You are on page 1of 11

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama

: Ny. S

Usia

: 19 tahun

Alamat

: Bojong Lor

Pendidikan

: -

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Masuk Rumah Sakit : 16 Mei 2016


1.2. Anamnesis
Dikirim oleh

: Poned Wangun harja

Dengan Keterangan

: Diantar

Keluhan utama

: Tekanan darah meningkat dan kaki bengkak

Anamnesa Khusus

G1P0A0
Ibu merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, belum merasa mules-mules,
keluar air-air (-) lendir (-) darah (-). Pasien merasakan pusing, Ibu mengaku tekanan darah
meningkat sejak usia kehamilan 8 bulan disertai kaki bengkak. Gerakan janin masih
dirasakan oleh ibu. USG (+), TT 2x, ANC (+).
Riwayat Obstetri

:-

I.3. Pemeriksaan Fisik


Status Praesens
Keadaan Umum

: Sedang

Tekanan Darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 84 x/menit
1

Pernafasan

: 24 x/menit

Suhu

: 36,2 oC

Jantung

: BJ 1 & 2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: VBS kanan=kiri, Rhonki (-), Wheezing (-)

Berat Badan

: 85 kg

Tinggi Badan

: 155 cm

Edema

: Ekstremitas bawah +/+

Hati dan Limpa

: Sulit dinilai

Pemeriksaan Luar
Fundus Uteri

: 30 cm

Lingkaran Perut

:-

Letak Anak

: Memanjang, Punggung kanan

Bunyi Jantung Anak : 150 x/m


Tafsiran Berat Anak :
Pemeriksaan Dalam
Belum ada pembukaan

I.4. Laboratorium
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin

: 11,9

gr/dl

Hematokrit

: 33,9

Leukosit

: 13.65

/ul
2

Trombosit

: 292.000

/ul

Eritrosit

: 3.94

mm3

MCV

: 85,9

fl

MCH

: 30,1

pg

MCHC

: 35,0

g/dl

RDW

: 14,6

fl

MPV

: 8,9

fl

PDW

: 44,7

fl

Eosinofil

: 0,6

Basofil

: 0,4

Segmen

: 75,8

Limfosit

: 15,6

Monosit

: 5,6

Stab

: 1.9

Index Eritrosit

Hitung Jenis (Diff)

Golongan darah
Imunologi
HBsAg
Anti HIV
Urin
Protein Urin

A
: 0,01
: Non reaktif
: +2

I.5. Diagnosis
3

G1P0A0 Gravida Aterm Kala I Fase Laten dengan PEB


I.6. Penatalaksanaan
-

Infus RL 20 tpm + mgso4 6 gr

Skin test dan injeksi cefotaxim

Pengambilan sampel darah

Injeksi Furosemid

Injeksi tranexid

Injeksi Dexametason

Dopamet 3x1 tab

Nifedipin

Vit C 3x1 tab

Memasang DC

Observasi
Tgl 16/05/16
Jam 14.30 - Ibu dibawa ke ruang VK
-Periksa kondisi umum, Tekanan Darah : 160/100, Nadi : 81, Respirasi : 22, Suhu :
36,3C DJJ : 141 x/mnt .
-Injeksi Furosemid 1 amp IV
-Injeksi Deksametason 1 amp IV
-Injeksi Asam Traneksamat 1 amp IV
-Terpasang RL + MgSO4 6 gr Lb I
-Vit C 1 tab
-Memasang DC
Jam 18.00

-TD: 140/110 P: 80x R: 20 S: 36,7 djj: 136 x/mnt.

Jam 21.30

-TD: 170/100 P: 82 R: 20 S:36,7 djj: 150


4

- konsultasi dr.SpOG: lakukan pematangan paru selama 2 hari.


- Injeksi Dexametason I amp IV.
-nifedipin 1 tab/ oral (3x10 mg)
-Nifedipin 1 tab/ oral (3x10 mg)
Tgl 17/05/16
Jam 06.00

- TD: 130/90 P: 84 R: 20 S: 36,8C


-RL+ drip mgso4 labu IV terpasang
- Dopamet 1 tab/ oral (3x 250mg)

Jam 17.45

- TD: 150/100 P: 84 R:20 S: 36,8 Djj: 145 x/mnt


- TFU: 27 cm; HIS 3x / 10 mnt ( 30 )
- dilakukan pemeriksaan dalam; Vulva vagina tidak ada kelainan; Porsio tipis lunak;
O 3-4 cm; Ketuban (-) sisa keruh; kepala Hodge II +

