangkaian reaksi kaskade, seperti pada


Gambar 1.
1) (1) Pengaktifan Faktor XII dan (2) pelepasan fosfolipid
trombosit oleh darah yang terkena trauma
Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen
dinding pembuluh darah akan mengubah dua faktor pembekuan
8

penting dalam darah: Faktor XII dan trombosit. Bila Faktor XII
terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau
dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah
menjadi bentuk molekul baru yaitu sebagai enzim proteolitik
yang disebut Faktor XII yang teraktivasi. Pada saat yang
bersamaan, trauma terhadap darah juga akan merusak trombosit
akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan permukaan
basah (atau rusak karena cara lain), dan ini akan melepaskan
berbagai fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein,
yang disebut faktor 3 trombosit, yang juga memegang peranan
dalam proses pembekuan selanjutnya.
2) Pengaktifan Faktor XI
Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
Faktor XI dan juga mengaktifkannya. Ini merupakan langkah
kedua dalam jalur intrinsik. Reaksi ini juga memerlukan
kininogen HMW (berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh
prekalikrein.
3) Pengaktifan Faktor IX oleh Faktor XI yang teraktivasi
Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
Faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan Faktor X (peranan Faktor VIII)
Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan Faktor
VIII teraktivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3
dari trombosit yang rusak, mengaktifkan Faktor X. Jelaslah
bahwa bila Faktor VIII atau trombosit kurang persediaannya,
langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak
dimiliki oleh pasien hemofilia klasik, dan karena alasan itu
disebut

faktor

antihemofilia.

Trombosit

adalah

faktor

pembekuan yang tidak didapati pada penyakit perdarahan yang


disebut trombositopenia.
5) Kerja Faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator
protrombin (peranan Faktor V)

Langkah dalam jalur intrinsik ini pada prinsipnya sama dengan


langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Artinya, faktor X yang
teraktivasi bergabung dengan Faktor V dan trombosit atau
fosfolipid jaringan untuk membentuk suatu kompleks yang
disebut aktivator protrombin. Aktivator protrombin dalam
beberapa detik mengawali pemecahan protrombin menjadi
trombin.
Di luar dua langkah pertama dalam jalur intrinsik, ion kalsium
diperlukan untuk mempermudah atau mempercepat semua reaksi
pembekuan darah. Oleh karena itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah
melalui tiap jalur pembekuan tidak terjadi.
Kadar ion kalsium dalam tubuh jarang sekali turun sedemikian rendah
sehingga nyata memengaruhi kinetik pembekuan darah. Tetapi, bila darah
dikeluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah dengan
menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan,
dengan cara deionisasi kalsium yaitu menyebabkannya bereaksi dengan
zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan mengendapkan kalsium dengan
ion oksalat.
Telah jelas dari skema sistem intrinsik dan ekstrinsik bahwa setelah
pembuluh darah rusak, pembekuan terjadi oleh kedua jalur tersebut secara
bersamaan. Faktor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan
berkontaknya Faktor XII dan trombosit dengan kolagen di dinding
pembuluh mengawali jalur intrinsik.
Suatu perbedaan yang sangat penting antara jalur ekstrinsik dan
intrinsik ialah bahwa jalur ekstrinsik dapat eksplosif; sekali dimulai,
kecepatan menyelesaikan akhir prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah
faktor jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang cedera, dan oleh
jumlah Faktor X, VII, dan V yang terdapat dalam darah. Pada cedera
jaringan yang hebat, pembekuan dapat terjadi dalam 15 detik. Jalur
intrinsik prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan waktu 1
sampai 6 menit untuk menghasilkan pembekuan.
c. Perubahan protrombin menjadi trombin

10

Pertama, aktivator protrombin terbentuk sebagai akibat rupturnya


pembuluh darah atau sebagai akibat kerusakan pada zat-zat khusus dalam
darah. Kedua, aktivator protrombin, dengan adanya ion Ca 2+ dalam jumlah
yang mencukupi, akan menyebabkan perubahan protrombin menjadi
trombin. Ketiga, trombin menyebabkan polimerisasi molekul-molekul
fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam waktu 10 sampai 15 detik
berikutnya. Jadi, faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah
biasanya adalah pembentukkan aktivator protrombin dan bukan reaksireaksi berikutnya, karena langkah akhir biasanya terjadi sangat cepat untuk
membentuk bekuan itu sendiri.
Trombosit juga berperan penting dalam mengubah protrombin
menjadi trombin, karena banyak protrombin mula-mula melekat pada
reseptor protrombin pada trombosit yang telah berikatan dengan jaringan
yang rusak.
d. Kerja trombin dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin
Trombin adalah enzim protein dengan kemampuan proteolitik yang
lemah. Ia bekerja pada fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptida
dengan berat molekul rendah dari setiap molekul fibrinogen, sehingga
membentuk satu molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan
otomatis untuk berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer yang lain
untuk membentuk benang fibrin. Dengan cara demikian, dalam beberapa
detik banyak molekul fibrin monomer berpolimerisasi menjadi benangbenang fibrin yang panjang, yang merupakan retikulum bekuan darah.
Pada tingkat awal polimerisasi, molekul fibrin monomer saling
berikatan melalui ikatan hidrogen nonkovalen yang lemah, dan benangbenang yang baru terbentuk ini tidak berikatan silang yang kuat antara satu
dengan lainnya; oleh karena itu, bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat dan
mudah dicerai-beraikan. Tetapi proses lain terjadi dalam beberapa menit
berikutnya yang akan sangat memperkuat jalinan fibrin tersebut. Proses ini
melibatkan suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin, yang terdapat
dalam jumlah kecil dalam bentuk globulin plasma yang nomal, tetapi juga
dilepaskan dari trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor

11

stabilisasi fibrin ini dapat bekerja terhadap benang-benang fibrin, ia sendiri


harus diaktifkan terlebih dahulu. Trombin yang sama yang menyebabkan
pembentukan fibrin juga mengaktifkan faktor stabilisasi fibrin. Kemudian
zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan
kovalen antara molekul fibrin monomer yang semakin banyak, dan juga
ikatan silang antara benang-benang fibrin yang berdekatan, sehingga sangat
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

