You are on page 1of 13

Presentasi Kasus Ruangan

STRIKTUR URETRA

Pembimbing :
Dr. Galuh Sp, U

Disusun oleh :
Mardian Aprianto
(110.2003.169)

SMF BEDAH
RSUD GUNUNG JATI CIREBON
2009
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn.T
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Plered
Tanggal masuk : 28 April 2009

II. ANAMNESIS
(autoanamnesis, tanggal 28 April 2009)
Keluhan utama : Buang air kecil tidak lancar
Keluhan tambahan : Perasaan tidak nyaman di bagian bawah perut, nyeri pada saat
buang air kecil, sering buang air kecil.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Gunung Jati dengan keluhan buang air kecil tidak
lancar sejak ± 2 ½ bulan yang lalu. Keluhan timbul perlahan-lahan dan semakin
bertambah parah. Pasien mengeluh setiap pasien BAK harus mengedan tetapi
pancaran kecil dan tidak tuntas pada saat BAK. Keluhan juga disertai nyeri pada
saat BAK, perasaan tidak nyaman pada perut bagian bawah dan sering BAK > 6
kali. Keluhan ini tidak disertai dengan peningkatan suhu tubuh, BAK keluar batu,
BAK keruh dan keluar darah/ nanah dari ujung kemaluan. Riwayat pemasangan
selang kencing diakui 3 bulan yang lalu pada saat operasi usus buntu.

Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat trauma pada selakangan disangkal
 Riwayat operasi saluran kencing disangkal
 Riwayat DM disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos Mentis.
Vital Sign: TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 36,5 0 C
R : 20x/mnt
Kepala : Normocephal
Mata
Conjungtiva : tidak anemis.
Sklera : tidak ikterik.
Thorak : Cor : Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas jantung normal.
Auskultasi : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : Fremitus vokal simetris pada kedua hemitorak.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : Rata, simetris kanan kiri.
Palpasi : Supel, NT = -, H/L tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Superior : Edema -/- Sianosis -/-
Inferior : Edema -/- Sianosis -/-
B. STATUS UROLOGI
1. Status lokalis ad Regio Flank
CVA Dex Sin
Massa (-) (-)
Nyeri Tekan (-) (-)
Nyeri Ketuk (-) (-)
2. Status lokalis ad Regio Supra pubic
Inspeksi : tidak terlihat massa.
Palpasi : tidak teraba kandung kemih, NT (+)
3. Status lokalis ad Regio Genitalia Eksterna :
Inspeksi : tak tampak kelainan
Palpasi : tak teraba kelainan
4. Rectal toucher
Tonus sfingter ani baik, ampula rekti tidak kolaps, mukosa rektum licin, nyeri (-)
Hand Scoon : feces (+), darah (-), lendir (-).

IV. RESUME
Pasien laki-laki, usia 55 tahun, dengan keluhan buang air kecil tidak lancar
sejak ± 2 ½ bulan yang lalu. Keluhan timbul perlahan-lahan dan bertambah parah.
Setiap pasien BAK harus mengedan tetapi pancaran kecil dan tidak tuntas pada saat
BAK. Keluhan disertai nyeri pada perut bagian bawah pada saat BAK, perasaan
tidak nyaman pada perut bagian bawah dan sering BAK > 6 kali. Riwayat
pemasangan selang kencing diakui 3 bulan yang lalu pada saat operasi usus buntu.
Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis. TD: 110/70 mmHg, nadi : 80 x/mnt, suhu: 36,5 0 C, respirasi rate :
20x/mnt. Pada status lokalis ad Regio Supra pubic didapatkan NT (+).

V. DIAGNOSA KERJA
Suspect Striktur Uretra
VI. DIAGNOSA BANDING
 Striktur Uretra
 BPH

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Lab darah rutin dan kimia darah
- Retrograde Urethrogram (RUG) dengan Voiding Cystourethrogram (VCUG)
- Urinalisis

VIII. PENATALAKSANAAN
- Konservatif : pemasangan kateter/ sistosomi suprapubik
- Medikamentosa : -
- Konsul spesialis urologi untuk tindakan operatif

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam.
Quo ad functionam : dubia.
PENDAHULUAN
Uretra merupakan saluran yang urin dari vesika urinaria ke meatus uretra, untuk
dikeluarkan ke luar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai saluran
urin & saluran untuk semen dari organ reproduksi. Panjang uretra pria kira-kira 23 cm &
melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati prostate dan penis. Sedangkan
uretra pada wanita lurus & pendek, berjalan secara langsung dari leher kandung kemih ke
luar tubuh.
Uretra pria dibagi atas dua bagian, yaitu uretra anterior & uretra posterior. Uretra
anterior dibagi menjadi uretra bulbaris, penil, & glandular. Fosa navikularis ialah dilatasi
distal kecil dalam uretra glandular. Uretra anterior dikelilingi oleh badan erektil, korpus
spongiosum. Glandula bulbourethralis (glandula Cowper) terletak pada diafragma
urogenitalis & bermuara ke dalam uretra bulbaris. Uretra penil dilapisi oleh banyak
kelenjar kecil, glandula Littre.
Uretra posterior terdiri dari uretra pars membranasea & prostatika. Uretra pars
prostatika terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta mengandung
verumontanum (daerah meninggi pada bagian distal basis uretra pars prostatika yang
dibentuk oleh masuknya duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan sisa duktus
Muller).1
Uretra juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain uretra prostatika, uretra
membranasea, dan uretra spongiosa. Uretra prostatika dimulai dari leher vesika urinaria
dan termasuk juga bagian yang melewati kelenjar prostat. Uretra prostatika merupakan
bagian yang paling lebar diantara bagian uretra lainnya. Uretra membranasea adalah
uretra yang terpendek dan paling sempit dengan panjang sekitar 12-19 mm. Pada uretra
membranasea terdapat spingter uretra eksterna, yang berfungsi dalam pengaturan keluar
urin yang dikendalikan secara voluntar. Uretra spongiosa adalah uretra yang terpanjang,
kira-kira 150 mm, yang dimulai dari porsio membranasea melewati korpus spongiosum
dan berakhir di glan penis.2
Gambar 1. Anatomi Uretra4

Penyakit striktur uretra biasanya sekunder terhadap trauma atau peradangan.