Jam 18. 15

Konsultasi dr. SpOG, instruksi: drip oxy 5 IU 30 tpm menetap

Jam 18.35

Informed consent drip oxy, persetujuan (+) terlampir

Jam 18.40

Terpasang drip oxy 5IU labu I 30 tpm

Jam 20.00

Injeksi Dexamentason 1 amp (pematangan paru hari II)

Jam 20.30

dilakukan pemeriksaan dalam: Vulva dan vagina: tidak ada kelainan; Porsio: tipis; O
4-5 cm; Ketuban (+); Kepala Hodge II; Djj: 145 x/mnt

Jam 22.00

-TD: 140/90 P: 87 R: 20 S: 36,6 Djj: 147 x/mnt


-Dilakukan pemeriksaan dalam: Vulva & vagina tidak ada kelainan; Porsio: tipis; O
6-7 cm; ket (-); presentasi kepala; Hodge II

Tgl 18/05/16
Jam 02.00

- dilakukan pemeriksaan dalam: vulva&vagina tidak ada kelainan; porsio tidak


teraba; O 7-8; ketuban (-); presentasi kepala; hodge II.
-Djj 137 x/mnt
-Os miring kiri.
- timbul nyeri kepala, mual, pandangan kabur serta nyeri ulu hati.

Jam 02.30

-Os kejang 45 detik; TD: 200/100 P: 120 R: 30 S: 37,5Djj:134 x/mnt


-memasang O2 5 L, merendahkan posisi kepala, memasang sudap lidah.
5

-pasang DC
Jam 02.40

- pasang infus ulang


-TD: 140/80 P: 92 R: 24 S: 36,8C Djj: 132 x/mnt
-Injeksi Mgso4 4 gr IV
-terpasang RL + Mgso4 6 gr drip

Jam 04.05

-Os kejang
- TD: 200/100 P:100 R: 30 S: 37C Djj: 105 x/mnt (irreguler)
- cek HB ulang, cek protein urin, cek SGOT&SGPT

Jam 04.10

- menelepon dr. SpOG: tidak terhubung

Jam 04.15

TD: 140/80 P: 90 R:20 S:37,6C Djj: 120 x/mnt

Jam 05.00

- TD : 150/90 P: 134 R:24 S:37,5C Djj: 16 x/mnt


- menelepon Laboratorium: Hb: 14,1; Leukosit: 41,50; protein urin: +3

Jam 06.30

konsultasi dr.SpOG, instruksi: Siapkan SC, pasang O2, infus RL kosong, SC jam
07.00

Jam 07.00

- Os kejang
- Konsultasi dr. SpOG, instruksi: berikan diazepam 1 amp
-memasukkan diazepan 1 amp IV
- Djj: (+) KU: Os tidak sadar, gelisah/delirium T: 180/120 P:110 R: 30 S:38C
- Os dibawa ke OK dilakukan SC

Jam 09.00

instruksi dr.SpOG: drip mgso4 8 gr s/d 24 jam post op

Jam 09.30

follow up dr.SpOG, post op:


-drip oxy 2 amp dalam 500 cc RL 2o tpm
- drip mgso4 s/d 24 jam post op
- cefotaxime 2x1gr
- metronidazole 3x 500 mg
- ketorolac 3x 1 amp
- ranitidin 2x 1amp
-kalnex 3x 500 mg
- rawat ICU

Jam 13.00

-TD: 160/ 84 P: 142 x/mnt R: 24 x/mnt S: 36,7C


6

- konsultasi dr. SpOG, instruksi: MgSO4 20% dlm NaCL 20tpm, terapi lanjut.
Tgl 19/05/16
Jam 08.00

Post SC hari I
-TD: 138/81 P: 107 R: 20 S:36C
-KU: CM, kejang (-), BU (+), nyeri perut (-)
- visit Dokter ICU: test feeding; RL:D = 2:1; ranitidin 2x1; 2x1; kalnex 3x1;
ketorolac 3x1, diazepam 1 amp k/p

Jam 11.00

-visit dr.SpOG:
Dx: P1AO post SC a/i eklampsi kala II & gawat janin
Terapi: RL:D= 2:1, 30 tpm; MgSO4 maintenance dose.

Tgl 20/05/16
Jam 08.00

Post SC hari II
-TD: 150/90 P: 110 R: 24 S: 36,7C
-KU: CM; kejang (-); nyeri ulu hati: (-); nyeri kepala (-); CA (-/-) SI(-/-); BU: (+)
Luka kering terawat; udem -/- +/+

Tgl 21/05/16
jam 08.00

Post SC hari III


-KU: CM; keluhan: (-); kejang (-); nyeri kepala (-); penglihatan kabur (-)
-TD: 142/84 P: 109 R: 26 S: 36

Jam 09.30

-TD: 10/80 P: 111 R: 27 S: 36,6


- KU: CM; keluhan: (-); kejang (-); nyeri kepala (-); penglihatan kabur (-);
udem -/- +/+

jam 10. 30

konsul dr.SpOG,
instruksi: acc pindah ruangan ke ruang Nifas; dopamet 3x250mg, observasi.