1.2 Hemofilia
a. Definisi 2
Hemofilia

didefinisikan

sebagai

penyakit

atau

gangguan

perdarahan yang bersifat herediter akibat kekurangan faktor VIII atau IX.
b. Klasifikasi 2
Klasifikasi hemofilia bergantung pada kadar faktor VIII atau faktor
IX dalam plasma. Pada keadaan normal kadar faktor VIII dan faktor IX
berkisar di antara 50-150 U/dL atau 50-150%. Diklasifikasikan sebagai
hemofilia berat bila kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%; hemofilia
sedang bila kadarnya di antara 1-5% dan hemofilia ringan bila kadarnya di
antara 5-30%. Pada saat ini dikenal 2 bentuk hemofilia, yaitu hemofilia A,
karena kekurangan faktor VIII (anti-hemophilic factor) dan hemofilia B,
karena kekurangan faktor IX (Christmas factor).
c. Epidemiologi 3
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian
hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1: 25.00030.000 orang. Belum ada data mengenai angka kekerapan di Indonesia,
namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk Indonesia
saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia
B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang
ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat
keluarga.
d. Etiologi 4

12

Hemofilia merupakan penyakit darah resesif terkait kromosom X


yang disebabkan mutasi pada gen F8 (hemofilia A atau hemofilia klasik)
atau gen F9 (hemofilia B). Normalnya gen ini akan memberikan instruksi
pada tubuh untuk menghasilkan faktor pembekuan darah, yakni faktor VIII
dan IX. Lebih dari 500 mutasi yang berbeda telah diidentifikasi dalam gen
F8 atau F9 pada masing-masing penderita hemofilia A atau B. Salah satu
yang paling umum dari hasil mutasi hemofilia A adalah inversi dari intron
urutan 22, dan terdapat dalam 40% kasus hemofilia A yang berat.
Kemajuan diagnosis molekuler sekarang memungkinkan identifikasi yang
tepat dari mutasi, memungkinkan diagnosis yang akurat dari wanita
pembawa gen hemofilia dalam suatu keluarga. Pada sekitar 70% kasus,
hemofilia diwariskan dari orang tua, tetapi sekitar 30% dari pasien, tidak
memiliki riwayat keluarga yang menderita hemofilia atau mungkin tidak
jelas. Dalam kasus tersebut, kondisi ini sering disebabkan oleh mutasi gen
spontan pada saat fertilisasi.
e. Patofisiologi 5
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII) terjadi pada 1 dari 5000 lakilaki. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) terjadi sekitar seperlimanya.
Hemofilia C terjadi akibat defisiensi faktor XI. Akibat kekurangan faktor
VIII, IX dan XI terjadi hambatan pembekuan trombin yang sangat penting
untuk pembentukkan normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan
pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas
vaskular. Keparahan gangguan ini ditentukan oleh derajat defisiensi faktor
pembekuan.

f. Manifestasi klinik 2
Secara klinis tanda dan gejala hemofilia A dan B sulit dibedakan,
kecuali dengan pemeriksaan laboratorium khusus. Perdarahan yang umum
dijumpai adalah hematoma, dapat berupa kebiruan, pada berbagai bagian
tubuh dan hemartrosis atau perdarahan yang sukar berhenti. Pasien dengan
hemofilia berat dapat mengalami perdarahan spontan atau akibat trauma
ringan. Pada hemofilia sedang biasanya perdarahan terjadi karena trauma

13

yang lebih berat, sedangkan pada hemofilia ringan dapat tidak terdeteksi
untuk beberapa waktu sampai pasien mengalami tindakan operasi ringan
seperti cabut gigi atau sirkumsisi.
g. Diagnosis 6
1. Anamnesis
Saat lahir biasanya terjadi perdarahan dari tali pusat
Pada anak yang lebih besar biasanya terjadi perdarahan sendi
sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan, riwayat timbulnya,
riwayat timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal)
Riwayat perdarahan keluarga
Adanya keluhan perdarahan spontan yang biasanya berlangsung
lama
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukan perdarahan berupa:
Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
Hemartrosis
Sering dijumpai perdarahan interistial yang akan menyebabkan
atrofi otot, pergerakan akan terganggu dan terjadi kontraktur
sendi. Sendi yang paling sering terkena adalah siku, lutut,
pergelangan kaki, paha, dan sendi bahu
Sering dijumpai perdarahan di rongga mulut, kerongkongan,
hidung, perdarahan retroperineal, hematuri.
3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan penurunan kadar


hemoglobin bila terjadi perdarahan masif.
Waktu perdarahan normal/memanjang
Waktu pembekuan memanjang (closing time/CT)
Masa tromboplastin parsial memanjang (activated partial
thromboplastin time/APTT)
Waktu trombin dan protrombin normal
Diagnosis pasti yaitu dengan pemeriksaan kadar faktor VIII dan
faktor IX
h. Prognosis 7
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat
pada usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median
usia harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan
hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan

14

median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup


rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia
harapan hidup 78 tahun.
i. Komplikasi 8
Komplikasi jangka panjang dari hemofilia A dan B antara lain
adalah artropati kronik, terbentuknya inhibitor baik faktor VIII atau faktor
IX, dan risiko penyakit menular yang ditularkan lewat transfusi. Secara
historis, artropati kronis telah menjadi komplikasi jangka panjang yang
utama, terkait dengan hemofilia. Hemofilia yang tidak diobati dapat
menyebabkan perdarahan yang berulang pada sendi tertentu, termasuk
perdarahan ke dalam sendi yang sama. Pada anak-anak, sendi mudah
mengalami distensi dan volume darah yang besar mengisi sendi. Setelah
perdarahan sendi, enzim proteolitik dilepaskan oleh sel darah putih ke
dalam ruang sendi, dan besi heme menginduksi proliferasi makrofag,
hingga

menyebabkan

peradangan

sinovium.

Akibatnya,

sinovium

mengental, permukaan tulang rawan menjadi terkikis dan akhirnya bahkan


mungkin menyebar hingga pada tulang yang masih normal. Pada pasien
yang lebih tua dengan artropati yang berat, perdarahan ke dalam sendi
target, dengan penebalan sinovium, menyebabkan rasa sakit yang hebat.
Hal ini disebabkan oleh ruang untuk mengakomodasi darah pada sendi
sangat sempit.
j. Tatalaksana 2
Pengobatan

penderita

hemofilia

harus

dilakukan

secara

komprehensif. Selain mengganti faktor pembekuan yang kurang,


perawatan dan rehabilitasi juga diperlukan edukasi bagi penderita maupun
keluarganya.
Langkah pertama apabila terjadi perdarahan akut ialah melakukan
tindakan imobilisasi, kompres es, penekanan atau pembebatan dan
meninggikan daerah perdarahan. Tindakan ini harus segera dilakukan
terutama apabila jauh dari pusat pengobatan. Selanjutnya dalam waktu 2
jam setelah perdarahan, penderita hemofilia sudah harus mendapatkan
faktor pembekuan yang diperlukan.

15

Untuk hemofilia A diberikan transfusi kriopresipitat atau


konsentrat faktor VIII dengan dosis 0,5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan
(%). Satu kantong kriopresipitat mengandung sekitar 80 U faktor VIII.
Dapat juga dipakai dosis rumatan empiris yaitu untuk faktor VIII 20-25
U/kg setiap 12 jam. Sedangkan untuk hemofilia B diberikan faktor IX 4050 U/kg setiap 24 jam. Keduanya diawali dengan dosis muatan (loading
dose) dua kali dosis rumatan.
Selain untuk pengobatan, faktor VIII dan faktor IX juga diperlukan
untuk persiapan tindakan operatif seperti sirkumsisi, cabut gigi dan lainlain.
Tabel 2.1 Kebutuhan faktor VIII dibawah ini dapat dipakai sebagai
pegangan pada perdarahan atau tindakan:
Perdarahan/Tindakan

Kadar faktor VIII (% dari

Hemartrosis ringan
Hemartrosis berat/operasi kecil
Operasi besar
Perdarahan intracranial

normal)
15-20%
20-40%
60-80%
100%

Lama pemberiannya tergantung pada beratnya perdarahan atau


jenis tindakan. Misalnya untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan
selama 2-5 hari sedangkan operasi lebih besar atau laserasi luas 7-14 hari.
Pemberian faktor VIII atau IX ini dapat diperpanjang apabila penderita
memerlukan rehabilitasi misalnya pada hemartrosis. Selain faktor
pembekuan dapat pula diberikan obat antifibrinolitik seperti asam epsilon
amino-kaproat atau asam traneksamat. Pemakaian obat analgetik yang
mengganggu hemostasis seperti aspirin tidak dibenarkan.
1.3 Jelaskan mengenai vWB ! 2
Kelainan dasar dari penyakit ini ialah produksi yang abnormal dari faktor
von Willebrand (FvW) yang dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Ada 2
peran utama dari FvW, yaitu:

16

a. Sebagai protein pembawa/pelindung untuk kofaktor pembekuan FVIII


yang akan melindungi FVIII terhadap degradasi proteolitik oleh protein C
aktif.
b. Berperan utama pada mekanisme hemostasis primer tingkat sel yaitu
mempromosi adhesi dan agregasi trombosit.
Gejala klasik pada penyakit von Willebrand ialah terjadinya perdarahan
dari ringan sampai berat berupa kebiruan di kulit, epistaksis, perdarahan yang
memanjang pada luka kecil, menoragia dan perdarahan yang berlebihan
setelah trauma atau operasi, walaupun jarang membahayakan jiwa pasiennya
demikian pula perdarahan yang memanjang setelah cabut gigi. Pada tipe yang
berat, karena tidak adanya FvW disertai rendahnya FVIII dapat terjadi
perdarahan seperti pada hemofilia ialah hemartrosis, hematoma dan
perdarahan berat lain setelah trauma dengan tendensi perdarahan pada
pembuluh darah kecil yang tidak dijumpai pada hemofilia.
1.4 Jelaskan mengenai trombositopenia! 9
Jumlah trombosit normal di dalam tubuh berkisar antara 150-450 x 10 9/L.
Dalam rentang ini, trombosit akan berfungsi dengan baik dalam proses
koagulasi dengan cara membuat sumbat trombosit dan menstimulasi
pembentukan bekuan fibrin yang padat. Penurunan jumlah trombosit akan
menyebabkan perdarahan dari membran mukosa seperti perdarahan gusi
(gingival bleeding), perdarahan hidung (epistaksis), memar yang luas
(ekimosis), dan petekie (pintpoint hemorrhages). Pasien dengan jumlah
trombosit 6000 akan mengalami perdarahan pada saat operasi dan pasien
dengan jumlah trombosit 30.000 dapat mengalami petekie. Pasien dengan
jumlah trombosit kurang dari 5000, berisiko untuk mengalami perdarahan
pada sistem saraf pusat. Tes laboratorium yang dapat membantu dalam
evaluasi fungsi trombosit adalah evaluasi jumlah dan morfologi trombosit
melalui apusan darah tepi, tes waktu perdarahan, tes agregasi trombosit
dengan menggunakan satu atau beberapa metode, dan metode lainnya yang
dapat menilai fungsi dan agregasi trombosit. Trombositopenia atau penurunan
jumlah trombosit dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penurunan produksi

17

atau peningkatan destruksi trombosit biasanya dilaporkan sebagai gangguan


jumlah trombosit. Namun, kondisi relatif dari sampel ataupun variabel
preanalitik dapat menyebabkan positif palsu pada uji hitung trombosit.
Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari 150
x 109/ liter. Ada banyak penyebab trombositopenia, tetapi penyebab-penyebab
trombositopenia tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi
trombosit. Jumlah trombosit yang rendah dapat disebabkan oleh destruksi
perifer akibat mekanisme imun maupun non-imun, penurunan produksi akibat
penyakit sumsum tulang herediter atau didapat, dan spleenic pooling.
Usia munculnya trombositopenia dapat membantu menentukan penyebab
trombositopenia. Penyebab trombositopenia tersering pada bayi baru lahir dan
neonatus adalah trombositopenia, infeksi, dan transfer antibodi pasif dari ibu
dengan purpura trombositopenik imun (ITP). Pada anak-anak, penyebab
tersering adalah purpura trombositopenik imun dan infeksi virus. Diagnosis
banding untuk trombositopenia pada orang dewasa sangat luas, biasanya
trombositopenia yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu proses penyakit
yang mendasari atau oleh proses autoimun.
Meskipun
demikian,
trombositopenia

herediter

harus

selalu

dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan trombositopenia ringan


sampai sedang yang mungkin tidak memiliki riwayat perdarahan yang
signifikan secara klinis. Banyak pasien dewasa didiagnosis secara kebetulan
dalam pemeriksaan rutin. Pemeriksaan yang cermat pada sediaan hapus darah
tepi

adalah

cara

terbaik

dalam

mempersempit

diagnosis

banding.

Penggumpalan trombosit mendukung diagnosis pseudotrombositopenia dan


intervensi yang mungkin berbahaya harus dihindari. Banyak trombositopenia
kongenital dapat dikenali melalui perubahan morfologi trombosit, seperti
giant atau small platelet, granul abnormal pada trombosit, atau berhubungan
dengan perubahan morfologi eritrosit atau leukosit. Tabel di bawah ini
meringkas penyebab tersering trombositopenia.
Tabel 2.2 Penyebab tersering trombositopenia
Klasifikasi Trombositopenia
Pseudotrombositopenia
Aglutinasi trombosit

18

Satelitism trombosit
Antibodi antifosfolipid
Antagonis GpIIa-IIIa
Gangguan produksi trombosit
Kongenital
Autosomal dominan

MYH9-related (May - Hegglin anomaly , Fechtner syndrome, Eipstein

syndrome, Sebastian syndrome)


Mediterranean macrothrombocytopenia
Sindrom platelet familial dengan predisposisi AML
Trombositopenia terpaut kromosom 10
Sindrom Paris-Trousseau
Trombositopenia dengan sinostosis radial

Autosomal resesif

Congenital amegakaryocytic thrombocytopenia


Trombositopenia tanpa sindrome radius (TAR)
Sindrom Bernard-Soulier
Sindrom Gray platelet

Trombositopenia terpaut kromosom X

Sindrom Wiskott-Aldrich
Trombositopenia terpaut kromosom X
Trombositopenia terpaut kromosom X dengan diseritrositosis

Didapat
Infiltrasi sumsum tulang
Infeksi penyakit

HIV
Parvovirus
Sitomegalovirus
Lainnya

Radioterapi dan kemoterapi


Defisiensi asam folat dan vitamin B12
Paroxymal nocturnal hemoglobinuria
Anemia aplastik didapat
Sindrom mielodisplastik
Trombositopenia megakariosit murni didapat (acquired pure megakaryocytic
thrombocytopenia)
Peningkatan destruksi trombosit
Tombositopenia dimediasi imun
Purpura trombositopenia autoimun

Idiopatik

19

Sekunder

Trombositopenia alloimun

Trombositopenia neonatal
Purpura post-transfusi

Non-imun trombositopenia
Mikroangiopati trombotik

Thrombotic thrombocytopenic purpura dan hemolytic uremic syndrome


Disseminated intravascular coagulopathy
Kasabach-Merritt syndrome

Destruksi trombosit oleh permukaan artifisial


Hemofagositosis
Distribusi trombosit yang abnormal atau pooling
Splenomegali
Hipersplenisme
Hipotermia
Transfusi massif
Trombositopenia diinduksi obat
Trombositopenia diinduksi heparin
Trombositopenia akibat obat-obat lain

1.5 Jelaskan mengenai defisiensi vitamin K ! 10,11


Vitamin K merupakan mikronutrien yang penting bagi sistem pembekuan
darah. Vitamin ini diperlukan di hati untuk sintesa faktor II (protrombin),
faktor VII (prokonvertin), faktor IX (tromboplastin) dan faktor X. Defisiensi
vitamin K dan adanya gangguan pada hati dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi faktor-faktor pembekuan darah, karena hampir seluruh faktor
pembekuan darah diproduksi di hati.
Dalam keadaan normal, setiap bayi baru lahir mengalami penurunan
faktor-faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K, yaitu faktor
pembekuan II, VII, IX dan X. Kadar faktor-faktor pembekuan ini dalam
plasma menurun sampai mencapai kadar terendah pada hari ke 2-5 kehidupan,
kemudian meningkat kembali pada umur 7-14 hari dan mendekati kadar
normal orang dewasa setelah bayi berumur sekitar 3 bulan.

Rangkaian

fenomena ini adalah normal dan tidak menimbulkan gangguan proses


pembekuan darah yang berakibat perdarahan. Namun dalam keadaan tertentu
pada bayi baru lahir, penurunan kadar faktor-faktor pembekuan tersebut lebih

20

besar dari pada penurunan fisiologik serta peningkatannya lambat dan tidak
sempurna sehingga mengakibatkan gangguan pembekuan dan perdarahan.
Keadaan inilah yang disebut Penyakit Perdarahan pada Bayi Baru Lahir atau
Hemorrhagic Disease of The Newborn (HDN).
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma
terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit,
mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura,
ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat
perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna,
sirkumsisi dan pungsi vena.
Vitamin K dapat diperoleh secara alami dari sayuran hijau seperti bayam,
kol, wortel, minyak sayur dan minyak kedelai. Juga dapat diperoleh dari ikan,
daging dan sereal. Vitamin K dapat dibuat di dalam usus manusia oleh
berbagai bakteri yang terdapat dalam usus seperti Escherichia coli dan
sebagainya. Vitamin K diserap oleh usus bersama-sama dengan lemak.
1.6 Transfusi darah
a. Jenis 12
Penggunaan darah untuk tranfusi hendaklah selalu dilakukan
secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan hanya komponen
darah/derivat plasma yang dibutuhkan saja. Pemikiran ini didasarkan
bahwa darah terdiri dari bermacam-macam elemen selular dan juga
bermacam macam protein plasma dengan fungsi yang berbeda-beda yang
tentunya dapat dipisahkan, juga biasanya pasien hanya memerlukan
komponen tertentu saja sehingga komponen komponen darah lainnya
dapat diberikan pada pasien lain yang membutuhkan.
Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau
komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien),
dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tapi dapat pula berbahaya
dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi sehingga tranfusi darah
hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga
diperoleh manfaat yang jauh lebih besar daripada risiko yang mungkin
terjadi.

21

Dari satu unit darah lengkap donor dengan proses sentrifugasi


dengan kecepatan tinggi dapat dipisahkan menjadi sel darah merah pekat
(SDMP), trombosit, plasma segar beku/fresh frozen plasma (FFP),
kriopresipitat dan lain lain, sedangkan dari plasma dengan proses
fraksinasi akan didapat beberapa derifatnya antara lain albumin,
imunoglobulin dan faktor-faktor koagulasi pekat misalnya faktor VIII
pekat dan faktor IX pekat. Jenis transfusi darah ialah :
1. Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap ini berisi sel darah merah, lekosit, trombosit dan
plasma. Satu unit kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63
mL antikoagulan. Di Indonesia satu kantong darah lengkap berisi 250
mL darah dengan 37 mL antikoagulan, ada juga yang satu unit kantong
berisi 350 mL darah dengan 49 mL antikoagulan. Suhu simpan antara
l-6C. Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari
antikoagulan yang dipakai pada kantong darah; pada pemakaian sitrat
fosfat dekstrose (CPD) lama simpan adalah 21 hari, sedangkan dengan
CPD adenin (CPDA): 35 hari. Menurut masa simpan in vitro ada 2
macam darah lengkap yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar
yaitu darah yang disimpan sampai 48 jam, sedang darah baru yaitu
darah yang disimpan sampai dengan 5 hari. Pada darah segar
trombosit, faktor pembekuan labil (V, VIII) masih cukup untuk
terjadinya pembekuan sedangkan darah baru kadar 2,3 difosfogliserat
(2,3 DPG) suatu molekul yang mempermudah pelepasan oksigen dari
hemoglobin mulai menurun.
2. Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, lekosit dan sedikit
plasma. Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian
besar plasma dari darah lengkap, sehingga diperoleh sel darah merah
dengan nilai hematokrit 60-70 %. Volume diperkirakan 150-300 mL
tergantung besarnya kantung darah yang dipakai, dengan massa sel
darah merah 100-200 mL. Sel darah merah ini disimpan pada suhu l6C. Bila menggunakan antikoagulan CPDA maka masa simpan dari
22