Penyakit gonokokus merupakan penyebab utama peradangan, dan penyebab traumatik
yang sering terjadi mencakup fraktur pelvis, instrumentasi, atau drainase kateter urinaria
jangka panjang. Bila mukosa ditraumatisasi, maka urin cenderung diekstravasasi dan
jaringan parut menyebabkan striktura. Pasien dengan striktura dapat timbul dengan
infeksi traktus urinarius atau penurunan ukuran dan tenaga aliran urin. Gejala bisa identik
dengan hipertrofi prostat benigna pada pria tua3.

PENYEBAB STRIKTUR URETRA


Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera.
Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang kebanyakan
disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis dan periuretritis.
Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat
lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung,
misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi cedera kangkang. Yang
juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi5.
Tabel 1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya

Letak Uretra Penyebab


Pars membranasea Trauma panggul, kateterisasi “salah Jalan”.

Pars bulbosa Trauma/ cedera kangkang, uretritis.

Meatus Balanitis, instrumentasi kasar.

Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti


bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang
daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada
hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital,
namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada orang yang memiliki riwayat
penyakit menular seksual, episode uretritis berulang, atau hipertrofi prostat benigna.

Gambar 2. Lokasi striktur (1,2,3). 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3. Meatus


uretra, 4. Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital, 8. Simfisis.
GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofi prostat5.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria, kesuliran
berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak
nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih
yang tidak puas.

KOMPLIKASI
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan
urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebar
ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi,
sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya6.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala
sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit),
dan gagal ginjal (jarang)7.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis striktur uretra dapat dilakukan pemeriksaan urin.
Adanya hematuri, infeksi, atau abnormalitas dari berkemih. Pada striktur uretra biasanya
terjadi penurunan aliran urin, penurunan jumlah urin, dan adanya keluhan sulit berkemih
serta frekuensi berkemih yang tidak biasa.
Diagnosis pasti terhadap striktur uretra, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi
dengan kontras. Pemeriksaan ini dapat diketahui letak dan derajat strikturnya.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras yang biasa dilakukan ialah Retrograde
Urethrogram (RUG) with Voiding Cystourethrogram (VCUG).
Gambar 3. Hasil pemeriksaan urethrogram. Tampak adanya striktur pada uretra bulbar
sepanjang 4 cm7.
Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi, yaitu penggunaan kamera
fiberoptik pada uretra. Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan
karakter dari striktur.
Gambar 4. Prosedur sistoskopi.

TERAPI
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur,
panjang/ pendeknya striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati
dengan melakukan dilatasi uretra secara periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hati-
hati setiap 2-3 bulan. Namun teknik seperti ini cenderung menimbulkan striktur uretra
kembali8.
Komplikasi striktur uretra yang ringan sangat rendah, sehingga pilihan terapi
yang dapat diberikan ialah dengan dilatasi uretra atau uretrotomi interna yang
dilihat langsung. Pada pasien tertentu dengan striktura pendek, maka uretrotomi interna
yang dilakukan dengan peralatan pemotong kecil, telah memberikan hasil yang
memuaskan. Bila diperlukan dilatasi secara sering, bila ada striktura panjang atau
majemuk, bila dilatasi terlalu sulit atau bila striktura terdapat pada anak, maka intervensi
bedah terbuka dapat menjadi indikasi.
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain9:
1. Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam
uretra untuk membuka daerah yang menyempit.
2. Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan
pada daerah striktur.
3. Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan
derajat invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan
radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan
kamera fiberoptik dibawah pengaruh anastesi.
4. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu
uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki
dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti
subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa
bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin, atau jaringan preputium/
Vascularized preputial or genital skin flaps).
5. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan
membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).

Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran


kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes
kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau
sefalosporin generasi ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin)8.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. 1994. Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah
Bagian 2, hal.463. EGC. Jakarta.
2. Anonym. 2007. Urinary Bladder And Urethra – Male. http://www.ivy-
rose.co.uk/Topics/Urinary_Bladder_Urethra_Male.htm.
3. Sabiston, David C. 1994. Penyakit Striktur Uretra. Dalam: Sistem Urogenital,
Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta.
4. Anonim. 2005. Urinary System. Accessed:
http://faculty.southwest.tn.edu/rburkett/urinar28.jpg.
5. Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat. 2004. Striktur Uretra. Dalam: Saluran Kemih
Dan Alat Kelamin Lelaki, Buku Ajar Ilmu Bedah hal.752. EGC. Jakarta.
6. Anonim. 2005. Urethral Stricture. Accessed:
http://www.patient.co.uk/showdoc/urethral-stricture.htm.
7. Wessells, Hunter. 2005. Urethral Stricture Disease. Accessed:
http://depts.washington.edu/uroweb/images/stricture_slide1.jpg.
8. Anonim. 1992. Striktura Uretra. Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu
Bedah RSUP Denpasar, hal.99. LAB/ UPF ILMU BEDAH FK UNUD. Bali.
9. Anonim. 2007. Urethral Stricture. Accessed:
http://www.med.umich.edu/1libr/urology/umurethral_stricture.htm.

You might also like