Tgl 22/05/16
Jam 08.00

post SC hari IV
-KU: CM; TD: 130 P: 80 R:20 S:36,4
-Visit dokter ruangan: cefadroxil 2x1, asam mefenamat x1, dopamet 3x250 mg, SF
2x1
7

Tgl 23/05/16
Jam 08.00

Post SC hari V
-KU: CM TD: 10/90 P: 84 R: 22 S:36
- visit dokter ruangan: Boleh pulang

II.

PERMASALAHAN

1.
2.
3.
4.
5.
III

Apakah kasus pada pasien ini memenuhi syarat sebagai pre-eklampsi berat?
Apakah kasus pada pasien ini memenuhi syarat sebagai eklampsi?
Mengapadapat terjadi pre-eklampsi pada pasien ini?
Apakah tatalaksana preeklampsi pada kasus ini sudah benar?
Apakah tatalaksana kejang pada kasus ini sudah benar?
PEMBAHASAN

1. pre-eklampsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehmailan disertai dengan
protein urin.
Pre-eklampsi digolongkan pre-eklampsi berat bila ditemukan satu atau lebih gejala berikut:
a) tekanan darah sistolik 160 mmHg, dan tekanan darah diastolik 110 mmHg
b) protein urin >5 g/24 jam atau +3 dalam pemeriksaan kuantitatif.
c) Oliguria, urin < 500cc/24 jam
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma / bintik buta,
pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium
g) Edema paru dan sianosis
h) Hemolisis mikroangiopati
i) Trombositopeni berat: <1.00.000 se/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
j) Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase.
k) IUGR
l) Sindrome HEELP.
Pre-eklampsi ringan ditegakkan diagnosisnya berdasarkan timbulnya hipertensi 140/90
disertai protein urin +1 atau 300 mg/24 jam dan/ atau edema setelah ekhamilan 20 minggu.

Pasien pada kasus ini saat masuk RS, memiliki tekanan darah di atas normal yaitu 150/100
namun tidak mencapai kriteria tekanan darah pada pre-eklampsi berat. Disertai protein urin +
yaitu +1, ini juga tidak memenuhi syarat pre-eklampsi berat. Gangguan visus dan serebral
tidak ada saat pasien datang ke RS, nyeri epigastrium (-), edema paru (-) terlihat dari
frekuensi pernapasannya 24x/mnt, trombositopeni (-) trombosit pasien ini adalah 292.000
dimana masih didalam rentan normal, sindrom HELLP tidak dapat diperiksa karena tidak
memadainya pemeriksaan lab di RS tersebut untuk menegakkan diagnosis sindrom HELLP.
Karena tekanan darah 140/90 dan protein urin +1 tanpa disertai gejala pre-eklampsi berat
maka pasien ini memenuhi kriteria pre-eklampsi ringan bukan pre-eklampsi berat.

2. Eklampsia adalah kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan kejang
menyeluruh dan koma. Eklampsia dapat muncul pada ante,intra dan post-partum. Pada penderita
pre-eklampsiayang akan kejang umumnya memberikan gejala khas atau tanda prodorma yang
disebut sebagai impending eklampsia, yaitu pre-eklampsia yang disertai dengan gejala-gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, ganggan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan proogresif tekanan darah. Kejang dimulai dengan kejang tonikdisusul dengan kejang
klonik. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan. Setelah itu
kejang berangsur-angsur melemah, dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh dalam koma. Pada
waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat, frekuensi pernapasan meningkat,
akibat hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan menimbulkan sianosis. Demikian
juga suhu tubuh meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan serebral.

Berdasarkan teori di atas, pasien ini mengalami pre-eklampsi terlebih dahulu sebelum
eklampsia, ditandai dengan tekanan darah yang tinggi, disertai protein urin + (+1 yang
9

kemudian berubah menjadi +3), kemudian pasien tiba-tiba mengalami gejala prodorma atau
impending eklampsia kemudian disusul dengan munculnya kejang. Kejang ini muncul saat
ante partum sebanyak 3x dan post partum sebanyak 1x. Kejang merupakan kejang tonik
disusul kejang klonik dan berangsur melemah sampai ahirnya berhenti, diikuti dengan
tekanan darah yang cepat meningkat menjadi 200/100, frekuensi pernapasan meningkat
menjadi 30 x/mnt dan juga suhu meningkat menjadi 37,5C segera setelah kejang, maka
keadaan pasien ini memenuhi syarat untuk didiagnosis sebagai eklampsia.

3. faktor resiko terjadinya pre-eklampsia diantaranya:


a) primigravida, primipaternitas
b) nulipara
c) hiperplasentosis misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus, hidrops
fetalis, bayi besar.
d) umur yang ekstrim
e) riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsia.
f) penyakit-penyakit ginjal kronis
g) hipertensi kronis
h) interval waktu yag terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya
I) obesitas

Pasien pada kasus ini memiliki beberapa faktor resiko untuk terjadinya pre-eklampsi,
diantaranya adalah pasien tersebut merupakan primigravida (G1POAO); pasien juga
merupakan nullipara yaitu seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia
kehamilan > 28 minggu atau belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup diluar rahim;
dan pasien juga mengalami obesitas dengan tinggi 155cm dan berat 85 kg maka BMI pasien
adalah 35.4, BMI diatas 30 merupakan termasuk kedalam kategori obesitas. Maka dengan
seluruh faktor resiko tersebut, pre-eklampsia dapat terjadi pada pasien tersebut.

4. Tatalaksana pre-eklampsia ringan:


Rawat jalan pada ibu hamil dengan pre-eklampsi ringan dapat dilakukan. Dianjurkan ibu hamil
banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak harus selalu tirah baring. Pada umur
kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada V.
Kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini
akan mengakibatkan kenaikan aliran darah ke organ-organ vital. Peningkatan curah akan
meningkatkan aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dan
rahim. Pada pre-eklampsi ringan tidak diperlukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih baik.
Dapaat dipertimbangkan pemberian antioksidan dan kalsium. Diet diberikan cukup protein, rendah
karbo, lemak, garam secukupnya. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi dan sedatif.

10

Dilakukan pemeriksaan lab Hb, Hematokrit, fungsi hati, urinlengkap dan fungsi ginjal. Konrol setiap
minggu.
Rawat inap, pada keadaan tertentu ibu hamil dengan pre-eklampsi ringan perlu dirawat di RS. Kriteria
pre-eklampsi ringan dirawat di RS adalah: (a) bila tidak ada perbaikan tekanan darah, protein urin
selama 2 minggu. (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda pre-eklampsi berat. Selama di RS
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan labolatorik.
Perawatan obstetrik, pada kehamilan <37 minggu (preterm) bila tekanan darah mencapai normotensif
selama rawat inap maka persalinannya ditunggu sampai aterm. Sedangkan pada kehamilan <37
minggu (aterm) persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah drip MgSO4 6 gr didalam 500 cc RL 20
tpm, nifedipin, dopamet 3x 250 mg, furosemid, tranexid, vit C. Sedangkan secara teori preeklampsi ringan tidak diberkan MgSO4, diuretik, antihipertensif. Namun dapat
dipertimbangkan pemberian anti oksidan, dalam kasus ini diberikan vit C .

5) Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah penderita
mengalami trauma akibat kejang. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang, tidak dikamar gelap
agar bila terjadi sianosis dapat segera diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar.
Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan melepaskan sudap lidah yang
sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap.
Obat anti kejang utama ialah magnesium sulfat. Fenitoin meningkatkan morbiditas maternal
dan neonatal dan diazepam dan fenitoin dihubungkan dengan meningkatnya kejadian kejang ulangan
dibandingkan dengan magnesium sulfat. Magnesium sulfat sebenarnya bukanlah anti konvulsan
namun dikenal sebagai vasodilator cerebri. Magnesium sulfat juga berperan sebagai profilaksis
kejang.
Magnesium sulfat 4 atau 6 gr diberikan dalam loading dose secara bolus intra vena dan perlahan
selama 1-2 menit. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang
diperlukan sangat tinggi makapemberian diazepam hanya dilakukan oleh yang telah berpengalaman.
Diazepam 5-10 mg bolus Intravena perlahan. Atau lorazepam 2-44 mg bolus intravena perlahan.

Kasus kejang pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa merendahkan posisi kepala dan
memasang sudap lidah ke dalam mulut untuk mengkoreksi Airway, memberikan O2 5 L untuk
memperbaiki Breathing, dan sudah terpasang infus untuk mengkoreksi Circulation. Pasien
juga mendapatkan bolus intravena MgSO4 4 gr secara perlahan dan diikuti dengan drip
MgSO4 6 gr sebagai maintenance. Pada kejang selanjutnya dibeikan bolus diazepam intavena
1 ampul, tatalaksana kejang sudah sesuai dengan teori.

11

You might also like