sel darah merah ini 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80 %,


sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD masa simpan dari sel
darah merah ini 21 hari. Komponen sel darah merah yang disimpan
dalam larutan tambahan (buffer, dekstrosa, adenin, manitol) memiliki
nilai hematokrit 52-60 % dan masa simpan 42 hari. Sediaan ini bukan
merupakan sumber trombosit dan granulosit, namun memiliki
kemampuan oksigenasi seperti darah lengkap.
3. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood
cell leucocytes reduced)
Setiap unit sel darah merah pekat mengandung 1-3 x 109 leukosit.
American Association of Blood Bank Standard for Tranfusion Services
menetapkan bahwa sel darah merah yang disebut dengan sedikit
leukosit jika kandungan leukositnya kurang dari 5 x 106 leukosit/unit.
Se darah ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran, pencucian sel
darah

merah

dengan

garam

fisiologis,

dengan

filtrasi

atau

degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Karena pada


pembuatannya ada sel darah merah yang hilang, maka kandungan sel
darah merah kurang dibandingkan dengan sel darah merah pekat biasa.
Suhu simpan l-6C, sedang masa simpan tergantung pada cara
pembuatannya. Bila pemisahan leukosit dilakukan dengan memakai
kantong ganda (sistem tertutup) masa simpannya sama dengan darah
lengkap asalnya, tapi bila dengan pencucian/filtrasi (sistem terbuka)
produk ini harus dipakai secepatnya (dalam 24 jam).
4. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki
hematokrit 70-80 % dengan volume 180 mL. Pencucian dengan salin
membuang hampir seluruh plasma (98 %), menurunkan konsentrasi
leukosit, dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya biasanya
dilakukan dengan sistem terbuka maka komponen ini hanya dapat
disimpan dalam 24 jam dalam suhu l-6C. Pada orang dewasa
komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau

23

alergi yang berulang, dapat pula digunakan pada transfusi neonatal


atau transfusi intrauteri.
5. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell
frozen, packed red blood cell deglycerolized)
Sel darah merah beku ini dibuat dengan penambahan gliserol suatu
sediaan krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari.
Darah ini kemudian dibekukan pada suhu minus 65 atau minus 200 o C
(tergantung sediaan gliserol) dan dapat disimpan selama 10 tahun.
Karena pada proses penyimpanan beku, pencairan dan pencuciannya
ada sel darah merah yang hilang maka kandungan sel darah merah
minimal 80 /r dari jumlah sel darah merah pekat asal, demikian pula
hematokrit

kurang

lebih

70-80%.

Proses

pencucian

dapat

menggunakan larutan glukosa dan salin. Suhu simpan l-6C dan tidak
boleh digunakan lebih dan 24 jam karena proses pencucian biasanya
memakai sistem terbuka.
6. Trombosit pekat (concentrate platelets)
Berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah merah serta
plasma. Trombosit pekat ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran
(sentrifugasi) darah lengkap segar atau dengan cara tromboferesis.
Satu kantong trombosit pekat yang berasal dari 450 mL darah lengkap
dari seorang donor berisi kira-kira 5,5 x 1010 trombosit dengan volume
sekitar 50 mL. Satu kantong trombosit pekat yang diperoleh dengan
cara tromboferesis seorang donor darah berisi sekitar 3 x 1011
trombosit, setara dengan 6 kantong trombosit yang berasal dari donor
darah biasa. Tergantung dari jenis mesin yang dipakai, volume berkisar
antara 150-400 mL. Produk ini memungkinkan transfusi trombosit
yang cocok pada pasien dengan antibodi terhadap trombosit.
Trombosit pekat ini dapat disimpan pada suhu 20-24C dengan
kantong darah biasa yang diletakkan pada rotator/agitator yang selalu
berputar/bergoyang, trombosit dapat disimpan selama 3 hari,
sedangkan dengan kantong darah khusus dengan cara penyimpanan
yang sama trombosit dapat disimpan selama 5 hari. Produk ini daya

24

hemostatiknya kurang, sedangkan viability pasca transfusinya lebih


baik. Pada suhu l-6C trombosit ini dapat disimpan selama 3 hari.
Produk ini fungsi hemostatiknya lebih baik namun viability pasca
tranfusinya kurang.
7. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)
Trombosit berisi leukosit sekitar 0.5-1 x 108/unit trombosit,
sedangkan trombosit dengan sedikit leukosit mengandung leukosit
hanya 8.3 x 107 unit. Trombosit jenis ini dipergunakan untuk
pencegahan terjadinya alloimunisasi HLA terutama pada pasien-pasien
yang harus menerima kemoterapi jangka panjang. Meskipun sediaan
ini dapat meniadakan reaksi febris pada pasien yang mengalami
aloimunisasi terhadap HLA antigen, penggunaannya tidak dapat
mempercepat

terjadinya

pemulihan

jumlah

trombosit.

Untuk

mendapatkan hasil yang baik sebaiknya dilakukan uji cocok serasi.


Terjadinya reaksi transfusi pada sediaan ini dihubungkan dengan
lamanya penyimpanan akibat dilepaskannya sitokin-sitokin seperti IL1, IL-6, IL-8 dan TNF alfa yang dilepaskan leukosit selama
penyimpanan.
8. Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
Diperoleh dengan cara sitaferesis dari donor tunggal, berisi
granulosit, limfosit, trombosit beberapa sel darah merah dan sedikit
plasma. Setiap unit mengandung sekitar 1.0 x 10 10 granulosit, sejumlah
limfosit, trombosit, 25-50 mL sel darah merah, dan mungkin sedikit
hidroksietil starch (HES),dengan volume 200-300 mL. Suhu simpan
dari sediaan ini 20-24C dan harus segera ditransfusikan. Komponen
ini dipakai untuk meningkatkan jumlah granulosit pada pasien sepsis
dengan leukopenia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pemberian

antibiotik

dan

pada

pemeriksaan

sumsum

tulang

menunjukkan hipoplasi.
9. Plasma segar beku (fresh frozen plasma (FFP)
Plasma digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi.
Plasma segar beku ini berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil

25

dan labil, komplemen dan protein plasma. Plasma ini dipisahkan dari
darah lengkap yang kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah
pengambilan darah dari donor, disimpan pada suhu simpan minus
18C atau lebih rendah dengan masa simpan 1 tahun. Volume sekitar
200-250 mL. Plasma segar beku dipakai untuk pasien dengan
gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan
pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan
multipel antara lain: penyakit hati, KID, TTP, dan dilusi koagulopati
akibat transfusi masif.
10. Kriopresipitat faktor anti hemofilik (cryoprecipitated AHF)
Kriopresipitat AHF adalah konsentrat plasma protein tertentu,
dibuat dengan mencairkan plasma segar beku pada suhu 4C selama
12-14 jam atau pada circulating waterbath 4C selama 75 menit dan
kemudian memisahkan komponen yang masih berpresipitasi pada suhu
tersebut dengan cara pemutaran. Komponen yang masih berpresipitasi
tersebut adalah kriopresipitat. Suhu simpan adalah minus 18C atau
lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun dengan volum sekitar 10-15
ml. Kriopresipitat ini berisi faktor VIII 80-120 unit, 150-250 mg
fibrinogen, sekitar 40-70% faktor Von Willebrand, 20-30% faktor XIII.
Kriopresipitat digunakan pada pasien dengan kekurangan F VIII
(Hemofilia A) bila F VIII pekat tidak tersedia, kekurangan F XIII,
kekurangan fibrinogen dan untuk pasien penyakit von Willebrand.
11. Konsentrat faktor VIII (factor VIII concentrate)
Konsentrat faktor VIII dapat dibuat dari plasma manusia atau
diproduksi melalui teknologi rekombinan. Konsentrat faktor VIII ini
dibuat dengan proses fraksinasi dari plasma yang dikumpulkan dan
dibekukan segera setelah pengambilan darah. Semua produk dibuat
steril, stabil, murnii dan beku kering. Berbagai proses dipakai untuk
mendapatkan F VIII yang bebas dari virus dan menurunkan risiko
penularan infeksi misalnya dengan proses pasteurisasi atau memakai
cairan pelarut tri(n-butil) fosfat. Sediaan ini memiliki volume yang
sedikit. Produk yang tersedia dapat diklasifikasikan atas sediaan

26

konsentrat F VIII dengan kemurnian menengah, kemurnian tinggi atau


bebas imunoafinitas. Konsentrat F VIII dengan kemurnian menengah
memiliki 1-10% dari total protein terdiri dan fibrinogen dan beberapa
protein lainnya. Produk yang paling murni dibuat melalui kromatografi
imunoafinitas

dengan

menggunakan

antibodi

monoklonal.

Kemurniannya mencapai lebih dari 90% sebelum ditambah albumin


yang dipakai sebagai stabilisator. Faktor VIII yang dibuat dari kultur
sel mamalia melalui rekombinan DNA juga sudah tersedia secara luas.
12. Konsentrat faktor IX (factor IX concentrates)
Dua konsentrat FIX sekarang tersedia sebagai hasil rekombinan.
Sediaan ini steril, stabil dan kering beku sebagai hasil dari fraksinasi
plasma yang dikumpulkan. Kompleks F IX merupakan sediaan yang
mengandung selain F IX juga sejumlah F II, VII, X dan beberapa
protein. Selama pembuatan konsentrat ini beberapa aktivasi dari faktor
koagulasi dapat terjadi. Isi dari F VII dalam beberapa produk agak
bervariasi. Jumlah masing masing faktor yang terkandung dalam
sediaan ini biasanya tertera pada label botol tapi paling banyak
mengandung 1-5 IU F IX/mg protein. Hal sebaliknya dengan kompleks
FIX, FIX koagulasi merupakan sediaan murni yang mengandung
sedikit FII, F VII dan F X. Sediaan ini dibuat dengan metode
kromatografi

atau

antibodi

monoklonal

sehingga

mengurangi

terjadinya trombogenik. Kira kira 20-30% dan produk ini adalah F IX


dimana sediaan ini mengandung 50 dan 200 IU F IX/mg protein.
Konsentrat F IX dibuat dengan heat treated solvent/ detergent treated
dengan teknik rekombinan untuk menurunkan risiko hepatitis, HIV dan
infeksi virus lainnya.
13. Albumin dan fraksi protein plasma (albumin and plasma protein
fraction)
Albumin merupakan derivat plasma yang diperoleh dari darah
lengkap atau plasmaferesis, terdiri dari 96% albumin dan 4% globulin
dan beberapa protein lain yang dibuat dengan proses fraksinasi alkohol
dingin. Derivat ini kemudian dipanaskan 60C selama 10 jam sehingga

27

bebas virus. Fraksi protein plasma adalah produk yang sama dengan
albumin hanya dalam pemurniannya lebih kurang dibandingkan
dengan albumin dalam proses fraksinasi. Fraksi protein plasma ini
mengandung 83% albumin dan 17% globulin. Albumin yang tersedia
adalah larutan 25% dan 5%, sementara reaksi protein plasma yang
tersedia adalah larutan 5%. Tiap sediaan mengandung natrium 145
mmol/L (145 mEq/L). Larutan albumin 5%, osmotik dan onkotiknya
sama dengan plasma sedangkan larutan albumin 25% osmotik dan
onkotiknya lima kali lebih besar dari plasma. Albumin memiliki waktu
paruh 16 jam dan dapat disimpan lebih dari 5 tahun pada suhu 2-10C.
14. Imunoglobulin (immune globulin)
Imunoglobulin biasanya dibuat melalui proses fraksinasi dengan
etanol dingin dari plasma yang dikumpulkan. Berisi imunoglobulin G
(IgG) dengan sedikit IgA dan IgM. Terdapat dua sediaan yakni
intramuskular

(IMIG)

dan

intravena

(IVIG).

Pada

sediaan

intramuskular (IM), produk ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu


pada pemberiannya diperlukan waktu 4-7 hari untuk mencapai kadar
puncak dalam plasma, dosis maksimum yang dapat diberikan dibatasi
oleh massa otot dan pada pemberiannya menyebabkan nyeri. Sediaan
IM saat ini diberikan hanya untuk profilaksis. Sediaan ini merupakan
larutan steril dengan konsentrasi protein kurang lebih 16.5 g/dL.
Sediaan intravena gammaglobulin (IVIG) meminimalisasi kelemahan
dari pemberian intramuskular. Produk IVIG cepat mencapai puncak
plasma begitu diinfuskan. Waktu paruh dari IMIG dan IVIG bervariasi
antara 18-32 hari.
15. Rh immune globulin
RhlG dibuat dari plasma yang dikumpulkan dan mengandung IgG
anti D. Terdapat 2 sediaan yaitu intra muskular (IM) dan intravena
(IV). Sediaan IV dosis 120 ug dan 300 ug telah disetujui oleh FDA
untuk supresi imun terhadap antigen D dan untuk pengobatan ITP.
Sediaan IM yang tersedia adalah dosis 300 ug dan 50 ug. Dosis 300 ug
RhlG baik IV maupun IM akan melindungi efek imun lebih dari 15 mL

