Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
LAILY NUR HIDAYAH
LEMBAR PENGESAHAN
NIM
: 1564100044
Tanggal :
Malang,....................................2015
Mahasiswa
Pembimbing Akademik
)
(
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT KEPERAWATAN DIRI
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Menurut Poter. Perry (2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
1.2 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1. Body Image
Pohon Masalah
Resiko gangguan integritas kulit
Rentang Respon
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri
adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi
yang dekat dan tertutup.
Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart & Sundeen,
2000) yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri
IDENTITAS KLIEN
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pendidikan
:
Agama
:
Status
:
Pekerjaan
;
Jenis kelamin
:
Tanggal dirawat :
Tanggal pengkajian :
Ruang rawat
:
Diagnosa medis :
:
:
S
P
:
:
3. Ukur :
BB
TB
:
:
4. Keluhan fisik :
VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
b. Identitas
c. Peran
d. Ideal diri
e. Harga diri
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
b. Kegiatan ibadah
VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan
2. Pembicaraan
3. Aktifitas motorik/psikomotor
Kelambatan : (hipokinesia, hipoaktifitas, katalepsi, sub stupor katatonik, fleksibilitas
area)
Peningkatan : (hiperkinesia, hiperaktifitas, gagap, stereotipi, gaduh gelisah katatonik,
mannarism, katapleksi, tik, ekhopraxia,grimace, tremor, otomatisma, negativisme,
reaksikonversi, verbigerasi, berjalan kaku/rigid)
4. Afek dan emosi
a. Afek (adekuat, tumpul, dangkal/datar, inadekuat, labil, ambivalensi)
b. Emosi (merasa kesepian, apatis, marah, anhedonia, eforia, cemas, sedih, depresi,
keinginan bunuh diri)
5. Interaksi selama wawancara (bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak
mata kurang, defensif, curiga)
6. Persepsi Sensorik (Halusinasi, Ilusi, Depersonalisasi, Derealisasi,)
Keterangan
0
1
Karakteristik
Tidak cukup informasi
Sangat berat
Berat
Sedang
Ringan
DATA
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Deficit perawatan diri
B. Diagnosa
Defisit perawatan diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan
No
TINDAKAN KEPERAWATAN
A
Pasien
SP I
1
Mengidentifikasi penyebab defisit perawatan diri pasien
2
Berdiskusi dengan pasien tentang pentingnya kebersihan diri
3
Berdiskusi dengan pasien tentang cara menjaga kebersihan diri
4
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2
Menjelaskan cara mandi yang baik
3
Membantu pasien mempraktekkan cara mandi yang baik
4
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2
Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3
Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam
jadual
4
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2
Menjelaskan cara berdandan
3
Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan
4
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B
Keluarga
SP I
1
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit
perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3
Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP II
1
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
2
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan
diri
SP III
1
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi
merupakan
gangguan
atau
perubahan
persepsi
dimana
klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Klasifikasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
faktor predisposisi
1. biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang
maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai
berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofren
b. beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia.
2. Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3. sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat
mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1. biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Fase halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang
lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
E. Tanda gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya
(apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
Respon Adaptif
1. Pikiran logis
2. Persepsi akurat
3. Emosi konsisten dengan
pengalaman
4. Perilaku sesuai
5. Hubungan sosial
harmonis
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data
secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa
hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan
peran
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak
mau berinteraksi dengan lingkungan
G. Patofisiologi
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku:
Isolasi Sosial
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada.
e. Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya dengan
orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan orang lain
terhadap diri dan lingkungan klien.
3. Hubungan social
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran serta dalam
kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain.
4. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana nilai, norma, pandangan dan keyakinan diri
klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai dengan norma
budaya dan agam yang dianut.
G. Status Mental
1. Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan,
sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
2. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat, keras. Gagap,
inkoheren, apatis, lambat, membisu dll.
3. Aktivitas motorik (Psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal tingkat
aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringan, tremor) dan isyarat
tubuh yang tidak wajar.
4. Afek dan emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
menyertai suatu pikiran dan berlangsung relative lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik seperti bangga, kecewa.
Emosi adalah manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar, disertai banyak
komponen fisiologis dan berlangsung relative lebih singkat/spontan seperti sedih,
ketakutan, putus asa, kuatir atau gembira berlebihan.
5. Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana kontak mata
dengan perawat dll.
6. Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti apakah anda sering mendengar suara
saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat?
Apa yang dilakukan oleh suara itu. Memeriksa ada/ tidak halusinasi, ilusi.
7. Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagai mana alur pikirnya (koheren/inkoheren), bagaimna
isi pikirnya realistis/ tidak.
8. Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
9. Orientasi
Bagaimna orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
10. Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana kemampuan
berhitung klien.
12. Kemampuan penilaian
skor
Keterangan
karakteristik
Tidak ada
Sangat berat
berisiko
membahayakan
diri
Berat
Sedang
Ringan
H. Analisa Data
Data
Problem
Subjektif:
Objektif:
I. Diagnose keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
J. Intervensi
Pasien
Keluarga
SP 1
SP 1
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas dirumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
Rentang Respons
Respon Adaptif :
Respon Maladaptif :
Solitude
Kesepian
Autonom
Menarik Diri
Kebersamaan
Ketergantungan
Saling Ketergantungan
Manipulasi
Implusif
Narkisisme
Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan
perasaan dalam hubungan sosia. Individu mampu menetapkan diri untuk
inetrdependen dan mengatur diri.
b. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik
diri perilaku maladaptif tersebut adalah :
Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketengan sementara waktu.
Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain
sebagai objek dan bberorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi
pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
Implusif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak
dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan
kehendak.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung. (Dalami, 2009).
Faktor penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social berkembang sesuai
dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat
menunjang perkembangan respon social maladaptif.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah
komunikasi
dalam
keluarga
dapat
menjadi
kontribusi
untuk
kesempatan
untuk
Sikap bermusuhan/hostilitas
Selalu
mengkritik,
menyalahkan,
anak
tidak
diberi
mengungkapkan pendapatnya.
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin
dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
b. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
c. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (Gail, W Staurt 2006). Koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
Perilaku
Pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek tumpul,
kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap
lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain,
sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan
gangguan sosial manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga
diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a.Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian lagi
terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan
adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain
berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien
apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c.Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Penatalaksanaan Keperawatan :
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap
dari interpersonal, kelompok dan massa.
Merasa sepi
Merasa tidak aman
Hubungan tidak berarti
Bosan dan waktu terasa lambat
Tidak mampu konsentrasi
Merasa tidak berguna
Tidak yakin hidup
Merasa ditolak.
2. Observasi
Banyak diam
Tidak mau bicara
Menyendiri
Tidak mau berinteraksi
Tampak sedih
Ekspresi datar dan dangkal
Kontak mata kurang.
Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Intervensi Keperawatan
Intervensi Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Pasien
SP 1
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
SP 2
SP 3
Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
b. Keluarga
SP 1
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
SP 2
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
(Budi Anna Keliat,1999).
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu
dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya
atau kesalahannya atau tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI,
2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)
B. Tanda dan Gejala :
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
Respon
Adaptif
<----------------------------------->
Pikiran Logis
Respon
Distorsi Pikiran
Maladaptif
Gangguan Pikiran
1. Persepsi Kuat
1. Ilusi
1. Sulit Berespon
2. Emosi Konsisten
2. Reaksi Emosi
2. Emosi
3. Perilaku kacau
3. Perilaku Sesuai
4. Berhubungan Sesuai
Rentang respon waham yaitu ada respon adaptif dan ada respon maladaptif :
Respon adaptif terdapat pikiran yang logis. Dibagi beberapa bagian :
a. Persepsi Kuat : dimana apa yang diyakini seseorang tersebut sangatlah kuat dan tidak
bisa di ganggu gugat, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
b. Emosi Konsisten : pengalaman bisa membuat seseorang mengalami atau mempunyai
emosi yang stabil atau tetap.
c. Perilaku sesuai : perilaku tidak menyimpang dari kenyataan yang ada
d. Berhubungan sesuai : dalam berhubungan antar teman dan keluarga berbeda, jadi
seaharusnya dalam berhubungan kita harus dapat menyesuaikan diri.
Dalam rentang respon ada Distorsi pikiran, terdiri dari :
a. Ilusi : keadaan proses berfikir yang tidak benar tentang mengartikan suatu benda.
b. Reaksi Emosi : dimana tingkat emosi seseorang meningkat, tidak lagi stabil atau
konstan.
Rentang respon maladaptif terdapat gangguan pikiran. Terbagi beberapa masalah :
a. Sulit Berespon : sesorang yang terganggu pikirannya akan susah sekali untuk diajak
berinteraksi.
b. Emosi : dalam tingkatan ini emosi seseorang sudah tidak lagi bisa terkontrol, dia mudah
marah, dan mudah tersinggung.
c. Perilaku kacau : dimana seseorang berprilaku tidak sesuai dengan keadaan, mereka
menunjukan prilaku yang sesuai dengan pola pikir mereka tersebut.