28

darah dengan D positif. Semua sediaan ini aman dari transmisi


penyakit infeksi dan virus dan dipakai untuk mencegah terjadinya
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh antigen
Rh (D).
b. Indikasi 2
1. Darah lengkap (Whole blood)
Indikasi :
a. Mengatasi keadaan anemia, perbaikan fungsi oksigenasi, perbaikan
volume sirkulasi akibat perdarahan
b. Transfusi tukar
2. Sel darah merah
Tujuan terapi sel darah merah terutama untuk memperbaiki
oksigenasi jaringan. Kebutuhan oksigen jaringan ditentukan oleh kadar
hemoglobin dan hematokrit. Faktor-faktor yang terlibat didalam
oksigenasi diantaranya adalah:
- Tingkat pengambilan oksigen (oxygen uptake)
- Alirah darah (blood flow)
- Masa hemoglobin (Hb mass)
- Afinitas Hb terhadap O2
- Tingkat kebutuhan jaringan (tissue demand)
- Kondisi pasien (stable/unstable)
1) Sel darah merah pekat (packed red cell)
Indikasi :
a. Mengatasi keadaan anemia karena keganasan, anemia aplastik,
thalassemia, anemia hemolitik, dll.
b. Anemia defisiensi yang berat dengan ancaman gagal jantung atau
menderita infeksi berat.
c. Perdarahan akut.
2) Sel darah merah miskin leukosit
Indikasi :
a. Untuk menghindari/mencegah reaksi transfusi non hemolitik
(panas, gatal, menggigil, dll)
b. Dipergunakan pada kasus transfusi berulang
c. Menghindari potensi sensitisasi pada kasus transplantasi jaringan
d. Mempunyai masa simpan yang lebih pendek
3) Sel darah merah beku (frozen red packed cell)
Indikasi :
a. Bertujuan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama
b. Sebagai persediaan sel darah merah yang jarang dijumpai
4) Sel darah merah yang diradiasi (irradiation blood)
Indikasi :
a. Untuk menghindari reaksi imun yang akan terjadi
29

b. Radiasi bertujuan untuk menghancurkan sel limfosit yang sering


menyebabkan terjadi reaksi graft versus host (GVH)
c. Dipergunakan pada cangkok sumsum tulang, defisiensi imunologi,
transfusi intra uterin, limfopenia karena kemoterapi.
3. Trombosit
1) Plasma kaya trombosit (PRP) mengandung trombosit dengan
elemen plasma lainnya masih lengkap
2) Konsentrat trombosit (TC), volume 30-50 cc/Unit
Indikasi :
a. Perdarahan yang jelas disebabkan oleh karena trombositopeni
b. Profilaksis pasien dengan kegagalan fungsi sumsum tulang
(anemia aplastik, leukemia, supresi akibat kemoterapi)
c. Profilaksis pada tindakan bedah/trombositopat.
Transfusi trombosit tidak bermanfaat pada pasien dengan
Autoimun Idiopatik Thrombocytopeni Purpura (AITP), Drug Induced
Trombositopeni, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan
trombositopeni akibat sepsis atau hipersplenisme.
Masalah yang perlu diperhatikan di dalam transfusi trombosit
yaitu :
-

Jumlah trombosit
Usia trombosit dalam sirkulasi
Onset terjadinya trombositopeni
Terapi steroid
Defisiensi faktor koagulasi
Pengobatan aspirin
Faktor yang berpengaruh pada viabilitas trombosit:
- Reaksi inkompatibilitas
- Ukuran limpa (splenomegali)
- Infeksi/sepsis, DIC
- Penyimpanan yang kurang baik
- Penggunaan filter yang tidak sesuai
4. Leukosit/ granulosit
Komponen ini didapat dengan melakukan sentrifugasi berupa buffy
coat.
Indikasi :
a. Kegagalan sumsum tulang yang berat
b. Infeksi berat yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan
antibiotic
c. Gangguan fungsi dari granulosit
d. Neonatal sepsis oleh bakteri gram negatif
5. Plasma dan derivatnya
a. Plasma biasa tidak mengandung faktor pembekuan V dan VII
30

b.
c.
d.
e.

Plasma segar mengandung faktor pembekuan yang masih lengkap


Plasma segar beku (FFP) mengandung semua komponen plasma
Plasma kering (lyophilized pooled plasma)
Plasma kaya trombosit mengandung komponen plasma dan banyak
trombosit.
Kepentingan utama pemberian plasma adalah :
1. Mengganti/menambah faktor-faktor pembekuan spesifik pada
pasien yang mengalami perdarahan
2. Sebagai cairan pengganti untuk mengembalikan volume sirkulasi,
nutrisi
3. Menambah/mengganti serum immunoglobulin.
Derivat plasma/fraksi plasma :
1. Fraksi protein
a. Fraksi plasma protein (PPF)
b. Albumin
2. Immunoglobulin/ imunoserumglobulin

fraksi

plasma

dan

mengandung antibody
3. Faktor pembekuan spesifik
a. Kriopresipitat
Pencegahan perdarahan pada hemofilia A, penyakit Von
Willebrand, afibrinogenemia, disfibrinogenemia dan defisiensi
faktor VII dan XIII
b. Konsentrat faktor VIII (factor anti hemofilia)
Perdarahan penyakit hemofilia A, Von Willebrand.
c. Konsentrat faktor IX
Hemofilia B dan penyakit Christmas, defisiensi atau defek
faktor VII, X dan prothrombin.

c. Cara pemberian 12
1 Plasma segar darah beku
Diberikan dalam 6 jam setelah pencairan dengan memakai saringan
/filter standar. Plasma harus cocok golongan ABOnya dengan sel
darah merah pasien dan tidak perlu uji silang. Jika plasma diberikan
untuk pengganti faktor koagulasi dosisnya adalah 10-20mL/kg dapat

31

meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, dapat pula meningkatkan


2

faktor VIII 2%
Konsetrat faktor VIII
Banyaknya aktivitas

VIII

koagulan

digunakan

dengan

menpergunakan International Units (IU). Satu IU adalah jumlah


aktivitas F VIII koagulan dalam 1 mL plasma normal. Dosis
permulaan untuk mencapai kadar 30-100% di hitung dengan rumus:
Plasma volume = 40 ml/kg x BB (kg)
F VIII yang diinginkan (unit)
PV X (kadar yang diinginkan (%) kadar sekarang (%)
100
Diberikan melalui infus dengan mengunakan saringan/filter darah standar .
3

Konsentrat faktor IX
Dua unit F IX setara dengan 1 mL plasma manusia. Dosis yang
diberikan tergantung gejala klinis dan kebutuhan pasien. Sejumlah
konsentrat F IX diinfuskan dengan rumus seperti menghitung
penggunaan dosis F VIII. Setiap unit F IX yang diinfuskan per kg BB
akan meningkatkan 1% F IX

1.7 Apa yang menyebabkan bengkak dan kemerahan pada anak tersebut? 14
Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau
hemartrosis sering terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal
ini disebabkan oleh rendahnya ekspresi tissue factor di jaringan sinovial
sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi
mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis
kronis ini menyebabkan pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan
pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya. Sendi
yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target. Hasil
akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku, terjadi
deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta
hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini merupakan salah satu
morbiditas penderita hemofilia yang utama.
1.8 Bagaimana interprestasi hasil laboratorium ? 15

32

Komponen
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hemoglobin
Hematokrit
Bleeding time
Cloting time
PT
aPTT
Faktor VIII
Faktor IX

Nilai
4,5 juta /L
7.300 /L
250.000 /L
10,5 g/dL
33%
2 menit 30 detik
7 menit
12 detik
16 detik
3%
78%

Nilai Rujukan Norma


4,0-5,0 juta /L
5.000-10.000 /L
150.000-400.000 /L
12,0-14,0 gr/dL
40-50%
1-8 menit
5-15 menit
11-13,5 detik
20-35 detik
50-100%
50-100%

Pemeriksaan eritrosit, leukosit dan trombosit pada pasien secara


berturut-turut adalah 4,5 juta/uL, 7.300/uL, dan 250.000/uL. Angka ini masih
dalam batas yang normal, dimana jumlah normal eritrosit, leukosit, dan
trombosit secara berturut-turut adalah 4-5 juta/uL, 5.000-10.000/uL, dan
150.000-400.000/uL. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit pada pasien
secara berturut-turut adalah 10,5 g/dL dan 33%. Angka ini cenderung rendah
daripada nilai normalnya, dimana nilai normal hemoglobin dan hematokrit
secara berturut-turut adalah 12-14 g/dL dan 40-50%. Penurunan nilai
hemoglobin dan hematokrit pada pasien ini disebabkan oleh perdarahan yang
terjadi pada sendi pasien yang berlangsung lama.
Pemeriksaan bleeding time dan clotting time pada pasien secara berturutturut adalah 2 menit 30 detik dan 7 menit. Angka ini masih dalam batas yang
normal, dimana nilai normal bleeding time dan clotting time secara berturutturut adalah 1-8 menit dan 5-15 menit. Pemeriksaan PT pada pasien adalah 12
detik. Angka ini masih dalam batas yang normal, dimana nilai normal PT
adalah 11-13,5 detik. Pemeriksaan PT dapat mengukur secara langsung
kelainan secara potensial dalam sistem tromboplastin ekstrinsik (fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII dan X). Nilai PT yang normal pada pasien ini
menunjukkan tidak adanya defek pada komponen sistem tromboplastin
ekstrinsik yakni fibrinogen, protrombin, faktor V, VII dan X.
Pemeriksaan aPTT pada pasien adalah 16 detik. Angka ini cenderung
rendah daripada nilai normalnya, dimana nilai normal aPTT adalah 20-35
detik. Pemeriksaan aPTT dapat mendeteksi defisiensi sistem tromboplastin

33

intrinsik (faktor I, II, V, VIII, IX, X, XI dan XII). Nilai aPTT yang cenderung
rendah pada pasien ini menunjukkan adanya defisiensi sistem tromboplastin
intrinsik yang terdiri dari faktor I, II, V, VIII, IX, X, XI dan XII).Pemeriksaan
faktor VIII pada pasien adalah 3%. Angka ini sangat rendah daripada nilai
normalnya, dimana nilai normal faktor VIII adalah 50-100%. Nilai faktor VIII
yang sangat rendah ini menjelaskan bahwa pasien mengalami defisiensi faktor
VIII dengan derajat yang sedang. Pemeriksaan faktor IX pada pasien adalah
78%. Angka ini masih dalam batas yang normal, dimana nilai normal faktor
IX adalah 50-100%.

1.9 Perbedaan hemofilia A, hemofilia B dan penyakit vonWillebrand?3

34

35

BAB III
KESIMPULAN

Data tambahan
Komponen
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hemoglobin
Hematokrit
Bleeding time
Cloting time
PT
aPTT
Faktor VIII
Faktor IX

Nilai
4,5 juta /L
7.300 /L
250.000 /L
10,5 g/dL
33%
2 menit 30 detik
7 menit
12 detik
16 detik
3%
78%

3.1.

Kesimpulan
Anak laki-laki 2 tahun mengalami hemofilia A derajat sedang

36

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A.C. and Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology 11 th Ed.


Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders; 2006.
2. Permono BH, Sutaryo, Ugrasena IDG. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak.
Jakarta. Badan Penerbit IDAI; 2010.
3. Rotty, Linda W.A. Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta: EGC. 2009
4. Longo DL, Harrison TR, editor. Harrisons hematology and oncology 2 nd Ed.
New York: McGraw-Hill Medical; 2013.
5. Dinnen D. Hemophilia A: Pathophysiology and Treatment Strategies. MSN
Student Scholarship; 2014: paper 25.
6. Hay CRM, Brown S, Collins PW, Keeling DM, Liesner R. The diagnosis and
management of factor VIII and IX inhibitors: a guideline from the United
Kingdom Haemophilia Centre Doctors Organisation. British Journal of
Haematology. 2006; 133.
7. Darby SC, Sau WK, Spooner RJ, Giangrande PLF, Hill FG, Hay CRM, et al.
Mortality rates, life expectancy and causes of death in people with hemophilia
A or B in the United Kingdom who were not infected with HIV Blood. 2007;
110:815-25.
8. Kliegman R, Behrman RE, Nelson WE, editor. Nelson textbook of pediatrics
20th Ed. Phialdelphia, PA: Elsevier; 2016.
9. Lichtman, Marshall A, Ernest B, Uri S., et al (Editor). Williams Hematology.
7th Ed. New York: McGraw Hill Medical; 2007.
10. Windiastuti E. Hemostasis in the Neonate : Role of vitamin K. Makasar:
Perinasia; 2006.
11. Permono B. Defisiensi Vitamin K pada Bayi dan APCD Dalam : Untuk
Mereka Kita Bekerja. Jakarta : IDAI; 2005 : 55-8.
12. Boediwarsono, Soebiandiri, Sugianto et al. Transfusi Darah dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit
Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press.2007.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data
Klinik. Jakarta: Kemenkes RI; 2011.
37

38

You might also like