E. Penyebab
Faktor presdisposisi
Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat
meningkatkan stress dan ansietas yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan
perasaan nya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul nya waham
Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan ansietas dan
berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan
Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak atau
perubahan pada sel kortikal dan lindik
Faktor genetik
Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang
Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga
klien
mengembangkan
koping
untuk
menghindari
kenyataan
yang
menyenagkan.
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa
gagal mencapai keinginan.
Menolak makan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
F.
POHON MASALAH
Resiko ----- Resiko Perilaku Kekerasan
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
H.
Proses Berpikir
Arus Pikir
a. Koheren : Kalimat / pembicaran dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial : Pembicaraan yangberbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan.
e. Asosiasi longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik lainnya, masih ada
hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
g. Blocking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.
h. Perseverasi : Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum.
k. Irelefansi : Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal yang
sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi : Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi
m. Main kata-kata : Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi : Bisa sensorik (tidakmengerti pembicaraan orang lain), motorik (tidak bisa atau
sukar berbicara)
Isi Pikir
1. Obsesif : Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha menghilangkannya
2. Phobia : Ketakutan yang pathologis / tidak logis terhadap obyek / situasi tertentu
3. Ekstasi : Kegembiraan yang luar biasa
4. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diinginkan
5. Bunuh diri : Ide bunuh diri
6. Ideas of reference : Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu kejadian yang
dihubungkan dengan dirinya.
7. Pikiran magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang
mustahil / diluar kemampuannya
8. Alienasi : Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau asing
9. Rendah diri : Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan diri sendiri tentang
suatu hal yang pernah atu tidak pernah dilakukan
10. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal dalam hidupnya
Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistic : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi / wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut pautnya dengan
kenyataan, logika atau pengalaman.
I.
1.
Data Subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Keluarga
SP 1
SP 1
kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan
waham
SP 2
SP 2
dimiliki
waham
SP 3
SP 3
LAPORAN PENDAHULUAN
PRILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Prilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individuindividu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.
B. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
b.
Pandangan tajam
c.
d.
Mengepalkan tangan
e.
Jalan mondar-mandir
f.
Bicara kasar
g.
h.
i.
j.
k.
E. Rentang Respon
Rentang adaptif
Asertif
frustasi
Respon Maladaptif
pasif
agresif
kekerasan
Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Pasif
Negatif menurun
Asertif
Positif dan
Agresif
Menyombongkan diri,
pembicar
menandakan diit,
menwarkan diri,
aan
contoh
dapatkah saya?
Dapatkah
contoh :
saya dapat.
saya akan.
contoh
kamu selalu.
kamu tidak pernah
Tekanan
kamu ?
Cepat lambat ,
Sedang
suara
Posisi
mengeluh.
Menundukan
Kaku, cenderung
badan
Jarak
kepala
Menjaga jarak
Mempertahankan
mengabaikan
Loyo, tidak dapat
Sikap tenang
Mengancam posisi
tenang
Sedikit/ sama
Mepmpertahankan
menyerang
Mata melotot dan di
sekali tidak
pertahankan
Penampil
an
Kontak
mata
dengan hubungan
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai orang lain, diri sendiri,dan lingkungan
Prilaku kekerasan
PPS
Halusinasi
Regimen terapeutik
HDR kronis
Inefektif
Koping keluarga
Tdk efektif
berduka disfungsional
isolasi sosial
Prilaku kekerasan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Harga diri rendah kronis
Isolasi sosial
Berduka disfungsional
Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
Koping keluarga inefektif
H. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan
Perilaku Kekersan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Keluarga
SP 1
SP 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengidentifikasi penyebab PK
Mengidentifikasi tand gejala PK
Mengidentifikasi PK yang dilkukan
Menidentifikasi akibat PK
Menyebutkan cara mengontrol PK
Membantu pasien mempraktikkan
latihan cara mengontrol PK
7. Mengnjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP 2
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian
pesien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP 3
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan PK
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien PK
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum
obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
A. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita cita atau harapan
langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan Sundeen, 2005).
Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan kemampuan yang
diekspresikan secara langsung dan tidak langsung (Bawlis,2002).
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa apa, tidak kompeten,
gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang
dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan
kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu
menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa harga diri rendah adalah sebagai
perasaan negative terhadap diri sendiri dalam kepercayaan diri yang gagal mencapai keinginan.
B. Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan
tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
2. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan
standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga
disebut bahwa ideal diri sama dengan cita cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
3. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998).
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan
tapi merupakan tugas utama pada masa remaja
4. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan
fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana
seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau
dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
5. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga
(Stuart & Sundeen, 1998.
C. Rentang HDR
Rentang harga diri rendah :
1. Aktualisasi diri
Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif.
2. Konsep diri positif
Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan
kenyataan.
3. Harga diri rendah
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai
keinginan.
4. Kerancunan identitas
Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologi pada masa dewasa, sifat
kepribadian yang bertentangan perasaan hampa dan lain-lain.
5. Dipersonalisasi
Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas misalnya malu dan sedih karena
orang lain.
Kepribadian yang sehat mempunyai konsep diri sebagai berikut :
1. Konsep diri posistif
2. Gambaran diri yang tepat dan positif
3. Ideal diri yang realistis
4. Harga diri yang tinggi
5. Penampilan diri yang memuaskan
6. Identitas yang jelas
D. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui
tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya disertai oleh evalauasi diri yang
negative membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus
sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah
karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat.
Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah
persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive,
kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien
gangguan jiwa.
E. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua
tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja,
harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua
tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial
2. Faktor Presipitasi
a. Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
b. Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
c. Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
d. Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
e. Perkembangn transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
f. Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
g. Transisi peran sehat-sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan
dan perawatan.
Halusinasi
menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan
orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri rendah yaitu mengkritik
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
Isolasi Sosial
menimbulkan distress spiritual, perubahan proses pikir (curiga), perubahan interaksi sosial
(menarik diri) dan resiko terjadi amuk.
WOC
Defisit perawatan diri Rendah
Distress spiritual
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada
masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1.
Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat.
b. Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif
maupun gejala negative skizofrenia.
d. Tidak menyebabkan kantuk
e. Memperbaiki pola tidur
f. Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan
resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi
kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
aripiprazole.
2.
Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena
bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
3.
4.
Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang
ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok
stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari
empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu
dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
J. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah
sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang
dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa
lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang
diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan
merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat ( 1999 ), diagnosa yang lazzim muncul pada pasien dengan gangguan konsep diri
: harga diri rendah adalah :
a. Gangguan harga diri rendaah
b. Keputus asaan
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. Resiko perilaku social
3. Intervensi Keperawatan
Pasien
Keluarga
SP 1
SP 1
1.
Mengidentifikasi kemampuan
aspek positif yang dimiliki pasien
dan
2.
3.
4.
Melatih
pasien
sesuai
kemampuan yang dipilih
dengan
5.
6.
SP 2
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan harga diri
rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien harga
diri rendah
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum
obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
A Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri
sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku
bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa ).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
1
Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
B Etiologi
1
Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus
kehidupan (Fitria, 2009):
a
Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan
skizofrenia).
Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri
adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri,
anatara lain:
Faktor religiusitas.
Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui
media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
C Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1
Impulsif.
Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10 Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11 Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
12 Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13 Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14 Pekerjaan.
15 Konflik interpersonal.
16 Latar belakang keluarga.
17 Orientasi seksual.
18 Sumber-sumber personal.
19 Sumber-sumber social.
20 Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
D Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau mencederai
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah, dll.
E Pohon Masalah
F Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS,
dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau
keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria
yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka
sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik.
Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan
psikoterapi.
Masalah keperawatan
Data subjektif
a
Data objektif
a
Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
H DIAGNOSA KEPERAWATAN
Core Problem : Resiko bunuh diri
Diaggnosa Penyerta : Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)
Keluarga
SP 1
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda gejala
resiko bunuh diri dan jenis prilaku
bunuh diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya menjelaskan cara-cara
merawat pasien resiko bunuh diri
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien
resiko bunuh diri
SP 2
1
SP 2
1 Mengidentifikasi aspek positif pasien
2 Mendorong apsien untuk berpikir positif
terhadap diri
3 Mendorong pasien untuk menghargai
diri sebagai individu yang berharga
SP 3
1
SP 3
1 Mengidentivikasi pola koping yang
biasa diterapkan pasien
2 Menilai pola koping yang biasa
dilakukan
3 Mengidentifikasi pola koping yang
konstruktif
4 Mendorong pasien memilih pola koping
yang konstruktif
5 Menganjurkan pasien menerapkan pola
koping konstruktif dalam kegiatan
harian
SP 4
1 Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2 Mengidentifikasi cara mencapai rencana
masa depan yang realistis
3 Memberi dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis